Anda di halaman 1dari 10

KELUARGA BERENCANA

DALAM PANDANGAN ISLAM

Perspektif Fiqih
PERTANYAAN PENTING
 Permasalahan KB (Keluarga Berencana) bagi umat
Islam, bukan sekadar persoalan medis, kesehatan atau
sosial-kependudukan.
 Lebih dari itu, mereka juga mempertanyakan keabsahan
teologisnya.
 Atau lebih tepatnya mereka pun bertanya: “apakah
keluarga berencana merupakan sesuatu yang benar-benar
halâl dan thayyib dalam pandangan Islam?”
KB: “FAMILY PLANNING”
 Birth Planning: ”Pelaksanaan metode ini menitikberatkan pada
tanggung jawab kedua orang tua untuk membentuk kehidupan
rumah tangga yang aman, tenteram, damai, sejahtera dan
bahagia, walaupun bukan dengan jalan membatasi jumlah
anggota keluarga. Hal ini, lebih mendekati istilah bahasa
arab Tanzhîm al-Nasl (Pengaturan Keturunan)”
 Birth Control: “Penerapan metode ini menekankan jumlah anak
atau menjarangkan kelahiran, sesuai dengan situasi dan kondisi
suami-isteri. Hal ini, lebih mirip dengan bahasa arab Tahdîd al-
Nasl (Pembatasan Keturunan). Tetapi dalam praktiknya di
Negara Barat, cara ini juga membolehkan pengguguran
kandungan (abortus); pemandulan (sterilization; al-ta'qîm) dan
pembujangan (celibacy,  at-tabattul)”
DUA PEMAHAMAN MASYARAKAT
 Keluarga Berencana ialah suatu usaha yang mengatur
banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa, sehingga,
bagi ibu maupun bayinya, dan bagi ayah serta
keluarganya atau masyarakat yang bersangkutan, tidak
menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari
kelahiran tersebut.
 Keluarga Berencana dalam kehidupan sehari-hari
berkisar pada pencegahan konsepsi atau pencegahan
terjadinya pembuahan atau pencegahan pertemuan antara
sel mani dari laki-laki dan sel telur dari perempuan
sebagai akibat dari persetubuhan.
SIMPULAN AWAL
 Daripengertian di atas, dapat dikatakan
bahwa keluarga berencana adalah istilah
yang resmi digunakan di Indonesia
terhadap usaha-usaha untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga,
dengan menerima dan mempraktikkan
gagasan keluarga kecil yang potensial dan
bahagia
PERSPEKTIF FIQIH
 Pelaksanaan KB dengan pertimbangan kemashlahatan,
dibolehkan dalam Islam karena pertimbangan (misalnya)
ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
 Artinya, dibolehkan bagi orang-orang yang tidak
sanggup membiayai kehidupan anak, kesehatan dan
pendidikannya untuk menjadi akseptor KB.
 Bahkan menjadi dosa baginya, jikalau ia melahirkan
anak yang tidak terurusi masa depannya; yang akhirnya
menjadi beban yang berat bagi masyarakat, karena orang
tuanya tidak menyanggupi biaya hidupnya, kesehatan
dan pendidikannya.
PENDAPAT PARA ULAMA MENGENAI
PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI
Pada dasarnya semuanya boleh
digunakan, berdasarkan cara yang
telah dipraktikkan oleh para sahabat
pada masa Nabi s.a.w., yang disebut:
al-’azl.
Al-’Azl, dalam istilah KB disebut
dengan Sanggama Terputus.
ALAT KONTRASEPSI YANG DILARANG
UNTUK DIGUNAKAN:
 Untuk wanita; seperti: a. Menstrual Regulation
(MR atau pengguguran kandungan yang masih
muda); b. Abortus atau pengguguran kandungan
yang sudah bernyawa; c. tubektomi (sterilisasi).
 Untuk pria; seperti  vasektomi (mengikat atau
memutuskan saluran sperma dari buah zakar),
dan cara ini juga disebut sterilisasi.
DASAR KEBOLEHAN KB
 Dasar diperkenankannya KB dalam Islam,
menurut dalil aqli (pertimbangan rasional),
adalah karena pertimbangan kesejahteraan
penduduk yang diidam-idamkan oleh bangsa dan
negara.
 Sebab kalau pemerintah tidak melaksanakannya
maka keadaan rakyat di masa datang, diprediksi
akan menderita. Inilah yang dalam nalar fiqih
Islam disebut dengan ‘Sadd al-Dzarî’ah’.
KESIMPULAN
 Pada dasarnya Islam tidak mengharamkan KB. Tetapi perlu
dicatat bahwa tindakan KB seharusnya diorientasikan untuk
Tanzhîm al-Nasl (Pengaturan Keturunan), atau yang dalam
istilah kesehatan modern disebut dengan sebutan Birth
Planning.
 Tindakan KB yang lebih berorientasi pada Tahdîd al-
Nasl (Pembatasan Keturunan), yang dalam istilah kesehatan
modern disebut dengan Birth Control berpotensi
disalahgunakan sebagai tindakan yang berpotensi diharamkan.
 Pelaksanaan KB dibolehkan dalam pandangan Islam, dengan
pertimbangan: untuk mencegah terjadinya
kerusakan/kemadharatan atau dalam rangka memeroleh
kebaikan/kemashlahatan, dengan syarat tidak melanggar
prinsip-prinsip syari’at Islam.

Anda mungkin juga menyukai