Anda di halaman 1dari 8

Hukum KB dalam Islam – Boleh atau Tidak?

Manusia hidup di muka bumi, semata-mata Allah ciptakan untuk menjadi seorang
khalifah fil ard dan menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Dengan diciptakannya manusia
di muka bumi, tentu saja Allah memerintahkan untuk melestarikan jenisnya,
mengembangkan peradaban, dan terus meningkatkan kualitas manusia dari generasi ke
generasi. Untuk itu manusia wajib untuk memiliki pengetahuan dan mengatur hidupnya
agar terus berkembang dari waktu ke waktu.

Tidak ada satupun manusia tentunya yang mengingingnkan hidupnya dalam kesulitan dan
ingin selalu mengembangkan keturunannya semakin baik dari waktu ke waktu. Untuk
itulah dibutuhkan keluarga dan rumah tangga yang dibangun agar harmonis dan
melahirkan generasi unggul setiap saatnya. Itulah tugas manusia, agar bumi ini senantiasa
terjaga, dan ummat manusia dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Tentunya semua itu dilakukan harus sesuai dengan syariat islam sebagaimana
disampaikan dalam Al-Quran, 

“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang
mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan/kebaikan) hidup
bagimu” (QS Al Anfal : 24)

Namun, dalam proses pengaturan keluarga dan rumah tangga, di zaman saat ini ada
teknologi yang bernama Keluarga Berencana. Teknologi ini merupakan salah satu
teknologi yang bertujuan untuk membatasi kehamilan atau juga bertujuan untuk mengatur
jarak kehamilan. Dalam hal ini tentu memilki sudut pandangan dan pendapat yang
berbeda-beda. Agar lebih memahami, maka berikut adalah penjelasan mengenai Keluarga
Berencana (KB) dalam islam.

Hukum KB dilihat dari Tujuannya


Menentukan halal dan haram dalam islam tentu saja sangat berbeda Dilihat tujuannya,
KB memiliki orientasi yang berbeda-beda. Tentu saja tujuan ini juga menentukan
bagaimana hukum KB dalam islam sesuai dengan dampak dan manfaat yang ada. Islam
tidak pernah memberikan aturan atau pelarangan yang tidak ada dampaknya. Seluruh
aturan islam berorientasi agar manusia selamat, sejahtera, dan terhindar dari
keterpurukan.

Tentunya juga jangan melupakan bahwa harus dihitung apakah KB memberikan dampak
pada berlangsungnya Keluarga Bahagia Menurut Islam dan Dalilnya, Keluarga Dalam
Islam, Keluarga Sakinah Dalam Islam, Keluarga Harmonis Menurut Islam, dan Keluarga
Sakinah, Mawaddah, Warahmah Menurut Islam. Penggunaan KB atau tidak tentunya
harus juga dihitung dari bagaimana kehidupan keluarga di jalankan. Jangan sampai hal
ini juga membawa mudharat terutama masalah keharmonisan keluarga.

Untuk menentukan halal dan haram sebuah aktivtias atau teknologi, para ulama tentu
melihat hal ini secara filosofis dan praktis. Termasuk melihat tujuan dari KB dan praktik
pelaksanaannya nanti.

1. Membatasi Kelahiran

Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam memerintahkan untuk


menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang
sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan
kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat”
Para ulama memiliki pandangan bahwa KB dilarang jika orientasinya adalah untuk
membatasi kelahiran. Allah memberikan perintah agar para wanita dna keluarganya bisa
memiliki keturunan yang banyak dan kuat untuk islam. Jika berorientasi untuk membatasi
kelahiran, hal ini bisa membuat umat islam sedikit memiliki keturunan. Untuk itu lebih
baik tidak dilakukan, apalagi mencegah untuk lahirnya bayi di dunia.

Akan tetapi hal ini berbeda jika memang tujuannya untuk kesehatan. Membatasi
kelahiran dengan alasan kesehatan tentu berbeda lagi. Membatasi demi tujuan kesehatan
tentunya bisa berefek kepada kesehatan istri atau ibu, mengganggu rahim, dan juga pada
aspek-aspek organ tubuh lainnya.

Namun berbeda jika membatasi kelahiran ini didasri karena khawatir masalah ekonomi,
masalah keuangan, atau masalah kemampuan untuk membiayai lainnya. Maka jangan
sampai alasan tersebut digunakan jika orientasi khawatir akan kehidupan anak nantinya.

2. Mengatur Jarak Kelahiran


“Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al
Baqarah : 195)
Ulama berpendapat bahwa jika berorientasi untuk mengatur jarak kehamilan saja maka
tidak masalah. Tentunya mengatur jarak ini tidak sama dengan membatasi kehamilan.
Mengatur jarak hanya sekedar mengatur agar waktunya lebih ada jeda dan berdampak
bagi kesehatan. Di lain waktu maka istri atau ibu bisa tetap hamil kembali tanpa harus
dibatasi.

Mengenai hal pengaturan ini juga Allah menegaskan bahwa, 

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang
akan memberikan rizki kepada mereka dan juga kepadamu” (QS Al Isra : 31)
Artinya, jangan sampai kita khawatir dan takut memiliki keturunan hanya karena masalah
rezeki. Sesungguhnya Allah telah memudahkan segala urusan manusia melalui
Sunnatullah yang telah Allah tetapkan. Tinggal manusia belajar dan berikhtiar setiap saat.

Jika dilihat dari dua tujuan tersebut, hukum KB boleh atau tidak sangat bergantung
kepada kondisi dan tujuan yang ada. Bisa menjadi haram jika orientasinya bukan untuk
kemaslahatan dan menyelamatkan. Tetapi bisa halal jika memang berorientasi pada
kesehatan dan juga kesejahteraan ibu.

Pro Kontra Menggunakan KB dalam Keluarga Islam


Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa menggunakan KB dalam keluarga sesuai
ajaran islam masih diperbolehkan jika alasannya bukan untuk membuat mandul atau
steril selamanya. Untuk alasan kesehatan dan mengatur waktu kehamilan masih
diperbolehkan asalkan tidak untuk tujuan tidak ingin memiliki keturunan dan
membahayakan dirinya sendiri.

Apalagi kelahiran dan keturunan adalah bagian dari Tujuan Penciptaan Manusia, Proses


Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam
Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama.
Tentu saja walaupun begitu ada banyak pro dan kontra para ulama dan cendekiawan
mengenai masalah keluarga bencana ini. Masing-masing memiliki pendapat dan argumen
untuk menghadapi masalah tersebut. Sebagai umat islam, kita diperbolehkan oleh Allah
untuk berijtihad dan memikirkan sesuai dengan masalah dan konteks perkembangan
zaman. Untuk itu dibutuhkan ilmu pengetahuan dan juga teknologi untuk bisa melihat
masalah ini lebih baik lagi.

Berikut adalah pro kontra yang menjadi dinamika penggunaan KB dalam islam:

1. Islam Menganjurkan Banyak Keturunan

Islam menganjurkan ummat untuk dapat memiliki banyak keturunan. Hal ini yang
menjadi keberatan para ulama untuk menjadikan KB digunakan. Dengan adanya program
dan teknologi Keluarga Berencana dapat menjadikan umat islam secara keturunan tidak
terlalu banyak padahal umat islam diharapkan mampu menjadi ummat terdepan dengan
adanya keluarga dan keturunan yang banyak.

Hal ini mensoroti dalam sudut pandangan banyaknya atau kuantitas. Pendapat ini
mengedepankan bahwa keturunan yang banyak tidak selalu menjadi penghalang atau
penghambat, atau menjadi banyak masalah. Jika orang tua mampu sekuat tenaga
berusaha tentu saja keturunan yang baik bisa didapatkan.

Selain itu, para orang tua, baik ibu yang melahirkan atau ayah yang mencari nafkah juga
terhitung berjihad. Untuk itu bagi mereka yang berusaha sungguh-sunggu menjadikan
keturanannya shaleh dan sukses di dunia maupun akhirat adalah jihad tersendiri.
Sehingga tidak perlu ragu atau sampai melakukan keluarga berencana.

2. Kekhawatiran dalam Membesarkan Anak

Pendapat selanjutnya adalah kekhawatiran dalam membesarkan anak secara berkualitas.


Pendapat-pendapat ulama yang masih memperbolehkan penggunaan KB untuk alasan
tertentu juga memikirkan masalah ini. Untuk itu, jika tidak memang mampu maka
berikhtiar sekuat mungkin untuk bisa memiliki rezeki bukan mensterilisasi. Tetapi jika
memang dibutukan dan ketidakmampuan diri, maka bisa untuk melakukan KB.

Hal ini juga didasari oleh ayat, 


“Hendaklah takut kepada Allah orangorang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap
kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar” (QS An Nisa : 9)
Manusia memiliki akal, sehingga bisa menghitung dan berpikir secara rasional. Hawa
nafsu manusia juga bisa diatur tidak seperti hewan, sehingga tidak selalu harus memiliki
keturunan jika memang belum mampu dan memiliki sumber daya yang mumpuni.
Tentunya perlu dibatasi dan diatur sambil terus berikhtiar, tentu Allah Maha Tau dan
Menilai niat kita.

Tentunya jangan sampai kita melahirkan anak dan menelantarkannya atau bahkan
bergantung hidupnya pada orang lain. Hal ini bisa mendzalimi mereka dan menjadikan
mereka lemah nantinya untuk hidup kedepan.

Keluarga Berencana Dalam Islam Pada zaman Rasulullah saw tidak ada seruan luas
untuk ber-KB, atau mencegah kehamilan ditengah-tengah kaum muslimin. Tidak
ada upaya dan usaha yang serius untuk menjadikan az-„azl sebagai amalan yang
meluas dan tindakan yang popular di tengah-tengah masyarakat. Sebagian
sahabat Rasulullah saw yang melakukannya juga tidak lebih hanya paa kondisi
darurat, dan ketika hal itu diperlukan oleh keadaan pribadi mereka. Oleh karena
itu, Nabi Muhammad saw tidak menyuruh dan tidak melarang al-„azl. Pada masa
sekarang ini, umat manusia banyak menciptakan alat dan menciptakan berbagai
macam cara untuk menghentikan kehamilan.

Di dalam al-Qur’an dan hadis, yang merupakan sumber pokok hukum Islam dan
yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam tidak ada nash yang shohih yang
melarang ataupun yang memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Karena itu hukum
ber-Kb harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam yang menyatakan :
Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan
keharamannya. Selain berpegangan dengan kaidah hukum Islam tersebut di atas,
pada dasarnya Islam memperbolehkan umatnya ber-KB. Jika mengetahui dan
memahami benar maksud dan hikmah Islam di balik pemberian keinginan atas
pelaksanaan hubungan terputus pada berbagai kondisi darurat adalah karena
terinspirasi dari pemahaman yang sempurna bahwa seorang anak menjadi
tanggung jawab yang sangat besar, dan wajib dipelihara yang sempurna dan
kepedulian tinggi, atau karena alasan bahwa kelahiran seorang anak akan
membahayakan sang ibu bahkan mengancam nyawa sang ibu. Sebenarnya syariat
Islam datang untuk membawa mashlahat bagi manusia, mencegah hal-hal yang
menimbulkan kerusakan, dan memilih yang lebih kuat diantara dua mashlahat,
serta mengambil yang lebih ringan bahayanya apabila terjadi kontradiksi.

Di samping itu pertumbuhan seorang anak pada manusia yang menyusui


terancam apabila sang ibu hamil lagi. Dalam kondisi-kondisi seperti itu apabila
seseorang menggunakan salah satu cara atau alat untuk mencegah kehamilan
setelah mendapat petunjuk dari dokter yang terpercaya, tidak mengapa kalau dia
melakukan hal tersebut. Hal yang seperti ini boleh saja di qiyaskan dengan
fenomena al-„azl, akan tetapi dengan syarat umat ini tidak membuat sebuah
peraturan umum untuk memperkecil angka kelahiran, dan alat ini tidak digunakan
kecuali ia sangat membutuhkan atau darurat yang menuntut agar ia
melakukannya. Maka pencegahan kehamilan karena keterpaksaan seperti tidak
bisa melahirkan secara alami sehingga harus melalui proses operasi untuk
mengeluarkan bayinya, maka pencegahan kehamilan boleh dilakukan. Adapun
dengan penggunaan alat seperti pil dan yang serupa dengannya, untuk menunda
kehamilan dalam masa tertentu demi kemaslahatan istri karena kondisi fisik sang
istri yang sangat lemah sehingga tidak kuat untuk hamil secara berturut-turut
kerena itu bisa membahayakan nyawa sang istri, maka hal yang seperti itu
diperbolehkan. Dalam kondisi atau masa yang tertentu penundaan harus
dilakukan sampai kondisi si ibu benar-benar dalam keadaan yang memungkinkan
untuk hamil lagi.

Bukti pembolehan ini dinyatakan oleh Imam al-Ramli yang mengutip perkataan
Imam al-Zarkasyi setelah ia berbicara mengenai aborsi dengan menggunakan
obat-obatan, larangan ini semua berhubungan dengan penggunaan obat setelah
air mani ditumpahkan, sedangkan menggunakan sesuatu untuk mencegah
kehamilan sebelum teerjadinya penumpahan sperma ketika sedang melakukan
hubungan seksual itu boleh-boleh saja” bahkan hukum ber-KB ini kadang-kadang
bisa berubah dari mubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram seperti
halnya hukum perkawinan bagi orang Islam. Tetapi hukum mubah ini bisa
berubah sesuai dengan situasi individu Muslim yang bersangkutan dan juga
memperhatikan zaman. Apabila seorang Muslim melakukan KB dengan motivasi
yang hanya bersifat pribadi misalnya ber-KB untuk menjarangkan kehamilan atau
kelahiran atau untuk menjaga kesehatan si ibu, hukumnya boleh saja tetapi
seseorang melakukan KB disamping memiliki motivasi yang bersifat pribadi
seperti kolektif dan nasional seperti untuk kesejahteraan masyarakat atau Negara,
maka hukumnya bisa sunnah atau wajib tergantung keadaan juga. Hukum ber-KB
bisa menjadi makruh bagi pasangan suami istri yang tidak menghendaki
kehamilan, padahal suami istri tersebut tidak ada hambatan atau kelainan untuk
memiliki keturunan. sebab hal yang demikian itu bertentangan dengan tujuan
pernikahan menurut agama, yaitu untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan
untuk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan menjadi anak yang
shalih sebagai generasi penerus.

Hukum ber-KB juga menjadi haram apabila seseorang melakukan KB dengan cara
yang bertentangan dengan agama, seperti dengan cara vasektomi (sterilisasi
suami) dan abortus(pengguguran). Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa
enggunaan alat-alat pencegah kehamilan tradisional ataupun modern yang aman
dan terjamin dari berbagai bahaya dan akibat buruk, dan tentunya dengan
petunjuk dokter yang terpercaya sehingga terhindar dari berbagai macam
penyakit yang berkaitan dengan kehamilan itu sendiri adalah boleh-boleh saja
dari segi hukum Islam.

Sebenarnya dalam al-Quran dan hadis juga tidak ada nas yang shahih yang
melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, akan tetapi dalam alQuran ada
ayat-ayat yang berindikasikan tentang diperbolehkannya mengikuti program KB
begitu juga dengan hadis. Karena itu hukum ber-KB harus dikembalikan kepada
kaidah hukum Islam, adapun dikarenakan oleh hal-hal berikut :

a. Menghawatirkan keselamatan jiwa dan kesehatan ibu


b. Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan kehidupan.

Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak apabila jarak kelahiran


anak terlalu dekat

Anda mungkin juga menyukai