Keluarga berencana adalah istilah resmi yang dipakai dalam lembagaa-lembaga Negara
seperti BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Keluarga berencana ditiik
berakan kepada perencanaan, pengaturan dan pertanggung jawaban orang tua kepada anggota
keluarganya agar mudah & sistematis dapat mewujudkan suatu keluarga yang sakinah,
mawadah dan warahmah. Perlu dilakukan berbagai cara dan upaya agar dalam kegiatan
hubunga suami istri tidak terjadi kehamilan.
Tujuan Umum
Menciptakan kesejaheraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melkalui
usaha-usaha perencaan & pengendalian penduduk agar mencapai kseimbangan antara
jumlah dan perkembangan penduduk dengan produksi dan jasa-jasa.
Tujuan Khusus
Mengendalikan pertumbuhan penduduk dan melembagakan norma keluarga kecil
yang bahahia dan sejahtera. Untuk mempengaruhi segi kwantitas maupun mutu
manusia Indonesia.
d. Metode Sterilisasi metode ini bekerja dengan cara melakukan pemutusan atau
pengikatan saluran sel sperma pada laki-laki (vasektomi) & pemutusan atau
pengikatan saluran sel telur pada perempuan (tubektomi).
e. Metode Alami metode yang digunakan tanpa menggunakan alat bantuan sama
sekali. Metode ini hanya untuk mengetahui kapan masa subur sehingga pasangan bisa
menghindari hubungan seks pada saat itu.
Metode Alami: disebut juga sebagai folk methods. Metode ini terdiri dari coitus
interaptus. Post coital douche,dan prolonged location.
Metode Tradisional: (traditional metods) yang terdiri dari pantang berkala, kondom,
diafragma vaginal, dan spermatisida.
Metode Modern: modern (modern methods) yang terdiri dari pil KB, suntik kb, dan
IUD.
Metode Permanen Operatif: (permanent-operative methods) yang terdiri dari
vasektomi dan tubektomi.
Keluarga Berencana Dalam Islam
Apabila seorang Muslim melakukan KB dengan motivasi yang hanya bersifat pribadi
misalnya ber-KB untuk menjarak kehamilan atau kelahiran atau untuk menjaga kesehatan si
ibu, hukumnya boleh saja tetapi seseorang melakukan KB disamping memiliki motivasi yang
bersifat pribadi seperti kolektif dan nasional seperti untuk kesejahteraan masyarakat atau
Negara, maka hukumnya bisa sunnah atau wajib tergantung keadaan juga.
Hukum ber-KB bisa menjadi makruh bagi pasangan suami istri yang tidak
menghendaki kehamilan, padahal suami istri tersebut tidak ada hambatan atau kelainan untuk
memiliki keturunan. Hal tersebut bertentangan dengan tujuan pernikahan menurut agama,
yaitu untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan untuk mendapatkan keturunan yang sah
yang diharapkan menjadi anak yang shalih sebagai generasi penerus.
Hukum ber-KB juga menjadi haram apabila seseorang melakukan KB dengan cara
yang bertentangan dengan agama, seperti dengan cara vasektomi (sterilisasi suami) dan
abortus (pengguguran). Disimpulkan bahwa penggunaan alat-alat pencegah kehamilan
tradisional/modern yang aman dan terjamin dari berbagai bahaya dan akibat buruk, dan
tentunya dengan petunjuk dokter yang terpercaya agar terhindar dari berbagai macam
penyakit yang berkaitan dengan kehamilan boleh dari segi hukum Islam.
Hukum Keluarga Berencana dalam konteks Ke-Indonesiaan
Hukum KB dalam konteks ke Indonesiaan.
Beberapa negara di dunia saat ini menghadapi masalah kependudukan yang serius,
karena laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak seimbang dengan laju pertumbuhan
ekonomi dan sektor-sektor kehidupan lainnya. Sehingga usaha pemerintah memakmurkan
dan menjesahterakan rakyatnya menghadapi kendala yang serius.31 Salah satu dari negara
tersebut adalah Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
Artinya: Dan janganlah kalian membunuh anak-anakmu karena khawatir tidak bisa
makan (jatuh miskin). Kamilah yang memberikan rezeki kepada mereka (anak-
anakmu) dan juga kepada kalian. Sungguh membunuh mereka adalah tindakan
kejahatan yang besar. (QS. al-Isra’, 17: 31).
Pada zaman Rasulullah Saw tidak ada seruan luas untuk ber-KB, atau mencegah
kehamilan ditengah-tengah kaum muslimin. Tidak ada upaya dan usaha yang serius untuk
menjadikan ‘azl sebagai amalan yang meluas dan tindakan yang popular di tengah-tengah
masyarakat.
Sebagian Sahabat Rasulullah Saw yang melakukannya juga tidak lebih hanya pada
kondisi darurat, dan ketika hal itu diperlukan oleh keadaan pribadi mereka. Oleh karena itu,
Nabi Muhammad Saw tidak menyuruh dan tidak melarang ‘azl. Pada masa sekarang ini, umat
manusia banyak menciptakan alat dan menciptakan berbagai macam cara untuk
menghentikan kehamilan.
Beberapa hadist berikut sering diangkat para ulama ketika membicarakan soal KB
dalam perspektif Islam, antara lain:
Artinya: Dari Jabir. Ia berkata: “Kami pernah melakukan ‘azl (berhubungan seks dengan
mengeluarkan mani di luar vagina, coitus interuptus) pada masa Nabi saw. (HR. Bukhari, no.
5207).
Artinya: Dari Jabir, ia berkata: Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) pada masa
Rasulullah saw. kemudian berita itu sampai kepada Nabi saw. namun Nabi saw. tidak
melarang kami. (HR. Muslim, no. 3634).
Hadis di atas menunjukkan informasi dan latar belakang masalah metode klasik dalam
mencegah terjadinya kehamilan, yaitu metode ‘azl. Metode ini dilakukan jika suami-istri
sepakat untuk berhubungan seksual, namun belum/tidak menghendaki kehamilan atau
memiliki anak. Metode ini pernah dipraktikkan sejumlah sahabat pada masa Nabi dan saat itu
wahyu Alqur’an masih turun.
Pada prinsipnya, praktik ‘azl tersebut tidak dilarang oleh Nabi dan juga tidak ada
wahyu Alqur’an turun yang menegurnya. Bahkan ketika ada pendapat dari kaum Yahudi
bahwa ‘azl termasuk pembunuhan kecil, Nabi membantahnya seraya menegaskan bahwa
pemahaman kaum Yahudi tersebut tidak benar, tidak sesuai.
Bahkan berdasarkan, hadis riwayat Abu Dawud di atas Nabi menyarankan kepada
seseorang dari kaum Anshar yang bertanya untuk melakukan ‘azl, jika memang ingin
demikian, namun tetap saja hal itu tidak mempengaruhi apa yang dikadarkan oleh Allah swt.
Ketika orang tersebut telah ber-‘azl dan ternyata, di luar batas ikhtiarnya, budak perempuan
miliknya itu hamil juga. Atas kasus ini, Nabi saw. menyatakan: “Sudah aku beritahukan
kepadamu bahwa apa yang sudah dikadarkan Allah tetap akan terjadi.”
Ada empat hal pokok yang menjadi pertimbangan masing-masing individu dalam
melaksanakan KB :
1. Segi ekonomi: Suami, Istri hendaknya mempertimbangkan, mengenai pendapatan dan
pengeluaran dalam rumah tangga.
2. Segi sosial : Suami istri hendaknya dapat memikirkan mengenai pendidikan anak,
kesehatan keluarga, perumahan dan keperluan rekseasi untuk keluarga.
3. Segi lingkungan hidup : Kalau penduduk banyak, sedang sarana tidak memadai, maka akan
terjadi kerusakan lingkungan, seperti sampah, limbah yang kotor, air yang tidak bersih dan
lain-lain. Hal ini menyangkut dengan kepadatan penduduk.
4. Segi kehidupan beragama: Ketenangan hidup beragama dalam satu keluarga, faktor
penentuannya seperti fakor ekonomi, social, lingkungan tempat tinggal, kemampuan ilmu
yang dimiliki suami istri dalam mendidik anak dan keharmonisan antara semua keluarga.