Anda di halaman 1dari 11

Childfree Dalam perspektif Islam

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

Isu-Isu Kontemporer
Dosen Pengampu:
Al-Ustadz Ali Mahfuz Munawwar, Lc., M.Hum.

Pemakalah:
Muhammad Farhan Hibatullah

Prodi Ilmu Qur’an dan Tafsir


Fakultas Ushuluddin
Universitas Darussalam Gontor
2023/1445
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, semakin majunya peradaban umat manusia,
semakin banyak permasalahan yang kompleks dan terkadang
menimbulkan sebuah perdebatan di kalangan umat manusia. Tak
terkecuali dengan istilah childfree.1 Beberapa waktu belakangan ini,
Childfree menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan khususnya
di media sosial masyarakat Indonesia. Childfree adalah sebuah
kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri untuk tidak
memiliki anak selama masa pernikahannya.2
Fenomena ini lantas menarik banyak perhatian masyarakat,
bahkan beberapa cendikiawan memberikan tanggapan tentang
childfree, baik dari sisi psikologi dan dari sisi agama khususnya islam
di mana hal tersebut terkesan menentang fitrah pernikahan yang
kemudian membuat fenomena childfree menjadi kontroversi.3
Keputusan untuk childfree memunculkan stigma negatif dari
masyarakat. Childfree bukanlah istilah baru, banyak pasangan suami
istri di negara-negara besar yang memilih keputusan tersebut.
Keputusan dalam memilih childfree dalam kehidupan rumah tangga
tidak lepas dari peran suami istri. Berangkat dari fenomena tersebut,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk
menganalisis fenomena childfree dalam perspektif Islam.

1
Uswatul Khasanah, Childfree Perspektif Hak Reproduksi Perempuan Dalam Islam, Journal Al-
Syakhsiyyah Journal of Law and Family Studies, Vol. 3 No. 2, (Desember 2021). Hal. 105.
2
Eva Fadhilah, Childfree Dalam Perspektif Islam, Jurnal Syari’ah dan Hukum Al-Mawarid, Vol.3
No. 2, (Agustus 2021), Hal. 72.
3
Almunawarah Burhanuddin, Skripsi: CHILDFREE DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN, Institut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ), (Jakarta, 25 Agustus 2022). Hal.3.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Childfree
Istilah Childfree muncul pertama kali pada tahun 1901 pada
kamus bahasa Inggris Merriam-Webster yang diartikan sebagai gaya
hidup yang dipilih oleh seseorang untuk bebas anak. Dalam konteks
Euro Amerika istilah childfree dikenal sejak akhir abad ke-20 sebagai
alternative penyebutan ‘tidak punya anak.4
Childfree terdiri dari dua kata, yakni child yang berarti anak,
dan free yang berarti bebas. Menurut Victoria Tungguno dalam
bukunya yang berjudul “Childfree and Happy” Childfree adalah
pilihan hidup yang dibuat secara sadar oleh seseorang yang ingin
menjalani kehidupan tanpa melahirkan atau memiliki anak. 5
Selain itu, menurut Oxford Dictionary istilah childfree
merupakan suatu kondisi di mana seseorang atau pasangan tidak
memiliki anak karena alasan yang utama yaitu pilihan. Sedangkan
dalam Cambridge Dictionary pun mendefinisikan istilah childfree
hampir serupa seperti apa yang dijelaskan oleh Oxford Dictionary,
yaitu kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak
memiliki anak.6
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Childfree
adalah suatu kesepatakatan yang dilakukan oleh pasangan suami istri
untuk tidak memiliki keturunan atau anak dengan berbagai
pertimbangan dan alasan-alasan tertentu.
Selain childfree ada banyak istilah lain yang dapat
mendefinisikan pernikahan tanpa anak seperti voluntary childless.
Mereka yang menganut paham voluntary childless memang secara
sadar dan sengaja tidak ingin memiliki anak. Hal ini berbeda dengan
involuntary childless, karena involuntary childless adalah mereka
4
Dea Erlinda Sari, ‘Makian Terhadap Perempuan Dalam Komentarpostingan Topik Childfree Di
Facebook’ (Undergraduate, Universitas Brawijaya, 2021). Hal. 20-21.
5
Victoria Tunggono, Childfree and Happy, ed. Rifai Asyhari (Yogyakarta: Buku Mojok Group,
2021), Hal. 13.
6
Imam Sujono, “Legal Review of Marriage for Divorced Women Outside the Religious Courts,”
International Journal of Islamic Thought and Humanities 1, no. 1 (March, 1, 2022), Hal. 1–16.
yang tidak memiliki anak bukan karena kehendaknya sendiri atau
sengaja melainkan ada sebab-sebab lain dan keadaan tertentu sehingga
mereka tidak bisa memiliki anak.7
B. Faktor-Faktor Atau Alasan-alasan Yang Melatarbelakangi
Timbulnya Childfree
Ada banyak faktor yang menyebabkan pasangan suami isteri
memilih untuk tidak memiliki anak secara sadar. Beberapa
diantaranya adalah:8
1. Adanya keinginan untuk tidak memiliki anak. Faktanya, tidak
semua orang ingin menjadi orangtua. Di tengah-tengah banyak
orang yang mengatakan tidak dapat membayangkan hidup tanpa
anak, ada juga yang memilih tidak ingin memiliki anak.
2. Alasan Pekerjaan. Memiliki anak berarti harus ada yang
dikorbankan. Kamu mungkin tidak bisa sepenuh hati fokus pada
kariermu, karena juga harus mengurus anak dengan baik.
Menjadi orangtua adalah pekerjaan yang multitasking dan
mungkin ada orang yang keberatan melakukan itu. Mereka yang
mengutamakan karier akan menginvestasikan waktu dan
perhatiannya dalam pekerjaan daripada mengurus anak.
3. Lingkungan yang tidak mendukung. Menurut sebagian orang
yang peduli terhadap lingkungan, memilih untuk tidak memiliki
anak adalah salah satu cara mereka untuk memberikan dampak
positif terhadap lingkungan.
4. Membesarkan anak butuh biaya besar. Biaya seorang anak
bukan sekadar biaya makan dan pakaiannya saja. Ada biaya
darurat saat mereka sakit, biaya pendidikan, hingga biaya
lainnya yang kadang tak terduga. Hal ini tentunya harus sangat
diperhatikan sebelum kamu memutuskan untuk memiliki anak.
5. Pertimbangan Kesehatan. Memiliki anak juga memengaruhi
kesehatan orangtua, terutama saat mengandung, bukan hanya
fisik tapi juga kesehatan mental sang ibu. Hal ini dikarenakan
ada hormon-hormon tertentu yang bisa mengubah mood. Begitu

7
Eva Fadhilah, Childfree Dalam Perspektif Islam, Jurnal Syari’ah dan Hukum Al-Mawarid, Vol.3
No. 2, (Agustus 2021), Hal. 73.
8
Ibid. Hal. 81-83.
juga apabila ada penyakit turunan daripada orangtua terhadap
anaknya.
6. Gaya hidup. Maksudnya mereka lebih suka menghabiskan
waktu untuk hobi, memelihara hewan, dan sebagainya. Bukan
berarti hobi dan anak-anak tidak dapat hidup berdampingan,
tapi kenyataannya hidup berubah setelah kita memiliki anak,
karena ada hal yang harus diprioritaskan.
7. Trauma Keluarga. Bisa jadi mereka pernah di dalam sebuah
keluarga yang abusive atau semasa kecilnya dia melihat
kekerasan dalam rumah tangga. Ketakutannya di masa kecil,
membuat ia tidak ingin membawa makhluk kecil ke dunia yang
mungkin akan merasakan penderitaan yang sama.
C. Dampak Childfree
Ketidakhadiran anak dalam pasangan suami istri dapat di nilai
positif, dampak yang dapat dirasakan ketika pasangan suami istri
sepakat tidak mempunyai anak adalah lebih bebas untuk melakukan
sesuatu tanpa adanya kewajiban mengurusi anak, dan lebih fokus pada
pasangan sehingga mengakibatkan kepuasan dalam pasangan suami
istri. Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak lebih
mempunyai banyak waktu untuk memerhatikan pasangannya dengan
memenuhi kebutuhannya sehingga akan berdampak positif.
Namun dalam sisi lain kehadiran anak juga di anggap penting
secara ekonomi sebagai tenaga kerja, bukan hanya itu, kehadiran anak
juga penting dalam menjalin hubungan suami istri yang dapat
mempererat komunikasi dan interaksi pasangan, dalam masalah sosial
juga anak tidak kalah penting sebagai peran mengamalkan agama atau
keberlangsungan budaya dan tradisi.9
D. Childfree Dalam Perspektif Islam
Islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin, yang
didalamnya diatur berbagai hal dalam kehidupan dari hal terkecil
hingga yang terbesar. Islam hadir sebagai jawaban atas masalah yang
dihadapi umat manusia dari zaman ke zaman. Untuk mengetahui
9
Miwa Patnani, Bagus Takwin, and Winarini Wilman Mansoer, “Bahagia Tanpa Anak? Arti Penting
Anak Bagi Involuntary Childless,” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan , Vol. 9 no. 1 (2021), Hal. 117.
respon Islam tentang childfree, maka umat manusia bisa mempelajari
berbagai nash dan pemikiran para faqih dalam menginterpretasikan
childfree.
Dalam surat Ar-Rum ayat ke-21 yang berbunyi:
‫ِا‬
‫َو ِم ۡن ٰاٰيِته َاۡن َخ َلَق َلُك ۡم ِّم ۡن َاۡن ُفِس ُك ۡم َاۡز َو اًج ا ِّلَتۡس ُك ُنۤۡو ا َلۡي َه ا َو َجَعَل َبۡي َنُك ۡم َّم َو َّدًة َّو َر ۡح َم ًة‬
. ‫ؕ ِاَّن ِف ٰذ ِلَك ٰاَلٰيٍت ِّلَق ۡو ٍم َّيَتَف َّك ُر ۡو َن‬
Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri
agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu
rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir.”
Melalui ayat di atas, secara tersurat disebutkan bahwa tujuan
utama pernikahan adalah untuk menggapai sakinah, mawaddah, dan
rahmah. Al-Qur’an tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa tujuan
pernikahan adalah untuk memiliki anak. Akan tetapi, tujuan tersebut
terkandung dalam ketiga kata di atas.
Dari Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi:

‫ إين أص&بت‬:‫ فقال‬،‫ جاء رجل إىل النيب ص&لى اهلل علي&ه وس&لم‬:‫ قال‬،‫عن معقل بن يسار‬
‫ مث أت&اه‬،‫ ال مث أتاه الثانية فنهاه‬:‫ قال‬،‫ أفأتزوجها‬،‫ وإهنا ال تلد‬،‫امرأة ذات حسب ومجال‬
.)‫ )رواه أبو داود‬.‫ »تزوجوا الودود الولود فإين مكاثر بكم األمم‬:‫ فقال‬،‫الثالثة‬
Artinya : “Dari Ma’qil bin Yasar berkata: Seseorang telah mendatangi
Rasulullah seraya berkata: “Wahai Rasulullah, saya mengenal seorang
wanita yang mempunyai kedudukan dan cantik namun dia mandul,
apakah saya boleh menikahinya ?, maka beliau melarangnya,
kemudian dia mendatangi beliau untuk yang kedua kali, beliau pun
melarangnya lagi, kemudian dia mendatangi beliau lagi, maka beliau
pun tetap melarangnya. Akhirnya Rasulullah bersabda: “Menikahlah
kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya bangga
dengan jumlah kalian yang banyak” (H.r. Abu Dawud).
Dalam hadis tersebut, jika seseorang hendak menikah, maka
hendaklah ia menikahi perempuan yang subur (banyak anaknya, atau
berpotensi memiliki banyak anak) dan penyayang (baik kepada suami
maupun anak-anak).
Dari ayat dan hadist tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam
Islam, manusia dianjurkan untuk memiliki keturunan atau anak.
Memiliki anak dalam Islam juga banyak menimbulkan kemanfaatan,
Salah satunya adalah sebagai amal jariyah kita jikalau sudah
meninggal.
Dari Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi:

‫ إذا مات اإلنسان انقط&ع عنه‬:‫ ق&ال‬،‫ أن رسول اهلل صلى اهلل علي&ه وس&لم‬،‫عن أيب هريرة‬
‫ أو ولد ص&احل يدعو )رواه‬،‫ أو علم ينتفع به‬،‫ إال من ص&دقة جارية‬:‫عمله إال من ثالثة‬
.)‫مسلم‬
Artinya: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah
segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariah, ilmu yang
bermanfaat atau anak yang saleh yang mendoakan kepadanya.” (H.r
Muslim).
Syekh Maghribi mengatakan bahwa hadis ini menunjukkan
keutamaan menikah untuk mengharapkan anak yang saleh,
memperbanyak ilmu, anjuran untuk mendidik anak, memilih ilmu
yang paling bermanfaat untuk diri anak, karena ganjaran hal tersebut
akan sampai kepada orang tuanya yang telah wafat.10
Selain itu masih banyak manfaat lain dari memiliki anak, yaitu
memberikan rasa kegembiraan terhadap orang tua, dapat menjauhkan
dari api neraka, memperlancar rezeki, dan manfaat lainnya.
E. Pendapat Ulama Islam Kontemporer Tentang Childfree
Mengutip pada lembaga Fatwa Mesir Dar al- Ifta’ Mesir Nomor
4713, Februari 2019 Syaikh Sauqi Alam mengeluarka Fatwa bahwa

10
Husain bin Muhammad Al-Maghribi, Al-Badr al-Tamam Syarh Bulugh al-Maram, ed. oleh Ali bin
Abdullah Al-Zibn, 1 ed., vol. 6 (Dar Hijr, 2007), Hal. 399-400.
dalam Childfree terdapat beberapa poin penting yang perlu di pahami.
Yaitu:11
1. Dalam agama islam tidak ada larangan baik al-Quran atau
Hadis tentang tindakan Childfree. “Syariat agama islam tidak
mewajibkan bagi orang yang menikah untuk mempunyai anak,
tetapi umumnya orang muslim menikah dan memperbanyak
anak, dan keputusan tersebut tercukupi dengan dorongan
melakukannya dengan penjelasan sebagaimana tanggung jawab
orang tua”.
2. Kesepakatan suami istri untuk tidak mempunyai anak di
perbolehkan apalagi dengan dasar kekhawatiran atau karena
adanya penyakit. “Ketika pasangan suami istri mempunyai
dugaan kuat bahwa keduanya tidak mampu menafkahi jika
mempunyai anak atau adanya maslahat seperti kekawatiran atas
kesehatan istrinya atau kawatir rusaknya seorang anak oleh
zaman dan kemudian keduanya sepakat untuk tidak mempunyai
anak, maka hal itu tidak dosa, dikarenakan tidak ada nash dalam
Al-Quran yang melarang”.
3. Menurut Syaikh Ibrahim Alam permasalahan Childfree ini di
Qiyaskan dengan permasalahan Azl atau memutus hubungan
suami istri sebelum mencapai orgasme sehingga mengakibatkan
sperma suami tidak masuk ke dalam vagina istri. “Kesepakatan
suami istri untuk tidak mempunyai anak, dalam kasus ini di
qiyaskan dengan permasalahan Azl. Ulama Jumhur telah
sepakat bahwa Azl hukumnya Mubah selama keduanya telah
sepakat”.
Mufti Mesir ini juga telah menjelaskan bahwa Childfree adalah hak
suami istri, mereka berdua boleh sepakat untuk memutuskan
mempunyai anak atau tidak, namun hal itu harus berdasarkan
kesepakatan keduanya sebagaimana di jelaskan berikut ini:
“Tidak mempunyai anak adalah hak antara suami istri, mereka
boleh untuk sepakat tidak punya anak di karenakan ada maslahat

11
Rudi Adi, Analisis Childfree Choice Dalam Perspektif Ulama’ Klasik dan Ulama’ Kontemporer,
Journal of Law and Syariah, Vol. 01 No. 01,( January 2023), Hal. 84.
tertentu, tidak boleh salah satu dari suami istri tidak sepakat, dan
kebolehan ini termasuk dalam urusan individu”.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas bisa disimpulkan bahwa secara
tekstual tidak ada ayat ataupun hadist yang melarang pilihan untuk
childfree. Memiliki keturunan adalah sebuah anjuran dalam Islam
bukanlah sebuah kewajiban. Sehingga childfree tidak termasuk pada
perbuatan yang dilarang, karena setiap pasangan suami istri memiliki
hak untuk merencanakan dan mengatur kehidupan rumah tangganya
termasuk memiliki anak.
Meskipun demikian, hal yang penting untuk dicatat bahwa
dalam Islam anak dipandang sebagai anugerah yang patut disyukuri
karena sejatinya anak adalah pemberian Tuhan. Kehadiran anak
sebagai salah satu tujuan dari menikah adalah salah satu bentuk cinta
Allah kepada umat manusia.
Dengan adanya anak dalam pernikahan dapat menambahkan
keharmonisan keluarga dengan catatan kedua orang tua siap lahir dan
batin. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan saat pasangan suami istri
yang sah memiliki anak karena nantinya anak tersebut akan menjadi
generasi penerus dalam berbuat kebaikan.
Daftar Pustaka
Uswatul Khasanah, Childfree Perspektif Hak Reproduksi Perempuan
Dalam Islam, Journal Al-Syakhsiyyah Journal of Law
and Family Studies, Vol. 3 No. 2, (Desember 2021).

Eva Fadhilah, Childfree Dalam Perspektif Islam, Jurnal Syari’ah dan


Hukum Al-Mawarid, Vol.3 No. 2, (Agustus 2021),

Almunawarah Burhanuddin, Skripsi: CHILDFREE DALAM


PERSPEKTIF AL-QUR’AN, Institut Ilmu Al-Qur’an
(IIQ), (Jakarta, 25 Agustus 2022).
Dea Erlinda Sari, ‘Makian Terhadap Perempuan Dalam
Komentarpostingan Topik Childfree Di Facebook’
(Undergraduate, Universitas Brawijaya, 2021).

Victoria Tunggono, Childfree and Happy, ed. Rifai Asyhari


(Yogyakarta: Buku Mojok Group, 2021),

Imam Sujono, “Legal Review of Marriage for Divorced Women


Outside the Religious Courts,” International Journal of
Islamic Thought and Humanities 1, no. 1 (March, 1,
2022),
Husain bin Muhammad Al-Maghribi, Al-Badr al-Tamam Syarh
Bulugh al-Maram, ed. oleh Ali bin Abdullah Al-Zibn, 1
ed., vol. 6 (Dar Hijr, 2007),

Rudi Adi, Analisis Childfree Choice Dalam Perspektif Ulama’ Klasik


dan Ulama’ Kontemporer, Journal of Law and Syariah,
Vol. 01 No. 01,( January 2023),
Miwa Patnani, Bagus Takwin, and Winarini Wilman Mansoer,
“Bahagia Tanpa Anak? Arti Penting Anak Bagi
Involuntary Childless,” Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan , Vol. 9 no. 1 (2021)

Anda mungkin juga menyukai