Anda di halaman 1dari 5

Child free langkah tepat untuk mengurangi kepadatan penduduk di Indonesia.

Cambridge Dictionary mendefinisikan istilah childfree hampir serupa seperti apa yang
dijelaskan oleh Oxford Dictionary, yaitu kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih
untuk tidak memiliki anak.

Menurut psikolog sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta


Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, childfree merupakan istilah untuk menyebut
orang yang tidak memiliki anak

Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki banyak
penduduk. Berdasarkan laporan Worldometers 2020, Indonesia berada di peringkat
keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah
Tiongkok, India, dan Amerika Serikat (AS). Pada tahun 2021, penduduk Indonesia
mencapai angka 272.229.372 jiwa. Tingginya jumlah penduduk tersebut
membuktikan bahwa Indonesia sedang mengalami overpopulasi.

Fenomena overpopulasi ini menimbulkan dampak buruk yaitu kondisi ini dapat
menjadi bom waktu apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.

Bom waktu tersebut dapat meledak sewaktu-waktu dan menimbulkan berbagai


masalah kependudukan. Seperti yang disampaikan oleh Paul Ehrlich dalam
bukunya yang berjudul The Population Explotion yang menyebutkan bahwa
tingginya jumlah penduduk dapat menyebabkan bahan makanan terbatas dan
rusaknya lingkungan akibat ulah manusia.

Overpopulasi ini dapat timbul karena banyak masyarakat Indonesia yang masih
berpikir ‘banyak anak banyak rezeki’. Anak dianggap mampu menjadi investasi di
hari tua. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kelahiran bayi sebanyak 4,8 juta bayi
setiap tahunnya.

Menurut jurnal yang ditulis sri rahayu berjdul masalaah kependudukan di negara
Indonesia menyataakan bahwa kepadatan penduduk di indo menyebabkan banyak
dmpknegatif yaitu1.
Banyak masalah rumah yang kumuh dan
tidak layak huni

Bagaimana tidak masalah ini akan terjadi, karena setiap tahun bertambahnya
jumlah penduduk tidak akan bisa dicegah dengan masalah tersebut akan membuat
rumah akan bertambah, dan tanpa celah yang membuat kali akan menciut dan
ditambah lagi kesadaran masyarakat yang rendah akan membuang sampah pada
tempatnya. Semua hal tersebut akan membuat tempat tinggal menjadi kumuh dan
tidak layak huni.
2. Peluang kerja semakin menipis
Masalah ini akan menambah masalah kriminal yang akan meningkat, pasalnya
peluang kerja sedikit namun pertambahn penduduk tidak dapat dicegah.
Banyaknya orang pengangguran, namun masih banyaknya kebutuhan hidup yang
harus dipenuhi akan membuat pikiran nakal akan tumbuh tentang mencuri,
mencopet dan masih banyak kriminal yang akan muncul

3. Angka kemiskinan meningkat

Bukan hanya masalah pengangguran yang akan terjadi. Satu masalah ini juga akan
muncul yang membuat perekonomian negara akan semakin menurun setiap
tahunnya. Karena pemerintah juga akan membutuhkan dana yang cukup besar
untuk membantu penduduk yang kurang mampu dan membutuhkan uang bantuan
tersebut.

Memang kepadatan penduduk seharusnya dicegah. Dan tidak dapat dipungkiri


bahwa Indonesia menjadi negara terpadat penduduknya nomor 4, sebagai
masyarakat yang baik seharusnya mendengarkan perintah pemerintah agar
masyarakat memiliki 2 anak karena sudah di anggap cukup.

Akibat dari kondisi tersebut, dibutuhkan gerakan yang tepat untuk mengatasi
fenomena overpopulasi ini. Thomas Robert Malthus dalam teorinya menyebutkan
faktor pencegah tingginya jumlah penduduk melalui preventive checks yang terdiri
dari penundaan perkawinan, mengendalikan hawa nafsu, dan pantangan untuk
kawin.

Pengendalian hawa nafsu ini dapat diimplikasikan dari kebijakan atau anjuran
beberapa negara mengenai jumlah anak seperti Cina yang membatasi pasangan
untuk memiliki tiga anak dalam Undang-Undang Kependudukan dan Keluarga
Berencana.
Program keluaarga berencana kurang bisaa efektif Oleh karena itu, cara lainnya
yang dapat mengatasi overpopulasi adalah childfree. childfree dapat menjadi salah
satu cara untuk mengurangi jumlah penduduk yang semakin meningkat.

Polemik ini cukup besar mengingat artis Cinta Laura dan influencer Gita Savitri
yang secara terang-terangan menyampaikan keinginannya untuk tidak memiliki
anak dalam pernikahan. ternyata dalam penelitian sosiologis menunjukkan bahwa
childfree memungkinkan seseorang mendapatkan banyak waktu dan moivasi untuk
berkontribusi terhadap masyarakat melalui kegiatan sosial dan amal.

Tak sedikit pasangan yang memilih childfree justru melakukan kegiatan amal dan
sukarelawan seperti mengadopsi anak-anak dan membiayai pendidikannya.
Tindakan ini juga berdampak terhadap pengendalian populasi dan menjadi sarana
pemerataan pendidikan dan kehidupan yang layak.

Selain itu, dilansir dari News Media, menurut Guru Besar Sosiologi Universitas
Airlangga, Prof. Bagong Suryanto, kesuksesan perempuan tidak lagi diukur dari
ranah domestik seperti seberapa banyak ia dapat melahirkan anak tapi berdasarkan
sektor publik seperti prestasi, karir dan indikator lainnya.

Farraas A. Muhdiar, seorang Psikolog Anak yang diwawancari oleh HerStory.co.id


menuturkan bahwa pasangan yang memilih untuk childfree akan lebih fokus
mengembangkan diri dan memiliki kebebasan dalam menjalani hidup dengan
pasangan.

Oleh karena itu, pilihan childfree dapat menjadi kesempatan bagi pasangan
untuk berkarir dan mengembangkan diri. Pasangan yang memilih untuk
childfree juga dapat memasang alas an orang memilih child free karena 1.
Latar belakang keluarga
Alasan pertama yang menyebabkan seseorang atau pasangan memilih untuk childfree ialah
karena ia memiliki masa lalu sendiri tentang keluarganya.

Ia tumbuh dan melihat apa yang terjadi di dalam keluarganya, sehingga apa yang ia lihat
semasa kecil pun akan memengaruhi pilihannya ketika ia dewasa.

Begitu pula tentang kenangan yang kurang baik, serta perasaan kecewa yang didapatkan
selama masa anak-anak, perasaan dan kenangan tersebut pun bisa menjadi alasan terbesar,
kenapa pasangan atau seorang perempuan memilih untuk childfree.

Latar belakang keluarga pun dapat memengaruhi keputusan seseorang untuk childfree, yaitu
ketika seseorang memiliki keluarga yang memberikan kebebasan padanya untuk memilih dan
memutuskan segala hal.

Sehingga, ketika ia memutuskan childfree, ia tidak akan mendapatkan tekanan dan tanpa
penghakiman dari pihak keluarga. Justru sebaliknya, ia akan merasa didukung.
Baca juga: Resesi Seks, Ini Alasan Wanita Enggan Menikah dan Punya Anak

2. Isu lingkungan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, alasan yang cukup menarik dari seseorang
memutuskan untuk childfree adalah berkaitan dengan isu lingkungan.

Over populasi menjadi isu yang cukup hangat saat ini. Populasi manusia semakin banyak di
dunia, akan tetapi tidak sebanding dengan jumlah kerusakan lingkungan yang semakin tinggi
serta ketersediaan pangan.

Sebagian individu, baik yang telah berpasangan atau bahkan masih single pun menyadari isu
tersebut, sehingga mereka merasa prihatin dengan isu tersebut dan memilih untuk tidak
memiliki anak atau childfree. Harapannya, tentu saja mereka tidak ingin menambah populasi
yang telah ada.

3. Kondisi finansial
Keadaan finansial seseorang menjadi salah satu faktor seseorang memutuskan untuk
childfree. Membesarkan serta merawat anak, bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan
persiapan mental serta finansial yang matang.

Ketika pasangan telah memutuskan untuk childfree, kemungkinan mereka telah


memperhitungkan kemampuan finansial atau bahkan hingga kemungkinan-kemungkinan soal
membiayai tumbuh kembang sang anak.

Apabila dalam perhitungan tersebut, rupanya pasangan maupun individu merasa tidak
mampu, maka mereka pun memutuskan untuk childfree.

Sehingga, mereka akan lebih fokus dalam mengalokasikan dana untuk kebutuhan-kebutuhan
pribadi yang tentu saja, nominalnya tidak sedikit.

4. Khawati tidak mampu membesarkan anak dengan baik


Alasan keempat merupakan salah satu alasan umum yang menyebabkan seseorang atau
pasangan memutuskan untuk childfree.

Pada umumnya, pasangan atau individu cenderung memiliki kekhawatiran, bahwa mereka
tidak mampu membesarkan anak dengan baik.

Atau pasangan atau individu tersebut belum matang dan belum siap secara mental, untuk
memiliki seorang anak. Hal ini dikarenakan kondisi mental setiap orang berbeda-beda.

Beberapa orang yang memiliki masalah mental, kemungkinan akan lebih khawatir dan
berpikir bahwa mereka tidak cukup mampu untuk membesarkan anak.

Akan muncul kekhawatiran, apakah sang anak akan merasa bahagia, apakah kebutuhannya
tercukupi, apakah ia bisa membesarkan anak dengan mental dan fisik yang sehat dan lain
sebagainya.
Karena kekhawatiran tersebutlah, pasangan maupun individu akhirnya memilih untuk
childfree.

Baca juga: Indonesia Berpotensi Alami Resesi Seks, Ini Dampaknya Menurut Sosiolog

5. Memiliki masalah maternal instinct


Maternal instinct merupakan kondisi di mana kemampuan emosional dari seorang
perempuan, khususnya seorang ibu dalam menentukan hal-hal yang benar serta salah ketika
ia membesarkan seorang anak.

Sebagian orang mungkin memiliki anggapan, bahwa maternal instinct memiliki peran yang
penting untuk dimiliki oleh seorang perempuan, atau lebih tepatnya seorang ibu.

Alasannya karena maternal instinct ini memiliki kaitan dengan kemampuan seorang ibu
untuk melindungi anak-anaknya.

Beberapa dari perempuan merasa khawatir, bahwa mereka tidak memiliki atau mengalami
masalah dengan maternal instinct, serta tidak yakin bahwa mereka akan menjadi seorang ibu
yang baik sesuai dengan harapan anak atau dirinya.

6. Memiliki kondisi fisik tertentu


Beberapa mungkin memiliki kondisi fisik tertentu yang membuat dirinya tidak bisa atau tidak
mampu memiliki seorang anak.

Contohnya seperti mengidap penyakit keturunan dan lain sebagainya. Kondisi tersebutlah
yang kemudian akan menjadi alasan terbesar seorang individu maupun pasangan memilih
untuk childfree.

7. Alasan personal
Alasan terakhir adalah karena alasan personal dari seseorang atau pasangan. Seperti tidak ada
alasan khusus, hanya saja mereka memilih untuk childfree, sebab mereka merasa nyaman
dengan kondisi tersebut.

Mungkin juga, beberapa orang memiliki pandangan bahwa lebih aman, baik itu secara
finansial maupun fisik untuk memilih childfree.

Anda mungkin juga menyukai