Anda di halaman 1dari 8

Filsafat Falsifikasi

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu:
Al-Ustadz Martin Putra Perdana, S.Ag. M. Pd

Pemakalah:
Muhammad Farhan Hibatullah 422021232118
Dzaki Ammar Juliansya 422021232054

Prodi Ilmu Qur’an dan Tafsir


Fakultas Ushuluddin
Universitas Darussalam Gontor
2022-2023/1443-1444
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah pemikiran tidak lahir dari ruang hampa sehingga setiap pemikiran
memiliki keunikan tersendiri dan berbeda satu sama lain, sebelum dan sesudahnya.
Pengetahuan dan pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pola pikirnya.
Permikiran filosofis yang berkembang pun berbeda antara satu tempat dan tempat
yang lain.
Hal diatas menunjukkan Sebuah pemikiran merupakan respon terhadap
pemikiran sebelumnya dan karenanya akan terus berkembang. Seiring dengan
perkembangan tersebut, ciri khas dari mana pemikiran tersebut muncul tidak akan
hilang, dan hal-hal yang mempengaruhinya akan terlihat jelas meskipun ada
perbedaan di dalamnya.1
Filsafat adalah sebuah aktivitas berfikir, yang melibatkan pemikiran kritis dan
komprehensif. Filsafat juga termasuk menumpaskan ketidaktahuan, menambah
pengetahuan, memperluas wawasan, serta mengeksplorasi nilai-nilai dengan
memperbaiki keyakinan dengan penyelidikan yang rasional. Filsafat telah berhasil
mengubah pola pemikiran umat manusia dari pola fikir yang selalu tergantung pada
dewa dan keyakinan pada hal-hal mitos lainnya diubah pada pola fikir yang
tergantung pada rasio.
Filsafat memegang peranan penting dalam memecahkan berbagai masalah
dalam kehidupan manusia. Salah satunya dalam hal keilmuan. Problematika dalam
keilmuan yang sering kali dihadapi oleh dunia Barat dan Islam adalah dalam
menentukan garis batas pemisah antara kebenaran. Problem ini tentunya melahirkan
berbagai diskursus yang sangat intens.
Hal ini telah memunculkan banyak teori dan konsep yang membahas
mengenai batas-batas kebenaran ilmu pengetahuan. Teori falsifikasi merupakan salah
satu konsep untuk menentukan batas-batas kebenaran ilmu pengetahuan yang
dikemukakan oleh Karl Raymund Popper.2

1
Saifur Rahman, “Relevansi Epistemologi Karl R. Popper Dalam Pemikiran Islam”, Jurnal Komunike,
Vol. 9 No. 2 (Desember 2017), Hal. 139-140.
2
Maydi Aulia Riski, “Teori Falsifikasi Karl Raimund Popper: Urgensi Pemikirannya Dalam Dunia
Akademik”, Jurnal Filsafat Indonesia, Vol. 4 No. 3 (Tahun 2021), Hal. 261-262.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal Mula Filsafat Falsifikasi
Lingkaran Wina adalah suatu kelompok yang terdiri dari sarjana-sarjana ilmu-
ilmu pasti dan alam di Wina, ibukota Austria. Kelompok ini didirikan oelh Moritz
Schlick pada tahun 1924. Lingkaran Wina adalah tonggak monumen sejarah bagi
para filsuf yang ingin membentuk 'unified science', yang mempunyai program untuk
menjadikan metode-metode yang berlaku dalam ilmu pasti alam sebagai metode
pendekatan dan penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, termasuk di dalamnya filsafat.
Gerakan para filsuf dalam Lingkaran Wina ini disebut oleh sejarah sebagai
pemikiran Positivisme Logis. Kelompok Wina menginginkan adanya unsur
pemersatu dalam ilmu pengetahuan. Dan unsur pemersatu tersebut harus beracuan
pada bahasa ilmiah dan cara kerja ilmiah yang pasti dan logis. Dan pemersatu
tersebut adalah filsafat ilmu.3
Dari sini lah Falsifikasi berawal, yaitu berawal dari problem demarkasi antara
ungkapan ilmiah dan non ilmiah. Dalam hal ini Popper berupaya mengoreksi dan
mengkrtik gagasan dasar Lingkaran Wina yang membedakan antara ungkapan yang
disebut bermakna dan yang tidak bermakna berdasarkan kriteria dapat atau tidaknya
ungkapan itu dibenarkan secara empiris.
Hal ini karena menurut Popper, ungkapan yang tidak bersifat ilmiah mungkin
sekali sangat bermakna, demikian juga sebaliknya. Artinya, kriteria verifiabilitas
bukanlah suatu kriteria demarkasi ilmu, melainkan sebagai kriteria kemaknaannya.
Sebagai contoh penerapan gagasan Karl Popper dalam dunia nyata adalah
sebagai berikut. Para fisikawan dengan metode verifikasi terhadap sample-sample di
alam membuat kesimpulan bahwa “Semua zat akan memuai jika dipanaskan. Teori
ini telah menjadi sebuah mitos selama berabad-abad dalam dunia fisika. Namun
dalam paradigma filsafat ilmu Popper, teori tersebut tidaklah dianggap sebagai
kebenaran mutlak.
Namun ia akan dianggap benar dengan keyakinan yang memadai. Kemudian
terjadi lah penemuan mengenai anomali sifat air. Ternyata dalam rentang suhu 0-4
derajat Celcius, air tidak lah memuai jika dipanaskan. Air justru menyusut seiring
dengan kenaikan suhu antara 0-4 derajat Celcius. Penemuan ini kemudian serta merta
menggugurkan teori “Semua zat akan memuai jika dipanaskan”. Inilah yang
dimaksud dengan falsifikasi oleh Karl Popper.

3
Wilopo, “Lingkaran Wina” (2012), Hal. 10-11.
Dengan adanya penemuan yang menggugurkan teori pemuaian zat tersebut.
Oleh karena itu, teori tersebut berkembang menjadi berbunyi “Semua zat akan
memuai jika dipanaskan, kecuali air dalam rentang suhu 0-4 derajat Celcius”. Perlu
diketahui juga bahwa teori kedua ini pun tidak akan dianggap sebagai kebenaran
mutlak. Yang dianggap sebagai kebenaran mutlak adalah salahnya teori pertama,
bukan benarnya teori kedua.4
B. Biografi Singkat Karl Popper
Karl Raimund Popper merupakan salah satu kritikus abad ke-20 yang paling
tajam terhadap gagasan lingkaran Wina. Ia dilahirkan di Wina pada tanggal 21 Juli
1902 dari keluarga Yahudi Protestan. Ayahnya, Dr. Simon S.C. Popper, seorang
pengacara yang meminati filsafat dan masalah sosial.
Pada tahun 1928, Popper meraih gelar Doktor. Popper merasa tidak puas
dengan disertasinya dan memilih untuk mempelajari bidang epistemologi yang
dipusatkan pada pengembangan teori ilmu pengetahuan. Usahanya ini semakin
intentif ketika ia berjumpa dengan positivisme logis dari lingkaran Wina. Meski
demikian, ia bukan termasuk kelompok lingkaran Wina, sebab dia merupakan
kritikus paling tajam terhadap gagasan-gagasan lingkaran Wina.
Popper yang berdarah Yahudi, harus meninggalkan tempat kelahirannya sebab
pada waktu itu Jerman di bawah kekuasaan Hitler telah menduduki tempat itu. Popper
lalu pindah ke Selandia Baru dan mengajar di Universitas Christchurch. Popper pun
tidak menetap di sana, sebab pada tahun1945, ia pindah ke Inggris dan mengajar di
London School of Economics.
Di London School of Economics ini ia diangkat menjadi professor pada tahun
1948, berkat karyanya yang anti Komunis berjudul “The open Society and Its
Enemies”, yang ia buat tahun 1948. Tampaknya, Popper termasuk filsuf yang
beruntung karena hidup di masa Postmodern, ia mewarisi problem-problem filosofis
para pendahulunya dan menjadi terakumulasi sedemikian rupa di dalam
pemikirannya.
Karl Popper menginggal dunia pada tanggal 17 September 1994 di London
Selatan akibat penyakit jantung. Adapun beberapa karya tulisnya yang terbesar antara
lain sebagai berikut: “The Poverty of Historicism”, “The Open Society and Its
EnemiesI dan II”, “The Logic of Scientific Discovery”, “Conjectures and Refutations:
The Growt of Scientific Knowledge An Evolutionary Approach”, “The Philosiphy of
Karl Popper”, “Unended Quest”, dan “The Self and Its Brain”.5
C. Pengertian Filsafat Falsifikasi
4
Lalu Heri Afrizal, “Filsafat Pemikiran Karl Raimund Popper” (Studi Analisa-Deskriptif), Hal. 5-6.
5
Komarudin, “Falsifikasi Karl Popper Dan Kemungkinan Penerapannya Dalam Keilmuan Islam”, Jurnal
at-Taqaddum, Vol. 6 No. 2 (Nopember 2014), Hal. 448-449
Falsifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna
kekeliruan. Falsifikasi secara harfiah diartikan sebagai “melihat dari sudut pandang
kesalahan”. Dengan menganggap teori itu salah, maka segala upaya dilakukan untuk
membuktikaan teori tersebut memang mutlak salah, lalu dibuatlah teori baru untuk
menggantikannya.
Karl Popper telah membuktikan Falsifikasi, yang berbeda dengan verifikasi.
Suatu teori selama tidak terbukti salah, maka ia akan mengalami penguatan walaupun
suatu saat bisa juga runtuh teori tersebut ketika didapatinya satu saja data yang
berbeda yang bisa meruntuhkan teori tersebut.6
Falsifikasi adalah kebalikan dari verifikasi, yaitu pengguguran teori lewat
fakta-fakta. Selama suatu teori belum bisa difalsifikasi, maka ia akan dianggap benar.
Dengan metode ini penelitian ilmiah akan lebih efisien karena teori langsung dapat
dipastikan gugur hanya dengan sebuah fakta.
Falsifikasi dapat diartikan sebagai pengujian terhadap pengetahuan bukan
dengan menjabarkan kebenaran hipotesisnya, melainkan dengan melatakkan negasi-
negasi. Di sini tampak jelas bahwa pengetahuan akan berkembang bukan karena
memberikan data-data atau akumulasi pengetahuan, melainkan lewat proses eleminasi
terhadap kemungkinan kekeliruan dan kesalahan.7
D. Teori Filsafat Falsafikasi
Falsifikasi Popper adalah teori penyangkalan atas pembenaran dari suatu
verifikasi terhadap sebuah keilmuan atau teori. Singkatnya falsifikasi merupakan
kebalikan dari verifiaksi. Popper menyatakan bahwa suatu teori tidak mutlak
kebenarannya hanya jika dapat di verifikasi saja, namun akan semakin kuat dan
kokoh sebuah teori jika mampu bertahan dari penyangkalan.
Popper berpendapat bahwa tidak ada yang namanya verifikasi, yang dapat
diakui keabsahannya hanyalah falsifikasi, artinya pencarian fakta yang memastikan
bahwa sebuah hipotesis tidak dapat dipertahankan. Pendekatan ini menyangkal bahwa
pernyataan-pernyataan tentang realitas alami lebih rasional dari pada pernyataan-
pernyataan lain. Sebuah teori jika tidak pernah terbukti salah, maka ia akan
mengalami penguatan, namun akan tetap dapat dijatuhkan jika terdapat satu
perbedaan data yang dapat menjatuhkan teori tersebut.8

6
Dedi Haryono, “Gagasan uji Teori Empiris Melalui Falsifikasi”, Jurnal Penelitian dan Pemikiran
Keislaman”, Vol. 1 No. 1 (Februari 2014). Hal. 75.
7
Saifur Rahman, “Relevansi Epistemologi Karl R. Popper Dalam Pemikiran Islam”, Jurnal Komunike,
Vol. 9 No. 2 (Desember 2017), Hal. 145.

8
Maydi Aulia Riski, “Teori Falsifikasi Karl Raimund Popper: Urgensi Pemikirannya Dalam Dunia
Akademik”, Jurnal Filsafat Indonesia, Vol. 4 No. 3 (Tahun 2021), Hal. 264.
Popper berpendapat bahwa falsiabiliti merupakan alasan pertama untuk
mengetahui salah benarnya sebuah ilmu, hingga dapat menetapkan apakah ilmu
tersebut ilmiah atau tidak ilmiah. Jika sebuah ilmu tanpa melalui verifikasi tanpa
melalui falsifikasi maka menjadi tidak ilmiah. Suatu teori harus dapat dipastikan
validitasnya, hingga tidak berada diantara persepsi benar atau salah.
Filsafat falsifikasi dicetuskan oleh Karl Raimund Popper yang memiliki teori
falsibility (disalahkan) refutability (mampun disangkal), dan testability (diuji).
Sehingga gagasan-gagasan ini dikenal dengan pemikiran epestimologi rasional kritis
dan empiris modern.9 Popper mencoba merumuskan suatu Langkah untuk menguji
sebuah teori, semua langkah tersebut harus dilakukan tahap demi tahapan, langkah-
langkah yang dimaksud dijelaskan oleh Popper sebagai berikut:
1. Melakukan perbandingan-perbandingan secara logis dan ilmiah terhadap teori-teori
yang ada, sehingga diketahui konsistensi internal dari teori tersebut.
2. Selanjutnya melakukan penyelidikan atas valitas atau pun kesesuaian teori tersebut
dengan logika berfikir, sehingga akan diketahui apakah terdapat ciri empiris atau
ilmiah dari teori tersebut.
3. Melakukan perbandingan antara teori satu dengan teori yang lain untuk
mengetahui apakah teori tersebut telah tahan uji atau belum.
4. Langkah terakhir adalah penerapan empiris, setelah seluruh langkah sebelumnya
telah diterapkan.10

E. Kekurangan dan Kelebihan Filsafat Falsifikasi


Teori kritis Popper ini yaitu Falsifikasi memiliki konsekuensi psikologis
terhadap seorang ilmuwan. Karenanya seorang ilmuwan akan senantiasa ragu dengan
kebenaran pengetahuan yang didapatinya dan tidak akan pernah yakin seratus persen
dengan kebenarannya temuannya.11
Selain dapat menimbulkan rasa yang dipenuhi oleh keraguan dari hasil setelah
mengobservasi atau meneliti sesuatu, para peneliti pun akan merasa sulit dalam
pembuatan suatu hipotesis tentang penelitiannya. Hal ini juga akan berakibat terhadap
kelanjutan dari penelian tersebut. 12

9
Lalu Heri Afrizal, “Filsafat Pemikiran Karl Raimund Popper” (Studi Analisa-Deskriptif), Hal. 10.
10
Maydi Aulia Riski, “Teori Falsifikasi Karl Raimund Popper: Urgensi Pemikirannya Dalam Dunia
Akademik”, Jurnal Filsafat Indonesia, Vol. 4 No. 3 (Tahun 2021), Hal. 265.
11
Lalu Heri Afrizal, “Filsafat Pemikiran Karl Raimund Popper” (Studi Analisa-Deskriptif), Hal. 6.
12
Ibid.
Disamping kekurang, filsafat falsifikasi juga memberikan kelebihan.
Kelebihan dari filsafat ini adalah untuk meninjau segala apa yang kita telah teliti agar
menimbulkan hasil yang baik, dan juga unuk mengembangkan rasa ingin tahu yang
lebih dalam mengetahui sesuatu, serta mengasa otak untuk dapat berpikir lebih kritis.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat Falsifikasi timbul akibat kritik Popper terhadap pemikiran dari
lingkaran Wina. Falsifikasi merupakan antonim dari verifikasi, yaitu pengguguran
teori lewat fakta-fakta. Selama suatu teori belum bisa difalsifikasi, maka ia akan
dianggap benar. Dengan metode ini penelitian ilmiah akan lebih efisien karena teori
langsung dapat dipastikan gugur hanya dengan sebuah fakta.
Filsafat falsifikasi dicetuskan oleh Karl Raimund Popper yang memiliki teori
falsibility (disalahkan) refutability (mampun disangkal), dan testability (diuji). Prinsip
falsifikasi berperan penting dalam memperkuat teori ilmiah karena sebagai
pembuktian untuk mendiskualifikasi teori lain yang tidak relevan.
Hal ini diperlukan dalam proses penalaran atau berfikir para akademisi, serta
untuk meningkatkan kualitas hasil-hasil temuan dan karya para akademisi demi
mengangkat martabat intelektual para akademisi.13 Falsifikasi juga memiliki
kekurangan dan kelebihan dalam menekuninya. Namun, dengan filsafat ini
diharapkan munculnya validasi yang kuat terhadap suatu penelitian.

13
Maydi Aulia Riski, “Teori Falsifikasi Karl Raimund Popper: Urgensi Pemikirannya Dalam Dunia
Akademik”, Jurnal Filsafat Indonesia, Vol. 4 No. 3 (Tahun 2021), Hal. 270.

Anda mungkin juga menyukai