Anda di halaman 1dari 5

Keluarga Cemara

Tokoh dan Peran

Wati : Ibu

Nono : Ayah

Alex : Anak pertama

Suci : Anak kedua

Bang Sakti : Teman ayah

Pak Kusna : Tetangga

Pak Dindin : Tetangga

Ada sebuah keluarga Kristen yang terdiri dari orangtua dan dua anak. Mereka hidup di sebuah
perkampungan yang kumuh, kotor, dan sering terjadi criminal. Kehidupan keluarga pun jauh dari kata
sempurna. Keluarga itu ternyata mengikuti gaya hidup perkampungan yang cenderung jauh dari Tuhan.
Keluarga itu sudah 20 tahun tinggal didesa itu. Nono sebagai kepala keluarga, seorang suami, dan ayah
bekerja sebagai preman dan serabutan. Sang Ibu bernama Wati bekerja sebagai buruh. Suci sebagai
anak kedua masih duduk di bangku SMP.

Pada suatu hari, desa itu akan mengadakan perlombaan 17 Agustus. Pencarian dana untuk lomba
dilakukan dua minggu sebelum hari-H tiba. Nono dan Bang Sakti lah yang biasanya berperan sebagai
orang yang melakukan pencarian dana. Biasanya Nono melakukan pencarian dana dengan memalak
tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu dari RT/RW setempat. Orang yang tidak memberikan atau
menyumbangkan dana, Nono akan membuat criminal.

Nono : Bang Sakti, ayok ente ikut saya cari dana 17 Agustusan

Bang Sakti : Iyee Nono

Nono : Kemane dulu ni kite carinye

Bang Sakti : Deket rumah lu aja No

Nono : Ketauan kagak ye ma pak RT?

Bang Sakti : Ah engga lah, lu lebay amat No.. No. Diem-diem aja kita, ntar kita ancem warga aje, ntar kan
dienya jadi takut laporin ke RT.

Nono : Bener juga ye lu bang.

Setelah mengajak Bang Sakti, bergegaslah mereka ke rumah warga-warga.

Rumah 1

Nono : Permisi, ini pak kite mau ngadain acara 17 an kan sumbang lah dana pak, jan pelit-pelit napa,
kalau ga kasih, gw ajak rebut lo.
Pak Kusna : Eh ente lagi, haduh No, gw lagi ga ada duit, ni dompet ane aja kosong. Minta ke yang lain
aja.

Bang Sakti : Oh, ente berani ma gua? Mana cepet sini Rp 5000,00 aja juga gua terima.

Pak Kusna : Iya-iya deh Bang, jan lu tilep tapi ya. Nih udah ye gua lunas, jan minta-minta lagi ke gua,
minta noh ma tetangga lainnye ye.

Nono : Makasi ye Na, berkah buat lu dah.

Setelah itu pergi lah mereka ke rumah kedua.

Bang Sakti : Tok Tok Tok, permisi

Pak Dindin : Iya bang, ada apa?

Nono : Biase lah Din, kayak gatau aja lu

Pak Dindin : Tau si No, kalau datang ke rumah warga kan pasti lu malak (Situasi mulai memanas).

Nono : Berani lu ma gw ? Sini rebut (Situasi sudah berantem).

Pak Dindin : Ampun-ampun dah, jan ngancem terus napa.

Nono : Lo ga suka ? Pergi aja lu dari kampung ini.

Pak Dindin : Lu aja yang pergi. Bikin rusuh aja.

Bang Sakti : Udah-udah jan pada ribut napa (Situasi sudah membaik). Yudah kasih lah lu Din, Rp
10.000,00.

Pak Dindin : Iye, tapi lu gunain yang bener ye, jan dimakan.

Setelah meminta sumbangan ke warga-warga, mereka menghitung duit hasil sumbangan itu di pos biasa
mereka nongkrong. Hasil sumbangan itu berjumlah Rp 1.000.000,00. Setelah itu mereka balik ke rumah
masing-masing.

Keesokan harinya.

Wati, istri Nono bekerja sebagai buruh di suatu perusahaan. Wati memulai kerja dari hari Senin-Sabtu
mulai dari jam 08.00-19.00. Dengan jam kerja yang padat, Wati tidak tahu apa yang dilakukan suaminya
selama ia bekerja. Wati menganggap suaminya melakukan hal yang baik-baik saja. Sang suami memang
menjadi korban PHK, tetapi Wati sudah mengikhlaskan dan memaklumi sang suami. Sehingga Wati lah
yang harus bekerja demi memenuhi kehidupan keluarganya.

Wati : Ayah, mama kerja dulu. Kamu jagain anak-anak yang bener, jemput anak pualng sekolah.

Nono : Iya, mama, siap, hati-hati dijalan mama.

Wati : Iya papa, terimakasih ya, hati-hati juga. (Sambil salaman dan mencium tangan Nono)

Siang harinya.
Nono yang seharusnya menjemput anaknya di sekolah, ia malah pergi ke took minuman keras. dan
mengabaikan pesan istrinya. Nono membeli minuman keras dengan memakai duit hasil ia mencari dana
17 Agustusan. Setelah membeli, ia pergi ke tonkrongan dan menemui Bang Sakti. Ternyata mereka
mabuk-mabukkan. Mereka terus memakai uang tersebut hingga jumlahnya berkurang, sekarang uang
tersebut sisa Rp 500.000,00

Nono : Cuy, ni gua udah beli, pakai uang itu.

Bang Sakti : Serius, lo ?

Nono : Iye, gapapa, nih gua bagi 3, minum ya lu.

Bang Sakti : Satu aja No, gua

Nono : Ya elah cupu banget si lo

Bang Sakti : Lagi sakit gua, No. Gua ga ada duit mau ke dokter, yaudah gua berdoa aja, mendekatkan diri
sama Tuhan.

Nono : Yaudah untuk gua sisanya.

Bang Sakti : Hati-hati lu, ntar sakit ke gua.

Nono : Slaw kali, Bang.

Setelah mereka mabuk-mabukkan, mereka pulang ke rumah masing-masing karena sudah menjelang
sore hari dan istri sudah mau balik kerja supaya tidak ketauan istri. Setelah sampai rumah, Nono
bertemu dengan anaknya.

Suci : Pah, kemana tadi, ga jemput Suci ?

Nono : Iya, maaf papa ada urusan.

Suci : Terus itu kenapa papa mulutnya bau ?

Nono : Ga ada bau, Suci

Suci : Ada, kan Suci yang cium baunya. Jangan bohong ya pa.

Nono : Papa ga bohong.

Suci : Terus kalau ga bohong, kenapa mulutnya bau aneh ? Suci cari di goggle dulu. (Setelah mencari).
Oh, gitu papa, jadi selama ini kalau mulutnya bau, gamau jemput suci, ternyata ngelakuin kayak gini ?

Nono : Hmm, iya nak, maafin papa, sekarang perut papa sakit banget.

Suci : Ga peduli, ga kasihan apa sama mama yang kerja ?

Nono : Peduli, cumin papa… ya gapapa si nak

Suci : Gamau tau minta maaf ma mama dan jujur.

Sore harinya.
Wati pun sudah sampai rumah. Setelah bekerja, Nono akhirnya mengajak ngobrol istrinya untuk
meminta maaf.

Nono : Mama, gimana kerja nya tadi ? Lancar ?

Wati : Lancar pah, bersyukur.

Nono : Sini, papa pijetin, pasti mama capek.

Wati : Tumben pa, ada apa ni ? Terimakasih ya pa

Nono : Iya mama, jadi papa mau sampein sesuatu, tapi mama janji jangan marah ya.

Wati : Iya paa

Nono : Jadi gini, tadi siang papa mabuk-mabukkan sama temen papa, sekarang perut papa sakit. Maaf ya
maa. Semoga mama maafin papa.

Wati : Hah ? Papa ? Dapat duit dari mana ? Kan itu mahal ? Papa ga inget Tuhan. Kan itu perbuatan
salah. Udah ya mama gamau tau. Jangan minta maaf sama mama, tapi sama Tuhan.

Nono : Iya pa, terimakasih mama, udah maafin papa.

Ternyata rasa sakit yang diderita Nono, tidak berangsur baik. Malah yang ada rasa sakit itu terus
bertambah sakit. Akhirnya, karena hari ini pas hari Minggu. Nono mempunyai niat sendiri untuk pergi ke
gereja. Ia mengikuti ibadah dengan khusyuk. Ia mendengarkan khotbah pendeta Gilerdus. Isi khutbah itu
adalah tentang mengasihi, diambil dari Injil Yohanes 15 : 9-17 "Seperti Bapa telah mengasihi Aku,
demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. 15:10 Jikalau kamu
menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan
tinggal di dalam kasih-Nya. 15:11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam
kamu dan sukacitamu menjadi penuh. 15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi,
seperti Aku telah mengasihi kamu. 5:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. 5:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat
apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak
tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah
memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. 15:16 Bukan kamu
yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu
pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam
nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang
lain. ". Setelah itu Nono, bertemu dengan Pendeta Gilerdus.

Nono : Syalom, Pendeta Gilerdus, perkenakan nama saya Nono. Apakah ada waktu luang pendeta? Saya
ingin bercerita.

Pendeta Gilerdus : Baik pak, cerita saja, ada apa pak ? Semoga saya bisa bantu.

Nono : Iya, pendeta Gilerdus. Jadi saya dulu menjadi korban PHK. Setelah itu hidup saya mulai
berantakan. Saya tidak bekerja lagi. Saya menjadi preman yang suka malakin orang, mabuk-mabukkan,
dan berantem. Beberapa hari lalu saya mabuk-mabukkan dan ketauan anak saya. Bukan hanya itu saja,
saya juga merasakan sakit yang belum pernah saya rasakan dan itu terjadi sampai sekarang. Teman saya
juga sudah sakit terlebih dahulu dan mengurangi aktivitas mabuk-mabukkan dan lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan. Disitu saya bepikir untuk datang dan berdoa kepada Tuhan. Saya disini mau bertobat
juga setelah mendengarkan khotbah pendeta tadi. Saya ingin lebih mengasihi keluarga saya dan orang
lain terutama saya sendiri. Lalu apa yang harus saya lakukan ?

Pendeta Gilerdus : Baik pak, yang harus bapak lakukan adalah meminta maaf kepada keluarga bapak,
orang lain, memohon ampun kepada Tuhan, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Nono : Terimakasih pendeta, sudah memberi nasihat kepada saya. Saya akan bertobat mulai hari ini dan
lebih mengasihi.

Pendeta : Sama-sama pak.

Setelah itu, Nono pergi ke dokter. Lalu diberikan obat yang harus dikonsumsi untuk kesembuhannya.
Sakit itu pun berangsur pulih setelah Nono pergi ke Gereja. Ia tidak lagi nongkrong dnegan Bang Sakti.
Uang hasil pencarian dana pun sudah dibalikan. Setiap hari Minggu, ia selalu mengajak keluarganya
untuk pergi ke Gereja. Ia sudah bekerja menjadi ojek online. Setiap hari selalu memasak bekal untuk
anaknya dan menjemput anaknya sekolah.

Dari cerita ini, Nono bersaksi bahwa kebaikan bisa mengalahkan kejahatan. Kasih Tuhan selalu
menyertai anak-Nya. Tuhan selalu menginginkan kita bertobat dan dekat pada-Nya. Tuhan tida pernah
ada rasa membenci sekalipun kepada manusia. Nono dan keluarganya sekarang lebih sukacita dan
berwarna karena kehadiran Tuhan. Tiap upah yang ia dapatkan, ia sisihkan untuk membantu oranglain.
Tuhan Memberkati.

Anda mungkin juga menyukai