Banyak sekali tayangan kekerasan yang menimbulkan banyak masalah terhadap prilaku anak bangsa
untuk kedepanya dan akan membuat anak bangsa yang menjadi penerus indonesia nantinya hancur dan
selalu membuat masalah untuk negaranya sendiri, tapi bagaimanakah cara mengatasinya ?? walaupun
sudah ada Undang-undang yang menjelaskan tentang tayangan kekerasan, tapi undang-undang itu
masih belum bisa diterapkan, karena sulitnya menerapkan undang-undang tersebut di indonesia,
semakin maraknya filmfilm mancanegara maupun dalam negeri membuat sulitnya indonesia dalam
menerapkan undang-undang tersebut, lalu bagaimanakah cara mengatasinya , berikut kita simak dalam
debat berikut ini
A : banyak kekrasan yang ditayangkan di televisi dan jiikalau terus dibiarkan, itu akan sangat merusak
karakter bangsa untuk kedepanya
1 : Merusak karakter ????? Saya pikir tidak
2 : Iya betul. . tayangan kekerasan justru akan membawa seseorang yang menontonnya terbawa
kedalam kehidupan nyata , dan itu malah lebih bagus
B : Justru itu yang tidak boleh dibiarkan, jikalau sudah terbawa dalam kehidupan nyata. Cara
menanggulanginyapun sulit bahkan akan lebih parah
C : Dan hal itu akan menimbulkan dampak besar bagi bangsa kita ,
3 : Dampak besar seperti apa maksudnya ??
A : Sekarang banyak sekali tindakan kriminal yang dilakukan di masyaraat , dan saya rasa itu karena
mereka sering menonton hal seperti itu
2 : Saya pikir itu bkan karena tayangan kekerasan , karena walaupun orang tersebut tidak menonton
tayangan tersebut kalau orang yang sudah memiliki jiwa keras pasti di akan melakukanya
1 : Setiap orang pasti memiliki karakter yang buruk, tapi karakter itu tidak akan selalu datang ketika
orang tersebut tidak memiliki tekanan
B : Dan tayangan itulah yang menyebabkan tekanan sehingga karakter buruk dari seseorang itu
muncul
3 : Saya rasa itu tidak menimbulkan tekanan, justru tayangan yang dia tonton itu yang memang dia
sukai,jadi dia akan mersa lebih senang melihat itu, bukan tertekan
C : tapikan sekarang itu sudah banyak kriminal-kriminal yang menggunakan media tayangan televisi
untuk mengetahui suatu tekhnik dalam melaksanakan tgasnya sebagai seorang kriminal
1 : kalau itu namanya bukan merusak karakter, tapi dia memang karakternya sudah rusak dari dulu
2 : orang yang melakukan kriminal itu memang dari dulunya sudah memiliki tekanan yang berat yang
mebuat dirinya itu keluar dari diri yang sebenarnya dari orang tersebut
3 : dan di televisi juga saya belum pernah mendengar ada seorang kriminal dengan alasan dulunya itu
sering menonton tayangan kekerasan
A : Ingatya, Karakter yang rusak itu bukanlah hanya orang yang selalu malakukan tindakan kriminal
atau semacamnya , tapi orang yang bolos sekolah,tidak mengerjakan PR itu juga termasuk karakter
yang buruk
B : Dan itu lebih disebabkan karena orang ersebut sering mnonton tayang di TV dan mempraktekkanya
dalam dunia nyata
C : sehingga kali ini di buku-buku LKS juga disebutakan Pendidkan karakter, dan itu tujuanya untuk
mengurangi masalah tersebut yang disebabkan karena alasan yang tadi
1 : Tapi sekrang TV sudah diamana-man bahkan setiap rumah skarang sudah pasti memliki TV
2 : Dan setiap siswa pasti akan menontonya, bahkan tayangan kekerasan , pasti sudah biasa , karena
jaman sekarang acara tv itu kebanyakan yang seperti itu
3 : Tapi tidak semua siswa yang ada di kelas itu memilik karakter yang buruk
A : karena orang tidak akan berubah sifatnya dengan seketika , setelah orang itu nonton, sifatnya
langsung berubah ,, tidak mungkin
1 : Berarti perusakan watak sesorang bukanlah karena tayangan di Tvdong
B : Orang yang baik akan berubah karakternya tida akan seketika,
2 : lalu bagaimana dengan orang yang memilik watak yang buruk disekolahnya,
C : itu karena orang tersebut memang dari dulunya gitu, dan tayangan tv juga ikut merubahnya
3 : berarti intinya karakter buruk itu bukan karena tayangan kekrasan di tv, tapi karena memang dia it
tertekan
1 : Kalau memang tayangan kekerasan itu merusak karakter bangsa, mengapa masih belum ada
penegasan dari pemerintah,misalnya undang-undang atau semacamnya
A : sekarang sudah ada undang-undang yang menjelaskan tayangan kekerasan Yaitu
1
A. Patriotisme
Patriotisme didefinisikan sebagai paham cinta tanah air. Kita contohkan pejuang sejati pembela bangsa yang
mempunyai semangat, sikap, perilaku mencintai tanah airnya, dimana ia mengorbankan segala-galanya bahkan
jiwa raganya demi kemajuan dan kemakmuran bangsa dan negaranya. Patriotisme berasal dari kata "patriot"
dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau "heroism" dan "patriotism" dalam bahasa
Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.
Patriotisme mengandungi konotasi etika: adalah dibayangkan bahawa 'tanah air' ini (biar bagaimana sekalipun
ertinya) sendirinya adalah satu taraf moral atau niali moral. Penyataan negaraku benar atau salah - mungkin
salah tafsir petikan dari pegawai tentera laut Amerika Serikat Stephen Decatur, tetapi juga dianggap dinyatakan
oleh Carl Schurz - merupakan bentuk yang teramat sangat bagi kepercayaan ini. Patriotisme juga
membayangkan bahawa seseorang wajar mengutamakan kepentingan negara berbanding kepentingan diri dan
kelompoknya. Ketika peperangan, mungkin nyawa diri yang perlu dikorbankan. Gugur dalam pertempuran demi
tanah air merupakan contoh tipikal bagi patrotisme ekstrem.
Dapat kita simpulkan bahwa patriotism merupakan sikap sudi mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan
tanah air, bangsa, dan Negara, sedangkan ciri-cirinya sendiri adalah :
a. Cinta tanah air.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan.
d. Berjiwa pembaharu.
e. Tidak kenal menyerah.
Secara lebih konkrit perilaku yang sesuai dengan sikap dan semangat patriotisme dapat diterapkan dalam
empat lingkungan,yaitu :
a. Dalam kehidupan keluarga
Mengibarkan bendera Merah Putih dihalaman rumah ketika hari besar nasional.
Menjaga nama baik keluarga.
Belajar giat untuk menyongsong hari esok.
b. Dalam kehidupan sekolah
Mengikuti upacara bendera dengan khidmat dan bersungguh-sungguh.
Berdisiplin dalam mentaati tata tertib sekolah.
Senantiasa untuk mencapai prestasi dan menjaga nama baik sekolah.
c. Dalam kehidupan bermasyarakat
Melaksanakan upacara hari-hari besar nasional seperti hari kemerdekaan, hari sumpah pemuda, dan lain-lain.
Mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Senantiasa bersilaturahmi dengan baik antar tetangga dengan menjaga kerukunan antar warga masyarakat.
d. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Senantiasa memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dengan benar.
Patriotisme menurut para ahli
Beberapa tokoh seperti Blank (2003) & Schmidt (2003) melalui studi mereka mendukung pendapat bahwa
patriotisme tidak sama dengan nasionalisme. Nasionalisme lebih bernuansa dominasi, superioritas atas
kelompok bangsa lain. Tingkat nasionalisme suatu kelompok atau bangsa, ditekankan pada adanya perasaan
"lebih" atas bangsa lain .
Dibandingkan dengan nasionalisme, patriotisme lebih berbicara akan cinta dan loyalitas. Patriotisme memiliki
beberapa dimensi dengan berbagai istilah, namun Staub (1997) membagi patriotisme dalam dua bagian yakni
blind dan constructive patriotism (patriotisme buta dan patriotisme konstruktif). Sementara Bar-Tal (1997)
menyisipkan conventional patriotism diantaranya.
Staub menyatakan patriotisme sebagai sebuah keterikatan (attachment) seseorang pada kelompoknya (suku,
bangsa, partai politik, dan sebagainya). Keterikatan ini meliputi kerelaan seseorang dalam mengidentifikasikan
dirinya pada suatu kelompok sosial (attachment) untuk selanjutnya menjadi loyal.
Dari rentetan sejarah pemahaman patriotisme, nampaknya patriotisme yang kemudian populer dan dikenal
masyarakat luas, tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia ialah blind patriotism. Hal ini mendorong Staub
juga Bar-tal menghimbau dalam bukunya, "Patriotism-in the lives of individuals and nations", untuk
mempopulerkan dimensi patriotisme yang semestinya lebih merasuk yaitu constructive patriotism.
Patriotisme buta didefinisikan sebagai sebuah kerikatan kepada negara dengan ciri khas tidak mempertanyakan
segala sesuatu, loyal dan tidak toleran terhadap kritik. "Blind patriotism is defined as an attachment to country
characterized by unquestioning positif evaluation, staunch allegiance, and intolerance of critism".(Staub: 1997).
Melihat definisi tersebut, dimana patriotisme buta dengan ciri khas menuntut tidak adanya evaluasi positif dan
tidak toleran terhadap kritik, mungkin akan lebih mudah dipahami jika kita ingat akan pernyataan yang pernah
sangat populer: "Right or wrong is my country!". Pernyataan ini tanpa perlu dipertanyakan lagi memberikan
implikasi bahwa apapun yang dilakukan kelompok (bangsa) saya, haruslah didukung sepenuhnya, terlepas dari
benar atau salah. Hal ini telah disadari Bar-Tal sebagai pemicu awal totaliterisme atau chauvinisme. Sementara
sejarah telah mencatat konsekuensi buruk yang dihasilkan, sebut saja Nazi-Jerman, Mussolini-Itali.
Pembantaian orang tak berdosa namun berseberangan dengan pandangan politik pemimpin menjadi legal atas
nama patriotisme, nasionalisme pun ikut diseret di dalamnya sehingga bangsa lain pun bisa menjadi sasaran.
Staub juga menyatakan bahwa blind patriotism tidak saja berakibat buruk bagi kelompok luar (outgroup), namun
juga membahayakan kelompoknya sendiri (ingroup). Tidak adanya kritik maupun evaluasi sama saja dengan
membiarkan kelompok berjalan tanpa peta, hingga bisa terpeleset dan masuk jurang.
Patriotisme konstruktif didefinisikan sebagai sebuah keterikatan kepada bangsa dan negara dengan ciri khas
mendukung adanya kritik dan pertanyaan dari anggotanya terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan / terjadi
sehingga diperoleh suatu perubahan positif guna mencapai kesejahteraan bersama. "Constructive patriotism is
defined as an attachment to country characterized by support for questioning and critism of current group
practices that are intended to result in positive change." (Schatz, Staub, Lavine,1999). Sementara patriotisme
konstruktif juga tetap menuntut kesetiaan dan kecintaan anggota (rakyat) kelompoknya (bangsa), namun tidak
meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pandangan ini, pemimpin tidak selamanya benar, bahkan sebutan
orang tidak patriotis oleh seorang pemimpin bisa jadi berarti sebaliknya. Kritik dan evaluasi terhadap kelompok
yang dicintai seseorang justru merupakan bentuk kesetiaannya. Kritik dan evaluasi ini bertujuan untuk menjaga
agar kelompoknya tetap pada jalur yang benar atau positif.
Selain hal di atas, dalam patriotisme konstruktif terdapat 2 (dua) faktor penting yaitu mencintai dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Seorang yang layak disebut patriot adalah orang yang menjunjung dan mencintai
kelompok baik itu kelompok partai atau bangsa atau negara, namun lebih dari itu ia juga harus menjunjung nilainilai kemanusiaan. Disinilah diperlukan sikap peduli yang muncul dalam kritik dan evaluasi.
Jenis Patriotisme
Patriotisme pribadi adalah berperasaan dan sukarela. Patriot mematuhi nilai-nilai patriotik tertentu, seperti
menghormati bendera.
Kerajaan memupuk patriotisme rasmi yang penuh isi simbolik dan istiadatnya. Patriotisme ini adalah
kepentingan logik negeri itu sendiri, yang memperoleh kesahan dari menjadi penyataan kebaikan bersama
komuniti politik. Tugu negara dan Hari Bekas Perajurit dan upacara peringatan merupakan contoh-contoh tipikal
bagi jenis patriotisme ini. Selalunya patriotisme rasmi diatur oleh protokol, dengan kaedah-kaedah tertentu untuk
mengendali bendera, atau jaminan atau penunjukan kesetiaan tertentu.
Patriotisme banyak bergantung kepada tindakan simbolik, seperti mempamerkan bendera, menyanyi lagu
kebangsaan, menyertai perhimpunan beramai-ramai, meletakkan pelekat bampar patriotik pada kenderaan, atau
apa-apa cara sekalipun untuk menyatakan kesetiaan kepada negara di peringkat umum. Patriotisme simbolik
ketika perang dijangka menaikkan semangat yang pula menyumbang kepada usaha perang. Patriotisme masa
aman tidak boleh dikaitkan begitu mudah kepada faedah yang boleh diukur untuk negeri, namun patriot tidak
merendah-rendahkannya.
Sesetengah pihak menegaskan bahawa (tidak seperti nasionalisme moden, iaitu pembentukan negara abad ke19), authentic patriotism (seperti yang ditunjukkan perkataan bahasa Latin 'pater') mestilah berasaskan suatu
bentuk genofilia dan perkongsian nenek moyang.
Tahap patriotisme berubah-ubah sepanjang masa, dan berbeza-beza di kalangan komuniti politik. Biasanya,
keamatan patriotik lebih tinggi apabila negeri diancam oleh pihak luar.
Sebaliknya, tahap patriotisme yang tinggi selalu digandingkan dengan sifat suka berperang, menurut Correlates
of War. Sebagai contoh, patriotisme dikatakan pada tahap tinggi oleh Correlates mengenai Jerman pra-Perang
Dunia I, begitu juga bagi AS masa kini dalam World Values Survey.
B. Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam
bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para
nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa kebenaran politik (political legitimacy).
Bersumber dari teori romantisme yaitu identitas budaya debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik
adalah sumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu. Para ilmuwan politik biasanya
menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme,
pengasingan, dan sebagainya.
Definisi menurut para ahli
a. Huszer dan steveson
Nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya.
b. L. Stoddard
Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, yang dianut oleh sejumlah besar individu
sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai
suatu bangsa.
c. Hans Kohn
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari
organisasi politik bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan kreativ dan kesejahteraan
ekonomi.
d. Hegel
Ia berpendapat bahwa kepentingan Negara didahulukan dalam hubungan Negara, masyarakat, karena ia
merupakan kepentingan objektif sementara kepentingan individu adalah kepentingan subjektif. Negara adalah
ideal yang diobjektifikasi, dan karenanya individu hanya dapat menjadi sesuatu yang objektif melalui
keanggotaanya dalam Negara.
Beberapa Bentuk Nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan Negara) yang
populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan dan ideology. Kategori tersebut
lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen
tersebut.
Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, kehendak rakyat, perwakilan politik. Teori ini
mula-mula dibangun oleh Jean-jacques rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal
adalah buku berjudul Du Contact Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia mengenai kontrak sosial).
Nasionalisme Etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal
atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johan Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk
(bahasa Jerman untuk rakyat).
Kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik kisah tradisi yang telah direka untuk
konsep nasionalisme romantik. Misalnya Grimm Bersaudara yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi
kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya
bersama dan bukannya sifat keturunan seperti warna kulit, ras, dan sebagainya.
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan
nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak
universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat
demokrasi. Penyelenggaraan sebuah national state adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk
kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa adalah Nazisme, serta nasionalime Turki kontemporer,
dan dalam bentuk yang lebih kecil, Fransquisme sayap kanan di Spanyol, serta sikap Jacobin terhadap
unitaris dan golongan pemusat negeri Prancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas
menentang demi mewujudkan hak kesetaraann ( equal rights ) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan
nasionalis Basque atau Korsika.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan
agama.
Nasionalisme merupakan sebuah penemuan sosial yang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah
manusia, paling tidak dalam seratus tahun terakhir. Tak ada satu pun ruang sosial di muka bumi yang lepas dari
pengaruh ideologi ini. Tanpa nasionalisme, lajur sejarah manusia akan berbeda sama sekali. Berakhirnya
perang dingin dan semakin merebaknya gagasan dan budaya globalisme (internasionalisme) pada dekade
1990-an hingga sekarang, khususnya dengan adanya teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang
dengan sangat akseleratif, tidak dengan serta-merta membawa lagu kematian bagi nasionalisme.
Zernatto (1944), kata nation berasal dari kata Latin natio yang berakar pada kata nascor saya lahir. Selama
Kekaisaran Romawi, kata natio secara peyoratif dipakai untuk mengolok-olok orang asing.
Kaca mata etnonasionalisme ini berangkat dari asumsi bahwa fenomena nasionalisme telah eksis sejak
manusia mengenal konsep kekerabatan biologis. Dalam sudut pandang ini, nasionalisme dilihat sebagai konsep
yang alamiah berakar pada setiap kelompok masyarakat masa lampau yang disebut sebagai ethnie (Anthony
Smith, 1986), suatu kelompok sosial yang diikat oleh atribut kultural meliputi memori kolektif, nilai, mitos, dan
simbolisme.
Nasionalisme lebih merupakan sebuah fenomena budaya daripada fenomena politik karena dia berakar pada
etnisitas dan budaya pramodern. Kalaupun nasionalisme bertransformasi menjadi sebuah gerakan politik, hal
tersebut bersifat superfisial karena gerakan-gerakan politik nasionalis pada akhirnya dilandasi oleh motivasi
budaya, khususnya ketika terjadi krisis identitas kebudayaan. Pada sudut pandang ini, gerakan politik
nasionalisme adalah sarana mendapatkan kembali harga diri etnik sebagai modal dasar dalam membangun
sebuah negara berdasarkan kesamaan budaya (John Hutchinson, 1987). Perspektif etnonasionalisme yang
membuka wacana tentang asal-muasal nasionalisme berdasarkan hubungan kekerabatan dan kesamaan
budaya. Bahwa nasionalisme adalah penemuan bangsa Eropa yang diciptakan untuk mengantisipasi
keterasingan yang merajalela dalam masyarakat modern (Elie Kedourie, 1960). Nasionalisme memiliki kapasitas
memobilisasi massa melalui janji-janji kemajuan yang merupakan teleologi modernitas. Nasionalisme dibentuk
oleh kematerian industrialisme yang membawa perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat.
Nasionalismelah yang melahirkan bangsa. Nasionalisme berada di titik persinggungan antara politik, teknologi,
dan transformasi sosial.
Pemahaman komprehensif tentang nasionalisme sebagai produk modernitas hanya dapat dilakukan dengan
juga melihat apa yang terjadi pada masyarakat di lapisan paling bawah ketika asumsi, harapan, kebutuhan, dan
kepentingan masyarakat pada umumnya terhadap ideologi nasionalisme memungkinkan ideologi tersebut
meresap dan berakar secara kuat (Eric Hobsbawm, 1990).
Nasionalisme hidup dari bayangan tentang komunitas yang senantiasa hadir di pikiran setiap anggota bangsa
yang menjadi referensi identitas sosial.
Imagined Communities, Anderson berargumen bahwa nasionalisme masyarakat pascakolonial di Asia dan Afrika
merupakan hasil emulasi dari apa yang telah disediakan oleh sejarah nasionalisme di Eropa.
Menurut Plamenatz, nasionalisme Barat bangkit dari reaksi masyarakat yang merasakan ketidaknyamanan
budaya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat kapitalisme dan industrialisme. Namun, Partha
Chatterjee memecahkan dilema nasionalisme antikolonialisme ini dengan memisahkan dunia materi dan dunia
spirit yang membentuk institusi dan praktik sosial masyarakat pascakolonial. Dunia materi adalah "dunia luar"
meliputi ekonomi, tata negara, serta sains dan teknologi.
Dunia spirit, pada sisi lain, adalah sebuah "dunia dalam" yang membawa tanda esensial dari identitas budaya.
nasionalisme masyarakat pascakolonial mengklaim kedaulatan sepenuhnya terhadap pengaruh-pengaruh dari
Barat.
Dunia Spirit tidaklah statis melainkan terus mengalami transformasi karena lewat media ini masyarakat
pascakolonial dengan kreatif menghasilkan imajinasi tentang diri mereka yang berbeda dengan apa yang telah
dibentuk oleh modernitas terhadap masyarakat Barat. Penekanan dunia spirit dalam masyarakat pascakolonial
adalah bentuk respons mereka terhadap penganaktirian dunia spirit oleh peradaban Barat.
ORIENTASI spiritualitas Timur mengilhami lahirnya konsep Pancasila yang dilontarkan oleh Soekarno kali
pertama dalam rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, Soekarno mengklaim bahwa Pancasila
bukan hasil kreasi dirinya, melainkan sebuah konsep yang berakar pada budaya masyarakat Indonesia yang
terkubur selama 350 tahun masa penjajahan.
Pancasila merupakan hasil kombinasi dari gagasan pemikiran yang diimpor dari Eropa, yakni humanisme,
sosialisme, nasionalisme, dikombinasikan dengan Islamisme yang berasal dari gerakan Islam modern di Timur
Tengah. Apropriasi konsep-konsep Barat yang secara retoris direpresentasikan sesuatu yang berakar pada
budaya lokal. Ini menjadi jelas terlihat jika kita mengamati konsep gotong-royong yang oleh Soekarno disebut
sebagai inti dari Pancasila, tetapi jika ditelusuri ke belakang merupakan hasil konstruksi politik kolonialisme
(John Bowen, 1986).
Nasionalisme Indonesia berakar secara "alami" pada budaya lokal tidak memiliki landasan historis yang cukup
kuat. Dari sini kita bisa mengambil satu kesimpulan, yang tentunya masih dapat diperdebatkan, bahwa
Indonesia baik sebagai konsep bangsa maupun ideologi nasionalisme yang menopangnya adalah produk
kolonialisme yang sepenuhnya diilhami oleh semangat modernitas di mana budaya Barat menjadi sumber
inspirasi utama.
Nasionalisme sebagai imajinasi kolektif menjadi kabur dan tidak lagi memadai untuk mengamati bagaimana
wacana nasionalisme beroperasi dalam relasi kekuasaan.
Nasionalisme berada dalam sebuah relasi antara negara dan masyarakat yang menyediakan kekuasaan yang
begitu besar dalam mengendalikan negara (John Breuilly, 1994).
Nasionalisme tidak lagi menjadi milik publik, melainkan hak eksklusif kaum elite nasionalis yang dengan otoritas
pengetahuan mendominasi wacana nasionalisme.
Nasionalisme berevolusi menjadi alat manufacturing consent untuk melegitimasi kepentingan-kepentingan
ekonomi politik kelompok elite nasionalis. nasionalisme menjadi arena ekspresi sosial dan budaya masyarakat
yang demokratis.
Makna Nasionalisme
Istilah nasionalisme digunakan dala rentang arti yang kita gunakan sekarang. Diantara penggunaan
penggunaan itu, yang paling penting adalah :
1. Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa.
2. Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa bersangkutan.
3. Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.
4. Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan.
5. Suatu doktrin dan/atau ideologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus.
Yang pertama, yaitu proses pembentukan bangsa-bangsa itu sangat umum. Proses ini sendiri mencakup
serangkaian proses yang lebih khusus dan acapkali membentuk objek nasionalisme dalam pengertian lain yang
lebih sempit.
Yang kedua, yaitu kesadaran atau sentimen nasional, perlu dibedakan dengan seksama dari ketiga penggunaan
lainnya. Pada awal abad keenam belas agar bangsa italia bersatu melawan bangsa barhar dari utara.
Gerakan nasionalisme tidak akan dimulai dengan aksi protes, deklarasi atau perlawanan bersenjata, melainkan
dengan tampilnya masyarakat sastra, riset sejarah, festival musik dan jurnai budaya.
Bahasa dan simbolisme nasionalisme layak mendapatkan perhatian lebih. dan motif- motif yang ada pun akan
berulang kali mucul dihalaman-halaman buku ini.
Perlengkapan simbol-simbol nasional hanya dimaksudkan untuk mengekspresikan, mawakili, dan memperkuat
batas-batas bangsa, serta menyatukan anggota- anggotanya melalui suatu citra yang sama mengenai
kenangan.
Gerakan nasionalis, tentu saja simbolisme nasional tidak dapat diceraikan dari ideologi nasionalisme,
penggunaan utama dan final dari istilah tersebut, ideologi nasionalisme memberikan dorongan dan arah bagi
simbol maupun gerakan.
Penerapan nasionalisme dalam kehidupan
a. Lingkungan keluarga
Menanamkan semangat masa perjuangan kemerdekaan melalui cerita.
Pengadaan buku-buku cerita para pahlawan untuk membakar semangat dan menhayati jiwa kepahlawanan dari
isi bacaan.
Menghayati arti bendera merah putih yang dipasang pada hari-hari nasional didepan rumah.
Menghayati isi arti pejuang dalam film-film perjuangan melalui jalur komunikasi.
b. Lingkungan sekolah
Pelaksanaan upacara dengan khidmat.
Penghayatan isi dan arti lagu nasional.
Penanaman jiwa, semangat perjuangan demi mempertahankan kemerdekaan melalui jalur mata pelajaran.
Sikap keteladanan guru melalui sika patriotism, nasionalisme, pantang menyerah dan tabah, sabar dalam
melaksanakan tugas, meskipun dihadapkan dengan berbagai hambatan dan tantangan.
c. Lingkungan masyarakat
Upaya bela Negara, dengan melalui kegiatan siskamling.
Penanggulangan bencana alam.
Adalah tindakan sistematis yang bertujuan menciptakan kepanikan, keresahan dan suasana tidak aman dalam
masyarakat.
d. PRIMORDIALISME
Sikap mementingkan daerah, suku, agama ,ras ,antar golongan sendiri .
e. SEPARATISME
Sikap yang ingin memisahkan diri dari NKRI
f. PROPINSIONALISME :
Sikap yang hanya mementingkan propinsinya sendiri dan tidak mempedulikan kepentingan propinsi lain.
Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti di sekolah, banyak kembali
diperbincangkan dalam pembentukan
kembali moral bangsa sehingga seolah-olah budi pekerti
merupakan solusi baru bagi pendidikan bangsa yang mulai
terdegradasi secara moral. Padahal pendidikan budi pekerti
merupakan barang lama yang diselenggarakan sampai tahun
1970-an pada masa orde lama. Akhirnya dari penghilangan
pelajaran budi pekerti ini maka timbullah berbagai kasus yang
menggambarkan degredasi moral, seperti; korupsi, kolusi dan
nepotisme KKN serta banyak kasus lainnya.
Pemerintah melalui Dikdasmen Jakarta, pada tahun 2000 telah
menerbitkan buku I dan II yang berisi Pendidikan Budi Pekerti dan
disusul tahun 2002 Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas Jakarta
juga menerbitkan seri Pendidikan Budi Pekerti untuk tingkat SD
hingga SLTA yang termuat dalam salah satu seri Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Penerbitan buku-buku tersebut tidak
disajikan dengan cara pembelajaran yang strategis untuk
mencapai tujuan pendidikan budi pekerti.
Guna mencapai tujuan stategis maka diperlukan strategi
pengajaran serta kiat yang perlu dilaksanakan pada waktu
penyelenggaraan pendidikan budi pekerti, yang disebut dengan
Strategi Bedah Nilai. Melalui strategi Bedah Nilai ini diharapkan
memudahkan para guru mengajarkan pendidikan budi pekerti di
kelas. Pendidikan budi pekerti akan lebih konkrit, bergerak dalam
ranah afektif, serta lebih dekat dengan kehidupan peserta didik.
Buku ini menyajikan evaluasi cara melakukan evaluasi pendidikan
budi pekerti.yang.lebih.komprehensif.
I.
PENDAHULUAN
12
13.
Memiliki kebersamaan dan gotong royong Yaitu sikap
dan perilaku seseorang yang mencer-minkan adanya
kesadaran dan kemauan untuk bersama-sama, saling
membantu, dan saling memberi tanpa pamrih
14.
Memiliki rasa kesetiakawanan Yaitu sikap dan perilaku
seseorang yang mencer- minkan kepedulian kepada orang
orang lain, keteguh- an hati, rasa setia kawan, dan rasa cinta
terrhadap orang lain dalam kelompok
15.
Saling menghormati Yaitu sikap dan perilaku untuk
menghargai dalam hubungan antar individu dan kelompok
berdasarkan norma dan tatacara yang berlaku.
16.
Memiliki tata krama dan sopan santun Yaitu sikap dan
perilaku sopan santun dalam bertindak dan bertutur kata
terhadap orang tanpa menyinggung, menyakiti serta
menghargai tata cara yang berlaku sesuai dengan norma
budaya dan adat istiadat.
17.
Mengembangkan etos kerja /belajar Yaitu sikap dan
perilaku sebagai pencerminan dari semangat, kecintaan,
kedisiplinan, kepatuhan /loyalitas, dan penerimaan terhadap
kemajuan hasil kerja /belajar
18.
Memiliki rasa menghargai diri sendiri Yaitu sikap dan
perilaku yang mencerminkan penghargaan seseorang
terhadap dirinya sendiri, dengan memahami kelebihan dan
kekurangan dirinyaNilai budi pekerti diatas merupakan nilai
minimal budi pekerti yang ditetapkan secara nasional. Untuk
menentukan muatan kurikulum pendidikan budi pekerti,
pemerintah daerah atau dinas setempat memungkinkan
untuk mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan serta
situasi dan kondisi setempat, termasuk untuk tingkat sekolah
dasar.
III.
MATERI DAN KUNCI KEGIATAN
Dalam penerapan strategi bedah nilai, guru pendidikan budi
pekerti hendaknya mamahami pendekatan yang digunakan serta
nilai-nilai dan materi pelajaran yang mesti terkomunikasiakan
dalam kegiatan belajar di kelas.
Untuk membantu guru dalam melaksanakan strategi bedah nilai
ini, maka di bawah ini disajikan pendekatan dan kata-kata kunci
dari topik sebagaimana yang disajikan dalam buku teks.
No Topik/ Materi Ceritera/Kasus Pendekatan
1. Pengendalian Diri Sepak bola antar kelas Penanaman Nilai
2. Adil Hadiah Cokelat Perk.Moral Kognitif
3. Menghormati diri & Orang Lain Memilih rumah kost
Penanaman Nilai
4. BaikSangka Dipanggil Konselor Klarifikasi Nilai
14
15
16