Email: Effita13@gmail.com
Abstrak
Kehidupan manusia pada saat ini dan sejak dahulu tidak dipungkiri selalu didominasi oleh
kekuasaan maskulin. Atau dengan kata lain perempuan jarang sekali mendapat kesempatan
untuk menjadi pemimpin atau orang paling berpengaruh. Keadaan ini juga diperkuat oleh
budaya di masyarakat yang mempercayai bahwa perempuan itu terlalu lemah dan tidak
pantas menjadi pemimpin, sehingga setiap pengambilan keputusan penting selalu diberikan
kepada kaum laki-laki. Begitu juga dalam hal pendidikan, yang pada hakikatnya perempuan
dan laki-laki memiliki hak pendidikan yang sama dan dijamin oleh Undang-Undang
Nasional, Hukum Hak Asasi Manusia dan peraturan lainnya. Sehingga tidak perlu adanya
perbedaan dalam pendidikan untuk laki-laki dan perempuan.
PENDAHULUAN
Perjuangan kesetaraan gender dalam masyarakat modern saat ini terlihat sudah lebih
meningkat dari sebelum-sebelumnya. Seperti kita tau pada saat zaman penjajahan dulu,
perempuan tidak diizinkan untuk sekolah karena tugas perempuan hanya dirumah.
Kesetaraan gender yang telah diperoleh bangsa Indonesia sekarang juga tidak terlepas dari
perjuangan pahlawan kita yaitu RA Kartini yang memperjuangkan pendidikan bagi
perempuan. Tapi masih kita lihat beberapa kasus pendidikan saat ini, seperti dikutip dalam
laman berita online Salah satunya adalah buku teks yang dipakai sejumlah sekolah.
Pendiri Sekolah Cikal, Najeela Shihab, menyebut salah satu buku yang digunakan salah satu
taman kanak-kanak (TK). Buku itu menampilkan ilustrasi-ilustrasi yang dominan laki-laki
dibandingkan perempuan. "Sangat jarang ditampilkan figur perempuan pada ilustrasi dalam
buku teks anak-anak," kata Najeela dalam acara diskusi bertema "Memastikan Kesetaraan
Gender dalam Pendidikan" yang dilaksanakan oleh Education Sector Analytical and Capacity
Development Partnership (ACDP), di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Rabu (16/3). (Fizriyani, 2016)
Selain itu juga Kepala Biro Perencanaan Kemendikbud, Suharti, mengatakan, jumlah guru
perempuan lebih banyak dari laki-laki. Namun, di lain sisi, jumlah kepala sekolah perempuan
justru lebih sedikit daripada laki-laki. Suharti menyebut hasil uji kompetensi guru (UKG)
antara guru perempuan dan laki-laki. "Performa guru perempuan lebih rendah dari laki-laki,"
kata Suharti. Menurut Suharti, kinerja guru perempuan tampaknya terlihat lebih baik pada
awal usia 30-an. Sementara, setelah di atas usia tersebut, dia melanjutkan, kinerja mereka
akan menurun. Penyebabnya bisa karena sudah merasa aman sehingga keinginan untuk
meningkatkan kualitasnya pun ikut menurun. (Fizriyani, 2016) dapat dikatakan disini bahwa
perempuan yang memimpin suatu sekolah atau untuk menjadi kepala sekolah masih minim
dan didominasi oleh laki-laki, meskipun mereka memilikki hak yang sama.
Sumber : http://statistik.data.kemdikbud.go.id/
Sementara dilihat dari tabel data statistik kemendikbud, tentang jumlah putus sekolah
menurut jenis kelamin dan status sekollah tiap propinsi tahun 2017/2018, total siswi
perempuan sekolah dasar yang putus sekolah lebih sedikit dibanding siswa laki-laki, sehingga
hal ini membuktikan bahwa kesetaraan gender dalam bidang pendidikan sudah mulai
meningkat. Dimana para orangtua sudah sadar betapa pendidikan tidak hanya untuk siswa
laki-laki tetapi juga siswa perempuan.
Selain itu kesetaraan gender dalam bidang pendidikan di Indonesia sudah dijamin dalam
Undang-Undang. Indonesia telah melaksanakan berbagai konvensi PBB dalam berbagai
kebijakan publik yang berisikan perjuangan kesetaraan gender. Kebijakan publik berupa
Undang-Undang dan peraturan sebagai berikut: (a) Undang-Undang Repeblik Indonesia No.
7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita (Convention on the dalam Bidang Pendidikan Elimination of
All Formes of Discrimination Against Women) (b) Undang-Undang Republik Indonesia No.
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 48 Undang-Undang dikatakan
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan. Pasal 60 ayat (1) menyatakan setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan
dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan
tingkat kecerdasannya. (Sumar, 2015)
Sehingga dapat dikatakan bahwa kesetaraan pendidikan untuk laki-laki dan perempuan di
Indonesia sudah cukup baik. Terlepas dari masalah-masalah pendidikan yang belum
terselesaikan. Setidaknya pola pikir orang tua masa kini telah berubah. Mereka telah
menyadari bahwa anak perempuan mereka berhak memperoleh pendidikan sama halnya
seperti anak laki-laki.
PEMBAHASAN
2. Hakikat Pendidikan
Menurut gagasan The Dakar Framework for Action (UNESCO, 2000:8) bahwa
pendidikan adalah hak asasi manusia, kunci pembangunan berkelanjutan, dan
perdamaian dan stabilitas suatu negeri. Pendidikan merupakan hak asasi manusia
yang harus dipenuhi dan dilindungi negara. (Syafaruddin, 2008)
Pendidikan bukan lagi sebatas urusan keluarga seperti dalam masyarakat tradisional
tetapi ranahnya lebih luas dimana dalam masyarakat modern pendidikan merupakan
hal yang penting menyangkut kemajuan zaman seperti sekarang ini. Dimana dalam
era globalisasi tanpa pendidikan masyarakat tidak dapat mengikuti perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga sudah sewajarnya pendidikan
dikatakan sebagai hak asasi manusia karena setiap orang berhak memperoleh
pendidikan sesuai yang dikatakan dalam pembukaan undang-undang dasar alinea 4,
yang berbunyi “...mencerdaskan kehidupan bangsa” salah satu tujuan negara
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan hal tersebut akan terlaksana
jika kualitas pendidikan Indonesia cukup memadai.
3. Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasaana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara. (Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional)
Usaha untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang baik adalah dimulai dengan
adanya perbaikan dalam sektor pendidikan seperti fasilitas-fasilitas sekolah, kualitas
dan mutu pendidik, dan juga pemerataan pendidikan, hal ini bukan hanya tentang
kualitas pendidikan yang merata untuk setiap daerah tetapi juga adanya jaminan
keadilan pendidikan untuk laki-laki dan perempuan. Karena laki-laki dan perempuan
memilikki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dimulai dari tidak adanya diskriminasi
terhadap kaum perempuan maupun laki laki dalam bidang apapun, terutama bidang
dalam pendidikan. Sehingga mereka memilikki kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam bidang apapun secara adil. Karena secara historis perempuan
selalu dianggap berada dibawah kedudukan laki-laki sehingga banyak ketidakadilan
yang dirasakan oleh perempuan pada masa itu.
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi dan dilindungi negara.
Sehingga siapapun berhak memperoleh pendidikan, tidak dibatasi oleh gender. Karena
seluruh rakyat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan dijamin oleh Undang-Undang
untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Seiring berjalan waktu, dan semakin berkembangnya zaman pola pikir masyarakat terutama
orangtua telah berubah sehingga mereka menyadari bahwa pendidikan bagi anak perempuan
juga sama pentngnya dengan pendidikan bagi anak laki-laki.
Terwujudnya kesetaraan gender itu sendiri ditandai dengan tidak adanya lagi diskriminasi
terhadap perempuan di bidang pendidikan dan di bidang apapun. Karena perempuan dan laki-
laki memilikki kesempatan yang sama.
DAFTAR RUJUKAN
Fizriyani, W. (2016, March 17). Isu Kesetaraan Gender Warnai Pendidikan. Retrieved
November 11, 2018, from Republika.co.id:
https://republika.co.id/berita/koran/didaktika/16/03/17/o46h494-isu-kesetaraan-
gender-warnai-pendidikan
Tilaar, H., & Nugroho, R. (2012). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.