Anda di halaman 1dari 5

•Dampak Positif:

- Sebagai keragaman budaya di tengah kehidupan sosial masyarakat Indonesia


- Melatih kita agar bisa saling menghormati
- Kita bisa mengambil hikmah atau mencontoh kebiasaan baik yang sering dilakukan oleh suatu
suku, agama atau ras
- Melatih untuk menghargai perbedaan dan rasa toleransi
- Memotivasi anak bangsa untuk tetap bersatu walau berada di tengah perbedaan

•Dampak Negatif:
- Bagi beberapa kalangan, perbedaan menimbulkan perpecahan
- Adanya isu SARA
- Timbulnya kekerasan akibat kurangnya rasa tolernsi dan kurangnya menghargai perbedaan.
- Timbul persaingan, saling berlomba lomba untuk membuktikan agama, suku atau ras mana
yang paling baik.
- Munculnya rasisme, atau membeda-bedakan antar golongan

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/6340596#readmore


MEMAHAMI RASISME DAN PERUSAKAN BUDAYA

September 24, 2014Task

RASISME

Rasisme bersifat destruktif. Rasisme melemahkan orang/komunitas tertentu dengan


menurunkan nilai identitas mereka. Hal ini menghancurkan kesatuan masyarakat dan
menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Hal ini merupakan kebalikan dari prinsip
demokrasi tentang kesetaraan dan hak semua orang untuk diperlakukan secara adil.

Pemahaman tentang sifat rasisme sangatlah penting agar dapat mengenali dan
melawannya dengan sukses. Rasisme merupakan fenomena global yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor historis, sosial, politik dan ekonomi. Rasisme memiliki bentuk yang
berbeda dalam konteks yang berbeda dan telah didefinisikan dalam berbagai cara. Di
Australia, Human Rights and Equal Opportunity Commission (1998) mendefinisikannya
sebagaiberikut:

a. Rasisme adalah sebuah ideologi yang memberikan pernyataan mitos tentang kelompok
ras dan etnis lainnya, yang meremehkan dan merendahkan kelompok-kelompok tersebut,
yang dicerminkan dan diabadikan melalui akar sejarah, sosial, budaya dan
ketidaksetaraan kekuasaan dalam masyarakat.

b. Rasisme adalah hasil dari interaksi kompleks dari sikap individu, nilai-nilai sosial dan
praktek lembaga. Hal ini terlihat dalam tindakan individu dan lembaga dan diangkat
dalam bentuk ideologi budaya yang tidak ilmiah (tidak berdasarkan data). Adapun
bentuknya berubah seiring dalam menanggapi perubahan sosial.

c. Rasisme berakar pada keyakinan bahwa beberapa orang merasa lebih unggul karena
mereka berasal dari kelompok etnis atau ras bangsa tertentu,. Konsep ras berasal dari
konstruksi sosial, bukan merupakan hal yang ilmiah.

d. Sikap dan keyakinan dari pada rasis adalah mengenai kesalahpahaman yang dirasakan
berdasarkan garis rasial dan sering didasarkan pada ketakutan akan perbedaan, termasuk
perbedaan adat istiadat, nilai-nilai, agama, penampilan fisik dan cara hidup dan cara
melihat dunia seperti sikap negatif terhadap penggunaan bahasa yang berbeda, aksen
asing atau penggunaan variasi bahasa yang tidak standar pada komunitas yang dominan.
Rasisme atas dasar bahasa disebut sebagai ‘diskriminasi bahasa’. contoh:
-T. Skutnabb-Kangas, ‘Principles for Making All Children High Level Multilinguals
through Education’. Juncture Points in Languages Education, Multicultural Education Co-
ordinating Committee, pp.43-59, Adelaide, 1994.

– J. Smolicz, ‘Countering Racism: On a voyage of discovery towards human rights’,


conference paper presented at the Tolerance or Respect? Countering Racism Seminar,
South Australian Department of Education, Training and Employment, Adelaide, 1999.

Sikap rasis terlihat dalam berbagai bentuk termasuk pernyataan umum tentang
prasangka rasial terhadap asumsi dan stereotip tentang budaya lain serta bentuk-bentuk
yang lebih ekstrim dari prasangka seperti xenophobia (perasaan benci (takut, waswas)
terhadap orang asing atau sesuatu yg belum dikenal; kebencian pada yang serba asing).
Keyakinan ini diperkuat oleh sikap sosial yang berlaku terhadap orang yang dianggap
berbeda dan sering merupakan cerminan dari nilai-nilai yang mendukung hubungan sosial
dan praktek kelembagaan.

Sikap dan keyakinan ini memperlihatkan perilaku rasis baik dalam tindakan individu dan
dalam kebijakan dan praktek yang mengakar pada lembaga. Dimana perilaku ini
melibatkan hubungan kekuasaan yang tidak setara antara individu atau kelompok dari
latar belakang budaya yang berbeda, tindakan rasis pada bagian dari anggota dari budaya
yang dominan memiliki efek memarginalkan orang-orang dari kelompok minoritas.

Contoh perilaku rasis antara lain melalui ejekan, pelecehan rasis, kerusakan properti,
pelecehan ras, propaganda rasis, fitnah ras dan serangan fisik. Ini juga mencakup praktek-
praktek yang mengeksploitasi atau mengeluarkan anggota kelompok tertentu dari aspek
masyarakat. Contoh ekstrim perilaku rasis meliputi pembersihan etnis dan genosida
(pembunuhan besar-besaran secara berencana thd suatu bangsa atau ras)

Perilaku rasis dapat terjadi secara langsung (terang-terangan) maupun tidak langsung
(rahasia). Diskriminasi rasial langsung adalah perlakuan yang tidak adil atau tidak sama
pada seseorang atau kelompok atas dasar ras. Sebuah contoh seperti majikan yang tidak
akan mempekerjakan seseorang berdasarkan latar belakang budaya atau bahasa mereka.
Jenis diskriminasi seperti ini biasanya disengaja. Selanjutnya adalah diskriminasi rasial
langsung yang tampaknya adil di permukaan, tetapi dalam prakteknya merugikan orang-
orang dari kelompok-kelompok tertentu. Sebagai contoh, aturan yang mengatakan bahwa
semua siswa tidak harus memakai apa pun di kepala mereka bisa mengakibatkan
diskriminasi terhadap siswa yang agamanya membutuhkan pemakaian tutup kepala.
Diskriminasi rasial dapat terjadi secara langsung bahkan ketika tidak ada niat untuk
melakukan diskriminasi.

Rasisme Lembaga (rasisme sistemik) menjelaskan bentuk rasisme yang terstruktur ke


lembaga-lembaga politik dan sosial. Hal ini terjadi ketika organisasi, lembaga atau
pemerintah melakukan diskriminasi, baik sengaja maupun tidak langsung, terhadap
kelompok orang tertentu untuk membatasi hak-hak mereka.

Bentuk rasisme mencerminkan asumsi budaya dari kelompok yang dominan, sehingga
praktik kelompok yang dipandang sebagai norma sehingga praktek budaya lainnya harus
menyesuaikan. Secara teratur dan sistematis menguntungkan beberapa kelompok etnis
dan budaya tertentu dan merugikan dan memarginalkan yang lain.

Rasisme lembaga merupakan hal yang paling sering terjadi dan sulit untuk dikenali dan
dihadapi, terutama bila dilakukan oleh lembaga dan pemerintah yang tidak melihat diri
mereka sebagai rasis. Ketika hadir dalam berbagai konteks sosial, bentuk rasisme
memperkuat kelemahan yang sudah dialami oleh beberapa anggota masyarakat.

Misalnya, rasisme yang dialami siswa di sekolah dapat mengakibatkan putus sekolah lebih
awal dan hasil pendidikan yang lebih rendah. Bersama dengan diskriminasi dalam
pekerjaan, rasisme dapat mengakibatkan kesempatan kerja yang lebih sedikit dan tingkat
pengangguran yang lebih tinggi bagi para siswa tersebut ketika mereka meninggalkan
sekolah. Diikuti oleh tingkat pendapatan yang lebih rendah dikombinasikan dengan
diskriminasi dalam penyediaan barang dan jasa, membatasi akses ke perumahan,
perawatan kesehatan dan kesempatan hidup pada umumnya. Dengan cara ini, rasisme
lembaga dapat sangat merusak bagi kelompok minoritas dan lebih membatasi akses
mereka terhadap layanan dan partisipasi dalam masyarakat.

PERUSAKANBUDAYA

Perusakan budaya adalah tindakan yang meniadakan, merendahkan, atau pembersihan


praktek-praktek budaya yang berbeda dari budaya sendiri; mungkin diwujudkan melalui
kebijakan dan praktek organisasi atau melalui asumsi dan perilaku individu. (The
Culturally Proficient School, halaman 56). Perusakan budaya tidak hanya meliputi upaya
terang-terangan yang bersejarah seperti genosida, perbudakan, dan segregasi
(penghapusan pemisahan yg bersifat rasial) di sekolah, tapi juga perilaku merusak, sikap,
dan kebijakan yang mungkin tidak disengaja.

Contoh perusakan budaya yang telah terjadi yaitu kebijakan bahasa Inggris sebagai satu-
satunya yang melarang siswa menggunakan bahasa ibu mereka di sekolah; Bureau of
Indian Affairs schools; kebijakan satu pakaian dari kelompok etnis tertentu; dan jalur
program yang secara sistematis mengalokasikan kelompok etnis tertentu yang bertujuan
untuk merendahkan pencapaian sebuah program, yang membatasi kesempatan siswa.
Seorang pendidik, apakah sebagai administrator atau guru yang berkeyakinan bahwa
siswa yang berbahasa non-Inggris tidak boleh berada di gedung mereka sampai mereka
dapat bahasa Inggris, dan pemikiran tertutup terhadap setiap strategi tambahan atau
pendekatan yang membuat pengajaran lebih efektif juga termasuk dalam kategori ini.

KESIMPULAN

Pemahaman tentang rasisme dan perusakan budaya bukan untuk menyimpulkan


kelompok mana yang rasis dan mana yang tidak. Akan tetapi lebih kepada kewaspadaan
kita terhadap apa yang terjadi di sekitar kita, antara lain:
a. Kelompok mana yang mendeklarasikan dirinya minoritas akan tetapi pada prakteknya
justru melakukan praktek-praktek rasisme?

b. Dan apakah praktek rasisme yang dilakukannya itu memang untuk kepentingan
kelompoknya atau hanya untuk tujuan pribadi (self determination) yaitu memperkaya diri
dengan mengangkat isu rasisme?. Di sini justru budaya dominan (pribumi) menjadi
korban isu rasisme dan kelompok yang rasis itu sendiri pada akhirnya akan menjadi
korban keegoan satu orang.

c. Keberagaman bukan untuk diseragamkan akan tetapi untuk diketahui agar kita lebih
mengenali diri sendiri melalui orang lain dan lingkungannya.

d. Upaya untuk memiliki “Kompetensi budaya” maka kita semua perlu merenungkan dan
mengubah potensi perilaku dan keyakinan kita sendiri untuk berusaha mengubah orang
lain.

e. Jangan biarkan kediaman membenarkan perilaku yang salah dan menjadikannya


sebuah kebiasaan (budaya) karena hal itu hanya mengantarkan kita semua pada sebuah
kehancuran.

Anda mungkin juga menyukai