Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat-Nya maka
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran Gender dan Seks
Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Perempuan”. Makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Kesehatan Perempuan dan Perencanaan Keluarga”
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sasaran Pembangunan Milenium /Millennium Development Goals
(MDGS) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan
perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai
dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai
pada tahun 2015 ( wikipedia,2011) . Targetnya adalah tercapai kesejahteraan
rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan
tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam
Deklarasi Milenium dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh
147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut.
Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di
New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi
berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk
mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDGs) yaitu:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Berdasarkan delapan tujuan MDGs, penulis tertarik untuk membahas
mengenai kesetaraan gender. Kesetaraan gender merupakan tuntutan setiap
perempuan di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Kesetaraan dalam
segala hal seperti pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.
1
Di negara-negara berkembang, masalah kesetaraan gender juga merupakan
masalah pelik yang dihadapi. Misalnya saja Korea Selatan yang memiliki
reputasi sangat bagus di mata dunia internasional, akan tetapi negara ini
masih tertinggal jauh dalam kesetaraan gender, terutama dalam bidang
pekerjaan dan pendapatan. Sebenarnya masih banyak negara lain di dunia ini
yang tengah menghadapi masalah yang serius seperti ini.
Apalagi di setiap negara penyetaraan gender tersebut berbeda-beda, ada
yang dalam bidang ekonomi, hukum, politik, sosial dan sebagainya.
Demikian juga halnya di Indonesia, pembawaan perempuan yang ramah,
lemah lembut, penurut dan kebiasaan mereka mengurusi pekerjaan rumahan
mengakibatkan perempuan dianggap sebagai orang rumah yang keberadaan
mereka di nomor duakan. Tidak jarang dalam sebuah keluarga, pengambilan
suatu keputusan selalu di dominasi suami.
Bahkan pendapat perempuan jarang dimintai dan terkesan tidak
dibutuhkan. Sehingga marginalisasi atau peminggiran menjadi buah dari
perlakuan buruk tersebut.
B. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana peran gender mempengaruhi kesehatan reproduksi
perempuan dan peran gender yang pantas disandang demi keharmonisan
kehidupan manusia.
C. Tujuan Khusus
Setelah memberikan penyuluhan dengan materi peran gender
mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan diharapkan mahasiswa
mampu:
1. Menyusun satuan acara penyuluhan dengan materi peran gender
mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan,
2. Memberikan penyuluhan mengenai peran gender mempengaruhi
kesehatan reproduksi perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gender
1. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”.
Berdasarkan definis dari WHO 2001, gender mengacu pada kesempatan
dan atribut ekonomi, sosial dan kultural yang diasosiasikan dengan peran
laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada masa tertentu. Gender
sering pula disebut sebagai jenis kelamin sosial.
Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia
dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya
membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas,
dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat. Hilary M. Lips dalam bukunya yang
terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai
harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural
expectations for women and men).
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender
adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender
dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social
constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
a. Pengertian Kesehatan Reproduksi
Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan
produksi = membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai
arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan
demi kelestarian hidup. Menurut International Conference on
Population and Development (ICPD) Kairo 1994, kesehatan
reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem
reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
b. Perbedaan Seks dengan Gender
Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka
seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-
laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Istilah seks (dalam
kamus bahasa Indonesia juga berarti “jenis kelamin”) lebih banyak
berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan
komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi,
dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak
berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-
aspek non biologis lainnya.
Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas
(masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan
studi seks yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan
komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan
(femaleness). Proses pertumbuhan anak (child) menjadi seorang laki-
laki (being a man) atau menjadi seorang perempuan (being a
woman), lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah
seks.
Istilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada
persoalan reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities),
selebihnya digunakan istilah gender.
2. Konsep Gender Secara Umum
Studi gender dimulai tahun 1960-an sejalan dengan munculnya
perhatian terhadap kebutuhan dalam mengembangkan paradigma
feminis. Pendekatan feminis ini timbul dari mulai dengan hadirnya
nuansa feminis dalam beberapa tulisan etnografi, yang kemudian
membangkitkan perhatian para ilmuwan wanita untuk mengukuhkan
pandangan mereka terhadap dunia yang selama ini dianggap tidak
cukup mewakili. Akan tetapi sampai sekarang arti gender sendiri
masih banyak ambigu dengan pemaknaan seks.
Seperti halnya tertera dalam beberapa kamus bahasa internasional.
Gender merupakan klasifikasi jenis kelamin, yakni jenis kelamin pria
dan wanita. Gender adalah jenis kelamin, yang mana jenis kelamin
pria dimiliki oleh pria dan jenis kelamin wanita dimiliki oleh wanita.
Sebelum memahami konsep gender harus kita pahami terlebih
dahulu perbedaan antara konsep seks (jenis kelamin) dan konsep
gender. Pengertian tentang jenis kelamin merupakan penafsiran atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis
yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia
jenis pria adalah manusia yang memiliki penis dan memproduksi
sperma.
Sedangkan manusia jenis wanita adalah manusia yang memiliki
vagina, rahim dan alat untuk menyusui serta memproduksi telur.
Sementara itu, secara substansial pengertian gender merujuk pada
sifat-sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial ataupun kultural. Misalnya, perempuan
dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan.
Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa.
Dengan demikian, pengertian tentang gender hendaknya dipahami
sebagai suatu pembedaan jenis kelamin beserta ciri-ciri dan sifat yang
melekat pada ke dua jenis kelamin tersebut. Perempuan adalah ibu
rumah tangga yang mempunyai fungsi pengasuhan anak dan
pengurusan rumah tangga.
Ciri-ciri itu sendiri merupakan ciri-ciri yang dapat dipertukarkan.
Dalam arti ada pria yang emosional, lemah lembut dan keibuan.
Begitu juga sebaliknya ada wanita yang kuat, rasional, jantan dan
perkasa.
Perubahan ciri-ciri tersebut dapat terjadi dari tempat ke tempat,
dari waktu ke waktu dan dari kelas ke kelas tertentu. Semua hal yang
dapat dipertukarkan antara ciri-ciri pria dan wanita, yang dapat
berubah dari waktu ke waktu dan berbeda dari tempat ke tempat
lainnya serta dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal
dengan konsep gender.
3. Kesetaraan Gender
Jelas bagi kita bahwa jenis pekerjaan seseorang ataupun tempat
bekerja yang dipilih oleh seseorang bukanlah ukuran yang dapat
menunjukkan adanya kesetaraan gender. Kesetaraan gender
ditunjukkan dengan adanya kedudukan yang setara antara laki-laki
dan perempuan di dalam pengambilan keputusan dan di dalam
memperoleh manfaat dari peluang-peluang yang ada di sekitarnya.
Kesetaraan gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang
sama pada perempuan dan laki-laki dalam menentukan keinginannya
dan menggunakan kemampuannya secara maksimal di berbagai
bidang.
Tidak peduli apakah dia seorang ibu rumah tangga, presiden, buruh
pabrik, supir, pengacara, guru ataupun profesi lainnya. Jika kondisi-
kondisi tersebut tidak terjadi pada dirinya maka dia tidak dapat
dikatakan telah menikmati adanya kesetaraan gender. Inti dari
kesetaraan gender adalah menganggap semua orang pada kedudukan
yang sama dan sejajar (equality), baik itu laki-laki maupun
perempuan.
Dengan mempunyai kedudukan yang sama, maka setiap individu
mempunyai hak-hak yang sama, menghargai fungsi dan tugas masing-
masing, sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa berkuasa,
merasa lebih baik atau lebih tinggi kedudukannya dari pihak lainnya.
Kesetaraan gender adalah kebebasan memilih peluang-peluang yang
diinginkan tanpa ada tekanan dari pihak lain, kedudukan dan
kesempatan yang sama di dalam pengambilan keputusan dan di dalam
memperoleh manfaat dari lingkungan.
Tidak dapat berubah, contohnya alat Dapat berubah, contohnya peran dalam
kelamin laki-laki dan perempuan kegiatan sehari-hari, seperti banyak
perempuan menjadi juru masak jika
dirumah, tetapi jika di restoran juru
masak lebih banyak laki-laki.
C. Diskriminasi Gender
1. Pengertian Gender
Hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara.Laki-laki
maupun perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat, dan
martabat yang sama. Kalaupun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda,
itu semua agar keduanya saling melengkapi.Namun dalam perjalanan
kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran dan status atas
keduanya, terutama dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan
menjadi kebiasaan dan membudaya. Dan berdampak pada terciptanya
perlakuan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin. Selanjutnya,
muncul istilah gender yang mengacu pada perbedaan peran antara laki-
laki dan perempuan yang terbentuk dari proses perubahan peran dan
status tadi baik secara social ataupun budaya.
Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap
individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender, ras,
agama,umur, atau karakteristik yang lain. Diskriminasi juga terjadi dalam
peran gender.Sebenarnya inti dari diskriminasi adalah perlakuan
berbeda.Akibat pelekatan sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah
ketidakadilan (diskriminasi) gender.
a. Bentuk bentuk diskriminasi gender
1) Marginalisasi
Proses peminggiran atau penyisihan yang mengakibatkan
dalam keterpurukan. Hal ini banyak terjadi dalam msyarakat di
Negara berkembang seperti penggusuran dari kamoung
halaman, eksploitasi.Namun, pemiskinan atas prempuan
maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan
salah satu bentuk ketidak adilan yang disebabkan
gender.Sebagai contoh, banyak pekerja prempuan tersingkir
dan menjadi miskin akibat dari progam permbangunan seperti
intersifikasi pertanian yang hanya menfokuskan petani laki-
laki.Prempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan
pertanian dan industry yang lebih memerlukan ketrampilan
yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu
perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula
dikerjakan secara manual oleh prempuan diambil alih oleh
mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Contoh lain marginalisasi:
a) Design teknologi terbaru diciptakan untuk laki laki, dengan
postur tun.
b) Mesin mesin digerakkan membutuhkan tenaga laki laki.
c) Bay sister adalah perempuan.
d) Perusahaan garmen banyak membutuhkan perempuan.Direktur
banyak oleh laki laki.
2) Sub ordinasi
Sub ordinasi pada dasaranya adalah keyakinan bahwa salah
satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama
disbanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada
pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran prempuan
lebih rendah dari laki-laki.Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran
ajaran agama mupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan
kaum prempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki.Kenyataan
memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masayarkat yang
membatasi ruang gerak terutama prempuan dalam kehidupan.
Contoh sub ordinasi :
a) Persyaratan melanjutkan studi untuk istri hatus ada ijin suami.
b) Dalam kepanitiaan perempuan paling tinggi pada jabatan
sekretaris.
3) Pandangan stereotip
Adalah penandaan atau cap yang sering bermakna negative.
Pelabelan negative secara umum selalu melahirkan ketidakadilan.
Salah satu stereotype yang berkembang berdasarkan pengertian
gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin prempuan,
misalnya :
a) Pekerjaan dirumah seperti mencucui, memasak, membersihkan
rumah diidentikkan dengan pekerjaan perempuan atau ibu
rumah tangga.
b) Laki laki sebagai pencari nafkah yang utama, harus
diperlakukan dengan istimewa di dalam rumah tangga,
misalnya yang berkaitan dengan makan.
ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga
terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat
pemerintah dan Negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia
dianggap tegas, tetapi bila prempuan marah atau tersinggng
dianggap emosional dan tidak dfapat menahan diri. Standar nilai
terhadap perilaku prempuan dan laki-laki berbeda, namun standar
nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan prempuan. Label
kaum prempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugilkan, jika
hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis
atau birokrat. Smentra label laki-laki sebagai pencari nafkah utama,
(breadwinner) ,mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh
prempuan dianggap sebagai Sambilan atau tambahan dan
cenderung tidak diperhitungkan.
4) Kekerasan
Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap prempuan
sebagai akibat perbedaan muncul dalam berbagai bentuk.Kata
kekerasan merupakan terjemahan dari violence artinya suatu
serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis
seseorang.Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut
serangan fisik saja seperti perkosaa, pemukulan dan penyiksaan
tetapi bersifat non fisik seperti pelecehan seksual sehingga secara
emosional terusik.
Adapun contoh-contoh tindak kekerasan yaitu :
a) Suami memperketat istri dalam urusan ekonomi keluarga.
b) Suami melarang istri bersosialisasi di masyarakat
c) Istri mencela pendapat suami di depan umum.
d) Istri merendahkan martabat suami di hadapan masyarakat
e) Suami membakat/ memukul istri.
5) Beban kerja
Beban kerja yang dilakukan oleh jenis kelamin terlalu lebih
banyak. Bagi perempuan di rumah mempunyai beban kerja lebih
besar dari pada laki laki, 90% pekerjaan domestic/rumah tangga
dilakukan oleh perempuan belum lagi jika dijumlahkan dengan
bekerja di luar rumah.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya prempuan
sebagai sumber daya insane masih mendapat pembedaan perlakuan
terutama bila bergerak dalam bidang public. Dirasakan banyak
ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum
laki-laki di satu sisi.
a) Bias Gender.
Bias gender yaitu suatu keadaan yang menunjukkan adanya
keberpihakan kepada laki-laki daripada
perempuan.Pembangunan dikatakan bias gender manakala
hasil daripada pembangunan tersebut lebih memihak kepada
laki-laki atau perempuan.Contoh : Kasus Aborsi ilegal.
Perempuan mengalami hukuman karena tindakan aborsi
sementara laki-laki yang menghamilinya bebas dari tuntutan
masyarakat dan produk hukum itu sendiri.
b) Netral Gender.
Netral gender adalah suatu keadaan yang memandang tidak
ada perbedaan laki-laki dan perempuan dalam pembangunan.
Contoh : pada saat penyusunan peraturan atau kebijakan
pembangunan menganggap kebutuhan, peluang, hambatan dan
akses antara laki-laki dan perempuan adalah sama sehingga
tidak membutuhkan perlakuan yang berbeda.
c) Responsif Gender.
Responsif gender adalah suatu keadaan memberikan
perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-
perbedaan antara perempuan dan laki-laki pada masyarakat
yang diwujudkan dalam sikap dan aksi untuk mengatasi
ketidakadilan yang terjadi karena perbedaan-perbedaan
tersebut.
d) Ketimpangan gender
Ketimpangan gender terjadi bila ada ketidaksetaraan atau
diskriminasi antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.
Ketidaksetaraan atau diskriminasi tersebut dapat disebabkan
oleh beberapa bentuk tindakan, seperti :(1) Steriotipi.
Menempatkan perempuan sebagai mahluk yang lemah, mahluk
yang perlu dilindungi, mahluk yang tidak penting, mahluk
yang tidak punya nilai ekonomi, orang rumahan, bukan
pengambil keputusan, dsb; (2) Subordinasi. Perempuan
posisinya di bawah laki-laki, dan ada anggapan perempuan itu
emosional atau irasional sehingga perempuan tidak cakap
memimpin, tidak boleh mengambil keputusan, tidak
mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja atau
berproduksi, tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk
pendidikan, dll. (3) Marginalisasi.Perempuan adalah mahluk
yang terpinggirkan, tidak diperhatikan atu diakomodasi dalam
berbagai hal, yang menyangkut kebutuhan, kepedulian,
pengalaman.Perempuan merupakan pihak yang dirugikan; (4)
Violence. Kekerasan atau serangan yang dilakukan baik secara
fisik maupun integritas mental psikologis seseorang yang
dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya dialami
oleh perempuan. Bentuk dari kekerasan ini seperti
pemerkosaan, pemukulan, pelecehan seksual, penciptaan
ketergantungan, prostitusi, pornografi, pemaksaan sterilisasi
program keluarga berencana(KB); (5) Beban
Majemuk.Perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-
laki, dan lebih panjang waktu kerjanya, seperti fungsi
reproduktif, pengelola rumah tangga, dan bekerja di luar
rumah.
e) Keadilan Gender (Gender Equity).
Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil
terhadap laki-laki dan perempuan. Keadilan gender adalah
medistribusikan manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang didasari atas pemahaman bahwa laki-laki
dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan
kekuasaan. Misalnya : laki-laki adalah kepala dalam rumah
tangga, sedangkan perempuan adalah pengatur dalam rumah
tangga. Perbedaan ini perlu dikenali dan diperhatikan untuk
dipakai sebagai dasar atas perbedaan perilaku yang diterapkan
bagi laki-laki dan perempuan (WHO).
f) Kesetaraan Gender (Gender Equality).
Kesetaraan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya
sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, ekonomi, social budaya, pertahanan
dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut. Kesetaraan gender adalah tidak adanya
diskriminasi perempuan dan laki-laki dalam peluang, alokasi
sumberdaya, manfaat dan akses terhadap pelayanan kesehatan
(WHO). Kesetaraan laki-laki dan perempuan tercapai
manakala terjadi kesetaraan dalam kekuasaan dan pengaruh,
kesetaraan dalam peluang dan kebebasan untuk bekerja atau
berusaha, kesetaraan dalam tingkat (pendidikan, ambisi,
internet, bakat dan kemampuan), kesetaraan dalam berbagi
tanggung jawab urusan rumah tangga dan merawat anak,
kesetaraan dalam bebas dari tekanan, intimidasi, kekerasan
terhadap perempuan di rumah maupun ditempat kerja
(UNFPA).
g) Pengarasutamaan Gender (PUG).
Pengarasutamaan gender adalah suatu proses penelaahan
implementasi terhadap perempuan dan laki-laki dari setiap
kegiatan, program, kebijakan, undang-undang di setiap bidang
dan tingkat. Pengasutamaan gender adalah suatu strategi untuk
memasukkan isu dan pengalaman perempuan dan laki-laki ke
dalam suatu dimensi yang integral dalam rancangan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, kebijakan dan program
dalam setiap bidang, agar perempuan dan laki-laki mendapat
manfaat yang sama. Sasaran akhir pengarasutamaan gender
adalah mencapai kesetaraan gender.
h) Karakteristik pengarasutamaan gender :
(1) Bertujuan mencapai kesetaraan gender dan menghapuskan
kesenjangan gender; (2) Adanya pertimbangan terhadap peran
dan hubungan gender serta dampak terhadap ketidaksetaraan
gender; (3) Menggunakan strategi dan pendekatan yang
tanggap gender ke dalam kebijakan dan proses perencanaan
program pembangunan.
i) Tujuan pengarasutamaan gender:
Tujuan pengarasutamaan gender di bidang kesehatan adalah
memastikan bahwa semua kebijakan dan program kesehatan
maupun menciptakan dan memelihara kondisi kesehatan yang
optimal baik untuk perempuan maupun laki-laki dari semua
kelompok umur, secara adil dan setara dengan mengatasi
berbagai hambatan yang terkait gender.
j) Strategi pengarasutamaan gender :
(1) Pengumpulan data kesehatan yang diuraikan menurut jenis
kelamin : laki-laki dan perempuan dengan memasukkan aspek
gender ke dalam pengumpulan data, antara lain melalui sensus,
survey nasional dan system informasi kesehatan, diseminasi
informasi spesifik gender, melaksanakan penelitian yang
menunjang; (2) Advokasi dan sensitisasi para penentu
kebijakan dan pengelola program, serta petugas kesehatan pada
umumnya dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman
para penentu kebijakan dan pengelola program, serta
implikasinya terhadap peran dan fungsi masing-masing di tiap
tingkatan. Mengembangkan materi dan media komunikasi
untuk untuk untuk advokasi dan sensititasi; (3)
Pengarasutamaan gender ke dalam kebijakan dan program di
tiap tingkatan dengan melakukan analisis kebijakan dengan
pendekatan perspektif gender, memberikan perhatian khusus
pada hal-hal yang menunjukkan kesenjangan derajat atau
masalah kesehatan yang besar antara laki-laki dan perempuan.
Mencarikan upaya untuk mengurangai kesenjangan tersebut
melalui kebijakan, pengaturan alokasi biaya, modifikasi
program dan legalisasi; (4) Operasionalisasi pengarasutamaan
gender melalui pengembangan kapasitas pengelola program
untuk mendesain program berwawasan gender, memantau
perkembangan program berwawasan gender dan dampaknya
terhadap kesenjangan gender; (5) Mobilisasi sumber-sumber
dan kemitraan yang dilakukan dengan bekerjasama antara
sektor terkait untuk koordinasi/sinkronisasi upaya
pengarasutamaan gender. Bekerjasama dengan LSM, NGO,
agen donor dan pihak lain. Strategi tersebut dapat
dikembangkan menjadi kegiatan yang lebih rinci sesuai
dengan kebutuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seks dan gender adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Banyaknya
pandangan sosial dan budaya yang diberikan kepada gender dan peran-peran
yang ada di dalamnya memiliki sisi positif dan negatif. Gender diciptakan oleh
suatu budaya dan digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan, dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Pada banyak budaya dan
lingkungan, gender memiliki kesenjangan, sedangkan dalam agama Islam,
laki-laki dan perempuan memiliki hak dan keadilan yang sama, meskipun
memiliki perbedaan yang jelas di antara keduanya.
Gender merujuk pada sifat-sifat yang melekat pada laki-laki maupun
perempuan yang dikonstruksi secara sosial ataupun kultural. Dengan
mengetahui dan memahami pengertian gender dan seks, seseorang diharapkan
tidak lagi mencampuradukkan pengertian kodrat (ciptaan Tuhan) dan non-
kodrati (buatan masyarakat yang bisa berubah sepanjang jaman). Konstruksi
sosial dapat terjadi karena pada dasarnya sikap dan perilaku ia dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal, yaitu konstruksi biologis, konstruksi sosial,
dan konstruksi agama.
DAFTAR PUSTAKA