PEREMPUAN
Disusun Oleh :
Noeke Sri Wardhani, SH, M. Hum
Koordinator Team Teaching
LITERATUR HUKUM PERLINDUNGAN PEREMPUAN
1. Eko Setyo Utama, et. Al., Advokasi Pengarusutamaan Gender, penerbit
Institut Hak asasi Perempuan, Yogyakarta.
2. Hasil-hasil Konferensi Tingkat Dunia tentang Perempuan ke IV, di
Beijing China, 4-15 September 1995.
3. Hidayat, Rahayu dan E. Kristi Purwandari (ed), 2000, Perempuan
Indonesia Dalam Masyarakat Yang Tengah Berubah, 10 Tahun Program
Studi Kajian Wanita, PSKW UI, Jakarta.
4. Ihromi, TO, Achie Luluhima dan Sulistiowati Irianto, 2000, Penghapusan
Diskriminasi terhadap Wanita, Alumni, Bandung.
5. Ihromi To, Sulistiowati Irianto, Achie S Luhulima, 2000, Penghapusan
Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni Bandung
6. Jurnal Perempuan, Edisi XII/Nov – Des 1999.
7. Jurnal Perempuan No. 49, 2006, Hukum kita sudah kah melindungi ?,
Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
8. Kumpulan karangan untuk Menghormati Ulang Tahun ke – 70 Ibu
Saparinah Sadli, Penerbit Obor, Jakarta.
Lanjutan……..
BIOLOGIS BUDAYA
PEREMPUAN : LAKI-LAKI :
Bekerja di sektor domestik • Bekerja di sektor publik : di
(rumah tangga) seperti : kantor, giat di organisasi
Mencuci berbelanja, politik, memperbaiki bagian-
memasak, mengurus anak, bagian rumah yang rusak,
melakukan semua pekerjaan menyetir kendaraan
rumah tangga • Sikapnya : rasional,
Sikapnya : emosional, pasif, aktif/agresif, sangat percaya
tidak percaya diri, mudah diri, tidak gampang
tersinggung, gampang tersinggung, tidak boleh
menangis, tidak unggul menangis, unggul secara
secara intelektual, takut intelektual, pandai bicara di
berbicara di depan umum depan umum
ISU-ISU (PERSOALAN- PERSOALAN) GENDER
BIAS NETRAL
RESPONSIF
GENDER GENDER
GENDER
Resolusi PBB No. 843 (IX) menyatakan bahwa perempuan tunduk pada
hukum yang sudah tua dan dalam prakteknya tidak konsisten dengan isi
DUHAM. Diskriminasi terhadap perempuan terus berlanjut, sehingga pada
tahun 1963 Komisi Kedudukan Perempuan di PBB membuat rancangan
deklerasi HAM Perempuan.
Pada tahun 1967 Deklarasi disetujui Majelis Umum PBB : “Untuk menjamin
pengakuan secara universal dalam hukum dan secara faktual atas prinsip
persamaan antara perempuan dan laki-laki.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28 E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan berobadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
Lanjutan……..
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dan penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh
suaka politik dari negara lain.
Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh
Lanjutan…..
Lanjutan Pasal 28 H
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.
Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak hak untuk
diakui sebagai ppribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap otang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Lanjutan…….
Lanjutan Pasal 28 I
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan.
Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
Lanjutan…….
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Bagian 9 Hak Wanita
Pasal 45- 51
Pasal 45
Hak Wanita dalam Undang-undang ini adalah hak azsi manusia.
Pasal 46
Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif
dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin
keterwakilan wanita sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47
Seorang wanita yang menikah dengan pria yang berkebangsaan asing
tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi
mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti atau memperoleh
kembali status kewarganegaraannnya.
Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua
jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Pasal 49
(1) Wanita berhak memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan dan
profesi sesuai dengan persyaratan dan perundang-undangkan.
Lanjutan…….
Pasal 49
(2) Wanita berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan
atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan/ atau
kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
(3) Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi
reproduksinya,dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 50
Wanita yang telah dewasa atau menikah berhak untuk melakukan perbuatan
hukum sendiri, kecuali ditentukan oleh hukum agamanya.
Pasal 51
(1) Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan
perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya dan hak pemilikan serta
pengelolaan harta bersama
(2) Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan anak-
anaknya dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
(3) Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan
mantan suaminya atas semua hal yang yang berkenaan dengan harta bersama
tanpa mengurangi hak anak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
SEJARAH CEDAW
Kronologis :
• Tahun 1946 dibentuk Commission on The Status of
Women (CSW)
• Perjuangan CSW dimulai dari isu hak politik
perempuan
• CSW ikut serta menyusun DUHAM (DEKLARASI
UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA)
• Selama 14 tahun CSW berjuang untuk International
Covenant on Civil And Political Rights (ICCPR) dan
(International Covenant on Economic, Social, and
Cultural Rights (ICESCR)
PERJUANGAN CSW UNTUK CEDAW
• Dirintis mulai tahun 1965
• Tahun 1967 Majelis PBB Mengadopsi “DEKLARASI
PENGHAPUSAN DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN.
Masalah & isunya: PEREMPUAN DALAM HUKUM, HAK-HAK
DALAM PERKAWINAN & KELUARGA, PENDIDIKAN, DUNIA
KERJA & PEMBANGUNAN PEDESAAN, PELAYANAN
KESEHATAN, PINJAMAN BANK & KREDIT
• Konvensi CEDAW diadopsi PBB tanggal 18 Desember 1979;
disetujui 130 negara.
• CEDAW singkatan dari : COMMITTEE ON THE ELIMINATION OF
DISCRIMINATION AGAINST WOMEN atau sering disebut
CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF
DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW)
CEDAW SEBAGAI INSTRUMEN HAM
INTERNASIONAL
• CEDAW adalah perjanjian Internasional tentang
perempuan yang komprehensif, menetapkan kewajiban
hukum yang mengikat untuk mengakhiri diskriminasi
terhadap perempuan.
• CEDAW merupakan instrumen hukum internasional
pertama yang menetapkan arti diskriminasi terhadap
perempuan
• Perjanjian Internasional yang menegaskan HAK
REPRODUKSI PEREMPUAN
• Dibangun oleh 90% anggota atas laporan perempuan
dari seluruh dunia.
PRINSIP CEDAW
• Menetapkan perempuan memiliki hak sipil, politik, ekonomi,
sosial & budaya atas dasar kesetaraan dengan laki-laki tanpa
memandang status perkawinan.
• Menyatakan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah
pelanggaran HAM.
• Menyusun standar HAM perempuan
• CEDAW mewajibkan negara anggota untuk melindungi,
mempromosikan & memenuhi HAM perempuan
• Memasukkan prinsip kesetaraan laki-laki & perempuan dalam
sistem hukum.
• Membentuk Pengadilan dan Lembaga Publik untuk
perlindungan yang efektif bagi perempuan terhadap
diskriminasi.
• Memastikan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan oleh perseorangan, organisasi dan perusahaan.
PASAL-PASAL CEDAW
• Preambul
• Pasal 1: Pengertian (definisi) Diskriminasi
• Pasal 2: Kebijakan yang harus diambil
• Pasal 3: Jaminan hak asasi perempuan & kebebasan pokok.
• Pasal 4: Peraturan-peraturan khusus untuk mencapai
persamaan
• Pasal 5: Peran gender & steriotip
• Pasal 6: Perdagangan perempuan & prostitusi
• Pasal 7: Kehidupan publik & politik
• Pasal 8: Partisipasi di lembaga-lembaga tingkat internasional
• Pasal 9: Kewarganegaraan
• Pasal 10: Hak yang sama Pendidikan
• Pasal 11: Hak yang sama dalam kesempatan kerja
Lanjutan…..
• Pasal 12: Kesehatan & Keluarga Berencana
• Pasal 13: Akses Ekonomi & Sosial
• Pasal 14: Perempuan pedesaan
• Pasal 15: Kesetaraan di muka hukum
• Pasal 16: Kehidupan perkawinan & keluarga
• Pasal 17: Komite CEDAW
• Pasal 18: Laporan Negara penandatangan
• Pasal 19: Prosedur
• Pasal 20: Pertemuan Komite
• Pasal 21: Laporan Komite
• Pasal 22: Peran Lmbaga-lembaga Khusus
• Pasal 23: Dampak dari pihak-pihak lain
• PASAL 24: Komitmen Negara
• PASAL 25-30: Administrasi dari Konvensi
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI CEDAW &
MAKNA PROTOKOL OPTIONAL
Ada 3 pendekatan :
1. Pendekatan Women In Development (WID)
2. Pendekatan Women And Development
(WAD)
3. Pendekatan Gender And Development
(GAD)
PENDEKATAN WOMEN IN DEVELOPMENT (WID)
Pendekatan WID berpijak pada 2 sasaran :
1. Pentingnya prinsip egalitarian, yaitu bahwa semua orang sederajat,
antara laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan & derajat yang
sama sebagai mitra sejajar.
2. WID menitik beratkan pada pengadaan program yang dapat
mengurangi atau menghapuskan diskriminasi yang dialami
perempuan di sektor produksi. Sektor produksi identik dengan sektor
publik yang banyak didominasi oleh laki-laki. Ada anggapan yang
kuat bahwa peran-peran produktif hanya dapat dilakukan oleh laki-laki,
sedangkan perempuan lebih berperan dalam sektor domestik (rumah
tangga). WID membuat program intervensi untuk meningkatkan taraf
hidup keluarga melalui pendidikan, keterampilan dan kebijakan yang
dapat meningkatkan kemampuan perempuan untuk mampu
berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut paham WID,
keterbelakangan perempuan problemnya terletak pada perempuan itu
sendiri, oleh karena itu diperlukan usaha untuk menggarap
perempuan melalui pendidikan, keterampilan dan kebijakan
pembangunan. Pendekatan WID berusaha mengintegrasikan
perempuan dalam pembangunan, artinya melibatkan perempuan
dalam proses pembangunan dalam memperoleh pendidikan,
pekerjaan dan lai-lain, sama dengan laki-laki
PENDEKATAN WOMEN AND DEVELOPMENT (WAD)
Women and Development, perempuan dan pembangunan, kata
penghubung “dan” menunjukkan pada pengertian kesejajaran antara
kata “perempuan” dan “pembangunan”. Kalau dalam WID
menekankan terintegrasikannya perempuan dalam pembangunan,
maka dalam WAD, lebih mengarah pada hubungan antara perempuan
dan proses pembangunan. Jadi setelah WID terimplementasi,
bagaimana hubungan (keterkaitan) antara perempuan dan proses
pembangunan, oleh karena itu masalahnya adalah bagaimana posisi
laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. Pendekatan WAD lebih
kritis daripada WID, tetapi WAD belum dapat menjawab hubungan
patriarkhi yang terjadi dalam corak produksi masyarakat. WAD akan
berhasil menaikkan peran perempuan apabila ditunjang oleh struktur
politik yang lebih stabil dan merata, baik dalam skala nasional
maupun internasional. Implementasi pendekatan WAD, dititik beratkan
pada pengembangan kegiatan peningkatan pendapatan bagi
perempuan, tanpa memperhatikan unsur waktu yang digunakan
perempuan. Kegiatan yang dilakukan perempuan berada di luar tugas
dan tanggung jawab domestik, oleh karena itu implementasinya
adalah ukuran produktivitas perempuan baik secara kesempatan
maupun kemampuan yang dmilikinya dalam ranah ekonomi dan politik
negara.
PENDEKATAN GENDER AND DEVELOPMENT (GAD)
MENEMUKAN
TUJUANNYA
Tujuan :
PUG bertujuan terselenggaranya perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA
Di Bidang Pendidikan :
Kurangnya Data dan Informasi baik kuantitatif maupun
kualitatif tentang Data Terpilah (data angka laki-laki dan
perempuan) terhadap penyebab Buta Aksara, rendahnya
rata-rata lama Sekolah, masih relatif rendahnya Akses dan
Partisipasi Perempuan terhadap Informasi dan Teknologi
(IT)
Di Bidang Kesehatan :
Hambatan yang dialami baik dalam upaya percepatan penurunan
AKI, AKB, pemberian ASI, pencegahan penyalahgunaan NAPZA dan
penyebaran HIV/AIDS pada perempuan . Adanya masalah yang
terkait dengan Tata Nilai Sosial & Penafsiran Ajaran Agama dalam
sebagian masyarakat yang belum sejalan dengan Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG) serta masih rendahnya partisipasi laki-laki,
keluarga & masyarakat dalam penghormatan dan pemenuhan Hak
Reproduksi Perempuan.
Lanjutan……
Di Bidang Ekonomi :
• Rendahnya pendidikan perempuan dan masih
terbatasnya lapangan kerja formal bagi perempuan.
• Masih adanya anggapan umum dalam masyarakat bahwa
peran perempuan adalah di ruang domestik (rumah
tangga) dan pendapatan perempuan dianggap sebagai
tambahan pendapatan keluarga, sehingga perempuan
mendapat bagian pekerjaan yang sifatnya marginal, tidak
permanen dan berubah-ubah.
Maksud :
Memberikan pedoman kepada Pemerintah Daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
dan pelayanan masyarakat yang berperspektif gender.
Tujuan :
a. Memberikan acuan bagi aparatur Pemda dalam
menyusun strategi pengintegrasian gender yang
dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan,
penganggaran, pemantauan dan evaluasi atas
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah.
b. Mewujudkan perencanaan berperspektif gender melalui
pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan,
potensi dan penyelesaian permasalahan laki-laki dan
perempuan.
Lanjutan…..
Note :
GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu
output kegiatan telah responsif gender terhadap isu
gender yang ada dan/atau suatu biaya telah
dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani
permasalahan kesenjangan gender.
PENTINGNYA KOMITMEN NASIONAL
DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DI DAERAH MELALUI PUG
PELAPORAN
Setelah PUG dilaksanakan, laporannya dilakukan secara berjenjang :
1. Bupati/Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada
Gubernur secara berkala setiap 6 bulan.
2. Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada Menteri Dalam
Negeri secara berkala setiap 6 bulan dengan tembusan kepada Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
3. Menteri Dalam Negeri menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada
Presiden secara berkala setiap akhir tahun.
Di tingkat Pusat :
Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melakukan
pembinaan umum terhadap pelaksanaan PUG di daerah
meliputi :
a. Pemberian pedoman dan panduan.
b. Penguatan kapasitas aparatur pemerintah daerah.
c. Penguatan kapasitas Tim Teknis Analisis PUG, POKJA
PUG Propinsi & Kabupaten/Kota.
d. Pemantauan pelaksanaan PUG antar susunan
pemerintahan.
e. Evaluasi pelaksanaan PUG
Lanjutan…….
Pasal 3
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan berasaskan
Pancasila dan bersifat independen.
Bab III
Pasal 4 : Tugas
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mempunyai
tugas:
a. menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan serta penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan;
b. melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berbagai
instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak
asasi manusia perempuan;
Lanjutan........
Lanjutan Pasal 4
c. melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan
pendokumentasian tentang segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan pelanggaran hak asasi manusia perempuan serta
penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan
langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan;
Pasal 12
Keanggotaan Komisi Paripuma merupakan tokoh-tokoh
yang :
a. telah aktif memperjuangkan hak asasi manusia
dan/atau memajukan kepentingan perempuan;
b. mengakuiadanyamasalahketimpanganjender;
c. menghargai pluralitas agama dan ras/etnisitas dan
peka terhadap perbedaan kelas ekonomi;
d. peduli terhadap upaya pencegahan dan penghapusan
segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan
Indonesia.
Lanjutan......
Pasal 15
Badan Pekerja mempunyai tugas memberikan dukungan
staf, administrasi, dan pemikiran kepada Komisi
Paripurna dalam melaksanakan tugas Komisi Nasional
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Pasal 16
Badan Pekerja terdiri dari paling banyak :
a. 5 (lima) Koordinator Bidang;
b. 5 (lima) Koordinator Sub Komisi.
DEKLARASI PENGHAPUSAN KEKERASAN
TERHADAP PEREMPUAN
Diadopsi oleh :
MAJELIS UMUM PBB
20 Desember 1993 GA Res 48/104
ISI DEKLARASI
Majelis Umum
Menimbang mendesaknya pelaksanaan universal hak-hak dan prinsip-
prinsip tentang persamaan, keamanan, kebebasan, integritas dan martabat
manusia pada perempuan.
Pasal 1
Dalam Deklarasi ini yang dimaksud “kekerasan terhadap perempuan”
adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan
perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang baik yang terjadi di ranah publik atau dalam
kehidupan pribadi.
Lanjutan.........
Pasal 2
Kekerasan terhadap perempuan harus dipahami mencakup, tetapi tidak
terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
a. Tindak kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis terjadi dalam
keluarga termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas anak-
anak perempuan dalam keluarga, kekerasan yang berhubungan
dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat
kelamin perempuan dan praktik-praktik kekejaman tradisional lain
terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri dan
kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi.
b. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam
masyarakat luas, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual,
pelecehan dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam lembaga-
lembaga pendidikan dan dimanapun juga, perdagangan perempuan
dan pelacuran paksa.
c. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau
diabaikan oleh negara, di manapun terjadinya.
Lanjutan.....
Pasal 3
Perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan
HAM dan kebebasan azasi yang sama dalam bidang politik, ekonomi,
sosial,budaya, sipil atau bidang-bidang lainnya. Hak-hak tersebut
termasuk antara lain :
a. Hak atas kehidkupan;
b. Hak atas persamaan;
c. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;
d. Hak atas perlindungan yang sama berdasar hukum;
e. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi
f. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental
yang sebaik-baiknya.
g. Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik
h. Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau kekejaman lain,
perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi atau
sewenang-wenang.
Lanjutan......
Pasal 4
Negara harus mengutuk kekerasan terhadap perempuan dan tidak
berlindung dibalik pertimbangan adat, tradisi atau keagamaan untuk
menghindari tanggung jawab untuk menghapuskannya. Negara
harus meneruskan dengan cara yang tepat dan tidak menunda-
nunda kebijakan untuk menghapuskan kekerasan terhadap
perempuan dan untuk tujuan itu harus :
a. Mempertimbangkan bagi yang belum melakukan, meratifikasi,
atau aksesi pada Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan atau menarik kembali
keberatan-keberatan terhadap Konvensi tersebut.
b. Menghentikan kebiasaan melakukan kekerasan terhadap
perempuan.
c. Melakukan usaha-usaha secara terus menerusuntuk mencegah,
mengusut dan sesuai dengan perundang-undangan nasional,
menghukum para pelaku kekerasan terhadap perempuan baik
yang dilakukan oleh negara maupun perorangan.
Lanjutan.....
Pasal 4
d. Mengembangkan sanksi-sanksi pidana, perdata, ketenagakerjaan,
administratif dalam perundangan-undangan nasional untuk
menghukum dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang telah
menyebabkan perempuan menjadi korban kekerasan; perempuan
yang mengalami kekerasan harus diberi akses kepada mekanisme
peradilan dan dijamin oleh perundang-undangan nasional untuk
memperoleh kompensasi yang adil dan efektif atas kerugian-kerugian
yang mereka derita; Negara juga harus memberikan informasi kepada
perempuan tentang hak-hak mereka dalam rangka memperjuangkan
tuntutan melalui mekanisme tersebut.
Pasal 4
f. Mengembangkan secara menyeluruh pendekatan-pendekatan preventif
dengan segala perangkat hukum, politik, administratif dan budaya, guna
meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk
kekerasan dan menjamin tidak terjadinya lagi pengorbanan perempuan
akibat hukum yang tidak peka gender, praktik-praktik pemaksaan atau
campur tangan lainnya.
g. Berupaya untuk menjamin semaksimal mungkin sesuai dengan sumber
daya yang tersedia dan bila dipandang perlu memasukkannya ke dalam
kerangka kerja internasional , sehingga perempuan yang menjadi korban
kekerasan dan bila dimungkinkan anak-anak mereka mendapat bantuan
khusus seperti rehabilitasi, bantuan pengasuhan dan pemeliharaan anak,
pengobatan, bimbingan, konseling, pelayanan kesehatan dan sosial,
fasilitas-fasilitas dan program-program, termasuk perangkat pendukung
dan harus melakukan semua usaha dan upaya yang layak untuk
meningkatkan keamanan serta rehabilitasi fisik maupun psikologis mereka
h. Memasukkan dalam anggaran pemerintah sumberdaya yang cukup untuk
membiayai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penghapusan
kekerasan terhadap perempuan.
Lanjutan.......
Pasal 4
i. Menetapkan perangkat-perangkat peraturan yang menjamin bahwa para
penegak hukum dan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab untuk
menerapkan kebijakan-kebijakan dalam rangka mencegah, mengusut dan
menghukum pelaku kekerasan terhadap perempuan, mendapat pelatihan-
pelatihan agar mereka peka tentang arti penting perempuan.
j. Mengadopsi perangkat peraturan yang layak, khususnya dalam bidang
pendidikan, untuk memodifikasi pola-pola perilaku sosial dan budaya laki-
laki dan perempuan dan menghilangkan prasangka-prasangka, praktik-
praktik adat dan praktik-praktik lain atas dasar inferioritas dan superioritas
seksual dan stereotip peranlaki-laki dan perempuan
k. Mengembangkan penelitian, mengumpulkan data dan mengkompilasi
statistik, khususnya mengenai kekerasan dalam rumah tangga,
sehubungan dengan luasnya perbedaan bentuk-bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan mendorong penelitian tentang sebab-sebab, sifat dan
kegawatan dan akibat-akibat dari kekerasan terhadap perempuan serta
efektivitas penerapan langkah tindak untuk mencegah dan mengatasi
kekerasan terhadap perempuan, data statistik dan temuan-temuan
penelitian itu dipublikasikan.
Lanjutan.....
l. Mengadopsi langkah tindak yang bertujuan menghapus kekerasan terhadap
perenmpuan, khususnya mereka yang rentan terhadap kekerasan;
Pasal 6
Tidak satupun ketentuan dalam Deklarasi ini
dimaksudkan untuk mengurangi ketetapan-ketetapan
yang lebih kondusif bagi penghapusan tindak
kekerasan terhadap perempuan yang mungkin telah
terkandung dalam perundang-undangan negara atau
Konvensi atau pakta atau instrumen internasional lain
yang diberlakukan dalam suatu negara.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM
PERSPEKTIF UU NO. 23 TAHUN 2004
LANDASAN HUKUM PENANGGULANGAN KEKERASAN
TERHADAP PEREMPUAN
Tujuan PKdRT :
• Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah
tangga.
• Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
• Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
• Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis
dan sejahtera.
KARAKTERISTIK KdRT
Bila kekerasan seksual itu dilakukan oleh suami kepada istri atau
sebaliknya merupakan delik aduan
TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS ABORSI PADA INDIKASI
KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN
BERDASAR PP NO.61 TAHUN 2014
Oleh :
Noeke Sri Wardhani
Fak Hukum UNIB
MATERI & RUANG LINGKUP PP NO. 61 TAHUN 2014
TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI & LATAR BELAKANG
• Data valid tentang jumlah aborsi di Indonesia, sulit diperoleh karena di Indonesia
perbuatan aborsi adalah illegal, kecuali aborsi dengan indikasi medis.
• Realitasnya aborsi di Indonesia cukup tinggi dan aborsi ini dilakukan dengan tidak aman.
Menurut Komnas Perlindungan Anak data aborsi diperkirakan sebesar 2 juta orang pada
tahun 2008, tahun 2009, sebanyak 2,3 juta orang, pada tahun 2010 sebanyak 2,5 juta
orang. Metode aborsi yang digunakan 37% melakukan kuret, 25% dengan oral (minum
obat melalui mulut, didiamkan di mulut selama 30 menit baru ditelan) dan pijatan, 13%
dengan jalan suntik, 8% memasukkan benda asing dalam rahim, selebihnya
menggunakan jamu dan akupuntur. Dalam harian Suara Merdeka yang terbit di
Semarang tanggal 18 April 2012, Prof.dr Wimpie Pangkahila menyatakan di Indonesia
diperkirakan setiap tahun aborsi sebanyak 2,5 juta kasus.
• Data yang bersumber dari WCC Cahaya Perempuan Bengkulu, menyebutkan pada tahun
2011 ada 14 kasus perkosaan yang ditangani, 2012 sebanyak 3 kasus, tahun 2013, 2 kasus
dan tahun 2014 hingga bulan Juni ada 3 kasus. Sekilas angka-angka ini tampak kecil,
tetapi realitasnya perkosaan adalah fenomena gunung es yang tampak permukaannya
saja, karena banyak kasus perkosaan tidak tertangani bahkan disembunyikan karena
dianggap aib.
• Pada tahun 2014 Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 61
Tahun 2014, tentang Kesehatan reproduksi dan dalam PP tersebut juga diatur aborsi
karena indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan
aborsi.
• Pada aborsi karena perkosaan menimbulkan kontroversi dalam masyarakat.
LANDASAN HUKUM ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN
• Fatwa MUI No. 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi, menjelaskan tindakan aborsi
diperbolehkan jika perempuan hamil menderita sakit fisik berat dan dalam keadaan
kehamilan mengancam nyawa si ibu. Fatwa itu memaparkan keadaan hajat yang
berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah janin yang
dikandung dideteksi menderita cacat genetik, bila lahir kelak sulit disembuhkan.
Kemudian kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang
di dalamnya terdapat antara lain penegak hukum, keluarga korban, dokter, dan ulama.
Nahar Nahrawi, wakil ketua Komisi Fatwa MUI menegaskan PP ini sudah tepat karena
sebelum dikeluarkan Pemerintah lebih dahulu mengkonsultasikan pada MUI. Bila dokter
tidak mau melakukan aborsi, itu karena beda perspektif saja. Nahrawi mempersilahkan
masyarakat untuk memilih yang paling bermanfaat (www.republika.co.id, diakses
16September 2014, pukul 20.55).
• Bersumber dari Batam Pos, 27 Agustus 2014, Menag Lukman Hakim Saifuddin
menyatakan PP No. 61 Tahun 2014 sudah sejalan dengan ketentuan MUI karena telah
memenuhi beberapa syarat. Disamping itu menurut Menag, kehamilan karena
perkosaan mengancam jiwa si ibu.
• Dari sumber yang sama Fasli Jalal Kepala BKKBN menyebutkan PP ini sudah
merumuskan mekanisme standar yang sangat ketat prosedur pelaksanaan aborsi,
disamping itu juga memperhatikan HAM korban perkosaan dan masa depan anak yang
akan dilahirkan.
Lanjutan.......
• Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda menyoroti aborsi untuk
kasus pemerkosaan. KPAI menilai harus ada mekanisme yang jelas, sebab tidak semua
korban pemerkosaan boleh aborsi. Harus ada persyaratan yang jelas, jangan hanya
karena tidak menerima calon bayi dan beban moral ibu dan keluarganya, lalu boleh
aborsi, KPAI tidak setuju itu. Selain itu, KPAI juga meminta agar pemerintah
menimbang hak anak untuk hidup. Jangan sampai PP ini malah bertentangan dengan
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebab, Pasal 4 UU Perlindungan
Anak berbunyi: Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Untuk itu, dia meminta pemerintah melibatkan KPAI dan instansi terkait saat
membahas aturan turunan PP ini, yakni peraturan menteri kesehatan, sehingga
praktik-praktik aborsi ini tidak dilegalkan begitu saja dan ada mekanisme yang jelas.
Selain KPAI, pembahasan permenkes itu juga harus melibatkan kepolisian dan rumah
sakit, lembaga rumah sakit inipun harus jelas, apakah puskesmas juga boleh dan harus
ada standar hingga ke dokternya.
Lanjutan......
• Menurut ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait,
apa pun alasannya, aborsi untuk menghilangkan nyawa, Komnas PA sangat tidak
setuju, karena PP ini sangat bertentangan dengan UU Perlindungan Anak yang telah
ada sebelumnya. Dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 itu,
secara tegas menyatakan bahwa negara menjamin keselamatan anak sejak di dalam
kandungan hingga usia 18 tahun, karena otoritas hak hidup itu ada pada Tuhan.
Selain itu, PP ini dapat menciptakan celah untuk disalahgunakan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab. Kendati menentang, Arist tidak menutup mata dan
hati untuk para korban pemerkosaan. Ia menuturkan, perlindungan terhadap mereka
dapat dilakukan dengan cara pendampingan kejiwaan secara intensif. Sementara itu
untuk anak korban perkosaan yang sejatinya tidak diinginkan, dapat diambil alih oleh
negara.
• Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempertanyakan usia kehamilan akibat
perkosaan yang boleh di aborsi adalah 40 hari atau sebelum 6 minggu, apa dasarnya.
Lebih lanjut, Dr Zaenal siap mengundang tokoh masyarakat dan agama untuk
membahas peraturan tersebut. Apalagi menurutnya, ketika membuat sebuah
peraturan tidak hanya sekedar ditulis dalam bentuk naskah, namun juga harus
dicermati keinginan peraturan.