Anda di halaman 1dari 3

WOMEN ARE THE ROOT OF RISING CIVILIZATION

“Emanspirasi perempuan saat ini bukan lagi membicarakan kesempatan, tetapi bagaimana
para perempuan dapat turut bergerak membangun bangsa1”
Beberapa bulan yang lalu, publik kembali memanas lantaran pengungkapannya seorang
Influencer muda yang bernama Gita Savitri mengenai keputusannya dengan suami untuk
tidak memiliki anak atau yang sering disebut Childfree. Dia mengemukakan alasan mengapa
memilih Childfree dengan alasan yang sangat klise dikalangan kaum Feminis, yaitu untuk
mengurangi Overpopulation.
Berbicara tentang Childfree, ada apa sih dengan Childfree ini sampai pubik ramai
membicarakannya? Padahal secara linguistik, pengertian Childfree hanyalah sebuah konsep
pemikiran dalam mengambil keputusan atau pilihan untuk tidak memiliki anak. Apakah salah
untuk memilih tidak memiliki anak dalam pernikahan? Inilah yang menimbulkan prokontra
yang membuat publik kian memanas.
Sejarah Childfree sendiri sangatlah panjang. Dalam Washingtonpost september 2019,
Rachel Chrastil mengatakan, bahwa konsep tersebut bukanlah hal baru. Ia menjelaskan pada
awal 1500-an, perempuan di kota maupun desa di wilayah barat laut Eropa mulai menunda
pernikahan. Mereka (para perempuan) beralasan untuk kemandirian, yaitu tidak ingin
bergantung pada orang lain. Penyimpangan yang dilakukan mereka semakin lama semakin
parah yang menjadikan hal tersebut lumrah di kalangan mereka. Lebih parahnya kalangan
mereka yang menjadi awal dari kalangan Feminis dan yang membuat konsep Childfree2.
Feminis adalah satu kelompok yang mengambil paham Sosialis. Teori mereka dikenal
sebagai Feminisme Marxis yang menginginkan kesetaraan Gender3. Mereka ingin bahwa
perempuan di sama-ratakan dengan laki-laki, terutama dari segi karir. Karena seperti yang
dinyatakan oleh John Stuart Mill dalam publikasinya, the subjection of women (perempuan
sebagai subjek)4.
Beralih pada alasan-alasan yang mereka kemukakan mengenai dalam keputusan memilih
Childfree. Pertama, untuk mengurangi Overpopulation. Seperti yang sudah dipaparkan di
atas, bahwa alasan ini adalah alasan paling umum yang mereka katakan. Padahal alasan ini
akan terbantah lantaran Eropa sedang gencarnya menaikkan populasi mereka. Seperti yang
dilansir oleh BBC pada Oktober 2019 silam, negara-negara seperti Finlandia, Estonia dan
Perancis justru memberikan tunjangan yang besar agar warganya mau memiliki anak.
Kedua, kekhawatiran akan tumbuh kembang anak. Alasan ini mereka kemukakan karena
takut tidak bisa memberikan fasilitas yang baik bagi si anak, dan juga takut salah mendidik
yang menyebabkan anak keluar dari jalur (menyimpang). Ketiga, belum siap memiliki anak.
Alasan ini merujuk pada kondisi psikis pasangan tersebut, karena mereka takut akan
kedepannya nanti bagaimana si anak jika mereka belum memiliki kesiapan yang matang.
Keempat, ingin mengejar karir. Melansir currypsychology, dr. Shannon Curry, bahwa
faktor utama wanita memilih Childfree adalah karena ingin mengejar karir5. Mereka ingin
mengejar karir sampai jenjang yang tinggi sesuai cita-cita mereka. Meninjau alasan-alasan
yang dikemukakan oleh mereka, bahwa pada dasarnya kebanyakan alasan mereka berbau
Overthinking. Karena ketidak-percayaan mereka pada kemampuan mereka sendiri sehingga
merasa tak mampu untuk memiliki anak.
Menilik beragam alasan tersebut, apakah benar Childfree adalah solusi bagi kemaslahatan
perempuan? Jika iya, apakah ada efek negative dari Chilfree ini? Akan tetapi pada faktanya
ide ini tetaplah tidak bisa menjadi solusi, justru yang ada akan membahayakan
keberlangsungan kehidupan manusia. Seandainya manusia bebas berpendapat dan memiliki
pandangan untuk tidak ingin memiliki anak, maka akan menyebabkan krisis generasi
sebagaimana yang terjadi di berbagai negara maju.

Coba kita lihat di Indonesia, sekarang populasi di negara ini sudah menurun hampir
setengahnya dari tahun 1960-an. Dari data Bank Dunia rata-rata perempuan Indonesia
melahirkan 5,67 anak pada tahun 1960-an. Dengan program KB yang berjalan mulai tahun
1970-an, maka pada 2018, tingkat kelahiran per-perempuan tinggal 2,31. Indonesia saat ini
masih berada dalam posisi bonus demografi, artinya jumlah tenaga kerja produktif lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah usia lansia. Namun, tren yang sama akan dihadapi
ketika jumlah orang tua lebih banyak dibandingkan kelompok produktif6.

Apakah menurunnya populasi di Indonesia hanya berfaktor dari program KB? Coba kita
lihat fakta terkini di Indonesia, bahwa banyaknya perempuan yang mementingkan karir
daripada keluarga, yang berakibat kemundurannya kaum muda. Inilah fakta yang terjadi
akibat Childfree.
Jika kita melihat kearah perspektif Islam, perempuan adalah akar dari peradaban.
Merekalah yang mencetak para generasi unggul. Sebab, fitrahnya perempuan adalah
melahirkan. Sudah tentu tidak ada istilah childfree dalam Islam, bahkan salahsatu tujuan
pernikahan adalah melanjutkan keturunan, "Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami
atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu,
serta memberimu rizeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah?" (QS. An-Nahl: 72). 
Allah SWT telah memberikan kita tubuh dan organ yang sempurna, dalam Islam jika
tidak memberdayagunakan fungsi tubuh adalah jahil namun jika menggunakannya secara
berlebihan itu termasuk zalim. Dalam hal ini jika alasan tidak ingin memiliki keturunan
karena takut merusak estetika bentuk tubuh termasuk dosa, ketakutan akan tanggung jawab
sebagai orangtua pun tentu tidak beralasan, karena merawat dan mengasihi seorang anak
merupakan naluriah manusia. Oleh sebab itu, Islam dengan seperangkat aturannya
memberikan ilmu dan cara hidup yang benar bagi manusia agar ia bisa hidup dengan
menjalankan tugasnya sebagai istri, ibu, anak bahkan sebagai pemimpin yang baik. 

Oleh karena itu, sebagai Geneasi Muda sekarang, saya berharap bahwa pemahaman
Chidfree ini ditinggalkan. Seperti quotes yang saya paparkan diatas, bahwa para perempuan
bisa turut membantu membangun peradaban dengan mencetak para generasi unggul dimasa
depan.
Penulis: Muhammad Aulia Akbar Al-Khalifah
Daftar Pustaka:
1. Diyah Puspitarini, Ketua umum pimpinan Nasyiatul Aisyah
(www.twitter.com/muhammadiyah/status/855315233702690815)
2. Website OKEMOM, yang berjudul ‘apa itu ChildFree?’
3. Teori Feminisme Marxis, buku PDF yang berjudul ‘Kerangka Sttudi Feminisme’ oleh
Abdul Karim, STAIN Kudus
4. ‘Feminisme Dalang Perkembangan Aliran Pemikiran Dan Hukum Di Indonesia’ oleh
Siti Dana Panti Retna
5. Beritajatim.com “ini 4 alasan mengapa pasangan pilih Childfree” 17 agustus 2021,
Ria Sari Febrianti
6. ‘ChilFree, Tren Populasi Dunia, Dan Beragam Tantangannya’ Https//:nu.or.id

Anda mungkin juga menyukai