Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2

NAMA : UMRATUL FAZRI


NIM : 022013759
MATA KULIAH : ISIP 4110 / PENGANTAR SOSIOLOGI
UPBJJ : 48/UT-PALANGKARAYA
PROGRAM STUDI : ILMU KOMUNIKASI

1. Saudara mahasiswa cermatilah artikel di bawah ini.

Jelaskan mengapa pendidikan bagi anak perempuan masih kurang mendapat perhatian,
kaitkan dengan pembahasan tentang sosialisasi gender

Pendidikan Anak Perempuan

 Oleh A. Fatih Syuhud

Ditulis untuk Buletin El-Ukhuwah Ponpes Al-Khoirot Putri Malang

Apabila pendidikan anak secara umum harus mendapat perhatian penuh dari orang tua sejak
lahir, maka pendidikan anak perempuan harus mendapat perhatian yang lebih khusus lagi. Hal
itu karena anak perempuan adalah calon ibu. Banyak orang yang salah dan meremehkan peran
ibu. Hal ini terjadi terutama di kalangan masyarakat pedesaan. Mereka menganggap pendidikan
anak perempuan, baik formal atau nonformal, adalah tidak atau kurang penting. ٍMereka berfikir,
setinggi apapun pendidikan seorang anak perempuan nantinya akan berakhir menjadi ibu rumah
tangga.

Anggapan meremehkan seperti itu menunjukkan dua hal. Yaitu, bahwa pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga dinilai sebagai sesuatu yang tidak penting. Dan bahwa segala sesuatu yang
dilakukan di dalam rumah seakan bukanlah pekerjaan. Suatu pekerjaan baru dianggap terhormat
kalau dilakukan di luar rumah, keluar pagi pulang sore dan mendapat gaji bulanan.

Itulah sebabnya, banyak orang tua lebih memprioritaskan pendidikan anak laki-lakinya.
Sementara pendidikan untuk anak perempuan dilakukan secara sambil lalu sambil menunggu ada
yang meminang. Dan begitu ada lelaki yang melamar, pendidikannya pun ditinggalkan.
Walaupun saat itu sekolahnya baru tingkat SLTP atau baru masuk jenjang SLTA. Orang tua
ingin cepat melihat anak perempuannya mentas alias cepat menikah agar beban orang tua segera
lepas. Keadaan ini semakin diperparah dengan adanya mitos di sebagian daerah bahwa menolak
lamaran pertama adalah pantangan karena akan berakibat nasib sial akan menimpa sang anak
seperti akan kesulitan mendapat jodoh.
Semua anggapan yang salah kaprah di atas berasal dari satu hal: kurangnya pendidikan orang
tua. Terutama, minimnya pendidikan ibu. Lemahnya level pendidikan atau minusnya wawasan
keilmuan seorang ibu akan berdampak sangat besar pada sukses dan gagalnya pendidikan
seorang anak. Padahal kesuksesan seorang pemuda adalah cermin dari kesuksesan pendidikan
waktu kecil di rumah yang notabene sebagian besar berada di tangan ibu. Kalau kita membaca
buku biografi tokoh-tokoh sukses tingkat nasional maupun dunia, umumnya kesuksesan mereka
tidak lepas dari peran sang ibu. Presiden RI ke-3 B.J Habibie dan Presiden RI ke-4 menjadi
orang besar karena hasil didikan ibu mereka masing-masing karena ayah mereka meninggal saat
masih anak-anak. Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Hussein Obama dalam buku
otobiografinya Dreams from My Father menjelaskan panjang lebar betapa besar peran ibu dan
neneknya yang tak kenal lelah dalam mendidik dan membentuk kepribadian dan kesuksesan
hidupnya sejak balita sampai dewasa.

Apabila Anda yang membaca tulisan ini adalah seorang ibu yang menikah di usia muda dan
berpendidikan minim, tidaklah perlu sedih dan berputus asa. Karena kesuksesan mendidik anak
tidak hanya terletak pada tingginya level pendidikan, tapi yang utama adalah tingginya level
wawasan keilmuan. Khususnya, wawasan dalam bidang parenting (ilmu mendidik dan mengasuh
anak). Selain itu, hal-hal berikut perlu dilakukan secara terus menerus:

Pertama, selalu banyak belajar dari siapa saja yang lebih berpengalaman. Mulai dari masalah
mendidik anak, kesehatan, kepribadian, dan lain-lain.

Kedua, banyak membaca apa saja yang berguna. Termasuk membaca biografi tokoh-tokoh
nasional dan dunia dan kisah-kisah sukses yang lain.

Ketiga, ibadah yang rajin baik fardhu maupun yang sunnah. Terutama shalat tahajud untuk
mendoakan diri sendiri dan keluarga. Usaha dzahir yang maksimum baru sempurna apabila
dilengkapi dengan usaha batin yang optimal pula. Sekaligus ini sebagai pendidikan keteladanan
bagi anak.

https://www.fatihsyuhud.net/pendidikan-anak-perempuan/

2. Perilaku kolektif mengandung makna bahwa ada penyimpangan perilaku yang


dilakukan oleh suatu kelompok, dan ada beberapa faktor yang menunjang
tersebarnya suatu perilaku kolektif di masyarakat

A. Carilah contoh perilaku kolektif yang sudah tersebar di masyarakat 

B. Berdasarkan jawaban di atas, jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan perilaku


kolektif tersebut bisa tersebar.

Selamat mengerjakan
JAWAB

1. Sosialiasi adalah suatu proses memberi tahu atau penanaman nilai atau aturan
pengetahuan tertentu pada seoranng individu. Gender adalah jenis kelamin. Sosialisasi
gender adalah suatu proses pemeberitahuan, tentang hal-hal bersangkutan dengan laki-
laki dan peremepuan, tentang kesetaraan gender semisalnya.
Jenis-jenis sosialisasi:

A. Sosialiasi primer adalah sosialiasi individu anak kecil yang berumur 1-5 tahun, tentang
belajar mandiri keluarga.
B. Sosialisasi sekunder adalah proses sosialisasi, lanjutan dari primer, individu yang masuk
kelompok tertentu pada masyarakat.

Pendidikan wanita masih dipandang sebelah mata, salah satunya kurangnya sosialsasi
gender yang baik. Contoh, seorang yang tinggal di desa, yang masih menanggap
kesetaraan gender dengan kurang baik, karena seorang keluarga yang tidak mampu
membayar sekolah anaknya, sehingga mengharapkan kehadiran anak laki-laki untuk bisa
membantu kelurga, tersebut. Maka jika terjadi lahir anak perempuan, maka menanggap
anak perempuan adalah suatu kerugian. Padahal zaman sekarang, kesetaraan gender
sudah ada dimana-mana, bos bisa menjadi wanita.
Maka sosialisasi gender itu harus diberitahukan semua orang, dan harus juga dipahami
semua orang, bisa saja anak perempuan lebih baik dari pada laki-laki. Sehingga tidak
akan terjadi pandangan sebelah mata terhadap wanita lebih baik dirumah dari pada
diberikan pendidikan sekolah.

Kondisi ini tidak berbeda dengan kondisi di negara Dunia Ketiga, Ratna Saptari di dalam
bukunya Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial (1997: 368) menengarai adanya
segregasi kerja atas dasar jenis kelamin yang cukup ketat. Laki-laki umumnya menempati
jenis pekerjaan yang lebih stabil bergaji lebih tinggi, yang memungkinkan naik jenjang
dan dikategorikan sebagai pekerjaan yang “terampil”. Sebaliknya, kaum perempuan
menempati pekerjaan yang kurang stabil, bergaji/upah lebih rendah tidak ada
kemungkinan naik jenjang dan dikategorikan pekerjaan “tidak terampil”. Mengapa
upah/gaji perempuan lebih rendah karena keterampilannya juga dipandang lebih rendah.
Keterampilan ini dikaitkan dengan pendidikan yang rendah dan kemampuan teknis yang
rendah dalam mengoperasikan mesin atau teknologi. Artinya, perempuan terserap kepada
pasar tenaga kerja sekunder. Walby (dalam Stri, Vol 1, 2002:114) menyatakan 5
karakteristik penyebab perempuan terserap dalam pasar tenaga kerja sekunder adalah
pertama, kemampuan kerja perempuan dinilai rendah. Kedua, secara sosial perempuan
berbeda dengan laki-laki. Ketiga, perempuan memiliki komitmen rendah dalam
peningkatan karir karena orientasi dan tanggung jawab mereka lebih terfokus pada
pekerjaan domestik. Keempat, mereka dinilai sebagai makhluk yang tidak terlalu ambisi
dalam mendapatkan upah tinggi. Kelima, solidaritasnya rendah.

2. A. Salah satu ciri-ciri perilaku kolektif ialah dilakukan bersama oleh sejumlah orang. Dan
contohnya ialah seperti gotong royong, membantu orang yang sedang kesulitan,
melakukan piket dsb.

B. Faktor yang menyebabkan perilaku kolektif dapat tersebar ialah dengan adanya situasi
sosial yang menyangkut ada tidaknya pengaturan dalam instansi tertentu.
Yang kedua faktornya ada Berkembang dan menyebarnya suatu kepercayaan umum.
Seperti berkembangnya perilaku tersebut yang diwarisi secara turun temurun.

Anda mungkin juga menyukai