Muamaroh
Abstract
___________________________________________________________________
Education is fundamental thing that must be run by everyone early on. Parents have a great responsibility for the continuation
of their children's future, because with education a person will be able to develop their potential and to avoid stupidity. But the
fact is happening now there are some parents who are less aware of the importance of education to the future of their children.
They have consideration to send their child to a higher level of school, especially for girls. Most parents assume that girls don't
need high school because they would just be a housewife at home and their knowledge is useless. This research aims to uncover
what thing that influence the low awareness of parents for girls education in village Gubug, Grobogan, Tambakan. Research
methods that be used is qualitative research methods with the case study approach. The unit of analysis in this research is the
low awareness of parental background on girls' education. The main informant in this research as many as six people, three
pairs of parents, while the secondary informant as supporting data in this research are three people, they are daughters of each
parent. Techniques to collect the data in this research uses a semi structured interview techniques, and the validity of this
research data using triangulation of sources. The research results obtained there are six things behind the low awareness of
parents towards the education of girls, there are: low parental education, religiosity culture , economic circumstances,
behavioral modelling from previous parent, social culture, and perceptions of the future of the daughters.
Alamat korespondensi: ISSN 2252-634X
Gedung A1 Lantai 2 FIP Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: muamaroh_psi@yahoo.com
35
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)
Sekarang ini banyak anak perempuan yang diri dengan sekitarnya, baik lingkungan fisik
bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan maupun sosial.
keluarga. Anak merupakan komponen penting
dalam suatu keluarga yang harus dipelihara,
Tinjauan tentang Pendidikan di Indonesia dididik dan dibesarkan dengan baik. Soe’oed
(dalam Ihromi 2004: 36) menjelaskan bahwa
Pendidikan merupakan salah satu upaya orangtua adalah ayah dan ibu yang
penting dan efektif yang dilakukan untuk berkewajiban terhadap proses sosialisasi dimasa
mengubah pola pikir seseorang. Perubahan pola kanak-kanak dan untuk membentuk kepribadian
pikir ini akan berakibat pada berubahnya cara anak-anaknya. Orangtua mempunyai tanggung
pandang seseorang. Cara pandang seseorang ini jawab besar terhadap masa depan anak-
sedikit banyak akan merubah pula kebiasaan- anaknya. Tanggung jawab orangtua tidak hanya
kebiasaan yang akan dilakukan. Pengetahuan terbatas pada pemenuhan kebutuhan akan
yang didapat dalam setiap jenjang kehidupan materi saja (kebutuhan biologis) tetapi juga
akan ada pula penyesuaian kembali atau tanggung jawab dalam bentuk spiritual
akomodasi terhadap kebiasaan yang dilakukan. (memenuhi kebutuhan rohani seperti kasih
Kebiasan-kebiasan yang dilakukan biasanya sayang dan pendidikan). Kebutuhan pendidikan
berkaitan dengan kebudayaan yang telah sebagai sarana untuk memanusiakan anak
diperoleh dari lingkungannya di sepanjang menjadi penting, tetapi sering kali diabaikan.
hidupnya. Orangtua haruslah memiliki kesadaran yang
Ki Hajar Dewantara (dalam Munib 2012: tinggi akan manfaat pendidikan sehingga anak
30) menjelaskan bahwa pendidikan berarti daya dapat menikmati pendidikan yang mereka
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi butuhkan.
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek), dan tubuh anak. METODE PENELITIAN
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan
UU No.20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 adalah Penelitian tentang “Latar Belakang
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar rendahnya kesadaran orang tua terhadap
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pendidikan anak perempuan”, jenis penelitian
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang digunakan adalah penelitian kualitatif
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dengan pendekatan studi kasus. Hal ini
dan menjadi warga negara yang demokratis dilakukan dengan alasan bahwa suatu fenomena
serta bertanggungjawab. atau peristiwa tertentu akan lebih memiliki arti
dan makna jika diuraikan dengan kata-kata
Kesadaran Orangtua terhadap Pendidikan daripada menggunakan angka. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini
Sikap dan tindakan yang dilakukan menggunakan metode wawancara mendalam
seseorang haruslah didasari oleh suatu sebagai metode pengumpulan data utama.
kesadaran. Orangtua juga harus demikian, Metode ini dipilih agar data yang diperoleh lebih
karena kesadaran sangat diperlukan dalam valid. Data yang diperoleh kemudian di analisis
memenuhi kewajiban dan tanggung jawab dan di uji keabsahan datanya dengan teknik
terhadap anak. Menurut Gerungan (1998: 21) triangulasi. Dalam penelitian ini peneliti
kesadaran adalah suatu aktivitas jiwa dalam menggunakan triangulasi sumber, yaitu untuk
hubungannya dengan lingkungan yang mendapatkan data dari sumber yang berbeda-
menyadari adanya benda-benda di sekitar kita. beda dengan teknik yang sama. Sumber dalam
Setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang penelitian ini adalah orangtua, yaitu ayah dan
bertujuan untuk berhubungan dengan dunia ibu serta anak perempuannya.
luar. Tiap orang dituntut untuk menyesuaikan
37
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)
nasional sebagaimana yang telah tercantum Anggapan tersebut akhirnya melekat pada
dalam UU No.20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 sebagian masyarakat dan sering diterapkan
adalah mengembangkan kemampuan dan dalam kehidupan sehari-harinya yaitu dalam
membentuk watak serta peradaban bangsa yang memutuskan memberi pendidikan untuk anak-
bermartabat dalam rangka mencerdaskan anaknya. Pada kasus pertama, yaitu keluarga
kehidupan bangsa. Dengan bekal pendidikan pasangan SH dan SP. Pasangan suami istri ini
yang tinggi maka rakyat Indonesia akan lebih bercita-cita agar anak perempuannya bisa
bermartabat dan bijaksana dalam mengambil menjadi Hafidzoh. Maka setelah anak
keputusan. Intinya tinggi rendahnya pendidikan perempuannya lulus MTs, mereka memutuskan
yang ditempuh seseorang akan berpengaruh untuk menempatkan anak perempuannya
pada persepsi mereka terhadap pentingnya dipesantren agar bisa menghafal Al-Qur’an.
pendidikan tersebut, yang kemudian mengubah Mereka menganggap pendidikan bagi anak
pula pola pikir mereka terhadap pendidikan. perempuan cukup sampai MTs dan tidak perlu
Begitu pula dengan orang tua, jika orang tua melanjutkan ke jenjang SMA seperti anak laki-
memiliki bekal pendidikan yang tinggi maka ia lakinya. SH dan SP beranggapan bahwa
akan lebih bijak dalam mengambil keputusan, pendidikan agama saja sudah cukup bagi anak
termasuk dalam memberikan kesempatan perempuannya tanpa diimbangi pendidikan
menempuh pendidikan bagi anak-anaknya. formal di sekolah, karena nantinya perempuan
Sebaliknya, orangtua yang hanya mengenyam hanya akan berada dirumah mengasuh anak-
pendidikan yang rendah juga akan berpengaruh anaknya.
pada pola pikirnya tentang pendidikan anak- Keadaan ekonomi orangtua juga sangat
anaknya. Seperti yang terjadi pada pasangan SH berpengaruh terhadap kelanjutan masa depan
dan SP serta MG dan NO. Karena dasar anak-anaknya, khususnya dibidang pendidikan.
pendidikan mereka yang hanya lulusan Sekolah Seseorang akan lebih melakukan banyak
Dasar, hal ini berpengaruh terhadap persepsi pertimbangan jika kondisi ekonominya sedang
mereka tentang pendidikan, kemudian tidak baik. Seperti halnya yang dialami keluarga
mengarah pada pola pikir kedua keluarga pasangan MG dan NO, mereka mengaku bahwa
tersebut terhadap kelanjutan pendidikan ank- untuk memenuhi kebutuhanj sehari-hari saja
anaknya. Kedua keluarga ini memilih untuk sulit, apalagi untuk menyekolahkan ketiga
menyekolahkan tinggi anak laki-lakinya saja. anaknya. hal tersebut menjadi sangat berat
Mereka menganggap anak perempuan tidak untuk mereka penuhi, akhirnya mereka
perlu sekolah tinggi, karena menurut mereka memutuskan untuk menyekolahkan tinggi anak
anak perempuan tidak akan mempunyai masa laki-lakinya saja dengan alasan anak laki-laki
depan yang cerah seperti anak laki-laki. tanggung jawabnya lebih besar dari pada anak
Selain itu budaya religiusitas juga menjadi perempuan. Maslow (dalam Feist 2008: 245)
salah satu faktor yang melatar belakangi menjelaskan tentang hierarki kebutuhan yang
kesadaran orangtua terhadap pentingnya berasumsi bahwa kebutuhan yang lebih rendah
pendidikan untuk anak perempuan. Budaya tingkatnya harus dipuaskan atau minimal
masyarakat desa Tambakan yang tergolong terpenuhi secara relatif sebelum kebutuhan yang
tingkat religiusitas tinggi, ditunjang dengan lebih tinggi tingkatnya menjadi motivator
adanya MTs dan pondok pesantren yang telah tindakan. Pernyataan tersebut sejalan dengan
banyak mencetak para Hafidz membuat kasus yang dialami keluarga MG dan NO, yang
sebagian warga memutuskan untuk memikirka kebutuhan primernya dulu, yaitu
menempatkan anak perempuannya dipesantren kebutuhan sehari-hari dari pada kebutuhan
setelah lulus MTs. mereka menganggap anak untuk menyekolahkan anak perempuannya.
perempuan hanya perlu bekal agama yang Selanjutnya faktor Modelling juga
cukup untuk masa depannya kelak, tanpa berpengaruh terhadap tindakan yang diambil
diimbangi dengan bekal dari pendidikan formal. seseorang. Bandura (dalam Feist 2012: 204)
39
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)
41
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)