Anda di halaman 1dari 8

EPJ 2 (1) (2013)

Educational Psychology Journal


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj

LATAR BELAKANG RENDAHNYA KESADARAN ORANGTUA


TERHADAP PENDIDIKAN ANAK PEREMPUAN

Muamaroh 

Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Pendidikan merupakan hal mendasar yang wajib dijalankan oleh setiap orang sejak dini. Orangtua mempunyai
Diterima Agustus 2013 tanggung jawab besar terhadap kelanjutan masa depan anaknya, karena dengan pendidikan seseorang akan bisa
Disetujui September 2013 mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan terhindar dari kebodohan. Tetapi kenyataan yang terjadi
sekarang masih ada sebagian orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan terhadap masa depan
Dipublikasikan Oktober
anak-anaknya. Mereka mempunyai pertimbangan untuk menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi,
2013
khususnya untuk anak perempuan. Sebagian orangtua beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah
________________ tinggi-tinggi karena nantinya hanya akan menjadi ibu rumah tangga di rumah dan ilmunya tidak berguna.
Keywords: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap apa yang melatar belakangi rendahnya kesadaran orangtua terhadap
Parental Awareness; pendidikan anak perempuan di desa Tambakan, Gubug, Grobogan. Menggunakan metode penelitian kualitatif
Education Of Girls dengan pendekatan studi kasus. Unit analisis dalam penelitian ini adalah latar belakang rendahnya kesadaran
____________________ orangtua terhadap pendidikan anak perempuan. Narasumber utama dalam penelitian ini sebanyak enam orang,
yaitu tiga pasang orang tua. Sedangkan narasumber sekunder sebagai pendukung data dalam penelitian ini tiga
orang, yaitu anak perempuan dari masing-masing orang tua. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan teknik wawancara semi terstruktur, dan teknik keabsahan data penelitian ini menggunakan
triangulasi sumber. Hasil penelitian diperoleh terdapat enam hal yang melatar belakangi rendahnya kesadaran
orangtua terhadap pendidikan anak perempuan, antara lain: pendidikan orangtua yang rendah, budaya
religiusitas, keadaan ekonomi, perilaku modelling, sosial budaya, dan persepsi terhadap masa depan anak
perempuan.

Abstract
___________________________________________________________________
Education is fundamental thing that must be run by everyone early on. Parents have a great responsibility for the continuation
of their children's future, because with education a person will be able to develop their potential and to avoid stupidity. But the
fact is happening now there are some parents who are less aware of the importance of education to the future of their children.
They have consideration to send their child to a higher level of school, especially for girls. Most parents assume that girls don't
need high school because they would just be a housewife at home and their knowledge is useless. This research aims to uncover
what thing that influence the low awareness of parents for girls education in village Gubug, Grobogan, Tambakan. Research
methods that be used is qualitative research methods with the case study approach. The unit of analysis in this research is the
low awareness of parental background on girls' education. The main informant in this research as many as six people, three
pairs of parents, while the secondary informant as supporting data in this research are three people, they are daughters of each
parent. Techniques to collect the data in this research uses a semi structured interview techniques, and the validity of this
research data using triangulation of sources. The research results obtained there are six things behind the low awareness of
parents towards the education of girls, there are: low parental education, religiosity culture , economic circumstances,
behavioral modelling from previous parent, social culture, and perceptions of the future of the daughters.

© 2013 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-634X
Gedung A1 Lantai 2 FIP Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: muamaroh_psi@yahoo.com

35
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)

PENDAHULUAN lembaga pendidikan. Namun pada kenyataanya


terdapat kecenderungan umum bahwa kaum
Pendidikan merupakan salah satu hal perempuan masih tertinggal dibandingkan
yang penting dalam menjalani kehidupan dengan kaum laki-laki dalam memperoleh
khususnya pada zaman sekarang ini. Saat ini kesempatan pendidikan dan menikmati hasil
kita telah memasuki era modernisasi dan pembangunan pendidikan, walaupun dalam
globalisasi yang mana membutuhkan perkembangannya keadaan tersebut sudah
keterampilan, wawasan, dan pengetahuan agar semakin membaik.
kita bisa bersaing di dunia pendidikan maupun Kesadaran penduduk untuk
dunia kerja. Contohnya bila mencari pekerjaan menyekolahkan anaknya sampai jenjang
maka yang akan dijadikan pertimbangan adalah pendidikan menengah dikota-kota besar sudah
tingkat pendidikan yang dimiliki. Dengan cukup tinggi, hal ini disebabkan informasi dan
pendidikan yang lebih tinggi, maka akan lebih komunikasi antara warga masyarakat dengan
besar peluang untuk memperoleh penghasilan pemerintah relatif lebih mudah untuk
yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan diwujudkan sehingga dengan begitu lebih
seseorang yang berpendidikan lebih rendah atau mudah untuk menyelaraskan antara keinginan
tidak berpendidikan sama sekali. pemerintah dengan warga masyarakat. Berbeda
Di era pembangunan sekarang ini, dengan daerah pedesaan dimana warganya
pemerintah telah melakukan kampanye tentang belum terlalu menyadari arti penting pendidikan
pentingnya pendidikan bagi masa depan, untuk masa depan anak-anaknya. Pola pikir
khususnya pendidikan formal yang biasa kita yang masih sederhana dan masalah ekonomi
kenal melalui jalur pendidikan sekolah. merupakan kendala paling besar yang dihadapi
Langkah-langkah nyata yang dilakukan oleh oleh masyarakat, walaupun tidak menutup
pemerintah sudah cukup banyak dan kongkret kemungkinan hal seperti ini juga bisa terjadi di
salah satunya yang tercantum dalam Undang perkotaan. Keterbatasan akses informasi dan
Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam komunikasi menjadi kendala yang belum
pasal (31) yaitu: (1). Setiap warga negara berhak terselesaikan hingga sekarang ini. Selain itu
mendapat pendidikan; (2). Setiap warga negara tingginya angka permasalahan sosial didaerah
berhak mengikuti pendidikan dasar dan pedesaan lebih menyita perhatian masyarakat
pemerintah wajib membiayainya. dibandingkan dengan permasalahan pendidikan.
Pernyataan tersebut terlihat pemerintah Kesadaran orangtua, khususnya yang
sangat memperhatikan pendidikan bagi tinggal dipedesaan untuk memberikan
rakyatnya. Prioritas pembangunan pendidikan pendidikan tinggi kepada anaknya masih
menegaskan pentingnya pemerataan kurang. Pertimbangan mereka masih sebatas
kesempatan memperoleh pendidikan bagi setiap berorientasi pada ekonomi, yaitu apabila mereka
warga negara, yang dapat diwujudkan melalui menyekolahkan anaknya hingga jenjang yang
seleksi masuk ke setiap program pendidikan tinggi maka hal itu diharapkan akan
dengan tanpa membedakan jenis kelamin, memberikan keuntungan secara finansial.
agama, suku bangsa, dan status sosial-ekonomi Kebanyakan orangtua dipedesaan memutuskan
karena pendidikan merupakan hak asasi untuk memberikan kesempatan pendidikan
manusia dan menjadi alat yang sangat penting tinggi kepada anak laki-lakinya saja karena anak
untuk mencapai kesetaraan, pengembangan, dan laki–laki dipandang sebagai pencari nafkah
kedamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif dalam keluarga kelak. Padahal pada zaman
akan bermanfaat bagi perempuan maupun laki- sekarang ini tidak hanya laki-laki yang
laki, terutama untuk menyetarakan hubungan membutuhkan pendidikan tinggi karena
diantara keduanya. Pemerintah tidak pernah sekarang banyak anak perempuan yang juga
membeda-bedakan antara laki-laki dan mampu bekerja disektor publik dan
perempuan dalam hal mengakses lembaga- membutuhkan pendidikan yang memadai.
36
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)

Sekarang ini banyak anak perempuan yang diri dengan sekitarnya, baik lingkungan fisik
bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan maupun sosial.
keluarga. Anak merupakan komponen penting
dalam suatu keluarga yang harus dipelihara,
Tinjauan tentang Pendidikan di Indonesia dididik dan dibesarkan dengan baik. Soe’oed
(dalam Ihromi 2004: 36) menjelaskan bahwa
Pendidikan merupakan salah satu upaya orangtua adalah ayah dan ibu yang
penting dan efektif yang dilakukan untuk berkewajiban terhadap proses sosialisasi dimasa
mengubah pola pikir seseorang. Perubahan pola kanak-kanak dan untuk membentuk kepribadian
pikir ini akan berakibat pada berubahnya cara anak-anaknya. Orangtua mempunyai tanggung
pandang seseorang. Cara pandang seseorang ini jawab besar terhadap masa depan anak-
sedikit banyak akan merubah pula kebiasaan- anaknya. Tanggung jawab orangtua tidak hanya
kebiasaan yang akan dilakukan. Pengetahuan terbatas pada pemenuhan kebutuhan akan
yang didapat dalam setiap jenjang kehidupan materi saja (kebutuhan biologis) tetapi juga
akan ada pula penyesuaian kembali atau tanggung jawab dalam bentuk spiritual
akomodasi terhadap kebiasaan yang dilakukan. (memenuhi kebutuhan rohani seperti kasih
Kebiasan-kebiasan yang dilakukan biasanya sayang dan pendidikan). Kebutuhan pendidikan
berkaitan dengan kebudayaan yang telah sebagai sarana untuk memanusiakan anak
diperoleh dari lingkungannya di sepanjang menjadi penting, tetapi sering kali diabaikan.
hidupnya. Orangtua haruslah memiliki kesadaran yang
Ki Hajar Dewantara (dalam Munib 2012: tinggi akan manfaat pendidikan sehingga anak
30) menjelaskan bahwa pendidikan berarti daya dapat menikmati pendidikan yang mereka
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi butuhkan.
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek), dan tubuh anak. METODE PENELITIAN
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan
UU No.20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 adalah Penelitian tentang “Latar Belakang
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar rendahnya kesadaran orang tua terhadap
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pendidikan anak perempuan”, jenis penelitian
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang digunakan adalah penelitian kualitatif
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dengan pendekatan studi kasus. Hal ini
dan menjadi warga negara yang demokratis dilakukan dengan alasan bahwa suatu fenomena
serta bertanggungjawab. atau peristiwa tertentu akan lebih memiliki arti
dan makna jika diuraikan dengan kata-kata
Kesadaran Orangtua terhadap Pendidikan daripada menggunakan angka. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini
Sikap dan tindakan yang dilakukan menggunakan metode wawancara mendalam
seseorang haruslah didasari oleh suatu sebagai metode pengumpulan data utama.
kesadaran. Orangtua juga harus demikian, Metode ini dipilih agar data yang diperoleh lebih
karena kesadaran sangat diperlukan dalam valid. Data yang diperoleh kemudian di analisis
memenuhi kewajiban dan tanggung jawab dan di uji keabsahan datanya dengan teknik
terhadap anak. Menurut Gerungan (1998: 21) triangulasi. Dalam penelitian ini peneliti
kesadaran adalah suatu aktivitas jiwa dalam menggunakan triangulasi sumber, yaitu untuk
hubungannya dengan lingkungan yang mendapatkan data dari sumber yang berbeda-
menyadari adanya benda-benda di sekitar kita. beda dengan teknik yang sama. Sumber dalam
Setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang penelitian ini adalah orangtua, yaitu ayah dan
bertujuan untuk berhubungan dengan dunia ibu serta anak perempuannya.
luar. Tiap orang dituntut untuk menyesuaikan
37
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN mempertahankan tingkah lakunya itu. Seperti


hanya yang terjadi pada ketiga kasus diatas,
Pendidikan merupakan salah satu upaya yaitu dengan tidak menyekolahkan anak
penting dan efektif yang dilakukan untuk perempuannya hingga ke jenjang yang lebih
mengubah pola pikir seseorang. Perubahan pola tinggi seperti anak laki-laki, ternyata tidak
pikir ini akan berakibat pada berubahnya cara memberikan dampak negatif terhadap
pandang seseorang. Dan cara pandang kehidupan keluarga serta tidak mengakibatkan
seseorang sedikit banyak akan merubah pula adanya pandangan buruk dari masyarakat
kebiasaan-kebaisaan yang akan dilakukan. sekitar. Hal tersebut justru menguntungkan bagi
Orang tua sebagai sosok yang paling orangtua karena biaya yang dikeluarkan juga
dekat dengan anak diharapkan bisa memberikan lebih ringan. Keadaan seperti itu yang akhirnya
kesempatan kepada anak-anaknya untuk dilakukan oleh beberapa orangtua hingga
mengembangkan potensi yang ada pada diri menjadi kebiasaan dilingkungan masyarakat
mereka dengan jalan memberikan pendidikan hingga sekarang. Seperti pada keluarga
yang layak kepada anak-anaknya tanpa pasangan SH dan SP, mereka mempunyai dua
membeda-bedakan laki-laki maupun orang anak, perempuan dan laki-laki, tapi anak
perempuan. Karena perbedaan perlakuan orang perempuannya hanya menempuh pendidikan
tua kepada anak-anaknya dalam menempuh hingga jenjang MTs sedangkan anak laki-lakinya
pendidikan akan merugikan anak. mengenyam pendidikan hingga SMA dan kini
Cara pandang yang berbeda tentang sedang ikut seleksi pendaftaran menjadi anggota
pendidikan itulah yang dialami oleh ketiga TNI. Sama halnya dengan keluarga pasangan
pasangan narasumber, yaitu SH dan SP, MG SH dan SP, pasangan MG dan NO juga
dan NO, serta MRK dan IRY terhadap anak- memberi perlakuan berbeda kepada anak-
anaknya dalam hal menempuh pendidikan anaknya dalam menempuh pendidikan. MG
formal. Ketiga keluarga diatas memberi dan NO mempunyai tiga orang anak,
kesempatan menempuh pendidikan yang perempuan, laki-laki, dan perempuan, namun
berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. mereka hanya memberi kesempatan menempuh
Mereka memberikan kesempatan yang lebih pendidikan tinggi bagi anak laki-lakinya saja
rendah untuk anak perempuannya menempuh yaitu hingga jenjang STM. Sedangkan untuk
pendidikan yang lebih tinggi seperti anak laki- kedua anak perempuannya mereka hanya
lakinya. menyekolahkan hingga lulus MTs saja. Sejalan
Latar belakang rendahnya kesadaran dengan kedua kasus diatas, keluarga ketiga,
orang tua terhadap pendidikan anak perempuan yaitu pasangan MRK dan IRY juga
yang terjadi pada ketiga kasus diatas di dominasi membedakan perlakuan kepada kedua anaknya.
dengan faktor sosial budaya atau pengaruh mereka dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan
lingkungan sosial, yaitu budaya masyarakat perempuan. Anak laki-lakinya menempuh
yang sudah biasa dengan memberi kesempatan pendidikan hingga Perguruan Tinggi, sedangkan
menempuh pendidikan untuk anak perempuan anak perempuannya hanya lulus SMK. Ketiga
yang lebih rendah daripada anak laki-laki. pasangan suami istri tersebut tidak merasa
Skinner (dalam Koeswara 1991: 80) teorinya menyesal dengan keputusan yang telah mereka
tentang tingkah laku operan menjelaskan bahwa ambil, karena menurut mereka keputusan yang
konsekuensi atau hasil dari tingkah laku akan telah mereka ambil tersebut sudah benar dan
menentukan kecenderungan organisme untuk mereka menganggap bahwa hal tersebut sudah
mengulang ataupun menghentikan tingkah biasa dilingkungan sekitarnya.
lakunya itu dimasa datang. Jika hasil yang Faktor lain yang melatar belakangi
diperoleh organisme melalui tingkah lakunya itu rendahnya kesadaran orang tua terhadap
positif (menyenangkan dan menguntungkan), pendidikan anak perempuan adalah pendidikan
maka organisme akan mengulang atau orang tua yang rendah. Fungsi pendidikan
38
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)

nasional sebagaimana yang telah tercantum Anggapan tersebut akhirnya melekat pada
dalam UU No.20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 sebagian masyarakat dan sering diterapkan
adalah mengembangkan kemampuan dan dalam kehidupan sehari-harinya yaitu dalam
membentuk watak serta peradaban bangsa yang memutuskan memberi pendidikan untuk anak-
bermartabat dalam rangka mencerdaskan anaknya. Pada kasus pertama, yaitu keluarga
kehidupan bangsa. Dengan bekal pendidikan pasangan SH dan SP. Pasangan suami istri ini
yang tinggi maka rakyat Indonesia akan lebih bercita-cita agar anak perempuannya bisa
bermartabat dan bijaksana dalam mengambil menjadi Hafidzoh. Maka setelah anak
keputusan. Intinya tinggi rendahnya pendidikan perempuannya lulus MTs, mereka memutuskan
yang ditempuh seseorang akan berpengaruh untuk menempatkan anak perempuannya
pada persepsi mereka terhadap pentingnya dipesantren agar bisa menghafal Al-Qur’an.
pendidikan tersebut, yang kemudian mengubah Mereka menganggap pendidikan bagi anak
pula pola pikir mereka terhadap pendidikan. perempuan cukup sampai MTs dan tidak perlu
Begitu pula dengan orang tua, jika orang tua melanjutkan ke jenjang SMA seperti anak laki-
memiliki bekal pendidikan yang tinggi maka ia lakinya. SH dan SP beranggapan bahwa
akan lebih bijak dalam mengambil keputusan, pendidikan agama saja sudah cukup bagi anak
termasuk dalam memberikan kesempatan perempuannya tanpa diimbangi pendidikan
menempuh pendidikan bagi anak-anaknya. formal di sekolah, karena nantinya perempuan
Sebaliknya, orangtua yang hanya mengenyam hanya akan berada dirumah mengasuh anak-
pendidikan yang rendah juga akan berpengaruh anaknya.
pada pola pikirnya tentang pendidikan anak- Keadaan ekonomi orangtua juga sangat
anaknya. Seperti yang terjadi pada pasangan SH berpengaruh terhadap kelanjutan masa depan
dan SP serta MG dan NO. Karena dasar anak-anaknya, khususnya dibidang pendidikan.
pendidikan mereka yang hanya lulusan Sekolah Seseorang akan lebih melakukan banyak
Dasar, hal ini berpengaruh terhadap persepsi pertimbangan jika kondisi ekonominya sedang
mereka tentang pendidikan, kemudian tidak baik. Seperti halnya yang dialami keluarga
mengarah pada pola pikir kedua keluarga pasangan MG dan NO, mereka mengaku bahwa
tersebut terhadap kelanjutan pendidikan ank- untuk memenuhi kebutuhanj sehari-hari saja
anaknya. Kedua keluarga ini memilih untuk sulit, apalagi untuk menyekolahkan ketiga
menyekolahkan tinggi anak laki-lakinya saja. anaknya. hal tersebut menjadi sangat berat
Mereka menganggap anak perempuan tidak untuk mereka penuhi, akhirnya mereka
perlu sekolah tinggi, karena menurut mereka memutuskan untuk menyekolahkan tinggi anak
anak perempuan tidak akan mempunyai masa laki-lakinya saja dengan alasan anak laki-laki
depan yang cerah seperti anak laki-laki. tanggung jawabnya lebih besar dari pada anak
Selain itu budaya religiusitas juga menjadi perempuan. Maslow (dalam Feist 2008: 245)
salah satu faktor yang melatar belakangi menjelaskan tentang hierarki kebutuhan yang
kesadaran orangtua terhadap pentingnya berasumsi bahwa kebutuhan yang lebih rendah
pendidikan untuk anak perempuan. Budaya tingkatnya harus dipuaskan atau minimal
masyarakat desa Tambakan yang tergolong terpenuhi secara relatif sebelum kebutuhan yang
tingkat religiusitas tinggi, ditunjang dengan lebih tinggi tingkatnya menjadi motivator
adanya MTs dan pondok pesantren yang telah tindakan. Pernyataan tersebut sejalan dengan
banyak mencetak para Hafidz membuat kasus yang dialami keluarga MG dan NO, yang
sebagian warga memutuskan untuk memikirka kebutuhan primernya dulu, yaitu
menempatkan anak perempuannya dipesantren kebutuhan sehari-hari dari pada kebutuhan
setelah lulus MTs. mereka menganggap anak untuk menyekolahkan anak perempuannya.
perempuan hanya perlu bekal agama yang Selanjutnya faktor Modelling juga
cukup untuk masa depannya kelak, tanpa berpengaruh terhadap tindakan yang diambil
diimbangi dengan bekal dari pendidikan formal. seseorang. Bandura (dalam Feist 2012: 204)
39
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)

menjelaskan bahwa manusia lebih mungkin SIMPULAN


mengikuti orang yang memiliki status tinggi
daripada yang memiliki status rendah, yang Berdasarkan temuan dan analisis data
kompeten daripada yang tidak kompeten atau yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
tidak mampu, dan yang memiliki kekuatan ketiga pasangan narasumber penelitian, yaitu
daripada yang tidak. Anak cenderung lebih SH dan SP, MG dan NO, serta MRK dan IRY
banyak melakukan modeling pada orangtuanya. memberi kesempatan menempuh pendidikan
Seperti yang terjadi pada kasus ketiga, yaitu yang lebih tinggi untuk anak laki-lakinya saja,
MRK meniru pola asuh orang tuanya terdahulu sedangkan anak perempuannya mendapat
yang hanya menyekolahkan tinggi anak laki- kesempatan menempuh pendidikan yang lebih
lakinya saja sedangkan anak perempuannya rendah. Mereka mengaku memilih
hanya disekolahkan hingga jenjang Sekolah menyekolahkan tinggi untuk anak laki-lakinya
Dasar. Keputusan orang tuanya yang hanya saja karena anak laki-laki dianggap memiliki
menyekolahkan tinggi anak laki-laki saja inilah tanggungjawab yang besar nanti ketika telah
yang menjadikan MRK terpengaruh untuk berkeluarga. Sedangkan anak perempuan
meniru pola pikir orang tuanya. Setelah anak- dianggap hanya akan mengurus rumah tangga
anaknya tumbuh besar, MRK memutuskan dirumah meskipun telah menempuh pendidikan
untuk menyekolahkan tinggi anak laki-lakinya tinggi.
saja, yaitu hingga ke Perguruan Tinggi, Latar belakang rendahnya kesadaran
sedangkan anak perempuannya hanya diberi orangtua terhadap pendidikan anak perempuan
kesempatan untuk menempuh pendidikan secara umum meliputi latar belakang pendidikan
hingga SMK. orangtua yang rendah, yaitu yang dialami
Faktor lain yang juga berpengaruh pasangan SH dan SP serta MG dan NO.
terhadap keputusan orang tua terhadap Pendidikan mereka yang rendah, yaitu hanya
kelanjutan pendidikan anak perempuan adalah lulus Sekolah Dasar mempengaruhi persepsi
persepsi orang tua terhadap masa depan anak orangtua terhadap kelanjutan pendidikan anak-
perempuan. Menurut Walgito (2004: 118) anaknya kemudian mengubah pola pikir dan
apabila individu telah memperhatikan, keputusan yang mereka ambil terhadap masa
selanjutnya individu menyadari sesuatu yang depan anak-anaknya, khususnya dalam hal
diperhatikan itu, atau dengan kata lain individu kelanjutan pendidikan anak-anaknya. Selain itu
mempersepsi apa yang diterima dengan alat latar belakang sosial budaya juga menjadi hal
inderanya. Individu dapat menyadari apa yang yang melatar belakangi rendahnya kesadaran
yang dilihatnya, didengarnya, dirabanya, dan ketiga pasangan narasumber terhadap
sebagainya. MRK dan IRY menyatakan bahwa pendidikan anak perempuannya. Sedangkan
kebanyakan masyarakat di lingkungannya yang melatar belakangi rendahnya kesadaran
meskipun perempuan telah menempuh orangtua terhadap pendidikan anak perempuan
pendidikan hingga jenjang tinggi ternyata pada secara khusus antara lain adalah budaya
akhirnya hanya menjadi ibu rumah tangga saja. religiusitas. Seperti yang dialami oleh pasangan
Dari pemahaman tersebut yang menyebabkan SH dan SP yang menganggap bahwa perempuan
MRK dan IRY mempunyai persepsi bahwa hanya menjadi pendamping laki-laki. Dengan
perempuan tidak memiliki masa depan yang pemahaman tersebut SH dan SP menginginkan
cerah seperti laki-laki, karena tugas perempuan anak perempuannya masuk pesantren setelah
hanya mengatur rumah tangga saja. Karena lulus MTs dan menjadi Hafidz (hafal Al-Qur’an)
persepsi tersebut akhirnya MRK dan IRY hanya sebagai bekal yang akan diterapkan ketika anak
menyekolahkan tinggi anak laki-lakinya saja, perempuannya berkeluarga. Selain itu, keadaan
sedangkan anak perempuannya hanya sampai ekonomi seseorang juga berpengaruh terhadap
SMK, meskipun dari segi ekonomi keluarga keputusan-keputusan yang diambil. Seperti
tersebut tergolong mampu. halnya yang terjadi pada keluarga pasangan MG
40
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)

dan NO, yang dari segi ekonomi mereka DAFTAR PUSTAKA


tergolong menengah kebawah. Selanjutnya
perilaku modelling atau peniruan pasangan MRK Angka Melek Huruf. http://sp2010.bps.go.id
dan IRY dari orangtuanya juga menjadi hal (diunduh 04/07/12)
yang melatar belakangi rendahnya kesadaran Astuti, Tri Marhaeni P. 2011. Konstruksi Gender
orang tua terhadap pendidikan anak perempuan. dalam Realitas Sosial. Semarang: UNNES
Kemudian persepsi MRK dan IRY terhadap PRESS
masa depan anak perempuan yang mereka Atkinson, Rita L. 1993. Pengantar Psikologi.
anggap setinggi apapun pendidikannya nantinya Jakarta: Interaksara
setelah menikah hanya akan berada dirumah Badan Pusat Statistik Indonesia. 2012.
juga menjadi faktor yang melatar belakangi Perkembangan Beberapa Indikator Utama
rendahnya kesadaran mereka terhadap Sosial-Ekonomi Indonesia Agustus 2012.
pendidikan anak perempuannya. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Davidoff, Linda L. 1988. Psikologi Suatu
SARAN Pengantar jilid: 1. Diterjemahkan oleh Dra.
Mari Juniati. Jakarta: Erlangga
Berdasarkan hasil penelitian dan merujuk Departemen Agama RI. 2001. Al-‘Aliyy Al-
pada manfaat penelitian, maka saran yang dapat Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV
diberikan antara lain dalam bidang akademis Penerbit Diponegoro
diharapkan adanya wacana tentang pentingnya Feist. J. 2012. Teori Kepribadian Buku 1. Jakarta:
kesadaran orang tua terhadap pendidikan bagi Salemba Humanika
anak perempuan yang diberikan sejak dini, . 2012. Teori Kepribadian Buku 2. Jakarta:
sehingga masyarakat anak lebih mengerti Salemba Humanika
tentang pentinya pendidikan bagi semua orang Gerungan, WA. 2000. Psikologi Sosial. Bandung:
tidak membedakan jenis kelamin. Refika Aditama
Bagi orang tua, diharapkan agar orang tua H, Fatmariza. Pendidikan Anak Perempuan
semakin menyadari tentang pentingnya dalam Keluarga dan Masyarakat
kesetaraan pendidikan antara anak laki-laki dan Matrilinial Minangkabau: studi kasus
perempuan. Sehingga tidak akan ditemui lagi anak perempuan desa Singgalang
orang tua yang masih memberikan perlakuan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah
berbeda antara anak laki-laki dan anak Datar Provinsi Sumatera Barat. Journal of
perempuannya dalam hal kesempatan Social. http://www.lontar.ui.ac.id.
menempuh pendidikan formal. (diunduh 10/06/11)
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat Hidayat, Rakhmat. 2010. Bias Gender dalam
menggali lebih dalam tentang fenomena lain Prestasi Akademik Siswa: Studi tentang
yang berkaitan dengan kesadaran orangtua Perbandingan Prestasi Akademik Siswa
terhadap pendidikan anak perempuan serta Laki-laki dan Perempuan di SMA 12
meneliti pada masyarakat yang tinggal Bekasi. Jurnal Pendidikan & Kebudayaan:
diperkotaan atau dekat dengan sarana Balitbang Kemendiknas
pendidikan tinggi tentang kesadaran pendidikan Ihromi, T. O. 2004. Bunga Rampai Sosiologi
terhadap anak perempuannya. Peneliti Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor
menyadari bahwa dalam penelitian ini data yang Indonesia
didapatkan masih terbatas, sehingga diharapkan Koeswara. E. 1991. Teori-teori Kepribadian.
untuk penelitian selanjutnya agar menggali lebih Bandung: PT. Eresco
dalam informati serta data yang dibutuhkan dari Moleong, J Lexi. 2007. Metodologi Penelitian
tempat penelitian. Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

41
Muamaroh / Educational Psychology Journal 2 (1) (2013)

Munib, A. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan.


Semarang: UNNES PRESS
Muthali’in, A. 2001. Bias Gender dalam
Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah
University Press
Rahayu, Iin Tri., Ardani, Tristiadi Ardi. 2004.
Observasi dan Wawancara. Malang:
Bayumedia Publishing
Rohani, Supangat. 2009. Pendidikan Kritis
untuk Kesadaran Gender. Nadwa Jurnal
Pendidikan Islam. Volume 3, Nomor 1.
Sajogyo, P. 1987. Sosiologi Pedesaan Jilid: 1.
Yogyakarta: Gadjahmada University
Press
Sihaloho. M. 2010. Pandangan Petani yang
Mengalami Gagal Panen di Desa Parbaba
Samosir terhadap Kelanjutan Pendidikan
Anak. Journal of Social.
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori
dan Praktik. Jakarta: PT Indeks
Solso, Robert L, dkk. 2007. Psikologi Kognitif.
Jakarta: Erlangga
Suardi, M. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT Indeks
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suhapti, R. 1995. Gender dan Permasalahannya.
Buletin Psikologi
Suryabrata, S. 1999. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Susanti, D. 2007. Hubungan antara Tingkat
Pendidikan Orangtua dengan Kesadaran
Menyekolahkan Anak pada Masyarakat
Kacangan, Kecamatan Sumbarlawang,
Kabupaten Sragen. Skripsi. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
Syaripudin, T. 2007. Landasan Pendidikan.
Bandung: Percikan Ilmu
Tarmizi. 2010. Faktor Sosial Budaya: Penyebab
rendahnya Minat terhadap Pendidikan.
http://tarmizi.wordpress.com. (diunduh
06/06/11)
Undang-undang Dasar ’45 Beserta Amandemennya.
2004. Surakarta: ITA Surakarta
Walgito, B. 1997. Psikologi Sosial. Yogyakarta:
Andi Offset
. 2004. Pengantar Psikologi Umum.
Yogyakarta: Andi Offset
42

Anda mungkin juga menyukai