Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ditengah pesatnya kemajuan pengetahuan dan teknologi serta informasi

dalam dunia globalisasi di bidang pendidikan peran orang tua harus di tingkatkan

terhadap anak karena banyak informasi yang akan di salahgunakan di kalangan

anak – anak dan remaja di Indonesia serta berkurangnya tingkat belajar dan prestasi

terhadap anak – anak.

Berdasarkan UU No 20 Th 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara1

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka untuk

mewujudkannya diperlukan peran dari berbagai pihak yaitu guru, pemerintah,

sarana prasarana, dan orang tua. Salah satu yang sangat penting adalah terkait peran

orang tua. Didalam sebuah keluarga peran orang tua sangat penting bagi anak,

terlebih lagi ketika anak memasuki usia sekolah dan usia menempuh pendidikan.

1
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Th 2003, Tentang Sistem Pendidikan, Pasal 1 Ayat 1.

1
2

Pada dasarnya semua orang tua menghendaki putra-putri mereka tumbuh

menjadi anak yang baik, cerdas, patuh, dan terampil. Selain itu banyak lagi harapan

lainnya tentang anak, yang kesemuanya berbentuk sesuatu yang positif. Pada sisi

lain, setiap orang tua berkeinginan untuk mendidik anaknya secara baik dan

berhasil. Mereka berharap mampu membentuk anak yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia berbakti kepada orang tua, berguna

bagi dirinya, keluarga, masyarakat, nusa, bangsa, negara, juga bagi agamanya, serta

anak yang cerdas memiliki kepribadian yang utuh.2

Maka di sini akan terlihat bagaimana pola asuh orang tua saat belajar di

rumah. Berkaitan dengan hal tersebut, pada awalnya banyak orang tua yang

menolak pembelajaran daring untuk anaknya, karena mereka masing- masing

dengan teknologi, seperti kurangnya jaringan didesa sehingga menjadi penghambat

pembelajaran daring serta media pembelajaran daring seperti handphone bisa

menjadi dampak negatif bagi anak jika disalah gunakan. Namun seiringnya waktu,

orang tua mulai menerima pembelajaran daring.

Peran orang tua dalam menentukan prestasi belajar siswa sangatlah besar.

Pendidikan anaknya dapat menyebabkan anak kurang atau bahkan tidak berhasil

dalam belajarnya. Sebaliknya, orang tua yang selalu memberi perhatian pada

anaknya, terutama perhatian pada kegiatan belajar mereka dirumah, akan membuat

anak lebih giat dan lebih bersemangat dalam belajar karena ia tahu bahwa bukan

2
M. Sahlan Syafei, Bagaimana Anda Mendidik Anak, 2th ed. (Bogor; Penerbit Ghalia Indonesia, 2006),
h. 1.
3

dirinya sendiri saja yang berkeinginan untuk maju, akan tetapi orang tuanya juga

memiliki keinginan yang sama. Sehingga hasil belajar atau prestasi belajar yang

diraih oleh siswa menjadi lebih baik.

Orang tua juga harus memantau perkembangan anak dalam belajar mereka

dan memantau hobi mereka untuk masa depan anak, makanya dari orang tua harus

berfikir terhadap anaknya bila mereka mengalami masalah dalam belajar maupun

tugas mereka di sekolah jangan sampai anak kehilangan konsentrasi belajar dan

minat mereka dalam belajar yang akan mengakibatkan anak mereka ketinggalan

dalam hal prestasi di sekolah dan akan menganggu masa depan anak.

Seorang Ayah dan Ibu berkewajiban mendidik, mengajarkan, dan

menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anaknya. Anak adalah amanat

Tuhan yang dibebankan kepada orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua harus

menjaga, memelihara, dan menyampaikan amanah tersebut. Orang tua harus

mengantarkan anaknya melalui bimbingan, pengarahan, dan pendidikan untuk

mengabdi kepada Allah SWT, keluarga, masyarakat dan bangsa. Sistem pendidikan

yang baik harus menunjukan proses pendidikan dalam keluarga sebagai realisasi

tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya.3

3
Lilia Kusuma Ningrum, Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Di
Kelurahan Margorejo 25 Polos Kecamatan Metro Selatan, (Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu
Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (Iain) Metro, 2019), h.1.
4

Peran orang tua merupakan peran yang memiliki andil dalam mendukung

keberhasilan anaknya terutama dalam hal meningkatkan motivasi belajar anak.4

Orang tua berperan untuk mengupayakan perkembangan potensi anak, baik potensi

afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Motivasi yang diberikan orang tua tidak

hanya sebatas ucapan, tetapi juga bentuk lain sehingga mampu membangkitkan

semangat dan motivasi belajar anak.

Beberapa peran orang tua dalam belajar anak yaitu:

a. Terlibat dalam kegiatan belajar anak.

b. Memperhatikan kondisi anak baik fisik maupun psikis.

c. Memahami dan mengatasi kesulitan belajar anak.

d. Memberikan fasilitas belajar yang memadai.

Orang tua juga harus mengikuti arus globalisasi supaya tidak tertipu oleh

anaknya dalam hal internet serta bisa memantau mereka dalam melakukan

pencarian tugas dalam hal internet supaya anak tidak melihat hal – hal yang belum

pantas untuk di lihat. Orang tua juga harus memantau anak mereka dalam hal game

online supaya anak tidak melakukan tindakan criminal yang akan merugikan orang

tua dan anaknya

4
Hening Hangesty Anurraga, Peran Orangtua Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Usia 6-12 Tahun (Studi Pada Program Home Visit Di Homeschooling Sekolah Dolan Malang), Jurnal
Visi Ilmu Pendidikan 7, No. 3 (2019): h. 4.
5

Peran orang tua dalam pendidikan anak sangatlah kurang. Kita bisa lihat

dalam kahidupan sehari – hari, tetangga kita misalnya Orang tua cenderung

melepas anaknya pada dunia pendidikan sekolahnya saja tanpa memperhatikan

pendidikan dari lingkungan keluarganya itu sendiri. Dengan kurangnya perhatian

dari orang tua terhadap anak, anak akan cenderung bebas untuk bergaul. Biasanya

pergaulan yang semacam itu akan menjurus ke hal – hal yang negatif. Dari itu,

maka kita sebagai generasi muda harus mampu untuk merubah paradigma berfikir

seperti ini. Karena juga merupakan calon orang tua masa depan yang diharapkan

mampu lebih baik daripada orang tua saat ini. Baik dalam hal keimanan, moral,

bahkan finansial sekali pun untuk membentuk anak sebagai pribadi yang mampu

bersaing di era globalisasi saat ini dan masa yang lebih maju akan datang.5

Proses pendidikan bagi anak tidak serta merta hanya orang tua yang menjadi

faktor utama, akan tetapi anakpun menjadi hal-hal yang perlu diperhatikan, dalam

konteks ini misalnya sebagai orang tua dalam menjalankan perannya sudah baik

akan tetapi kondisi anak tidak mengalami perubahan, itu artinya kondisi anaklah

yang perlu dievaluasi. Didalam proses belajar ada beberapa faktor yang menjadi

hambatan bagi anak diantaranya intelegensi, bakat, minat, motivasi dan kesehatan

mental.6

5
https://Peran-Orangtua-Dalam-Pendidikan-Anak-Di-Era-Globalisasi
6
Ningrum, Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Di Kelurahan Margorejo 25
Polos Kecamatan Metro Selatan, h. 3.
6

Oleh karena itu, orang tua harus menyiapkan anak mereka sebagai generasi

masa depan, orang tua harus mempersiapkan anak mereka untuk memiliki karakter

yang mampu bertahan dan bersaing serta mumpuni dalam bidang tertentu.

Pendidikan merupakan salah satu faktor pembentukan karakter anak.

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomer 32 tahun

2013 menyebutkan bahawa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal

tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Pendidikan ini dilakukan baik secara formal maupun non formal dengan

suatu standard kompetensi tertentu. kompetensi sendiri diartikan berdasarkan

undang – undang ini sebagai seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan

yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah mempelajari

suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan

satuan pendidikan tertentu.7

Kurikulum baru tahun 2013 yang sudah disosialisasikan dan sudah

diimplementasikan memiliki spirit dasar penguatan pendidikan karakter bagi para

peserta didik. Untuk membangun manusia yang memiliki nilai – nilai karakter

Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, bekerja keras, mandiri, Kreatif, Demokratis,

Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Menghargai Prestasi, Bersahabat /

Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial,

cinta tanah air, dan tanggung jawab dalam belajar untuk masa depan mereka yang

7
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 32 Tahun 2013 Tentang Standard Nasional
Pendidikan. Pasal 1
7

akan memajukan dalam bidang pendidikan di Indonesia yang misi utamanya

memajukan generasi penerus di Indonesia yang akan memajukan Indonesia

kedepannya.

Pendidikan karakter di Indonesia telah digalakkan melalui pelajaran

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pendidikan karakter ini sesuai dengan

dasar negara Indonesia, yaitu pancasila. Namun, jika dilihat kondisi masyarakat

yang sekarang yang notabene dari “pendidikan karakter berbasis pancasila”,

maka outcome yang ada ternyata belum sesuai makna karakter. Pendidikan di

sekolah terutama pendidikan agama mempunyai strategi yang sangat besar

dalam membentuk karakter religius seseorang. Hal ini sesuai dengan tujuan

pendidikan yang tercantum dalam Undang – Undang No 12 Tahun 2012 tentang

pendidikan tinggi menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. 8

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,

karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian

bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga.9 Pendidik atau Pembina

8
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
9 32
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta, PT Bulan Bintang, 2003), h. 35 Zakiah
Daradjat, Ibid, h. 74
8

pertama adalah orang tua, kemudian guru. Semua pengalaman yang dilalui oleh

anak waktu kecilnya, akan merupakan unsur penting dalam pribadinya. Orang tua

hendaknya bertingkah laku dan bersikap adil terhadap anak – anaknya. Mereka juga

dituntut untuk memberikan contoh kepribadian yang baik kepada anak – anaknya

melalui sikap.

Berikut ini beberapa peran Orang Tua yang dapat dijadikan sebagai

petunjuk sebagai mana terkandung dalam poin-poin penting berikut ini:10

1. Peranan cinta kasih sayang dalam pembinaan kepribadian

2. Tidak menghina dan tidak mengurangi hak anak

3. Perhatian pada perkembangan pribadian

4. Menghindari penggunaan kata kotor.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut, karakter

penting yang semestinya dibangun adalah agar anak didik menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sungguh, inilah hal penting

yang semestinya mendapatkan perhatian dalam pendidikan kita. Dengan demikian,

kesadaran beriman dan bertakwa kepada Tuhan itu akan menjadi kekuatan yang

bisa melawan apabila anak didik terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang

tidak terpuji. Apalagi, hal ini semakin dikuatkan dengan mengembangkan karakter

10
Husain Mazhahari, Opcit, h. 201-207
9

yang selanjutnya, yakni berakhlak mulia. Maka, semakin kukuhlah kepribadian

dari anak didik berkarakter sebagaimana yang diharapkan.11

11
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. (Cet. I;Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011) h. 12.
10

Berdasarkan observasi awal DI SDN 1 MAMPANG DEPOK bahwa beberapa

dari peserta didik masih kurang minat dan bakat dalam proses pembelajaran. Proses

pembelajaran di sekolah ini yang dijalankan oleh tenaga pendidik sebagai pengganti

orang tua mereka di sekolah sudah menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin

dengan cara mengajarkan kepada para siswa nya dengan sabar dan membimbing

mereka untuk meningkatkan proses belajar yang sangat menyenangkan dan bisa

dimengerti oleh mereka di sekolah dan untuk mengulang pembelajaran para guru ini

memberikan suatu tugas yang akan di berikan dan mereka kerjakan di rumah sekaligus

untuk mengulang materi yang tadi di ajarkan di sekolah. Sungguh, sebagus apa pun

cara pengajaran guru di sekolah akan tetapi para siswa maupun siswinya tidak

mempelajari materi yang sudah disampaikan oleh gurunya di sekolah akan terasa sia-

sia karena siswa atau anak akan lupa di hari berikutnya pada saat pelajaran yang sama

untuk melangkah ke masa depan mereka akan sulit tercapai apa yang telah diharapkan.

Atas dasar inilah peneliti bermaksud untuk meneliti permasalahan tentang “PERAN

ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK DI ERA

TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI SDN 1 MAMPANG

DEPOK”.

1.2 Indentifikasi Masalah

Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diindenfikasi

permasalahannya sebagai berikut:

1. Orang tua sibuk bekerja

2. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak dalam belajar di rumah

3. Masih ada orang tua yang tidak menghiraukan kasih dan sayang terhadap anak

4. Anak yang putus sekolah

5. Menurunnya rasa sopan santun anak – anak terhadap kedua orang tua dan guru

6. Terdapat anak – anak yang melakukan pelanggaran norma – norma agama di dalam

masyarakat
11

7. Terdapat anak-anak yang mencuri ayam, warung hasil kebun dan sebagainya

8. Beberapa anak sudah merokok

9. Terdapat anak yang suka minum – minuman

10. Beberapa anak sudah kecanduan game online

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka agar dalam

pembatasan masalah tidak meluas dan berfokus pada pembahasanya maka peneliti

membatasi masalah pada kecerdasan emosional anak terhadap teknologi informasi dan

komunikasi dalam dunia pendidikan dan Subyek yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah anak dari SDN 1 MAMPANG DEPOK.

1.4 Rumusan Penelitian

Berdasarkan Konteks Penelitian di atas, maka masalah utama dalam peneliti

sebagai berikut:

1. Bagaimana peran orang tua dan guru dalam membentuk kecerdasan

emosional di era Teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia

pendidikan?

2. Apa saja solusi dan hambatan yang akan di hadapi oleh orang tua dan guru

dalam membentuk kecerdasan emosional di era Teknologi informasi dan

komunikasi dalam dunia pendidikan?

3. Bagaimana cara pengawasan kepada anak di sekolah maupun di rumah

dalam menghadapi membentuk kecerdasan emosional di era Teknologi

informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan?


12

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untul mengetahui peran orang tua dan guru dalam membentuk kecerdasan

emosional di era Teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan

b. Untuk mendeskripsikan solusi dan hambatan yang akan di hadapi oleh orang

tua dan guru dalam membentuk kecerdasan emosional di era Teknologi

informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan

c. Untuk mengetahui cara pengawasan kepada anak di sekolah maupun di rumah

dalam menghadapi membentuk kecerdasan emosional di era Teknologi

informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan

2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

baru dalam bidang pendidikan terutama orang tua dalam memberikan

pembelajaran kepada anak – anak mereka dalam menghadapi masalah

kedepannya yang akan terjadi kepada mereka pada saat dewasa.

2. Secara Praktis

a. Bagi Guru

Guru adalah pengganti orang tua yang di rumah yang akan mengajarkan

kepada anak – anak serta memantau perkembangan anak di sekolah dan

mendidik mereka disekolah supaya menjadi anak yang berprestasi juga

mereka memberitahukan perkembangan anak anak di sekolah kepada orang

atau wali murid nanti supaya orang tua juga memantau anak mereka di

rumah dalam belajar.

b. Bagi Sekolah
13

Sebagai masukan ilmiah bagi sekolah, dalam mengembangkan

pendidikan karakter terhadap peserta didik.

c. Bagi Peserta Didik

Meningkatkan kesadaran bagi siswa siswi dalam melaksanakan belajar di

sekolah serta mengembangkan minat dan bakat mereka dalam dunia

akademik maupun non akademik untuk mendapatkan prestasi yang akan

mereka raih

1.6 Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini mempunyai banyak kegunaan dan manfaat, baik untuk kalangan

akademisi maupun non akademisi. Kegunaan penelitian yang di maksud dapat

diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu ditinjau dari segi teoritis dan praktis.12

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah sumber referensi,

memperkaya pengetahuan dan memperkuat keilmuan bagi pembaca pada umumnya

sehingga bisa memberikan kontribusi dalam menentukan sikap untuk menghadapi

permasalahan tanggung jawab orang tua kepada anak di era digital dengan

pandangan hukum keluarga Islam di Indonesia.

2. Secara praktis

Secara subtansi, penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti mempunyai

kegunaan antara lain :

a) Dapat memberikan sumbangsi ilmu dan bekal pengabdian kepada

masyarakat khususnya orang tua tentang tanggung jawab orang tua kepada

anaknya di era digital saat ini sehingga dapat meminimalisir pengaruh buruk

yang terjadi akibat kecanggihan teknologi dan sistem informasi saat ini.

12
Wiratna sujarweni, metodelogi penelitian (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014), 56.
14

b) Penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukkan atau referensi dari pada

solusi hukum dari gejala dan peristiwa hukum yang sangat bervariatif seperti

dunia digital saat ini, khususnya terhadap masalah-masalah kontemporer.

c) Penelitian ini dapat memberikan wawasan yang luas khususnya di bidang

hukum keluarga Islam di Indonesia berdasarkan atas uji teori yang digunakan

untuk menganalisis tanggung jawab orang tua kepada anak di era digital.
15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (Emotional Quotient) terdiri dari dua kata, yaitu emosional

(emotional) dan kecerdasan (quetiont) dengan demikian penulis akan menjelaskan satu

persatu.

1. Emosional

Kata pertama adalah emotional. Asal kata emotional adalah emotion

(emosional) yang dalam kamus lengkap psikologi berarti “suatu keadaan yang

terangsang dan organisme, mencakup perubahan perubahan yang disadari, yang

mendalam sifatnya dan perubahan perilaku”. Emosional diartikan sebagai :

pertama, berkaitan dengan ekspresi emosional atau dengan perubahan-perubahan

mendalam yang menyertai emosional, kedua mencirikan individu yang mudah

terangsang untuk menampilkan tingkah laku emosional. 13

Semua emosional pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana

seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur

oleh evolusi. Akar kata emosional berasal dari bahasa latin yakni movere, yang

berarti menggerakkan, bergerak, ditambah awalan “e” untuk memberi arti

“bergerak, menjauh”. Ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan


14
hal mutlak dalam emosional. Emosional mempunyai arti yang agak berbeda

dengan perasaan, didalam pengertian emosional sudah terkandung unsur perasaan

yang mendalam(intense), sedangkan perasaan bagian dari emosional. Menurut

13
6James P, Dictionary of Psychology, Terj. Kartini kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 165.
14
James P, Dictionary of Psychology, terj. Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, h. 7.
16

kamus lengkap bahasa Indonesia “emosional adalah keadaan perasaan yang meluap

dan berkembang lalu surut dalam waktu singkat.15

Menurut Daniel Goleman emosional merujuk pada “suatu perasaan dan

pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, serangkaian kecenderungan untuk

bertindak”.16 Sedangkan menurut Crow yang telah dikutip oleh E. Usman Efendi

dan Juhaya S. Praja menyatakan bahwa emosional merupakan suatu keadaan yang

bergejolak pada diri individu yang berfungsi/berperan sebagai inner adjustment

(penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan

keselamatan individu.17

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa emosional adalah

suatu keadaan atau luapan perasaan yang mendalam dan bergejolak yang terjadi

dalam diri manusia.

a. Quotient (kecerdasan)

Kata kedua adalah quotient (kecerdasan). Kecerdasan atau intelligence

dalam kamus lengkappsikologi adalah kemampuan menghadapi dan

menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.18

Menurut William Stem yang dikutip oleh Usman Efendi dan Juhaya S.

Praja menyatakan bahwa “intelligence merupakan kapasitas atau kecakapan

umum pada individu yang secara sadar untuk menyesuaikan fikirannya pada

situasi yang dihadapinya”.19 Sedangkan kecerdasan dalam istilah umum

digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah

kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan

masalah, berpikir abstrak, memhami gagasan, menggunakan bahasa dan belajar,

sehingga dapat diartikan sebagai sikap manusia yang mampu mengambil

15
8EM Zul Fajr & Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Difa Publiser), h. 280.
16
Daniel Gileman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), h.
411.
17
E. Usman Effendi, Juhaya S. Praja S, Pengantar Psikologi, (Bandung: Angkasa 1989), h. 81.
18
EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 253.
19
E. Usman Effendi, Juhaya S. Praja S. Praja, Pengantar Psikologi, h. 88.
17

pelajaran dan hikmah dari setiap persoalan sekaligus upaya mereka untuk

menjadi lebih baik lagi dimasa depan.20

Dari beberapa pengertian kecerdasan di atas menunjukkan bagaimana

cara individu bertingkah laku dan bertindak, yaitu cepat atau lambatnya

individu di dalam menyelesaikan dan memecahkan suatu masalah yang di

hadapinya. Intelegensi berkenaan dengan fungsi mental kompleks yang

dimanifestasikan atau direalisasikan dalam tingkah laku.

2. Kecerdasan Emosional

Pengertian kecerdasan emosional diartikan oleh beberapa pakar diantaranya

Goleman yang mengaitkan kecerdasan emosional atau emotional quotient merujuk

kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelolah emosional diri

sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kemampuan yang berbeda namun

saling melengkapi, dengan kecerdasan akademik (academic intelligence) yaitu

kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang

yang cerdas, dalam arti terpelajar akan tetapi lemah dalam kecerdasan emosional,

ternyata bekerja dengan orang yang ber-IQ lebih rendah tetapi unggul dalam

kecerdasan emosional.21

Dalam Islam kecerdasan emosional dikenal dengan istilah kecerdasan

qalbiah. Sebagaimana dalam struktur kepribadian, struktur nafsani manusia terbagi

atas 3 komponen yaitu kalbu, akal dan nafsu. Kecerdasan qalbiah meliputi

kecerdasan intelektual, emosional, moral, spiritual dan agama.25 Namun peneliti

hanya berfokus pada kecerdasan emosional, dimana kecerdasan emosional disini

yaitu kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan pengendalian nafsu-nafsu implusif

20
Tim Penyusun Kamus, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru (Jakarta : Balai Pustaka, 2003), h. 108.
21
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosinal, terj. T. Hermaya ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
512.
18

dan agresif. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hatihati,

waspada, tenang, sabar dan tabah ketika mendapat musibah, dan berterimah kasih

ketika mendapatkan kenikmatan.22

Hal lain yang menekankan pentingnya menjaga hati adalah bahwasanya hati

merupakan kendaraan yang digunakan seseorang untuk menempuh perjalanan

menuju akhirat, karena sesungguhnya perjalanan menuju Allah SWT adalah

perjalanan hati, bukan perjalanan jasad. “Menempuhjarak perjalanan menuju-Nya

itu dengan hati, bukan dengan berjalan mengendarai kendaraan”.23

Menurut Daniel Goleman yang dikutif oleh Jeane Siagel menuliskan bahwa

empati sebagai keterampilan dasar manusia, sehingga orang yang memiliki empati

adalah pemimpin alamiah yang dapat mengekspresikan dan mengartikulasi

sentiment kolektif yang tidak diucapkan untuk membimbing suatu kelompok

menuju cita-citanya.24 Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional merupakan kemampuan dan keterampilan yang berkaitan

dengan kemampuan individu dalam membina hubungan dengan lingkungan sosial

yang menggambarkan kepekaan individu terhadap etika sosial, dimana seseorang

dapatmengenali perasaan dirinya maupun orang lai, kemampuannya memotivasi

diri, mengelolah emosional dengan baik dan mampu membina hubungan dengan

orang lain yang menunjukkan seseorang mempunyai kepedulian terkait etika dan

moral, kejujuran, perasaan, amanah kesopanan dan toleransi.

3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Lima dasar kemampuan dalam teori kecerdasan emosional menurut Daniel

Goleman, diantaranya yaitu :

22
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2002), h. 325.
23
Khalid bin Abdullah Al Mushlih, Hati Yang Bersih, Official Website of Khalid Bin Abdullah Al Mushlih, (1 juli
2014), (diakses 1 September 2020).
24
Jeane Seagel, Melejikan Kepekaan Emosional :Cara Baru Praktis Untuk Menggunakan Potensi Insting dan
Kekuatan Emosi Anda, terjemahan dari Raising your Emotinal Intelligence, terj. Ari Nilandari (cet. II,
Bandung: 2001), h. 139.
19

a) Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali

perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari

kecerdasan emosional, yakni kesadaran seseorang akan emosionalnya sendiri.

Kesadaran diri membuat kita lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran

tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu yang menjadi mudah larut

dalam aliran emosional dan dikuasai oleh emosional. Kesadaran diri memang

belum menjamin penguasaan emosional, namun merupakan salah satu syarat

penting untuk mengendalikan emosional sehingga individu mudah menguasai

emosional.25

b) Mengelola Emosional

Mengelola emosional merupkan kecakapan atau keterampilan seseorang

dalam menghadapi perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai

keselarasan dalam diri individu. Menjaga agar emosional yang merisaukan tetap

terkendali merupakan kunci menuju kematangan emosional. Emosional berlebihan

yang meningkat dalam waktu yang relatif lama akan mengganggu kestabilan

individu. Kemampuan ini mencakup kemampuan menenangkan diri sendiri,

melepaskan kecemasan, kemarahan ketersinggungan, dan kemampuan untuk

bangkit dari keterpurukan.26

Suharsono mengutip sebuah hadist Nabi riwayat Hakim dan Ibnu Hibban

yang artinya “ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi oleh Allah dalam

pemeliharaan-Nya yang dimasukkan ke dalam surga-Nya, yaitu apabila diberi, ia

berterimah kasih, apabila berkuasa ia selalu memaafkan, dan apabila marah ia

menahan diri (mampu menguasai diri)”.27

25
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Terjemahan, T. Hermaya, h. 513
26
1Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Terjemahan, T. Hermaya, h.516
27
Suharsono, Melejitkan IQ, EQ, SQ. (cet, I, Jakarta: Ummah Publishing, 2009), h.203.
20

c) Memotivasi diri sendiri

Meraih prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri

individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan

dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan memotivasi diri yang

positif, yaitu antusiasme, gairah, optimis, dan keyakinan diri.

d) Mengenali emosi orang lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut dengan empati.

Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,

menunjukkan kemampuan empati sesorang. Individu yang memiliki kemampuan

empati lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan

orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e) Membina hubungan sosial kepada orang lain

Kemampuan membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang

menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar sesama.

Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam

keberhasilan membina hubungan. Terkadang manusia sulit untuk mendapatkan apa

yang diingankannya dan sulit memahami keinginan serta kemauan orang lain.28

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional

Terbentuknya kecerdasan emosional dipengaruhi oleh bebrapa faktor,

secara garis besar terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal ialah apa yang ada dalam diri individu yang dapat

mempengaruhi kecerdasan emosionalnya. Faktor internal ini memiliki dua

sumber yaitu segi jasmani dan psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan

28
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Terjemahan, T. Hermaya, h.520.
21

kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang terganggu ada

kemungkinan akan mempengaruhi proses kecerdasan emosionalnya. Dalam

segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan

berpikir dan motivasi

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan

emosional berlangsung. Faktor eksternal meliputi : stimulus itu sendiri,

kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosional. Objek

lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kesatuan yang sulit untuk

dipisahkan

Menurut Agustian faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan

kecerdasan emosional yaitu :

1) Faktor Psikologi

Faktor psikologi merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Faktor ini membantu individu mengelolah, mengontrol, mengendalikan dan

mengkordinasikan keadaan emosional agar termanifestasi dalam perilaku secara

efektif. Menurut Goleman kecerdasan sangat erat kaitannya dengan keadaan otak

emosional. Bagian otak yang mengurusi emosional dalam system limbic. Sistem

limbic terletak jauh dalam himsper otak besar terutama bertanggungjawab atas

pengaturan emosional dan implus. Peningkatan kecerdasan emosional dapat

dilakukan dengan cara berpuasa. Berpuasa tidak hanya mengendalikan dorongan

fisiologis manusia, tetapi juga mampu mengendalikan kekuasaan implus

emosional. Puasa yang dimaksud disini adalah salah satunya puasa Sunnah

seninkamis.
22

2) Faktor Pelatihan Emosional

Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan

kebiasaan, dan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada

pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan

berkembang menjadi kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa

dilatih. Melalui puasa senin-kamis dorongan, keinginan, maupun reaksi

emosional yang negatif agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu

menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk mellui

puasa senin-kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan

penting bagi pembangunan kecerdasan emosional.

3) Faktor Pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk

mengembangkan kecerdasan emosional. Individu mulai dikenalkan dengan

berbagai bentuk emosional dan bagaimana mengelolahnya melalui pendidikan.

Pendidikan todak hanya berlangsung di sekolah, tapi di lingkungan keluarga dan

masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada

kecerdasan akademik saja, memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta

menjadikan agama sebagai ritual saja. Puasa Senin-Kamis yang dilaksanakan

secara berulang-ulang dapat membantu pengalaman keagamaan yang

memunculkan kecerdasan emosional. Puasa sunnah Senin-Kamis mmpu

mendidik individu untuk kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, letahanan

mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi,

sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosional.29

Menurut Quraish Shihab yang dikutip oleh Suyadi untuk mendidik

kecerdasan emosional anak caranya dengan menggunakan metode yang

29
Ary GinanjarnAgustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan spiritual ESQ Emotional
spitirual quotient bersasarkan 6 rukun imam dan 5 rukun islam,(cet. I, Jakarta: Arga Publishing, 2001), h. 87.
23

digunakan oleh Allah dalam mendidik para hamba-Nya. Dalam konteks yang

lebih spesifik, yakni pendidikan anak usia dini, kisah atau cerita ternyata mampu

menyentuh emosional spiritual anak didik dengan cara yang memukau. Seluk

beluk sebuah cerita atau kisah menghanyutkan emosional anak sehingga mereka

seolah-olah merasa hidup dan terlibat langsung dalam kisah tersebut. Tidak heran

jika anak bias menitikan air mata ketika menyimak kisah-kisah yang megharukan

atau terlalu membahagiakan.30

Suyadi juga berpendapat bahwa cara mendidik kecerdasan emosional

adalah berdzikir, karena dzikir dan kecerdasan mempunyai koneksi yang kuat.

Bukan hanya IQ semata, tetapi mencakup EQ, bahkan kolaborasi ketiga

kecerdasan tersebut akan membentuk kecerdasan baru yang disebut oleh Abdul

Munir Mulkan sebagai kecerdasan makrifat (MaQ).331

Sedangkan menurut Ishak W. Talibo cara mendidik kecerdasan

emosional adalah ditandai dengan adanya pendidikan akhlak, karena menurut

Ishak pendidikan Islam disamping berupaya membina kecerdasan emosional

intelektual, juga membina kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Pendidikan Islam membina dan meluruskan hati terlebih dahulu dari penyakit-

penyakit hati dan mengisi dengan akhlak yang terpuji, seperti ikhlas, jujur, kasih

saying, tolongmenolong, bersahabat, serta silaturrahmi. Ajaran akhlak yang

demikian inilah yang menjadi titik berat dalam proses pendidikan Islam.32

Kecerdasan emosional bukan semata-mata warisan dari genetic orangtua,

melainkan sesuatu yang diajarkan, dibiasakan dan selalu diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Pengertian Orang Tua

30
Suyadi, Ternyata Anakku Bisa Kubuat Genius, Inilah Panduannya Untuk Para Orangtua dan Guru
(Yogyakarta: Power Books, 2009), h. 145.
31
6Suyadi, Quantum Dzikir, ( Interaksi Dzikir dan Optimasi Kecerdasan Manajemen Dzikir Berorientasi
Sempurnanya SQ, EQ, dan IQ, (Jogjakarta : Diva Press, 2008), h. 5.
32
Ishak w. Thalibo, Membangun Kecerdasan Emosional Dalam Perspektif Islam, jurnal Iqra’.word press.com,
2008.
24

Dalam kamus besar bahasa Indonesia orang tua adalah ayah kandung. Keluarga

terdiri dari ayah, ibu dan anak – anak (termasuk keluarga kecil) jika terdapat nenek dan

kakek maka termasuk kedalam keluarga besar yang terbentuk dari ikatan perkawinan yang

sah secara agama dan negara.

Sedikit perbedaan dengan hal tersebut jika secara umum dalam masyarakat orang

tua merupakan orang yang telah melahirkan kita yakni ibu dan ayah saja. 33 Hal tersebut

menjadi pengendali penting dalam memengaruhi pendidikan anak sejak dini. Jadi, orangtua

merupakan orang – orang pertama yang dikenal anak dan darinya pula sang anak

mengetahui berbagai macam tentang dunia dari mereka meskipun kelak nantinya sang anak

juga akan terjun langsung di lingkungan setidaknya beberapa pengetahuan dasar itu telah

diajarkan kepada mereka.34

Dari beberapa pengertian tersebut maka orangtua juga merupakan orang yang

bertanggung jawab dalam perkembangan anaknya. Orang tua harus mendidik anaknya

dengan hal – hal yang baik. Orang tua berkewajiban memberikan yang dimiliki kepada

anak – anaknya.

Peran sebagai orangtua bukan lah suatu hal yang mudah. Orangtua juga memiliki

peran sentral pada nasib anak-anaknya dalam bencana hidup di dunia. Peran tersebut

bermacam-macam biasanya perlakuan orang tua itu disebut dengan pola asuh.

Sifat manusia itu berbeda-beda mereka juga berprilaku berbeda pula, sedangkan

orangtua juga merupakan manusia mereka memiliki pola prilaku yang berbeda hal tersebut

juga akan berdampak pada bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh masing-masing

orangtua terhadap anaknya dalam mendidik.35 Pola asuh orangtua ini nantinya akan

membentuk kepribadian anak, sehingga penting bagi orangtua untuk menerapkan pola asuh

yang baik agar anaknya memiliki kepribadian yang baik pula.

33
Abdul Wahib, “Konsep Orang Tua dalam Membangun Keprbadian Anak”, Magetan, Vol 2, No 1, Tahun
2015, h 2.
34
Mardiyah, “Peran Orang Tua dalam Pendidikan Agama Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak”, Vol
3, No 2, thn 2015, h 112.
35
Abdul Wahib, “Konsep Orang Tua dalam Membangun Kepribadian Anak”, Vol 2, No 1, thn 2015, h 4.
25

Tugas sebagai orangtua merupakan suatu tugas yang luhur dan berat. Sebab ia tidak

hanya menyelamatkan anaknya di kehidupan dunia saja tetapi juga memiliki amanat yang

berat yakni menyelamatkan mereka dari siksa neraka di akhirat kelak dimana anak

merupakan amanat Tuhan bagi kedua orangtuanya.

Orang tua memiliki beberapa peran atau tugas sebagai berikut :36

a. Orang tua memiliki peran atau tugas untuk mengenalkan, memberi

pemahaman, memberikan contoh pengamalan (menjadi suri tauladan)

dari ilmu pengetahuan tentang keagamaan.

b. Menanamkan kebiasaan untuk beriman kepada Allah di dalam jiwa sang

anak.

c. Mendidik agar anak taat dan patuh dalam menjalankan ketentuan

agama.

d. Mengarahkan anak bila melakukan kesalahan agar anak memiliki

akhlak mulia.

Dari beberapa peran orangtua, mereka juga memiliki kewajiban-kewajiban

terhadap anak – anaknya demi kebaikan keluarganya dihadapan Allah dan masyarakat

seperti dibawah ini:3738

a. Untuk memulai kehidupan keluarga maka laki-laki memiliki kewajiban untuk

memilih wanita yang sholehah sebagai ibu dari anak-anaknya begitu pula

seorang wanita memiliki kewajiban untuk memilih laki – laki yang sholeh untuk

dijadikan imam dan ayah dari anak-anaknya.

36
Mardiyah, “Peran Orang Tua dalam Pendidikan Agama Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak”, Vol
3, No 2, thn 2015, h 113.
37
Hasan Langgunglung, Manusia dan Pendidikan, (Pustaka Al Husna Baru: Jakarta) cet 5
38
, h 326
26

b. Ketika telah berkeluarga dan memiliki keturunan maka harus memilihkan

sebuah nama yang baik bagi anaknya sebab sebuah nama adalah perwujudan

dari harapan dan doa dari orang tuanya.

c. Bersifat adil terhadap anak – anaknya. Orang tua bekerja sama dengan lembaga

/ intansi pendidikan dan atau kemasyarakatan untuk menjaga, menyadarkan,

dan membimbing anak-anak dari segi kesehatan, akhlak dan sosial.

2.1.3 Tujuan orang tua mendidik anak di rumah belajar

Tujuannya untuk si anak mengulang kembali pembelajaran mereka yang sudah di

sampaikan oleh guru mereka serta melatih otak mereka supaya bisa lebih cepat nangkap

yang sudah di ajarkan kepada mereka.

2.1.4 Pengertian Peran Guru

Guru atau pendidik adalah orang dewasa yang memiliki tanggung jawab dalam

memberikan bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam perkembangan rohani

mau pun jasmaninya sehinga peserta didik mampu mencapai kedewasaaannya, mampu

menjalankan tugasnya sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial dan juga sebagai

individu yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri.39

Sudah umum diketahui bahwa peran guru sangat penting dalam kemajuan

pendidikan. Peran guru yang dimaksud disini adalah peran yang berkaitan dengan peran

guru dalam hal pembelajaran.40

Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya Psikologi Belajar dan Mengajar menuliskan bahwa

peran guru yang pertama adalah sebagai pengajar, memberikan pelayanan kepada para

siswa supaya mereka selaras dengan tujuan sekolah. Peran yang kedua, yakni

memberikan bimbingan dan bantuan terhadap setiap individu siswa agar mampu

39
Yohana Afliani Ludo Buan, Guru dan Pendidikan Karakter Sinegritas Peran Guru
dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Karakter di Era Milenial, (Indramayu: Penerbit
Adab, 2020), h. 1.
40
Askhabul Kirom, Peran Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran
Berbasis Multikultural, Jurnal Al-Murrabi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No. 1,
Desember 2017, h. 73.
27

memahami dan mengarahkan dirinya sendiri dalam melakukan penyesuaian secara

maksimum antara dirinya terhadap sekolah, keluarga, maupun masyarakat.41

Sementara itu, menurut Gery Flewing dan William Hingginson salah satu peran

dari empat peran guru yang mereka ungkapkan adalah dengan memberikan stimulasi

kepada siswa dengan menyediakan tugastugas pembelajaran yang kaya dan terencana

dengan baik sehingga mampu meningkatkan perkembangan intelektual, emosional,

spiritual, dan sosialnya

Kecerdasan emosional anak bisa dilihat dari bagaimana karakternya, sehingga guru

akan berperan dalam melakukan pendidikan karakter anak. Dikatakan bahwa meski

pembangunan infrakstruktur dilakukan dengan sangat baik, tanpa pembangunan karakter

maka hasilnya hanya membuat rakyat kesulitan sementara pihak yang berkuasa dan yang

berkepentingan yang akan menerima keuntungan.42

Kita dapat melihat bagaimana Negara di belahan dunia yang lain mengaplikasikan

pendidikan karakter pada siswanya. Seperti Finlandia yang menjadi Negara maju karena

tingkat kejujuran yang menjadi asas pembangunan negaranya, Jepang dengan nilai

kedisiplinan, juga Amerika Serikat dengan penanaman kesantunan dan penghormatan

terhadap orang lain.43 Artinya, ketika sebuah bangsa didominasi oleh orang-orang yang

cerdas secara intelektual dan kurang baik dalam kecerdasan emosi, maka pihak-pihak ini

bisa mencari keuntungan dengan kecerdasan mereka.

Namun tidak memikirkan dampak buruk yang mereka hasilkan kepada orang lain.

Jika ada orang cerdas namun tidak jujur, orang cerdas namun tidak santun, atau orang yang

cerdas namun pemarah dan juga pendendam. Justru dampaknya bisa saja merugikan orang

lain. Penjahat yang cerdas sungguh berbahaya. Namun orang yang kurang cerdas namun

jujur, akan tampak bersahaja.

41
Ibid.
42
Asep Ediana Latip, Pembangunan Karakter Peserta Didik pada Jenjang Pendidikan
Dasar, (Repository FITK Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, diakses pada 23 Januari 2021,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39107/1/Asep-FITK), h. 307.
43
Ibid, h. 307.
28

Jika melihat betapa besar efek sebuah pendidikan bagi sebuah bangsa, maka

seharusnya pendidik perlu mengambil perhatian untuk meningkatkan peran dan kontribusi

dalam mendidik siswanya. Bukan hanya dalam mencerdaskan intelektualnya saja, namun

juga mencerdaskan karakter siswa sebagai salah satu aspek dari kecerdasan emosional.

Dengan begitu, kelak anak-anak di Negara ini akan tumbuh menjadi orang yang cerdas

otaknya juga baik kepribadiannya.

Tugas pendidik atau guru adalah mendidik, mengajar, melatih, mengevaluasi, dan

terus memperbaiki sampai peserta didik berlanjut menuju jenjang pendidikan selanjutnya.

Proses ini harus dilakukan oleh pendidik sebagai sebuah proses kehidupan di dalam dunia

pendidikan. Sementara itu, tugas pendidik menurut Ag. Soejono dalam bukunya Ahmad

Tafsir mengatakan:

a. Wajib mengetahui dan menemukan hal yang ada pada diri anak sebagai sebuah

pembawaan alaminya dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara,

pergaulan, angket, dan lain sebagainya.

b. Berusaha menolong anak didik dalam mengembangkan hal-hal bawaan yang positif

dan menekan perkembangan hal-hal bawaan yang tidak baik agar tidak

berkelanjutan.

c. Memberi gambaran kepada peserta didik mengenai tugas orang dewasa dengan cara

memperkenalkan berbagai bidang keahlian dan keterampilan supaya peserta didik

bisa menentukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya dengan tepat.

d. Melakukan evaluasi setiap waktu agar mengetahui perkembangan yang terjadi pada

peserta didik apakah sudah berjalan dengan baik.

e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan ketika peserta didik mengalami kesulitan

dalam mengembangkan potensinya.44

Selain memiliki tugas, guru juga memiliki peran yang sangat penting dalam

pendidikan karakter siswa karena guru adalah sosok yang mampu memberikan contoh

44
Yohana, Op.Cit. h. 3-5
29

kepada peserta didik. Guru mampu dijadikan teladan dan contoh yang tepat karena

memiliki tugas dalam mendidik siswa dan memiliki kesempatan untuk berinteraksi

langsung dengan siswa.45 Guru sebagai teladan dapat dilihat dari tiga aspek yakni sikap,

perkataan, dan perbuatan. Tiga aspek ini pasti ada dalam diri manusia dan memiliki

keterkaitan satu sama lain karena sikap seseorang dapat dilihat melalui bagaimana ia

bertutur kata. Dan juga sikap seseorang bisa dinilai dari bagaimana tindakannya. Dengan

tiga aspek ini, guru diharapkan mampu memunculkannya dalam dirinya sendiri untuk bisa

ditiru oleh peserta didik

2.1.5 Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Sekolah Dasar dan

Karakteristiknya

Perkembangan adalah proses bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil

proses pematangan. Hal ini menyangkut beragam proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,

jaringan tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa yang kemudian

mampu memenuhi fungsinya masing-masing. Termasuk juga perkembangan emosi,

intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.46

Anak usia dini mulai peka atau atau sensitif untuk menerima berbagai rangsangan.

Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda seiring dengan laju pertumbuhan dan

perkembangan sang anak sebagai individu. Peletakan dasar pengembangan aspek bahasa,

moral, agama, kognitif, fisik, motorik, sosial, dan emosional sangat baik dilakukan pada

masa usia ini. Sebab itulah perkembangan anak usia dini dijadikan sebagai masa keemasan

atau golden age. 47

Perkembangan sosial dan emosional anak usia dini dimulai dari masa konsepsi.

Anak akan selalu berkembang melalui stimulus yang diberikan kepadanya. Dalam berbagai

aspek perkembangan, setiap anak memiliki masa peka yakni pada rentang usia 4 sampai 6

45
Ibid.
46
Soedjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, (Jakarta: EGC, 1995), h. 1.
47
Tien Asmara Palintan, Membangun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak Sejak Usia Dini,
(Bogor: Penerbit Lindan Bestari, 2020), h. 1.
30

tahun. Usia tersebut adalah masa peka perkembangan aspek sosial emosional anak. Anak

usia ini sensitif dalam menerima berbagai upaya perkembangan potensinya.48

Emosi adalah sebuah reaksi subjektif terhadap pengalaman yang diasosiasikan


49
dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku. Emosi dipengaruhi oleh dasar biologis

dan masa lalu dan emosi ini dapat berbentuk sesuatu yang spesifik seperti sedih, senang,

takut, dan marah.50 Setiap anak memiliki kebutuhan emosional yaitu kebutuhan untuk

dicintai, dihargai, merasa aman, merasa kompeten, dan kebutuhan untuk mengoptimalkan

kompetensi. Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi dengan baik maka akan

meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosinya terutama emosi negatif.51

Pada usia 6 tahun, anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks seperti

kebanggaan, kesedihan, kecemburuan, dan kehilangan. Namun anak-anak masih memiliki

kesulitan dalam menafsirkan emosi orang lain. Pada usia 7-8 tahun, perkembangan emosi

anak telah menginternalisasikan rasa bangga dan juga rasa malu. Konflik emosi yang

dialami anak mampu ia verbalisasikan. Semakin bertambah usia anak, ia akan semakin

menyadari perasaan dirinya dan orang lain. Mereka mulai belajar untuk memahami

perasaan orang-orang yang berada di sekitarnya.52

Untuk anak usia 9-10 tahun, anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi

sosial dan dapat memberikan respon terhadap distress emosional atau sebuah stress negatif

yang menimbulkan rasa tidak nyaman yang terjadi pada orang lain. Anak juga mampu

mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya

marah, sedih, atau takut sehingga ia juga belajar untuk beradaptasi agar emosi tersebut

dapat dikontrol.53 Pada usia 11-12 tahun, anak sudah mulai lebih mengenal pengertian

tentang baik dan buruk, tentang norma-norma aturan serta nilainilai yang berlaku di

48
Ibid, h. 2.
49
Papalia Olds Feldman, Human Development (Perkembangan Manusia), (Jakarta:
Salemba Humanika, 2008), h. 262.
50
Tien Asmara Palintan., Loc.cit, h. 12.
51
Erna Labudasari dan Wafa Sriastria, Perkembangan Emosi pada Anak Sekolah Dasar,
Jurnal Pendidikan Dasar dan Pebelajaran 9 (1), 58, Tahun 2019, h. 2.
52
Ibid, h. 6.
53
Ibid.
31

masyarakat sekitar lingkungannya dan menjadi lebih fleksibel tidak sekaku saat di usia

kanak-kanak awal. Anak akan mulai memahami bahwa ada penilaian baik dan buruk atau

aturan yang ada dapat berubah tergantung bagaimana keadaan dan situasi munculnya

perilaku tersebut. Nuansa emosi anak pada usia ini menjadi semakin beragam.54 Peran dan

fungsi emosi pada perkembangan anak adalah sebuah bentuk komunikasi dan berperan

dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.

Selain itu, tingkah laku yang sama dan berulang-ulang kali dilihat atau dialaminya dapat

menghambat aktivitas motorik dan mental anak.55

Keadaan internal psikologis anak dapat diidentifikasi dengan lima sistem

pengendalian emosi sebagai rumusan dari kecerdasan emosional menurut teori Daniel

Goleman. Secara umum, lima rumusan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Self Knowing

Self knowing adalah suatu keadaan di mana seseorang mampu melatih kematangan

emosinya sehingga ia mampu mengenal dirinya sendiri. Hal ini akan menjadikan seseorang

mampu mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya karena ia sudah mengetahui apa

kelebihan dan kekurangan dirinya. Ketika anak usia MI/SD dikenalkan untuk mampu

mengenal dirinya, anak mampu membangun kesadaran bahwa ia memiliki potensi

emosional yang perlu dilatih terus menerus sampai anak matang secara emosi.56 Perlu

dilakukan proses refleksi sebagai salah satu cara untuk mengajarkan self knowing kepada

anak. Refleksi di sini adalah sebuah proses merenungi perasaan yang dimiliki oleh peserta

didik dan bisa dilakukan dengan memberikan self affirmative misalnya, mengapa saya

marah? Mengapa saya harus merasa sedih? Dan sebagainya. Jawaban yang diberikan atas

pertanyaan tersebut akan memunculkan perasaan tahu dan sadar akan potensi emosi yang

dimilikinya.39

54
Ibid.
55

56
Nafia Wafiqni, M.Pd dan Asep Ediana Latip, Psikologi Perkembangan Anak Usia
MI/SD Teori dan Grand Desain Pendidikan Berbasis Perkembangan (Education Based
Child’s Development), Ciputat: UIN Press, 2015), h. 133. 39Ibid, h. 134.
32

b. Managing Emotion

Ketika ada seseorang mendapat masalah yang membuatnya merasa stress atau

tertekan, lalu kemudian ia menjadi sensitive dan mudah marah, maka akar persoalannya

adalah karena ketidakpahaman individu mengenai cara menyelesaikan masalah. Ketika

seseorang mampu menyelesaikan masalah dalam kondisi emosi yang baik dan stabil,

managing emotion dapat dikembangkan dengan cara meningkatkan pengetahuan atau


57
kecerdasannya. Managing Emotion dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk

mengendalikan dan mengolah emosi dengan baik. Ketika seseorang kecerdasannya tinggi

maka seharusnya ia mampu mengendalikan emosinya dengan lebih baik karena intelegensi

adalah dasarnya. Kecerdasan dan emosi adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ketika

seseorang mengalami masalah, ia harus cerdas dalam mencari cara penyelesaian dan cerdas

dalam mengatur tingkat emosinya sehingga tidak berlebihan baik dalam pikiran maupun

tindakan.

c. Motivating Oneself

Motivasi dapat hadir bergantung dengan suasana hati seseorang. Suasana emosi

yang baik, mampu menjadi motivasi bagi siswa dalam menjalankan aktivitas mau pun

belajar. Ketika anak usia MI/SD memiliki suasana emosi yang damai dan tidak tertekan,

maka motivasi belajarnya pun akan meningkat.58 Desnita menjelaskan, bahwa emosi

adalah bahan bakar yang melahirkan motivasi dan motivasi adalah ujung tombak

terealisasinya sebuah aktivitas yang penuh dengan semangat. Motivating oneself adalah

proses memotivasi diri sendiri mau pun memotivasi orang lain. Ketika seseorang

mendengar motivator berbicara, menonton, dan mendengar sebuah kisah yang akhirnya
59
memicu seseorang untuk lebih termotivasi. Contoh sederhananya, ketika seseorang

menonton film tentang semangat mengejar mimpi dan cita-cita. Maka orang tersebut akan

57
Ibid.
58
Ibid, h. 135.
59
Ibid.
33

terpicu untuk ikut mengejar mimpinya dan merasa sangat bersemangat dalam

menjalankannya.

d. Empathy

Empati adalah sebuah bagian kecil dari emosi positif yang menjadikan seseorang

menjadi matang dan dewasa. Ketika individu ditampilkan sebuah peristiwa di masyarakat,

kisah yang dialami seseorang, tentu akan memicu rasa empati. Ini adalah salah satu upaya

untuk mengoptimalkan rasa empati seseorang.60 Empati dan kepedulian kepada orang lain

perlahan muncul ketika seorang anak berusia 9 atau 10 tahun.61

e. Handling Relationship

Emosi yang berkembang dalam diri seorang anak tidak terlepas dari

kemampuannya membangun relasi dengan teman sebayanya, orang tua, maupun dengan

guru. Kemampuan membangun hubungan adalah salah satu ciri matangnya emosi. Saat

kematangan emosi ini tercapai, tanda yang muncul biasanya berupa percaya diri, ramah,

dan menyayangi. Sementara ketika seseorang terganggu emosinya maka muncul sikap

seperti menjadi pemurung, pemarah, pembenci dan lain-lain.62

Secara khusus, aspek-aspek yang termasuk ke dalam lima komponen utama di atas

terbagi ke dalam dua bagian. Yang pertama adalah kecakapan pribadi dan yang kedua

kecakapan sosial. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:

A. Kecakapan Pribadi

Kecakapan pribadi ini akan menentukan bagaimana seseorang mengolah dirinya

sendiri. Kecakapan pribadi terbagi menjadi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi.

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

60
Ibid.
61
Gita Sekar Prihanti, Empati dan Komunikasi (Dilengkapi Modul Pengajaran dengan
Model Pendidikan Berbasis Komunitas), (Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Malang, 2017), h. 32.
62
Nafia Wafiqni, Op.Cit., h.137.
34

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri akan membantu seseorang untuk mengetahui dan peka terhadap

kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan intuisi. Selain itu, seseorang akan mampu

mengenali emosi dirinya sendiri dan apa efeknya. Penilaian diri yang teliti juga termasuk

ke dalam kesadaran diri, yakni mengetahui kekuatan dan batas diri. Bentuk lain dari

kesadaran diri adalah percaya diri, merasa yakin tentang betapa berharga dan penting

dirinya dan menyadari bahwa dia mampu.

b. Pengaturan Diri

Dalam pengaturan diri, seseorang akan mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya

diri. Beberapa hal diantaranya adalah, yang pertama, mengenali dirinya sendiri yakni

mengelola emosi dan desakan hati yang merusak. Kedua, sifat dapat dipercaya yakni

mampu memelihara norma kejujuran dan integritas. Ketiga, memiliki kewaspadaan artinya

mampu bertanggungjawab atas pekerjaannya sendiri. Yang ke empat, adaptabilitas yakni

luwes ketika terjadi perubahan. Dan yang terakhir, mampu berinovasi seperti mudah

menerima dan terbuka terhadap gagasan atau informasi baru yang diperoleh.

c. Motivasi

Beberapa aspek dari motivasi adalah memiliki dorongan prestasi seperti memiliki

dorongan untuk menjadi lebih baik, memiliki komitmen, inisiatif, dan optimis artinya

memiliki kegigihan dalam memperjuangkan sebuah tujuan meskipun menghadapi

halangan dan kegagalan. 63

B. Kecakapan Sosial

Kecakapan sosial akan menentukan bagaimana seseorang mampu mengatasi suatu

hubungan. Kecakapan atau keterampilan sosial biasanya ditunjukkan dengan sikap mudah

berbicara sebagai tanda lain dari kecerdasan emosional. Mereka yang kuat keterampilan

63
Lauw Tjun Tjun dkk, Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pemahaman
Akuntansi Dilihat dari Perspektif Gender, Jurnal Akuntansi Vol I, No. 2, November 2009:
101118, h. 104.
35

sosialnya biasanya adalah tipikal orang yang mampu bekerja di dalam tim. Daripada

mengutamakan kesuksesan diri sendiri, biasanya orang-orang dengan keterampilan sosial

mau membantu orang lain untuk berkembang, dapat mengatasi perselisihan, seorang

komunikator yang baik dan mampu membangun dan mempertahankan sebuah hubungan.
64
Kecakapan sosial terdiri dua hal, sebagai berikut:

a. Empati

Empati adalah sebuah kepekaan terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan

orang lain. Beberapa tanda dari empati adalah mampu memahami orang lain seperti

mengerti perspektif dan mampu menunjukan kepedulian terhadap minat mau pun keadaan

mereka.

b. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah sebuah kecerdasan dalam memberikan respon yang

dikehendaki pada orang lain. Beberapa bagian dari keterampilan sosial adalah mampu

berkomunikasi, memiliki kemampuan dalam memimpin, dan mampu bekerja sama dengan

tim mau pun orang lain.65

c. Penerimaan Emosi

Penerimaan emosi atau emotional receptivity memiliki arti menerima dan

mendorong pandangan orang lain dengan terbuka pada emosi mereka. Selain itu, juga

memberikan upaya dalam memfasilitasi arus masuk dan arus ke luarnya emosi sehingga

mampu meningkatkan kemampuan intrapersonalnya.66

Kemampuan intrapersonal adalah kepekaan seseorang terhadap perasaan dirinya

sendiri.67 Daya penerimaan emosi yang baik mampu membuat seseorang secara pribadi dan

sosial menjadi kompeten. Dan bahkan lebih jauhnya, reseptor emosi atau penerimaan

64
Sandhya Mehta dan Namrata Singh, Development of The Emotional Intelligence Scale,
International Journal of Management & Information Technology Vol. 8, No. 1, 2013, h.1253.
65
Ibid.
66
Sandhya Mehta dan Namrata Singh, Op.Cit., h.1256
67
Nur Asiah, Analisis Kemampuan Praktik Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Mahasiswa PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung, Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, Vol. 4, No. 1 Tahun 2017, h. 24.
36

emosi ini mampu membuat individu menjadi berempati dan peka terhadap kebutuhan orang

lain.

Menurut Schutte dkk, kecerdasan emosi yang lebih tinggi dapat berhubungan

dengan perasaan hati yang lebih baik dan kontrol yang lebih bersifat keinginan hati. Hal ini

akan membuat orang lain mengaitkan bahwa kecerdasan emosi yang rendah akan berkaitan

dengan tingkat gangguan kendali impuls dan gangguan adiktif yang tinggi. Beberapa studi

yang dilakukan oleh Bracket, Mayer dan Warner, Riley dan Schutte, juga Trinidad dan

Johnsin menemukan bahwa ketika kecerdasan emosional yang rendah dikaitkan dengan

masalah penyalahgunaan obat, berdasarkan penelitian tersebut subjek mengalami kesulitan

dalam persepsi dan pengolahan emosi. Sementara pada orang yang memiliki kecerdasan

emosional yang lebih baik, akan memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi. Mereka akan

memiliki keyakinan bahwa mereka mampu berhasil mengatasi masalah kehidupan tanpa

menggunakan obat-obatan. Dengan kecerdasan emosi yang baik, seseorang akan melawan

dorongan dalam diri mereka untuk tidak menggunakan bahan-bahan adiktif. 68

Artinya ketika ada seseorang yang memiliki pengendalian emosi yang baik atau

cerdas secara emosi, mereka mampu mengalihkan pikiran dan mencari cara untuk

mengatasi kesulitan yang mereka alami dengan cara yang lebih positif dan bukan dengan

mencari pelarian yang membahayakan diri mereka sendiri.

Orang dengan kecerdasan emosional yang baik lebih mungkin untuk mencapai

kesuksesan karena mereka tahu bagaimana cara mengidentifikasi emosi sehingga mampu

memahami emosi itu dengan baik. Hal ini diperlukan bagi mereka karena merupakan

sebuah keterampilan yang bukan hanya meningkatkan pertumbuhan dirinya saja, namun

juga meningkatkan hubungannya dengan orang lain. Meskipun kecerdasan emosional ini

penting dan sudah bisa dijelaskan, namun pendekatan dalam proses mengelola dan

mendidiknya masih belum terjadi terlalu luas dan besar. Cara dalam membesarkan anak

68
Inderjit Kaur, Nicola S. Schutt, Einar B. Thorsteinsson, “Gambling Control
Selfefficacy as a Mediator of the Effects of Low Emotional Intelligence on Problem
Gambling”, J Gambl Stud (2006) Vol. 22, h. 406.
37

akan sangat dipengaruhi oleh emosi dan kompetensi sosial anak-anak itu sendiri.69

Sehingga emosi orang lain di sekitarnya juga akan mempengaruhi pertumbuhan emosi

seseorang.

Cara untuk memperoleh kecerdasan emosional adalah dengan mengarahkan hati

agar melakukan sesuatu dengan pikiran jernih dan objektif yang mampu dilakukan dengan

mengenali faktor yang mempengaruhinya dan unsur yang ada di dalamnya terlebih dahulu.

Faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional ini adalah dengan mampu melihat,

memilih, dan memprioritaskan sesuatu dengan baik. Selain itu, menurut Ginanjar, unsur di

dalam kecerdasan emosi meliputi suara hati, kesadaran diri, motivasi, etos kerja, keyakinan,

integritas, komitmen, konsistensi, persistensi, kejujuran, daya tahan dan keterbukaan.70

Kecerdasan emosional anak bisa ditingkatkan dengan meningkatkan kesadaran

guru tentang masalah emosional anak dan memotivasi pendidik untuk menangani masalah
71
kecerdasan emosional ini dengan serius. Kecerdasan emosional memang bukan sebuah

cara paling ajaib untuk berbagai masalah hidup. Namun banyak bukti yang menunjukkan

bahwa kemampuan dalam memahami dan menangani emosi secara efektif memainkan

peran penting dalam kehidupan. 72

2.1.6 Peran orang tua dalam proses pendidikan

Keterlibatan orang tua menjadi aspek utama dalam perkembangan anak, khususnya

dalam belajar anak. Efek dari adanya campur tangan orangtua dalam dunia pendidikan pada

saat belajar anak secara umum anak menjadi sukses dalam pembelajaran di sekolah

(lembaga pendidikan formal), karena orangtua mendukung dan terlibat dalam pendidikan

anak. Kegiatan belajar anak di sekolah cukup terbatas, sedangkan anak waktu terbanyaknya

69
Helen Y. Sung, “The Influence of Culture on Parenting Practices of East
Asian
Families and Emotional Intelligence of Older Adolescents A Qualitative Study”, School
Psychology International (2010), Vol. 31, No. 2, h. 200.
70
Nofianty Djafri, Loc.,Cit.
71
Moshe Zeidner, Israel Richard D. Roberts, Gerald Matthews, “Can
Emotional
Intelligence Be Schooled? A Critical Review”, Educational Psychologist Journal, Vol.
37 No. 4, Tahun 2002, h. 229.
72
Mihaly Csikszentmihalyi dan Isabella Selega Csikszentmihalyi, Library of Congress
Cataloging in Publication Data, (New York: Oxford University Press, 2006), hal. 104.
38

merupakan tanggung jawab orangtua di rumah. Keterlibatan orangtua dalam membimbing

anak belajar saat anak berada di rumah menjadi penentu pencapaian prestasinya di sekolah.

Keterlibatan orangtua dalam belajar sang anak menjadi kebutuhan terlebih lagi bagi anak

dalam masa sekolah.

Peran orangtua yang utama dalam ruang lingkup keluarga merupakan mengurus

buah hati dengan penuh cinta dan perhatian. Agar anak tumbuh dengan penuh rasa bahagia.

Orangtua berkewajiban untuk memberikan nafkah untuk memenuhi semua kebutuhan

anak-anaknya. Terutama memberikan anak pendidikan yang layak dalam menuntut ilmu.

Peran orangtua dalam proses pendidikan akan menentukan keberhasilan bagi

pendidikan anak-anaknya, diantaranya sebagai berikut:

a. Pendidik (Edukator)

Pendidik (Edukator) dalam islam adalah orangtua, orangtua memiliki hak dan

tanggung jawab terhadap anak-anaknya.

Kewajiban mereka untuk melakukan usaha dan pengupayaan untuk memberikan

yang terbaik bagi anaknya agar potensi dalam diri sang anak dapat berkembang secara

seimbang.

b. Pendorong (Motivator)

Pendorong (motivator) merupakan sebuah daya untuk menggerakkan sesuatu dalam

melakukan sebuah pekerjaan. Motivasi terdapat dua jenis yakni motivasi yang berasal dari

dalam diri sendiri atau sering disebut dengan interinsi hal tersebut sangat berkaitan dengan

kesadaran diri sendiri terhadap sesuatu dan motivasi yang berasal dari luar atau sering

disebut dengan eksterinsik yakni sebuah dorongan yang berasal dari orang-orang terdekat

seperti orangtua, guru, teman atau kelompoknya.

c. Fasilitator

Segala sesuatu yang dikerjakan membutuhkan fasilitas untuk menunjang kegiatan

yang dilakukannya. Jika dalam

pembelajaran fasilitas tersebut yang dibutuhkan seperti meja, kursi, penerangan,

alat tulis, buku tulis dan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan belajar.
39

d. Pembimbing

Peran orangtua juga menjadi pembimbing dan pengawasan saat di rumah dalam

proses belajar yang dilakukan Ketika berada di rumah.

Pengawasan dan bimbingan tersebut mutlak dilakukan saat anak berada dirumah

agar mereka mengetahui kesulitan dalam proses belajar sang anak hal tersebut juga agar

anak memiliki kedisiplinan dalam mengerjakan tugas sekolah. Terlebih pada masa pandemi

ini anak sepenuhnya belajaran dirumah. Maka dalam hal tersebut orangtua menjadi guru

selama masa belajar anak. Orangtua menjadi pembimbing dengan menjelaskan materi –

materi yang belum anak ketahui serta memberikan fasilitas sebagai bahan belajar anak

selama belajar dirumah.

Pada zaman globalisasi dan terdapatnya covid 19 di dunia maupun di Indonesia

banyak tenaga pendidikan serta sekolah di liburkan oleh karena itu pemerintah Indonesia

memberikan kebijakan bahwa sekolah di seluruh Indonesia akan melaksanakan proses

daring ( pembelajaran tatap muka melalui media online seperti zoom maupun google

meeting yang akan di gunakan di seluruh sekolah yang ada di Indonesia.

Pemanfaatan pembelajaran menggunakan teknologi canggih berbasis internet

disebut dengan pembelajaran daring. Penggunaan sosmed dan berbagai aplikasi untuk

mempermudah pembelajaran. Pembelajaran daring merupakan suatu program yang

diselenggarakan untuk kelas belajar online secara massif dalam jangkauan jaringan

internet. Internet tersebut bisa secara gratis (data dari pihak lembaga yang merupakan

fasilitas) ataupun yang secara prabayar (data dari pihak mandiri atau pribadi masing

masing).73

Model pembelajaran daring adalah pola pembelajaran yang mengandalkan

kekuatan jaringan internet untuk online dalam mengikuti proses pembelajaran yang sedang

berlangsung atau diikutinya. Jika pendidik mampu merancang model pendidikan tersebut

dengan menarik maka akan menjadi proses pembelajaran yang menarik bagi peserta didik

73
Minanti Tirta Yanti, Eko Kuntarto, Agung Rimba Kurniawan, “Pemanfaatan Rumah Portal Belajar
Kemendikbud Sebagai Model Pembelajaran Daring di Sekolah Dasar”, Vol 5, No 1, tahun 2000, h 62.
40

dan tujuan pembelajaran akan mudah dicapai.74 Meskipun menggunakan model

pembelajaran daring tetapi seorang pendidik juga harus tetap memperhatikan kompetensi

pembelajaran yang akan jadikan bahan pokok pembahasan.

Pembelajaran daring memiliki dasar yang dilakukan secara virtual melalui aplikasi

yang tersedia. Walaupun seperti itu, pembelajaran juga memiliki aspek yang kompleks

sehingga perlu adanya perencanaan serius seperti pembelajaran yang dilakukan secara tetap

muka. Sehingga pembelajaran daring bukan hanya memindahkan materi dan pemberian

soal melalui aplikasi menggunakan internet tetapi juga harus memiliki tujuan pembelajaran

yang sesuai dengan kompetensi dasar yang ditetapkan.75

Pembelajaran daring merupakan pembelajaran Online. Pembelajaran daring

bertujuan untuk lebih memanfaatan teknologi dan internet. Pembelajaran daring dianggap

efektif dilakukan pada masa pandemi ini karena siswa dan guru tetap dapat melakukan

pembelajaran meski tetap di rumah.

Akan tetapi ada sebuah kekurangan dan kelebihan yang di akibatkan dalam system

pembelajaran online sebagai berikut

Kelebihan dari pembelajran daring adalah sebagai berikut:76

1. Pembelajaran terpusan dan melatih kemandirian waktu dan lokasi yang

fleksibel.

2. Biaya yang terjangkau untuk para peserta akses yang tidak terbatas

dalam perkembangan pengetahuan.

Dari kelebihan yang telah dijelaskan tersebut, adapula kekurang dari pembelajaran

daring yang digunakan oleh pendidikan sebagai berikut:77

74
Ibid.
75
Albitar Septian Syarifudin, “Implementasi Pembelajaran Daring Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan
Sebagai Dampak Diterapkannya Social Distancing”, tahun 2020, vol 5, No 2, h 32.
76
Roman Andrianto, Pangondian, Paulus Insap Santoso, Eko Nugroho, Faktor-faktor Yang
MempengaruhiKesuksesan Pembelajaran Daring dalam Revolusi Industri 4.0, tahun 2019, h 57
77
Ibid.
41

1) Kurang cepatnya umpan balik yang dibutuhkan dalam proses belajar

mengajar.

2) Pengajar perlu menyiapkan waktu lebih lama untuk mempersiapkan

diri.

3) Terkadang membuat beberapa orang merasa tidak nyaman. Adanya

kemungkinan perilaku frustasi, kecemasan dan kebingungan.

Pembelajaran daring merupakan solusi yang digunakan pemerintah,

dengan belajar dirumah diharapkan dapat menekan angka penularan penyebaran Covid-19.

Pembelajaran daring yang dilakukan di rumah menjadikan orang tua harus selalu aktif.

Dalam melaksanakannya seorang guru atau pendidik melakukan upaya untuk

memanfaatkan perkembangan kemajuan tekhnologi untuk mensiasati persoalan

pembelajaran yang terpisahkan oleh jarak antara pendidik dengan siswa dengan cara

memberikan materi dan tugas materi pembelajaran melalui online.

Namun hal itu tidak pasti berjalan sesuai dengan harapan. Segala usaha dan kegiatan

yang dilakukan pasti memiliki kendala dalam pelaksanaannya seperti sinyal dan kuota yang

seringkali bermasalah karena letak rumah dengan pemancar. Kondisi hanphone juga

kurang menunjang akan berdampak pada penyampaian materi yang kurang baik, sehingga

ada siswa yang kurang mengerti dan merasa tidak terbimbing dengan baik dalam

memahami pelajaran di sekolah.78

Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua sebagai pengganti guru di rumah dalam

membimbing anaknya selama proses pembelajaran jarak jauh. Menurut Winingsih terdapat

empat peran orang tua selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yaitu:79

78
Haerudin, Adinda Cahyani, Nur Siti hanifah, Rizky Nurul Setiani, Siti Nurhayati, Veronika Oktaviana,
Yuliani Indiani Sitorus, “Peran Orang Tua dalam Membimbing Anak Selama Pembelajaran di Rumah
Sebagai Upaya Memutus Covid-19”, h 4
79
Ibid.
42

1. Orang tua memiliki peran sebagai guru di rumah, yang di mana orang

tua dapat membimbing anaknya dalam belajar secara jarak jauh dari

rumah.

2. Orang tua sebagai fasilitator yakni orang yang memberikan sarana dan

pra-sarana bagi anaknya dalam melaksannakan pembelajaran yang

dilakukan secara daring.

3. Orang tua memiliki peran sebagai motivator, memberikan motivasi atau

dorongan dan dukungan kepada anak-anaknya dalam melaksanakan

proses pembelaajran yang dilakukan secara daring.

4. Orang tua berlaku sebagai pengaruh dan pengaruh atau director.

Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan mengenai peran orang tua dalam

melakukan proses pembelajaran daring ada empat, yaitu: Pertama, orangtua sebagai

pembimbing yang selalu membimbing anak dalam belajar. Kedua, orangtua sebagai

fasilitator atau penyedia kebutuhan belajar anak. Ketiga, orangtua sebagai Pendorong atau

motivator yang mana selama belajar dirumah orangtua harus memberi dorongan semangat

belajar anak. Keempat, orang tua sebagai pengaruh yang dapat membuat anak selalu ingin

belajar.
43

I. Kendala yang akan di hadapi oleh orang tua terkait system daring serta

kelebihannya akan saya jabarkan melalui tabel

Kelebihan Pembelajaran Daring Kekurangan Pembelajaran Daring

1. M engura ngi biaya. dengan 1. Interaksi secara tatap muka yang terjadi

menggunakan pembelajaran, antara peserta didik dengan pengajar atau

dapat menghemat waktu dan uang antara peserta didik dengan peserta didik

untuk menc apai suatu tempat menjadi minim.

pembelajaran. Dengan
2. Pembelajaran yang dilakukan lebih
pembelajaran daring dapat
cenderung ke pelatihan bukan
diakses dari berbagai lokasi dan

tempat. pendidikan.

2. Fleksibilitas waktu, tempat dan


3. Aspek bisnis atau komersial menjadi lebih
kecepatan pembelajaran. dengan
berkembang dibandingkan
me nggunakan pembelajaran

daring , guru dapat menentukan aspek sosial dan akademik.

waktu untuk belajar dimanapun.


4. Guru dituntut lebih menguasai teknik
dan peserta didik dapat belajar
pembelajaran dengan
sesuai dengan kemampuan

masing - masing. menggunakan teknologi, informasi dan

3. Pembelajaran daring dapat komunikasi (TIK)

meningkatkan attacment atau


5. Belum meratanya fasilitas internet yang

tersedia di tempat yang bermasalah dengan


kelekatan orang tua dan anak,
listrik, telepon dan komputer.
44

2.1.7 Cara pengawasan orang tua terhadap anak pada kemajuan teknologi informasi

dan komunikasi daalam dunia pendidikan

Orang tua harus lebih selektif kepada anaknya dalam hal pengawasan karena

internet atau zaman globalisasi makin lama semakin modern dan akibatnya akan terjadi

tindak kekerasan kepada anak atau pemerkosaan yang dilakukan anak anak remaja atau

dewasa akibat salah pergaulan maupun tontonan yang ada pada zaman sekarang

Pengawasannya lebih baik anak di beri kebebasan untuk memainkan hp atau

gedgetnya pada saat pencarian informasi terkait dengan tugasnya yang di kasih oleh guru

atau anak anak yang masih kecil lebih baik tidak di berikan hp takutnya di salah gunakan.

Pengawasan orang tua dalam globalisasi dan system daring seperti apa

1. Orang tua wajib mendampingi anaknya dalam memakai internet maupun

gedgetnya

2. Mereka juga harus berhati hati dalam membuka browsing jangan sampai

anak melihat atau buka hpnya terdapat konten seksual atau video porno

3. Membatasi anak dalam melihat youtube dan konten konten yang akan

mengakibatkan kondisi mental anak terganggu sebelum dewasa

4. Membatasi anak dalam hal permainan game yang di lakukan melalui game

online karena akan mengakibatkan pertumbuhan anak lebih cepat daripada

umurnya

5. Menanamkan kepada anak dalam hal kebaikan dan beribadah supaya mental

anak kedepannya terjaga

6. Membatasi anak dalam hal pergaulan yang tidak pantas di ajarkan oleh

orang lain

7. Meningkatkan kewaspadaan kepada anak dalam belajar online takutnya

anak bukan mendengarkan melainkan menonton maupun brosing serta

melakukan game online pada saat belajar online


45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan dan mengambarkan fenomena – fenomena

yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan

mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. selain itu, penelitian deskriptif

tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variable – variabel yang

diteliti, melainkan mengambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu – satunya perlakuan

yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi,

wawancara, dan dan dokumentasi.80

Penyusun penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif,

hal ini dilakukan untuk menjelaskan berbagai macam persoalpersoalan yang berkenaan

dengan pokok permasalahan yang dikaji. Selain itu penelitian ini juga dirancang untuk

mendapatkan informasi tentang Peran orang tua dalam mendukung kegiatan pembelajaran

di rumah pada masa pandemi Covid-19 dan globalisasi di bidang pendidikan di SDN 1

MAMPANG DEPOK. Dengan demikian penelitian ini di rancang untuk mengatahui Peran

orang tua dalam mendukung kegiatan pembelajaran di rumah pada masa pandemi Covid-

19 dan globalisasi di bidang pendidikan di SDN 1 MAMPANG DEPOK

Besar dengan mengkaji data di lapangan dan menganalisisnya dengan berbagai

macam teori yang sesuai dan berhubungan dengan penelitian ini.

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 10 responden di SDN 1 MAMPANG DEPOK, mereka

merupakan orang tua yang bertanggung jawab dalam mendukung kegiatan pembelajaran

80
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011). h. 73.

32
46

di rumah pada masa pandemi Covid-19. teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu. Peneliti mengambil teknik Purposive Sampling dikarenakan peranan orang tua

dalam pembelajaran daring lebih banyak, karena materi yang diberikan lebih sulit untuk

tingkat anak kelas tinggi. Oleh karena itu peneliti mengambil sampel 10 orang tua dari anak

kelas tinggi di SDN 1 MAMPANG DEPOK.

2. Instrumen Pegumpulan Data

Hasil penelitian ini diperoleh dari data-data yang telah dikumpulkan, datadata yang

telah sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian dan akan menghasilkan suatu kesimpulan

yang tepat, sehingga dalam menentukan data-data yang diperlukan dalam penelitian maka

peneliti harus bisa memilih alat-alat instrumen yang tepat untuk mendapatkan data yang

valid dan akurat, peneliti menggunakan instrumen berupa lembar observasi dan

wawancara. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa instrumen sebagai berikut:

3.2 Setting Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN 1 MAMPANG DEPOK. Jl. Pramuka Raya No.19,

Mampang, Kec. Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat 16433

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 1 minggu 24 Januari 2022 – 31 Januari 2022.

3.3 Informan Penelitian

Key Informan adalah mereka tidak hanya bisa memberi keterangan tentang sesuatu

kepada peneliti tetapi juga bisa memberikan sarana tentang sumber bukti yang mendukung

serta menciptakan sesuatu terhadap sumber yang bersangkutan. (Moleong, 2004:3).

Sedangkan menurut Moleong (2006: 132) Informan adalah orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang

penelitian, ia berkewajiban secara sukarela menjadi tim anggota penelitian walaupun hanya

bersifat informal.
47

Yang menjadi sumber informan pada penelitian ini sebanyak

a. Key Informan

1) Kepala sekolah SDN 1 Mampang Depok

2) Guru SDN 1 Mampang Depok

3) Orang tua siswa

b. Informan

1) Siswa – siswi SDN 1 Mampang Depok

3.4 Etika Penelitian

Etika penelitian yang digunakan pada penelitian adalah

a. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan Informed consent adalah agar subyek mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka

mereka harus menadatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak tersedia,

maka peneliti harus menghormati hak responden

Peneliti wajib melihat waktu akan dilakukannya penelitian melihat tugas daripada

responden sebagai pekerja/ pegawai, seperti :

1) Menyesuaikan dengan kondisi informan agar wawancara dilaksanakan dengan

baik.

2) Wawancara sebaiknya dilakukan disaat kegiatan belajar sudah selesai di lakukan

3) Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini tidak mempengaruhi kinerja yang

bersangkutan.

4) Berikan penjelasan kepada informan bahwa wawancara ini akan direkam pada

smartphone untuk membangun ingatan pewawancara.

b. Anonymity (tanpa nama)


48

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Jadi anonymity berarti

nama responden tidak dicantumkan tetapi hanya diberi nomor/ kode responden saja.

c. Confidentiality (kerahasian)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jeminan kerahasian hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset Jadi setiap data yang diperoleh dari

responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak akan

disebarluaskan atau dipublikasikan.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti sendiri dibantu

dengan alat-alat pengumpul data berupa :

1. Pedoeman Wawancara/ Kuesioner

Pedoman wawancara mendalam berisi pertanyaan-pertanyaan yang termasuk dalam

variabel penelitian. Pertanyaan di desain agar mudah dimengerti baik oleh

pewawancara maupun informan.

Untuk menjaga objektivitas penelitian, maka peneliti mengembangkan 3 jenis

kuesioner yaitu :

Form I Panduan wawancara untuk Key Informan, yaitu dengan

Form II Panduan wawancara untuk Informan, yaitu dengan Persiapan proses

pembelajaran daring oleh guru kepada siswa – siswi

Form III Panduan wawancara dengan Tape Recorder untuk merekam

informasi pada waktu wawancara.


49

3.6 Cara dan Prosedur Pengumpulan Data

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam yang dilakukan terhadap

2. Observasi yaitu pengamatan langsung ke proses pembelajaran di sekolah maupun

di rumah.

3. Studi Dokumentasi yaitu dengan melihat, mempelajari catatan serta dokumen yang

sudah ada. Dokumentasi juga dilakukan dengan alat foto dan rekaman.

3.6.2 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam

dan observasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil dari sumber lain seperti melihat

atau dokumentasi prestasi anak di sekolah dalam bentuk formal dan non formal

sesuai dengan kebutuhan peneliti.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisa data yang digunakan adalah analisa isi (analisys content) yaitu dengan :

1) Menelaah seluruh data hasil wawancara dan telaah dokumen

2) Mereduksi data dengan cara membuat rangkuman inti

3) Mengimpretasikan data yang telah direduksi dan disajikan dalam bentuk narasi

3.8 Teknik Keabsahan Data

Pemeriksaam keabsahan data dilakukan untuk mengurangi data yang bias dan terlalu

subyektif yaitu dengan menggunakan metode Triangulasi, terdiri dari :

1. Triangulasi sumber
50

Melakukan pemeriksaan data/ informasi dari informan yang berasal dari minimal

tiga informan terdiri dari kelompok yang berbeda seperti kepala sekolah, guru,

komite sekolah dan siswa kemudian dilakukan cross check data dengan fakta dari

sumber lain sehingga hasilnya dapat saling memperkuat antara satu dengan lainnya.

2. Triangulasi metode

Pada penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data tidak hanya melalui

wawancara mendalam, tetapi juga melalui observasi dan telaah dokumen.

3. Triangulasi data

Dengan cara melakukan analisis data, membuat kesimpulan dan meminta feedback

dari informan agar data/ informasi yang didapat lebih absah.


51

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK

4.1.1 Sejarah berdirinya SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK

Pada tahun 1998 SD NEGERI MAMPANG 1 adalah salah satu satuan pendidikan

dengan jenjang SD di Mampang, Kec, Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat. Dalam

menjalankan kegiatannya, SD NEGERI MAMPANG 1 berada di bawah naungan

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan akreditasi SD NEGERI MAMPANG 1

memiliki akreditasi A, berdasarkan sertifikat 02.00/272/BAP-SM/SK/X/2016 pertama kali

dibangun oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan masih berdiri sampai saat ini.

4.1.2 Visi Misi SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK

Visi SD NEGERI MAMPANG 1 :

” Membentuk anak agar menjadi anak yang unggul, religious dan berkarakte ”.

Misi SD NEGERI MAMPANG 1 :

Dalam rangka mewujudkan misi di atas, SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK memiliki

misi sebagai berikut :

a) Meningkatkan mutu pendidikan dengan kegiatan belajar mengajar yang aktif,

kreatif, inovatif dan menyenangkan

b) Terwujudnya bakat dan minat peserta didik melalui program pengembangan diri

c) Terciptanya nilai – nilai keagaamaan di sekolah.

d) Terbiasanya salam, senyum, sapa, sopan dan santun dalam kehidupan sehari –

hari.

4.1.3 TUJUAN SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK

SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK memiliki beberapa tujuan diantaranya yaitu :

a. Agar anak mampu melaksanakan pendidikan agama islam dalam kehidupan

sehari-hari.
52

b. Agar anak dapat meningkatkan prestasi dibidang kreatifitas secara mandiri.

c. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan Anak Usia

Dini.

Denah Sekolah SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK

Lokasi bangunan SD NEGERI


MAMPANG 1 DEPOK

Gambar 1

Kelas B3 Toilet

Ruang
Kelas A Kelas B1 Kelas B2
Guru
Taman

Bermain

Lapangan

Gerbang
Masuk
53

Struktur Kepengurusan Tk Aisyiyah Bustanul Atfal

Keadaan Guru, Siswa Dan Sarana Prasarana

Keadaan Guru
Tabel 1

No Nama Jabatan

1 Taslih, S.Pd Kepala Sekolah

2 Munawaroh, S.Pd Guru

3 Mangesti Fitri Yuliani, S.Pd Guru

4 Mulyawati, S.Pd Guru

5 Rini Nurhayati S.Pd Guru

6 Muhini S.Pd Guru


54

Jumlah Siswa
Tabel 2

Jumlah Siswa
No Kelas Jumlah Total Siswa Keterangan
Pr Lk

1 3 1 Rombel 15 25 40

2 4 1 Rombel 15 25 40

3 5 1 Rombel 15 25 40

4 6 1 Rombel 15 25 40

JUMLAH TOTAL 60 100 160

Sarana Dan Prasarana


Tabel 3

No Jenis Ruang Jumlah

1 Ruang Guru 1

2 Ruang Kelas 4

3 Toilet 1

Jumlah seluruhnya 6

Berdasarkan data di atas, jenis sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

sekolah tersebut dalam keadaan baik, di mana keseluruhan gedung bangunan

tersebut sangat diperlukan bagi kegiatan proses belajar mengajar


55

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan

melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi mengenai peran guru dalam

meningkatkan kecerdasan emosional anak di SD NEGERI MAMPANG 1

DEPOK, peneliti akan memaparkan hasil penelitiannya yaitu mengenai upaya

yang digunakan guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak di

SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK.

Guru memang berperan strategis terutama dalam membentuk watak

bangsa dalam bentuk pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang di

inginkan. Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa peran guru sulit

digantikan oleh oranglain, dipandang dari segi pembelajaran peran guru

dalam masyarakat indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat

dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang dengan begitu cepat. Hal

ini dikarenakan ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus

pada segi pembelajaran,yang diperankan oleh guru yang tidak dapat

digantikan oleh orang lain.41 Jadi guru sangat berperan dalam meningkatkan

kecerdasan emosional anak di SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK. Guru

berperan penting dalam meningkatkan kecerdasan emosional anak disekolah.

Kecerdasan emosional pada peserta didik dapat ditingkatkan dengan

berbagai cara yang dimulai dari peserta didik itu sendiri, kketika anak sudah

berada pada lingkup sekolah maka gurulah yang memiliki andil untuk

41
Udin Syaefudin Sa’ud, Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta: Alfabeta, 2009), h. 3
56

membantu mengembangkan kecerdasan emosional anak dengan berbagi cara

melalui kegiatan belajar mengajar.

4.3 Gambaran Variabel Yang Diteliti

4.3.1 Variabel Input

1. Peran Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak Di

SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru SD

NEGERI MAMPANG 1 DEPOK sebagai guru kelas. Menurut ibu lilis

selaku guru kelas beliau mengatakan bahwa:

“Di dalam sekolahan ini guru tidak hanya berperan sebagai


pendidik akan tetapi adakalanya guru merangkap menjadi orang tua,
membangun kecerdasan emosional memang tidak mudah beda halnya
dengan memberikan pelajaran umum siswa hanya dituntut untuk paham.
Tetapi jika memcerdaskan emosi siswa itu tidak hanya cukup pada
pemahaman saja akan tetapi juga bagaimana upaya tersebut dapat
diterima oleh siswa dan menerapkannya pada kehidupan sehari- hari.
Guru hanya bisa memberikan wawasan tersebut diluar kegiatan belajar
mengajar atau di selasela kegiatan belajar mengajar.
Selain itu beliau juga sering memberikan motifasi kepada
mereka agar siswa agar mereka mampu mengenali diri mereka sendiri,
kadang kala beliau juga memberikan hukuman kepada mereka saat
mereka melakukan tindakan yang menyalahi aturan tata tertib di
sekolah. Sebaliknya saat mereka melakukan kegiatan positif, guru
juga memberikan rewerd berupa pujian kepda siswa, agar mereka
merasa dihargai dan lebih termotifasi. Kadang kala guru juga berperan
sebagai orang tua mereka yang bertujuan mencari informasi terkait
permasalaan-permasalaan yang mereka alami entah permasalahan di
dalam pendidikan mereka atau di luar pendidikan mereka.
Sebab itu sangat menghambat dan mempengaruhi kegiatan
belaja siswa, dan memberikan masukan, dorongan, semangat,
motifasi, atau soluli sekiranya perlu untuk menyelesaikan
permasalahan yang mereka hadapi, dan juga guru menggali informasi
terkait kebutuhan mereka dalam proses pendidikan agar guru tau dimana
letak kekurangan dan tau harus berbuat apa. Apabila seorang siswa
mengalami permasalahan atau kendala di luar kegiatan mereka itu dapat
mengganggu proses pembelajaran pada mereka.”42

42
Hasil Wawancara, Ibu Guru Kelas 06 Januari 2020
57

Melalui pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa guru dapat

berperan sesuai dengan yang dibutuhkan peserta didik, maksutnya adalah

tak selamanya guru berperan sebagai pengajar atau fasilitator.

Adakalanya seorang guru berperan sebagai motivator bagi mereka,

diamana siswa yang melakuakan pembelajaran tak selamanya lacar

dalam belajarnya ada kala mereka mengalami hambatan-hambatan yang

bisa mempengaruhi prose belajar mereka.43

Terkait dengan peran seorang guru dalam mencerdaskan emosi

siswa, Ibu Lilis juga menambahkan bahwa:

Dalam proses mencerdaskan emosional siswa itu tidak hanya


cukup dilakukan didalam kelas saja atau di saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung, tetapi di luar kelas juga perlu dilakukannya.
Apalagi dalam kurikulum pendidikan tidak ada materi kusus yang
mengajarkan tentang kecerdasan emosional.44

Dengan kecerdasan emosional yang baik dan tata kelola emosional

yang stabil maka sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa akan

menunjukkan perilaku yang baik pula. dari hasil wawancara peneliti

dengan Ibu Lilis, Ibu Siti juga selaku guru pendamping menambahkan,

berikut ini hasil wawancaranya:

“Perilaku dan sikap keseharian yang ditunjukkan oleh siswa itu


dapat menunjukkan perilaku yang baik, karena hal tersebut
menunjukan peningkatan emosional siswa sudah stabil”.45

Dalam hal ini peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa peran guru

dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa posisinya begitu

sentral, dengan bimbingan dan arahan yang dilakukan oleh guru sehingga
43
Hasil Observasi Di Sekolah
44
Hasil Wawancara, Ibu guru 06 Januari 2020
45
Hasil wawancara ibu guru pendamping 06 januari 2020
58

sampai saat ini emosional siswa menunjukkan kecerdasan emosional

yang baik.

2. Faktor Pendukung Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan

Emosional Anak

Dalam pengembangan kecerdasan emosional anak, guru juga

memiliki beberapa faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.

a. Faktor pendukung dalam meningkatkan atau mengimplementasikan

pengembangkan kecerdasan emosional siswa.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada Ibu siti

selaku guru pendamping guru kelas, beliau memaparkan :

“Faktor pendukung yaitu semua guru menginginkan semua


anak itu jauh lebih baik dan semua guru mendukung dan mencetak
agar semua siswa berakhlakul karimah, serta kegiatan kegiatan
penunjang lainya. kemudian faktor dari orang tua karena anak di
sekolah hanya beberapa jam saja, sedangkan bersama dengan orang
tua jauh lebih lama karena kalau guru sudah memberikan pelajaran
tentang kebaikan kepada anak, namu tidak di lanjutkan oleh orang
tua percuma, karena orang tua adalah orang yang sangat berpengaruh
dan sangat berperan penting dalam
46
perkembangannya”.

Kemudian pemaparan dari Ibu Lilis selaku guru kelas mengatakan

: Faktor pendukungnya dalam pengembangan kecerdasan emosional

anak di sekolah ini yaitu guru- guru saling membantu karena tidak

hanya guru kelas atau guru pendamping kelas saja yang ikut andil

dalam perkembangan siswa namun semua guru yang lain

pun berperan.47

46
Hasil Wawancara Ibu guru kelas 06
47
Hasil Wawancara Ibu guru kelas 06
59

Begitu juga yang dipaparkan oleh bapak Taslih S.Pd, selaku

Kepala sekolah mengatakan :

“Untuk faktor pendukung guru dalam pengembangan


kecerdasan emosional siswa di sekolah, ya terdapat pada sekolah
itu sendiri. Pihak sekolah, guru-guru dan sistem sekolah, bahkan
kepala sekolah sendiri pun ikut membantu guru dalam
mengupayakan meningkatkan kecerdasan emosional siswa menjadi
lebih baik sehingga dapat menjadi pribadi yang baik dalam sikap
maupun perbuatan.”48

Dari hasil wawancara langsung dengan kepala sekolah dan

beberapa guru di SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK mengenai

faktor pendukung guru dalam mengembangkan kecerdasan emosional

siswa dapat di simpulkan bahwa, faktor pendukung tersebut datangnya

dari pihak sekolah itu sendiri, yaitu adanya kerjasama antara guru

terhadap Kepala sekolah, Para Guru dan sistem sekolah dalam

pengawasan dan perkembangan siswa khususnya dalam kecerdasan

emosiona anak agar dapat membentuk siswa menjadi pribadi yang baik.

b. Faktor penghambat guru dalam menerapkan atau

mengimplementasikan pengembangkan kecerdasan emosional siswa.

Dari hasil wawancara langsung tentang faktor penghambat

penembangan kecerdasan emosional, Ibu Lilis selaku guru kelas

memaparkan :

“Faktor penghambat kecerdasan emosional yaitu dari orang tua


dan anak nya sendiri karna tidak adanya kemauan untuk
mengembangkan dirinya menjadi lebih baik dan teralu asik dengan
dunianya yang sekarang, sedangkan orang tua hanya mengetahui

48
Hasil Wawancara Kepala sekolah
60

anaknya berangkat sekolah dan memenuhi kebutuhan mereka dengan


menyedikan fasilitas yang di butukan untuk sekolah dan memberi
saku kemudian semua itu mereka anggap sudah memenuhi
kebutuhan mereka. Mungkin memeng semua itu sudah kebutuhan
mereka secara fisik sudah terpenuhi akan tetapi dari segi kebutuhan
batin mereka belum terpenuhi seperti perhatian, kasih sayang dan
sebagainya”.49
Kemudian pemaparan dari Ibu Siti selaku guru pendamping

kelas mengatakan :

“Faktor penghambatnya adalah datanya dari anak itu sendiri


dan lingkungan keluarganya. Dari anak tersebut kurang atau
bahkan sebagian anak belum bisa mengendalikan emosional atau
mengubah dirinya sendiri menjadi lebih baik, selain itu dari
lingkungan keluarga kurangnya perhatian dan kasih sayang dari
orang tua karena anak lebih banyak waktunya bersama keluarga di
bandingkan waktunya disekolah sehingga yang sangat berperan
penting dalam meningkatkan kecerdasan emosional dari orang tua
mereka sendiri dan pihak sekolah sudah memfasilitasi pendidikan
kepada siswa. Namun seringkali yang di dapat anak di rumah
misalnya orang tua mereka berpisah, sering bertengkar, orang tua
yang sibuk sehingga anak tersebut menjadi prustasi dan
sebagainya”.50
Begitu juga yang dipaparkan oleh Ibu Sholikah Selaku Kepala

Sekolah mengatakan :

“Faktor penghambatnya yaitu mungkin kurangnya


komunikasi antara guru dan orang tua dalam pengembangan
kecerdasan emosional anak, kurangnya komunikasi dan
pengawasan orang tua terhadap terhadap tinggakah laku anak
ketika berada rumah dan kurangnya fasilitas-fasilitas sekolah yang
memadai”.51

Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan dari hasil wawancara

di atas mengenai faktor penghambat Upaya Guru dalam meningkatkan

kecerdasan emosional siswa yaitu justru dari siswa sendiri kurang

memahami begitu juga dengan orang tua mereka sendiri. Dimana


49
Hasil wawancara dengan ibu guru 06 januari 2020
50
Hasil wawancara dengan ibu guru 06 januari 2020
51
Hasil wawancara dengan kepala sekolah 07 januari 2020
61

orang tua kurang memberikan arahan, perhatian dan kasih sayang kepada

anak sehingga anak mencari semua itu di luar rumah bahkan di lingkungan

yang belum tentu baik dalam masa pertumbuhannya.

Orang tua tidak bisa hanya mengandalkan pihak sekolah saja

untuk mendidik anak menjadi pribadi yang baik, karena siswa tidak dalam

lingkungan sekolah 24 jam, maka dari itu di situlah peran peran sebagai

orang tua dalam mengawasi anak ketika dalam lingkungan di luar sekolah.

3. Upaya Guru Dalam Mengatasi Hambatan Dan Cara

Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak

Dalam mengatasi hambatan untuk mencerdaskan emosional siswa

guru memang lebih berperan penting dalam pendidikan atau bisa

dikatakan tokoh utama, guru bertindak terlebih dahulu dengan menjadi

contoh atau teladan bagi siswa.

Wawancara dengan Ibu Lilis selaku guru kelas berikut ini hasil

wawancaranya:

“Dalam membentuk kecerdasan emosional siswa, saya


melakukannya dengan memberikan contoh kepada siswa dalam
berperilaku, seringkali saya mencontohkannya pada saat bertemu
saya selalu mennyapa para siswa agar tercipta ikatan emosional
yang erat, selain itu setiap kali saya masuk kelas saya
mengucapkan salam, hal tersebut saya lakukan untuk
mencontohkan kepada siswa agar berperilaku yang baik”.52

Tindakan yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi problem

tersebut dapat juga memberikan teguran, nasehat, motifasi pada siswa,

apabila siswa melakukan penyimpangan dapat juga memberikan

52
Hasil wawancara dengan ibu lilis 06 januari
62

teguran pada siswa. Berikut ini hasil wawancara peneliti dengan guru

ibu sholikah:

“Seringkali ketika siswa melakukan kesalahan misal nakal


pada teman nya saya menegurnya dengan sopan, nasehat dan
motivasi sering saya sampaikan kepada siswa untuk membangun
kedekatan emosional dengan siswa”.53

Berdasarkan hasil wawancara diatas peneliti dapat menarik

kesimpulan bahwa guru selalu berusaha untuk memotivasi siswa agar

kecerdasan emosional siswa dapat terbentuk dan dapat meningkatkan

kecerdasan emosional bagi siswa.

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil temuan yang peneliti lakukan di SD NEGERI

MAMPANG 1 DEPOK, bahwasanya terdapat peranan yang dilakukan guru

dalam meningkatkan kecerdasan emosional anak. Hal tersebut dibuktikan

dengan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang peneliti lakukan

mengenai Peran Guru Dalam Meningkatkan

Kecerdasan Emosional Siswa di SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK

Dalam penelitian yang telah terlaksana telah ada hasil wawan cara dari Ibu guru

kelas 6, sebagai berikut:

“Dalam sebuah sekolahan guru mempunyai peran antara lain


mendidik, mefasilitatori, memotivasi dan sebagainya, jika berkaitan
dengan upaya mencerdaskan kemampuan emosional kitiganya dapat
diterapkan tergantung dari bagaimana guru mengemasnya, dan yang sering
saya dilakukan adalah memotivasi siswa, karena itu lebuh mudah dan
dapat di lakukan dimana saja tanta ada waktu yang mengatur.”54

53
Hasil wawancara dengan ibu guru kelas 6 07 januari 2020
54
Hasil wawancara dengan ibu guru kelas 6 06 januari 2020
63

Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap

individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan

energi dalam sistem neurophysiological, sehingga akan muncul pada fisik

manusia. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa feeling afeksi seseorang.

Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi

dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.Motivasi akan

dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi itu merupakan respon dari

stimulus yang diberikan yang berupa tujuan yang berkaitan dengan tujuan.

Dalam berproses pastilah ada hambatan seperti halnya kegiatan

belajar mengajar dan segala aktifitas yang ada di dalamnya, dalam lokasi

penelitian yang saya amati di SD NEGERI MAMPANG 1 DEPOK ada

beberapa hal yang menyebabkan terhambatnya proses pemahaman tentang

emosi kepasa siswa. Diantaranya lingkungan tempat mereka bergaul mereka

menganggap semua pertemanan baik tidak memikirkan dampaknya, media

masa juga dapat mempengaruhi pemikiran, tindakan bahkan emosi mereka.

Disinilah merupakan tantangan guru agama untuk mengupayakan

siswa dalam meningkatkan kecerdasan emosi. Pertama,Faktor internal adalah

faktor yang memang datang dari diri siswa sendiri. Kedua, Faktor eksternal

adalah faktor yang datang dari luar dirinya, misalnya orang tua, guru,

lingkungan sekitar.

Solusi Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Jika

ingin menyelesaikan sebuah permasalahan paling tidak memahami apa


64

sebenarnya pokok permasalahan tersebut, dalam menuntaskan hambatan

mencerdaskan kemampuan emosional siswa itu ada dua sebab faktor internal

dan eksternal.

Faktor internal ini berasal dari dalam siswa sendiri, dapat berupa sifat

malas, acuh, dan sebagainnya. Untuk mengatasi masalah ini dapat dengan

memotivasi siswa dan memberi masukan, dan juga memberikan pembekalan

kemampuan atau keterampilan diluar pelajaran.

Pendidikan pada umumnya, termasuk pendidikan cenderung berhasil

membina kecerdasan intelektual dan keterampilan, namun kurang berhasil

menumbuhkan kecerdasan emosional. Hal ini terjadi karena beberapa sebab

Pertama, pendidikan yang diselenggarakan saat ini cenderung hanya

pengajaran, dan bukan pendidikan, Padahal antara pendidikan dan pengajaran

dapat diintegrasikan.

Selain melatih keterampilan dan ketahanan fisik juga membangun

kerjasama, seportifitas, tenggangrasa, dan mau berkorban untuk tujuan yang

lebih besar. Demikian pula pelajaran berhitung, selain melatih kecerdasan

otak dan keterampilan dalam hitung-menghitung, juga agar bersikap jujur,

objektif, bekerja secara sistematik, dan seterusnya.

Kedua, pendidikan saat ini sudah berubah dari orientasi nilai dan

idealisme yang berjangka panjang, kepada yang bersifat materialisme,

individualisme, dan mementingkan tujuan jangka pendek.

Ketiga, metode pendidikan yang diterapkan tidak bertolak dari

pandangan yang melihat manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan
65

memiliki potensi yang bukan hanya potensi intelektual (akal), tetapi juga

potensi emosional.

Metode pendidikan yang diterapkan lebih melihat muri sebagai gelas

kosong yang dapat diisi oleh guru dengan sekehendak hati, dan bukan

melihatnya sebagai makhluk yang memiliki berbagi potensi yang harus

ditumbuhkan, dibina, dikembangkan, dan diarahkan, sehingga berbagai

potensi tersebut bisa tumbuh secara alami.

Berdasarkan uraian diatas, pembinaan kecerdasan emosional yang

merupakan bagian dari potensi yang dimiliki manusia harus dilakukan oleh

dunia pendidikan, sehingga para lulusan pendidikan dapat meraih kesuksesan

dalam hidupnya pembinaan kecerdasan emosional tersebut sejalan dengan

tujuan yang sebenarnya.

Pada intinya membentuk manusia yang berakhlak, yaitu manusia yang

dapat berhubungan, berkomunikasi, beradaptasi, bekerjasama dan seterusnya

baik dengan Allah, manusia, alam semesta, dan sekalian makhluk tuhan lainnya,

kecuali setan dan iblis. Berbagai kekurangan dalam dunia pendidikan mulai dari

orientasi, kurikulum, metode, saranaprasarana, dan sebagainya harus diperbaiki

sesuai dengan tuntunan zaman, dan bertolak dari pandangan manusia sebagai

makhluk Tuhan yang harus dihormati dan dikembangkan seluruh potensinya

secara seimbang
66

4.3.2 Variabel Proses

1) Membentuk anak agar menjadi anak yang unggul, religious dan

2) Meningkatkan mutu pendidikan dengan kegiatan belajar mengajar yang aktif,

kreatif, inovatif dan menyenangkan

3) Terwujudnya bakat dan minat peserta didik melalui program pengembangan

diri

4) Terciptanya nilai – nilai keagaamaan di sekolah.

5) Terbiasanya salam, senyum, sapa, sopan dan santun dalam kehidupan sehari

– hari.

4.3.3 Variabel Output/ Keluaran

Para peserta didik dari kelas 1 sampai kelas 6 itu sudah diajarkan oleh guu

tentang 5S di sekolah, setelah di rumah guru juga menganjurkan atau mengamalkan

tentang 5S tersebut di rumah, supaya nantinya peserta didik mampu bersosialisasi,

saling mengormati dengan guru, berkomunikasi dengan baik agar peserta didik SD

NEGERI MAMPANG 1 DEPOK terbiasa melakukan sosialisai baik di rumag dan

diskolah dam juga agar kedepannya generasi muda penerus memiliki jiwa dari 5S

tersebut.

Peran orangtua yang utama dalam ruang lingkup keluarga merupakan

mengurus buah hati dengan penuh cinta dan perhatian. Agar anak tumbuh dengan

penuh rasa bahagia. Orangtua berkewajiban untuk memberikan nafkah untuk

memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Terutama memberikan anak

pendidikan yang layak dalam menuntut ilmu.

Oramg tua harus koordinasi dengan guru selaku orang tua di sekolah tentang

apa saja yamg dilakukan atau diajarkan kepada anak-anak mereka agar kami

sebagai orang tua bisa mengajarkan, mengawasi, dan sebagai contoh yang baik bagi
67

anak dirumah supaya tidak melenceng dari 5S tersebut dan agar akhlak anak

menjaga baik di sekolah.


68

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

Pemaparan atas data penelitian yang ditemukan dilapangan baik dilakukan

dengan observasi, dokumentasi maupun wawancara tentang peran guru dalam

meningkatkan kecerdasan emosional anak di SDN Mampang 1 Dediatas, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peran guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional yang ada di SDN

1 MAMPANG DEPOK, yaitu peran guru dalam meningkatkan kecerdasan

emosional anak yaitu dengan membina dan memberikan pelatihan, hingga

anak dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Peran guru dalam

meningkatkan pengaturan diri yaitu dengan cara guru memberikan kreativitas

kepada anak melalui permainan, karena pada dasarnya permainan dapat

membuat anak menjadi lebih kreatif. Peran guru dalam meningkatkan

kecerdasan emosional anak yaitu menciptakan ruang kelas yang nyaman,

memberikan reward pada anak yang berprestasi, mengajarkan sopan santun

terhadap sessama apalagi yang lebih tua maupun sebaya dan juga guru harus

mencontohkan kepada para siswa nya agar mencontoh yang baik dari gurunya

sendiri. Peran guru dalam memberikan empati, guru selalu memberikan

nasehat dan pengertian kepada anak untuk slalu berbuat baik terhadap orang

lain. Guru juga berperan dalam ketrampilan anak, yang dilakukan dengan

prilaku dan kebiasaan sehari-hari dilingkungan sekolah. Selain itu guru

juga memberikan bimbingan dan pengarahan serta memberi suritauladan

yang baik pada anak didiknya, sehingga kesan dan pesan yang dilihat dan

disampaikan guru dapat di contoh dan ditiru oleh anak didiknya.


69

2. Faktor pendukung dan penghambat guru dalam meningkatkan kecerdasan

emosional anak adalah faktor pendukung guru dalam meningkatkan

kecerdasan emosional anak antara lain yaitu: fasilitas yang memadai,

komunikasi antara pendidik dan peserta didik, dan lingkungan belajar, faktor

penghambat guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional anak adalah

ketidak disiplinan dan tergantung pada lingkungan sosial.

5.2 Saran

Dengan memperhatikan uraian-uraian diatas, maka penulis memberikan

saran sebagai berikut:

Langkah guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional anak dalam

setiap harinya dengan cara mengarahkan, membimbing dan memberikan

permainan yang dapat membantu meningkatkan kreatifitas anak baik dalam

kecerdasan emosional anak, kecerdasan intelektual anak maupun kecerdasan

emosional anak. Sehingga guru dapat memberikan perhatian yang cukup luas agar

dapat meningkatkan kecerdasan emosional anak, serta dapat memahami apa itu

kecerdasan emosional anak dan manfaatnya bagi anak dan guru. Adapun indikator

kecerdasan emosional yag ada di SDN 1 MAMPANG DEPOK dapat dijadikan

pedoman dalam meningkatkan kecerdasan emosional anak. Karena kecerdasan

emosional menentukan keberhasilan anak dalam belajar terutama disekolah,

maka sebaiknya penentuan kebijakan kurikulum pendidikan harus

mempertimbangkan kurikulum pendidikan, dan juga sarana prasarana dalam

mengajar harus lebih memadai dari yang sekarang untuk menunjang dalam

mengajar kepada para siswanya

Anda mungkin juga menyukai