Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

Pengaruh Diskriminasi Gender Terhadap Pendidikan di

Universitas Pelita Harapan Jurusan Hubungan Internasional

Ditulis sebagai bagian persyaratan akademik


guna memenuhi kelulusan mata kuliah Metode Penelitian Sosial

Oleh :
Elisabeth Yudika 00000027835
Filia Jeanettatia 00000023445
Indisukma Mutahar A 00000026523
Trias Ato Rantetondok 00000025931
Zhafira Syachmi 000000 21369

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KARAWACI
2018
1. Pendahuluan

Bicara mengenai pendidikan, pendidikan itu berhak dimiliki oleh siapapun

karena pendidikan itu adalah pengetahuan yang membuat manusia memiliki

pengetahuan yang lebih luas serta menjadi pembibimbing manusia dalam bertindak

dan melangkah. Bukan hanya untuk manusia bekerja, didalam kehidupan sehari –

sehari tentunya manusia tidak akan lepas dari pendidikan karena pendidikan dapat

kita dapatkan dimana saja dan kapan saja. Sejak kita lahir tentunya orang tua kita

telah mengajarkan kita sesuatu hal seperti mengajarkan kita cara makan, cara

duduk, mengatakan sesuatu dan masih banyak lain.

Dalam pembahasan proposal penelitian kami membahas peran gender dan

pendidikan, maka kami akan membahas sedikit mengenai gender. Bicara mengenai

diskriminasi gender, Diskrimansi gender di Indoensia masih sering kita dapatkan.

Pemikiran bahwa tugas seorang wanita atau Istri mengurus urusan rumah masih

sangat melekat di pemikiran orang orang di Indonesia sehingga banyak pemikiran

bahwa wanita tidak perlu mengejar pendidikan yang tinggi karena pada akhirnya

mereka akan berada di rumah mengurus urusan rumah tangga. Wanita juga

dipandang lemah apabila mereka berada diantara pria ketika mereka bekerja, dan

terkadang suara wanita itu dipandang remeh padahal setiap orang berhak

mendapatkan pendidikan yang setingginya dan berhak untuk bekerja dimanapun

yang mereka mau dan kekuatan seorang wanita itu juga besar.

Dalam satu dekade ini, terdapat peningkatan terhadap wanita dalam pasar

tenaga kerja meskipun jauh lebih kecil dibandingkan pria. Dari perubahan tersebut

dapat kita lihat bahwa ada peningkatan meskipun tidak terlihat secara kasat mata.


Tapi meskipun ada peningkatan, peningkatan yang terjadi hanyalah terjadi dalam

sektor informal atau bisa dibilang pekerjaan yang tidak membutuhkan pendidikan.

Padahal sudah banyak juga perempuan – perempuan yang mempunyai pendidikan

yang bagus dan tetap saja diberikan jabatan rendah, akrena masih banyak tempat –

tempat kerja yang berpendapat bahwa jabatan yang tinggi hanya pantas dipegang

ole laki – laki karena tanggung jawab akan semakin bera.

Walaupun demikian Indonesia telah banyak menghasilkan wanita – wanita

kuat yang behasil membawa nama perempuan menjadi naik. Seperti pada awal

Indonesia kita mempunyai R.A Kartini yang mencetuskan emansipasi wanita dan

membuktikan bahwa perempuan juga berhak untuk mendapatkan pendidikan yang

tinggi. Selain itu ada Ibu Fatmawati, jika tidak dengan pikiran beliau unutk

membuat bendera maka hingga saat ini Indonesia tidak akan mempunyai identitas

dan ciri khas sebagai suatu negara. Ada juga presiden wanita pertama Indonesia

yaitu Ibu Megawati sebagai Presiden RI yang menjabat di tahun 2001 – 2004. Serta

2 menteri Indonesia yang saat ini menjabat Ibu Sri Mulyani dan Ibu Susi, yang

kedisiplinan dan cara kerja mereka yang bagus hingga terdengar di dunia

internasional, serta masih banyak lagi wanita – wanita hebat di Indonesia yang

dapat dijadikan bukti bahwa Indonesia tidak membutuhkan diskriminasi gender,

dengan dihapuskannya diskriminasi gender maka malah akan membantu untuk

membangun negara ini.

Dari contoh – contoh wanita hebat diatas tentunya dapat kita lihat bahwa

pendidikan kualitas sangat mempengaruhi peningkatan negara kita. Maka sudah

sebaiknya jika tidak ada lagi pemikiran bahwa wanita tidak baik untuk


mendapatkan pendidikan yang tinggi ataupun pekerjaan yang tinggi. Di Indonesia

sendiri masih harus dilakukan penekanan – penekanan supaya laki – laki dan

perempuan dipandang sama. Karena dapat kita lihat jika wanita ditekan untuk tidak

mengambil pendidikan setinggi mungkin maka Indonesia juga akan sulit untuk

maju, apalagi dengan adanya gerakan pemuda yang diharapkan untuk memajukan

negara ini maka jangan lagi pandangan yang memandan sebelah mata. Kaitan dan

pendidikan dan pekerjaan adalah hal yang tidak dapat terputus.

2. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk memajukan pembangunan,

kesejahteraan, dan kesetaraan sebuah negara. Dalam rangka memajukan sebuah

negara haruslah dimulai dari masyarakatnya terlebih dahulu. Pendidikan juga

dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan formal didapatkan oleh manusia dari masuk di Taman Kanak – Kanak,

Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas

(SMA), dan Perguruan Tinggi. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang

berdasarkan akan tingkatan – tingkatan dan berada disamping pendidikan formal

biasanya dijadikan sebagai pendamping pendidikan formal, contoh dari pendidikan

nonformal adalah tempat kursus. Terakhir adalah pendidikan informal, pendidikan

ini adalah pendidikan yang didapatkan dalam kehidupan sehari – hari baik dari

keluarga dan lingkungan manusia itu sendiri. Dikarenakan pendidikan adalah hal

yang penting maka pemerintah Indonesia juga mendukung dengan menjalankan

Wajib Belajar 12 tahun, guna menunjang pendidikan di Indonesia. Pendidikan

adalah hal yang wajib dalam kehidupan dan semua orang berhak untuk


mendapatkan pendidikan, tidak memandang tingkatan status dan derajat dari

manusia dan tindak memandang jenis kelamin. Di zaman yang serba maju ini tidak

ada lagi perkataan yang membahas bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi –

tinggi, karena semua orang baik perempuan dan laki – laki layak mendapatkan

pendidikan setinggi – tingginya. Selain itu juga untuk menunjang pendidikan telah

dibentuk banyak jenis beasiswa yang dapat membantu kita belajar setingggi –

tingginya, karena untuk pendidikan tidak ada batasan untuk menggapainya.

Pendidikan merupakan salah satu investasi jangka panjang. Merupakan hak bagi

semua masyarakat negara untuk dapat menimba ilmu. Melalui pendidikan, akan

dilahirkan sosok masyarakat yang lebih berkualitas sehingga berguna untuk

kemajuan bangsa tersebut, menciptakan generasi penerus bangsa yang handal atau

ahli dalam satu bidang sehingga pada kedepannya ia bisa mencari pekerjaan dan

tidak membuat perekonomian Indonesia memburuk. Kemajuan suatu negara

ditentukan dari bagaimana pendidikan diterapkan di negara tersebut. Setelah

melalui pendidikan, pola pikir dan perspektif masyarakat dapat lebih maju. Selain

itu, sikap nasionalisme dan patriotisme akan Indonesia dapat ditingkatkan sejak dini

kepada seluruh masyarakat. Hal tesebut dapat mengurangi hal-hal yang kita tidak

ingin terjadi seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Secara terminologis, makna jenis kelamin (sex) adalah perbedaan fisik yang

didasarkan pada anatomi biologi manusia, terutama yang berhubungan dengan

fungsi reproduksi. Berdasarkan perbedaan fisik dan biologis inilah dapat

teridentifikasi dua jenis kelamin manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Dengan

kata lain, perbedaan antara perempuan dan laki-laki murni didasarkan pada fungsi


organ reproduksi yang kodrati dan bersifat alamiah (nature). Karena didasarkan

pada perbedaan yang bersifat alamiah, perbedaan jenis kelamin berlaku secara

universial bagi semua perempuan dan laki-laki di dunia.1 Sedangkan gender adalah

pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang

dihasilkan dari konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan

perkembangan zaman.2 Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat minim.

Alasan hal tersebut terjadi karena adanya diskriminasi gender di dalam dunia

pendidikan di Indonesia. Kurangnya akses pendidikan, partipasi dari aktor

pendidikan yang ada di Indonesia, dan kurangnya penguasaan pendidikan.

Diskriminasi gender diartikan sebagai mengunggulkan salah satu jenis kelamin

dalam kehidupan sosial, bahkan dalam lingkup pendidikan. Hal ini menyebabkan

adanya ketimpangan gender.

Masalah ini muncul sejak jaman dahulu hingga sekarang. Sebelum

emansipasi wanita, yang dipelopori oleh R.A. Kartini, wanita sangat dianggap

rendah dan tidak berarti. Kita tahu bahwa pada jaman dulu, wanita tidak

diperbolehkan mengikuti perkembangan pendidikan. Hal tersebut ada dalam

pembagian kedudukan, peran, dan tugas antara laki-laki dan wanita di lingkup

masyarakat masih terlihat cukup jelas yang dimana diskrimasi tersebut diambil dari

norma dan adat istiadat masyarakat tersebut. Dalam Harian Suara Merdeka yang di


1
Djunaedi, Wawan, and Ikhlillal Muzzayanah. Pendidikan Islam adil gender di
madrasah. Jakarta, Indonesia: Pustaka STAINU bekerja sama dengan LP3M STAINU Jakarta dan
European Union, 2008.
2
Mufidah Ch, Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi dan Konstruksi Sosial, Malang,
Indonesia: UIN Maliki Press, 2010.


publikasikan pada 09 Agustus 2006, Sri Suciati mengungkapan contoh diskriminasi

gender yang ada dalam pendidikan formal di Indonesia. Hal tersebut bisa terlihat

dari buku pelajaran anak-anak dari SD. Misalnya, gambar pilot di buku-buku selalu

digambarkan dengan sosok laki-laki, karena pekerjaan tersebut membutuhkan

kecakapan yang “hanya” dimiliki oleh laki-laki saja. Sedangkan, gambar guru yang

sedang mengajar seringkali digambarkan dengan sosok wanita. Ini membuat

mindset anak-anak sejak kecil wanita hanya memiliki tugas untuk mengasuh dan

mendidik anak. Hal tersebut masih tertanam dan membuat pandangan masyarakat

tentang dikriminasi gender. Pemerintah mengadakan sebuah aturan untuk

memperhatikan kesataraan dan keadilan di Indonesia dari anak-anak hingga

dewasa. Deklarasi Dakkar, yang memperhatikan pendidikan, berisi tentang

penghapusan diparitas gender dalam pendidikan dasar maupun menengah

padatahun 2005 dan mencapai kesetaraan gender pada tahun 2015. Kesetaraan

tersebut berupa suatu fokus jaminan terhadap perempuan dalam mengakses

pendidikan yang setara dan adil.

Selain itu pemikiran yang terbentuk dengan alasan wanita adalah makhluk

yang melakukan pekerjaan dengan perasaan dan lebih emosional sehingga

membuat pekerjaan menajdi lambat, dan lelaki adalah makhluk yang dipandang

sebaliknya yang melakukan sesuatu berdasarkan realita dan dapat membuat

pekerjaan apapun menjadi lebih cepat. Pandangan – pandangan ini juga menjadikan

lemahnya kesetaraan gender, dan hal ini dapat kita lihat sendiri dimulai dari kita

mendapatkan pendidikan di Sekolah Dasar dimana untuk menjadi seorang


3
pemimpin dikelas haruslah lelaki. Padahal perbedaan ini hanya didasari oleh

beberapa faktor yang berbeda dari lelaki seperti memang adanya horman yang

membuat wanita lebih emosional, trauma, akseptibilitas, empati dan bahkan

tekanan sosial yang membuat perempuan merasa tidak dihargai keberadaannya. Hal

– hal ini sering menjadi Batasan perempuan untuk mengembangkan diri mereka

untuk lebih maju, padahal keberadaan mereka sangat dibutuhkan. Padahal dalam

pekerjaan sendiri memang sudah dibagi – bagi jenisnya. Jika memang wanita lebih

mengandalkan kondisinya yang emosional memang sudah seharusnya ada bagian –

bagian yang diambil dan bukan berarti malah didominasi oleh satu gender saja.

Misalnya tidak mungkin seorang wanita menjadi pekerja bangunan, maka wanita

itu cocok menjadi perancangan bangunan itu. Semuanya sudah memunyai porsi

yang sama.

Namun bukan berarti bahwa wanita harus selalu berada diatas pria, kembali

lagi bahwa semuanya sudah mempunyai porsi dan tempatnya. Karena dengan

keberadaan kaum feminist yang memakai alasan wanita berhak bebas juga

memunculkan beberapa gerekan feminist yang dinilai justru dapat menjadi

pemecah, seperti misalnya feminist yang bersifat radikal.4 Oleh karena itu baik

lelaki dan perempuan tentunya juga harus berpikir hal yang baik untuk mencapai


3
Dinasari, Mia Citra. "5 Alasan Mengapa Perempuan Lebih Emosional Dibanding Pria |
lifestyle." Bisnis.com. July 18, 2016. Accessed February 25, 2018.
http://lifestyle.bisnis.com/read/20160718/106/566724/5-alasan-mengapa-perempuan-lebih-
emosional-dibanding-pria.
4
Herlianto, Bagus Pramono. "E-Artikel Situs Artikel Kristen Indonesia." Feminisme.
Accessed February 25, 2018. http://artikel.sabda.org/feminisme.


kesetaraan. Apalagi kesetaraan pendidikan yang dimana pendidikan merupakan

sebuah landasan dasar dalam menjalani kehidupan.

Masalah diskriminasi gender dalam pendidikan di Universitas Pelita

Harapan Jurusan Hubungan Internasional ini kami pilih sebagai tema dari penelitian

sosial karena hal tersebut merupakan hal yang sangat mendasar bagi perkembangan

dan kemajuan suatu negara. Masa depan negara ada di tangan masyarakatnya. Perlu

dingat, masyarakat bukan hanya laki-laki. Diskriminasi gender ini mungkin saja

mempunyai pengaruh yang cukup berdampak dalam lingkup pendidikan. Perlu di

berantas hingga ke akarnya. Guna memajukan negara kita, Indonesia.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan kami dalam pendahuluan dan latar belakang, maka

kami merumuskan beberapa rumusan masalah yang nantinya akan dijadikan

landasan kami untuk membahas proposal penelitian kami yang berjudul ”Pengaruh

Diskriminasi Gender Terhadap Pendidikan di Universitas Pelita Harapan Jurusan

Hubungan Internasional“. Berikut rumusan masalah yang kami bahas dalam

proposal ini :

a. Seberapa besarkah pengaruh Diskrimasi Gender terhadap pendidikan yang

ada di Universitas Pelita Harapan?

b. Bagaimanakah pendidikan memandang gender?

c. Bagaimana kesetaraan gender dalam pendidikan jurusan Hubungan

Internasional di UPH?


4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penulisan makalah Gender yang mempengaruhi pendidikan

dalam jurusan Hubungan Internasional di UPH ini diharapkan mahasiswa sebagai

penerus bangsa yang cerdas mampu menganalisis tentang kesetaraan gender dan

isu gender dalam perspektif pendidikan Hubungan Internasional di UPH. Selain itu

mengetahui problematika gender dalam bidang pendidikan sehingga mempunyai

wawasan yang luas dan menambah peran aktif dalam menciptakan kesetaraan

gender dalam dunia pendidikan. Serta kami juga mengharapkan dengan penulisan

makalah Gender ini mahasiswa dapat menjadi penggerak untuk melakukan persama

– rataan gender yang dimulai dari lingkungan kecil hingga besar. Kami juga

mengharapakan dengan adanya proposal ini dapat dijadikan sebuah pemikiran

untuk membentuk mahasiswa yang lebih baik lagi, dan memiliki pemikiran yang

lebih terbuka lagi dengan adanya persamaan gender.

5. Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Gender

Kata gender dalam istilah Indonesia sebenarnya diambil dari bahasa Inggris yaitu

“gender” yang mana artinya tidak dapat dibedakan secara jelas mengenai seks dan

gender. Banyak masyarakat yang mengidentikan gender dengan seks. Untuk memahami

konsep gender, harus dapat dibedakan terlebih dahulu mengenai arti kata seks dan gender

itu sendiri. Pengertian dari kata seks sendiri adalah suatu pembagian jenis kelamin ke

dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan, di mana setiap jenis kelamin tersebut

memiliki ciri-ciri fisik yang melekat pada setiap individu, di mana masing-masing cirri

tersebut tidak dapat digantikan atau dipertukarkan satu sama lain. Ketentuan- ketentuan


tersebut sudah merupakan kodrat atau ketentuan dari Tuhan.5 Gender yang berlaku dalam

kehidupan masyarakat dapat ditentukan oleh pandangan masyarakat tentang hubungan

antara lakilaki dan kelaki-lakian serta hubungan antara perempuan dan

keperempuanannya. Pada umumnya jenis kelamin laki-laki selalu dikaitkan dengan

gender maskulin, sedangkan jenis kelamin perempuan selalu berkaitan dengan gender

feminin. Akan tetapi hubungan – hubungan tersebut bukanlah suatu hubungan kolerasi

yang bersifat absolut. Hal ini dikemukakan oleh Rogers (1980). Gender tidak bersifat

universal, namun bervariasi dari suatu masyarakat kemasyarakat yang lainnya, serta dari

suatu waktu ke waktu. Gender tidak identik dengan jenis kelamin serta gender merupakan

dasar dari pembagian kerja di seluruh masyarakat. Dari beberapa istilah yang telah

dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gender adalah suatu

konstruksi atau bentuk social yang sebenarnya bukan bawaan dari lahir sehingga dapat

dibentuk atau diubah sesuai dengan tempat, waktu atau zaman, suku, ras, budaya, status

sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum, serta ekonomi. Oleh karena

itu, gender bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan buatan dari manusia yang dapat

diubah maupun dipertukarkan serta memiliki sifat relatif. Hal ini terdapat pada lakilaki

dan perempuan. Sedangkan jenis kelamin atau seks merupakan kodrat dari Tuhan yang

berlaku di mana saja dan kapan saja yang tidak dapat berubah dan dipertukarkan antara

jenis kelamin laki-laki dan wanita.

b. Peran Gender

Peran gender adalah peran laki – laki dan perempuan yang dilihat dari rumusan

steriotipe seksual yaitu maskulinitas dan feminittas. Maskulinitas sendiri ditujukan


5
Fakih, Mansour. Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta, Indonesia: Insist
Press, 2008, Hal 7.

10


kepada jenis kelamin laki – laki, dan feminitas ditujukan kepada perempuan. Steriotipe

gender ini dapat kita lihat dimana lelaki yang dinilai lebih baik untuk dijadikan pemimpin

sebagai makhluk yang lebih rasional, sedangkan wanita sendiri adalah makhluk yang

lebih memakai perasaan dan tidak dapat dijadikan sebagai pemimpin.

Di zaman ini sendiri pemikiran steriotipe seperti itu telah banyak di tangkis. Justru

banyak peran lelaki yang dikerjakan oleh wanita dan sebaliknya. Peran gender sendiri

seharusnya tidak mempengaruhi cara kerja seseorang, karena setiap orang akan

mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan pola pikir dan sifat mereka. Peran gender

sendiri seharusnya lebih tertumpu terhadap tanggung jawab masing – masing pribadi.

c. Teori Nature dan Nurture

Teori nature sendiri adalah teori yang dikembangkan oleh Edward L. Thorndike

yang menyatakan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh hereditas atau genetik.

Genetic sendiri dipengaruhi oleh unsur sifat keluarga sedarah. Teori nurture adalah teori

yang dikembangkan oleh John B. Watson, yang mengatakan bahwa kehidupan manusia

dipengaruhi oleh proses belajar mnegajar dan berdasarkan oleh pengalaman serta

lingkungan, atau dapat ditekankan sebagai sisi empiricist.

Dengan adanya perdebatan ini akhirnya bersamaan dengan para pakar psikologi

yang mendukung kubu - kubu tersebut, kelompok psikologi Turkheimer merumuskan

bahwa hasil garis keturunan dan lingkungan serta pengalaman berhubungan dalam

kehidupan masing – masing manusia, bukan dikarenakan oleh gender saja.

Penjelasan pertama jika seseorang mempunyai bakat yang turun temurun dengan

sifat yang lebih rajin dari anak – anak biasa, maka akan lebih maju anak tersebut. Maka

dapat dilihat lingkungan juga mendukung atau tidaknya seseorang, dan gender sendiri

tidak penagruh. Karena kembali lagi kepada bagaiman sifat seseorang.

11


Penjelasan kedua dimana stress dan perubahan hormone dapat merubah juga sistem

lingkungan. Tapi, semua manusia (kazuo Murakami, 2007) memiliki gen yang berpotensi

dapat menimbulkan penyakit, dan pada saat yang sama juga memiliki gen yang dapat

mencegah penyakit. Kedua gen tersebut akan berada dalam keadaan seimbang selama

tidak mengalami perubahan. Bila terjadi ketidakseimbangan diantara keduanya, maka

potensi akan timbulnya penyakit akan meningkat

d. Stereotipe (pelabelan)

Penandaan negatif terhadap suatub kelompok atau jenis kelamin tertentu secara

umum dinamakan stereotipe. Akibat dari hal ini bisa muncul dari diskriminasi dan

ketidakadilan. Salah satu hal yang mengakibatkan hal seperti ini terjadi adalah dari

pandangan gender. Misalnya ada keyakinan dalam masyarakat bahwa laki-laki adalah

pencari nafkah maka setiap hal yang dilakukan perempuan dinilai sebagai tambahan saja,

sehingga pekerjaan perempuan boleh dibayar lebih rendah dari pekerjaan laki-laki.6

e. Teori Equilibrium (Keseimbangan)

Teori keseimbangan menekankan pada dasar kemitraan dan keharmonisan dalam

hubungan antara laki-laki dan perempuan. Teori ini tidak memberatkan atau memberi

keringanan untuk kedua belah pihak melainkan kaum laki-laki dan perempuan harus

berkerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehiduapan keluarga,

masyarakat, bangsa dan Negara. Guna melancarkan gagasan tersebut, maka dalam

setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran


6
Nugroho, Riant. Gender dan Strategi Pengarus-Utamanya Di Indonesia. Jakarta,

Indonesia: Pustaka Pelajar, 2011, Hal 9 – 10.

12


perempuan dan laki-laki secara seimbang. Hubungan diantara dua gender ini bukan

bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling melengkapi satu sama lain.

f. Teori Struktural-Fungsional

Teori ini lahir sebagai kritik terhadap teori evolusi, yang berpandangan bagaimana

masyarakat sebagai sebuah sistem yang saling berkaitan diantara satu sama lain. Teori

ini sangat mengakui adanya keanekaragaman dalam kehiduapan sosial. Dalam sebuah

keadaan yang seperti itu dibuatlah suatu sistem yang berlandasan pada consensus nilai-

nilai atau norma agar terjadi adanya interelasi atau kaitan yang berlandasan harmoni,

stabilitas dan keseimbangan. Sistem ini harus memiliki peran yang mencukupi guna

untuk mencapai stabilitas atau harmoni tersebut.

g. Teori Sosial-Konflik

Teori ini di gagas oleh Lockwood, menurut dia konflik akan terus berada di bayang-

bayang masyarakat. Terutama dalam hal distribusi sumber daya yang terbatas.7 Adanya

sifat apatisme diri yang akan menimbulkan difereinsiasi kekuasaan yang berujung

sekelompok orang menindas atau menekan kelompok lainya yang lebih rendah, yang

berkahir menimbulkan konflik dalam suatu ruang lingkup atau organisasi. Dalam

permasalahan gender, teori sosial-konflik menyimpukan bahwa perbedaan dan

ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan

biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas yang berkuasa dalam relasi

produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga. Dengan kata lain, ketimpangan peran


7
Outhwaite, William. 2008. Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern Edisi Kedua.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm. 818

13


gender dalam masyarakat bukan karena kodrat dari Tuhan, tetapi karena konstruksi

masyarakat.

h. Gender dan Pendidikan

Dalam sebuah kalangan masyarakat kita bisa melihat bahwa nilai atau norma dan

aturan yang ada di di agama maupun adat istiadat yang tidak menyokong keikutsertaan

wanita dalam pendidikan formal.8 Ada nilai yang mengemukakan bahwa wanita tidak

perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur juga. Ada juga

masyarakat yang sama sekali tidak membenarkan anak gadisnya untuk bersekolah.

Sebagai akibat ketidaksamaaan kesempatan demikian maka dalam banyak masyarakat

dijumpai ketimpangan dalam angka partisipasi dalam pendidikan formal. Prestasi

akademik maupun motivasi belajar sering bukan merupakan penghambat partisipasi

wanita, karena siswi yang berprestasi pun sering tidak melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi.

6. Metode Penelitian

Untuk mendukung penulisan proposal ini, kelompok kami mendapatkan data

melalui sebuah metode untuk melakukan penelitian yaitu, metode penelitian

deskriptif yang kami lakukan dengan cara pendekatan kualitatif. Metode ini dinilai

sangat membantu untuk mengerjakan proposal penelitian kami.


8
Savitri, Niken. "Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan." Pusat Inovasi
Pembelajaran. 2015. Accessed February 25, 2018. http://pip.unpar.ac.id/publikasi/buletin/sancaya-
volume-03-nomor-2-edisi-maret-april-2015/kesetaraan-gender-dalam-dunia-pendidikan/.

14


Metode penelitian kualitatif sendiri akan kami lakukan dengan cara

membuat survey melalui google form yang akan kami sebar secara online ataupun

memberikan beberapa penyebaran lembar form bagi yang belum mengisi agar lebih

efektif. Hasil dari respon yang kami dapat akan langsung kami kaji dan kami

berikan dalam bentuk kualitatif beserta dengan penjelasan deskriptif.

Mengapa harus secara kualitatif? Dalam mendapatkan data yang menurut

kami lebih actual dan lebih tepat dengan cara kualitatif yaitu mengumpulkan

pendapat dari aktor – aktor dalam Hubungan Internasional UPH. Setelah kami

mendapatkan data – data tersebut sebanyak mungkin, kami akan menghitung dan

setelah itu mengkaji dari data yang kami dapatkan dan akan disajikan dalam bentuk

data statistic berbentuk diagram. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembaca

melihat hasil dari analisa kami.

Selain itu untuk lebih mendukung pengerjaan pencarian hasil dari penelitian

kami, maka kami juga akan menggencarkan lewat wawancara. Sasaran wawancara

kami adalah Dosen HI UPH, Mahasiswa HI UPH, serta Staff HI UPH yang tentunya

mengetahui seluk beluk pengajaran di dalam jurusan Hubungan Internasional UPH

sendiri. Hasil wawancara kami akan rangkum sebagai pendukung dari hasil dari

survey kualitatif kami.

15


DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Artikel

1. Djunaedi, Wawan, and Ikhlillal Muzzayanah. Pendidikan Islam adil gender di

madrasah. Jakarta, Indonesia: Pustaka STAINU bekerja sama dengan LP3M

STAINU Jakarta dan European Union, 2008.

2. Mufidah Ch, Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi dan Konstruksi

Sosial, Malang, Indonesia: UIN Maliki Press, 2010.

3. Suryadi, Ace, and Ecep Idris. Kesetaraan gender dalam bidang pendidikan.

Bandung, Indonesia: Genesindo, 2004.

4. Djunaedi, Wawan, and Ikhlillal Muzzayanah. Pendidikan Islam adil gender di

madrasah. Jakarta, Indonesia: Pustaka STAINU bekerja sama dengan LP3M

STAINU Jakarta dan European Union, 2008.

5. Fakih, Mansour. Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta,

Indonesia: Insist Press, 2008.

6. Nugroho, Riant. Gender dan Strategi Pengarus-Utamanya Di Indonesia.

Jakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar, 2011.

7. Outwhite, William. Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern Edisi Kedua.

Jakarta, Indonesia: Kencana Prenada Media Group, 2008, Hal. 818

Internet

1. Dinasari, Mia Citra. "5 Alasan Mengapa Perempuan Lebih Emosional


Dibanding Pria | lifestyle." Bisnis.com July 18, 2016. Accessed February
25, 2018. http://lifestyle.bisnis.com/read/20160718/106/566724/5-alasan-
mengapa-perempuan-lebih-emosional-dibanding-pria.

16


2. Herlianto, Bagus Pramono. "E-Artikel Situs Artikel Kristen Indonesia."
Feminisme. Accessed February 25, 2018.
http://artikel.sabda.org/feminisme.
3. Savitri, Niken. "Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan." Pusat Inovasi
Pembelajaran. 2015. Accessed February 25, 2018.
http://pip.unpar.ac.id/publikasi/buletin/sancaya-volume-03-nomor-2-edisi-
maret-april-2015/kesetaraan-gender-dalam-dunia-pendidikan/.

17

Anda mungkin juga menyukai