NIM : 19862011042
Studi-studi tentang gender saat ini melihat bahwa ketimpangan gender terjadi
akibat rendahnya kualitas sumberdaya kaum perempuan sendiri, dan hal
tersebut mengakibatkan ketidakmampuan mereka bersaing dengan kaum lelaki.
Oleh karena itu upaya-upaya yang dilakukan adalah mendidik kaum perempun
dan mengajak mereka berperan serta dalam pembangunan. Dalam realitas yang
kita jumpai pada masyarakat tertentu terdapat adat kebiasaan yang tidak
mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan perempuan dalam pendidikan
formal. Bahkan ada nilai yang mengemukakan bahwa “perempuan tidak perlu
sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya kedapur juga.” Ada pula anggapan seorang
gadis harus cepat-cepat menikah agar tidak menjadi perawan tua. paradigma
seperti inilah yang menjadikan perempuan menjadi terpuruk dan dianggap
rendah oleh kaum laki-laki.
Saya mengambil topik ini karena masalah gender sering sekali ditemukan dalam
dunia pendidikan tentunya. Gender juga sangat menarik untuk di teliti. Dan
permasalahan gender ini mudah untuk kita dapatkan informasinya, karena
masalah mengenai transgender sudah banyak kita temukan saat ini.
1. Pengertian Gender
OAKLEY gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial
1. Akses
Yang dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit
dicapai. Misalnya, banyak sekolah dasar di tiap-tiap kecamatan namununtuk
jenjang pendidikan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak. Tidak setiap
wilayah memiliki sekolah tingkat SMP dan seterusnya hingga banyak siswa yang
harus menempuh perjalanan jauh untuk mencapainya. Di lingkungan
masyarakat yang masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan
anak perempuannya kesekolah yang jauh karena mengkhawatirkan
kesejahteraan mereka.
Oleh sebab itu banyak anak perempuan yang terpaksa tinggal dirumah. Belum
lagi beban tugas rumah tangga yang banyak dibebankan pada anak perempuan.
Akumulasi dari fraktor-faktor ini membuat anak perempuan banyak yang cepat
meninggalkan bangku sekolah.
2. Partisipasi
Aspek partisipasi dimana tercakup didalamnya faktor bidang studi dan statistik
pendidikan. Dalam masyarakat kita di Indonesia, dimana terdapat sejumlah nilai
Dalam deklarasi hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan pengajaran, pengajaran harus mempertinggi rasa saling
mengerti, saling menerima,serta rasa persahabatan antar semua bangsa. Terkait
hal ini sesungguhnya pendidikan bukan hanya dianggap dan dinyatakan sebagai
sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai
produk atau konstruksi sosial maka dengan demikian pendidikan juga memiliki
andil bagi terbentuknya reasi gender di dalam masyarakat.
Jika sekolah memilih jalan untuk tidak sekadar menjadi pengawet atau
penyangga nila-nilai, tetapi penyeru pikiran yang produktif dengan
berkolaborasi dengan kebutuhan jaman, maka menjadi salah satu tugas sekolah
untuk tidak membiarkan berlangsugnya ketidakadilan gender yang selama ini
terbungkus rapi dalam kesadaran-kesadaran palsu yang berkembang dalam
masyarakat. Sebaliknya ia harus bersikap kritis dan mengajak masyarakat
sekolah dan masyarakat disekitarnya untuk mengubah atau membongkar
kepalsuan-kepalsuan tersebut sekaligus mentransformasikannya menjadi
praktik-praktik yang lebih berpihak kepada keadilan sesama, terutama keadilan
bagi kaum peremuan. Guru atau pendidik sebagai pilar harus diupayakan
mendapatkan akses terhadap dasar-dasar pengetahuan dan pendidikan gender
terlebih dahulu, untuk membukakan pikiran dan nurani akan adanya persoalan
tersebut.
Sebenarnya, Gender merupakan Perbedaan yang bukan biologis dan juga bukan
kodrat tuhan. Konsep genderi itu sendiri harus dibedakan antara kata gender
dan kata kelamin (seks).
Perbedaan Jenis kelamin antara lelaki dan perempuan tidak berubah dan hal itu
merupakan ketentuan biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan tingkah
laku antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk. Jadi,
perbedaan yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya
yang panjang.
Dalam kontruksi Barat, ada beberapa masalah yang terkait dengan gender, yaitu
gender differention, gender equality dan gender oppression. Dalam pandangan
mereka bahwa di dunia ini masih ada perbedaan, ketidaksamaan dan kekrasan
gender.
Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
Laki-laki dipandang lebih penting dalam mencari ilmu, sebab kelak kaum laki-
laki yang akan menafkahi keluarga. Sedangkan perempuan tetap akan menjadi
ibu rumah tangga. Dan anggapan ini, pendidikan tinggi dirasa kurang begitu
perlu bagi kaum perempuan.
Pandangan seperti itulah yangterlihat tidak adil bagi salah satu pihak, khususnya
untuk pihak perempuan. Mereka mengalami diskriminasi dalam hal
memperoleh kesempatan pendidikan. Di samping itu mereka dieksploitasi untuk
bekerja membantu orang tua, padahal seumuruan mereka masih menikmati
masa kanak-kanak atau masa remaja mereka.
Kesetaraan Gender dalam pendidikan sekolah
Dengan era globalisasi sekarang ini dimana batas-batas menjadi bias atau tidak.
Seperti dalam dunia pendidikan yang harus bersaing kuat laki-laki harus berhasil
dan menjadi pemimpin kelas. Seperti yang diajukan oleh Ranienci Istiqomah
dalam penelitianya yang dimaksud beberapa faktor dalam menyetujui gender,
yaitu aspek kebijakan, sosial-ekonomi, dan budaya. Kebijakan pemerintah
terhadap pihak laki-laki, seperti ruang publik bagi perempuan. Banyak
persyaratan yang harus disetujui. Kemudian sosial-ekonomi, dalam pendidikan
biasanya pertemanan terjadi sesame peremuan atau sesame laki-laki sehingga
jaringan modal sosial kuarngembang. Kemudian dari segi budaya banyak
kepercayaan atau keyakinan yang menguatkan laki-laki dan pererpuan memiliki
peran yang berbeda, seperti laki-laki lebih diutamakan untuk mengenyam
pendidikan sementara perempuan membantu menyelesaikan untuk rumah.
Pandangan tentang itu memberikan jarak bagi perempuan untuk
berkembang.Yang menjadi sorotan utama untuk kesetaraan gender adalah
kepandaian dari guru untuk membenarkan pemahaman tentang gender yang
selama ini telah keliru. Mempertanyakan siswa benar-benar dan mampu
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang baik
tentang gender maka hal ini akan berdampak pada sikap bergaul dan masa
depan anak. Laporan ini akan membahas tentang siswa SMA AL USWAH tentang
geder. Yang menjadi sorotan utama dalam kesetaraan gender adalah kepandaian
dari guru untuk membenarkan pemahaman tentang gender yang selama ini
telah keliru. Mempertanyakan siswa benar-benar dan mampu mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang baik tentang gender
maka hal ini akan berdampak pada sikap bergaul dan masa depan anak. Laporan
ini akan membahas tentang siswa SMA AL USWAH tentang geder. Yang menjadi
sorotan utama dalam kesetaraan gender adalah kepandaian dari guru untuk
membenarkan pemahaman tentang gender yang selama ini telah keliru.
Mempertanyakan siswa benar-benar dan mampu mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang baik tentang gender maka hal
ini akan berdampak pada sikap bergaul dan masa depan anak. Laporan ini akan
membahas tentang siswa SMA AL USWAH tentang geder.
Aktivtas yang terjadi di dalam kelas antara murid laki-laki dan murid perempuan
tidak ada pembedaan. Karena menurut siswa-siswa, mereka sama-sama
memiliki status pelajar dan belajar agar belajar bersama lebih menyenangkan,
dan untuk memudahkan pergaulan dan sosialisasi antara siswa laki-laki dan
perempuan. Sementara menurut salah satu murid yang kami tanyai, misalkan
sedang mengangkat meja itu juga murid perempuan yang mengangkat sendiri
tidak meminta bantuan laki-laki. Dan menurut mereka antara laki-laki dan
perempuan memiliki tanggung jawab yang sama saja.
Struktur organisasi di kelas tidak berdasarkan pada laki-laki yang harus sebagai
pemimpin. Namun dari orang yang memang mempertimbangkan memiliki
kemampuan / keahlian yang baik itu laki-laki maupun perempuan melalui
sistem musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama. Diperkuat pula
dengan pandangan perempuan juga bisa memimpin dalam struktur organisasi
karena perempuan emansipasi, contohnya di sekolah tersebut ketua OSIS-nya
adalah perempuan. Disisi yang lain adalah seorang murid yang masih berpikiran
tentang laki-laki adalah seorang imam, maka laki-laki yang percaya pada posisi
ketua tetapi tetap dengan keputusan bersama.
Fasilitas yang ada di kelas juga sama-sama digunakan siswa-siswa laki-laki dan
perempuan tetapi dalam penggunaannya bergiliran atau berganti, misal seperti
spidol, sapu, kemoceng, dll. Fasilitas lain di sekolah salah satunya adalah toilet,
dimana toilet antara laki-laki dan perempuan sudah dibedakan sendiri-sendiri,
dan di sekolah ini keseluruhan terdapat 5 toilet.
Perlakuan guru pada murid-muridnya pada umumnya sama antara murid laki-
laki dan murid perempuan, tetapi mungkin dalam penegasannya yang sedikit
berbeda. Karena biasanya siswa perempuan akan lebih mudah diatur dan
diarahkan pada siswa laki-laki, maka dibutuhkan ketegasan yang lebih banyak
bagi siswa laki-laki. Namun untuk keseluruhan dalam pembelajaran dan
perhatian untuk semua siswa sama. Karena menurut murid-murid yang kami
tanyai, guru lebih tau apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana mereka
harus menyikapi murid-muridnya.
Di Al-Uswah ini, para siswa sudah diajarkan mengenai pengetahuan gender oleh
guru mereka. Walaupun SMA ini berbasis pesantren, tetapi kesetaraan gender
sudah cukup terlaksana dengan baik. Contohnya saja dalam pemilihan
pemimpin seperti ketua kelas, ketua OSIS dll, mereka tidak mengutamakan
seorang laki-laki untuk menjadi pemimpin mereka mengingat biasanya
seseorang akan memilih laki-laki karna dianggap lebih mampu menjadi
pemimpin. Di SMA yang berbasis pesantren ini, pemilihan pemimpin ditentukan
oleh kemampuan dan minat siswanya, pada tahun ajaran 2016/2017 sekarang
ini ketua OSIS di SMA ini merupakan seorang perempuan siswi dari kelas XI.
Contoh lainya pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan seperti menghapus papan
tulis, memindahkan meja, menyapu lantai dll dilakukan tidak memprioritaskan
baik itu laki-laki atau perempuan. Seperti kegiatan yang memindah meja,
menghapus papan tulis, yang masih ada yang menganggap mungkin itu
pekerjaan yang pantas dilakukan oleh laki-laki, di SMA ini pekerjaan itu tidak
memprioritaskan itu laki-laki ataupun perepuan. Para peserta didiknyapun
sudah mengetahui apa itu gender dan kesetaraan gender karena hal itu sudah
ada didalam materi pembelajaran mereka sudah ada yang membahas tentang
gender.
Kesetaraan jender di SMA ini memang sudah terlaksana dengan baik, tetapi hal
lain juga menunjukkan bahwa jender masih ada di SMA ini dan mungkin sulit
dihilangkan, seperti buku ajar yang dibahas, bukan hanya di SMA ini saja, tetapi
di sekolah-sekolah lainya masih tersedia. jenis kelamin. Contohnya adalah
pekerjaan-pekerjaan tertentu yang mencirikhaskan itu pekerjaan laki-laki atau
perempuan, misalnya pekerjaan pilot, polisi, masinis, petani, dan melakukan
pekerjaan kasar, hal itu terkait dengan pekerjaan laki-laki. Hal lainya seperti
pekerjaan dokter, pekerjaan seperti menyapu, memasak, hal itu terkait dengan
pekerjaan peren perempuan.
Pendidikan sebagai organ vital dari dasar dan pengajaran praktik pendidikan
tidak luput juga dari kasus bias gender. Ketimpangan gender ini sejak dini sudah
dikenalkan pada anak-anak didik, jadi terma-terma dikotomis, dan komponen
semantik yang saling beroposisi membenamkan pengertian yang berarti kurang
dipahami.
Simaklah kutipan yang ditemukan dalam satu mata pelajaran IPS seperti dikutip
ini:
“Ayah memiliki kedudukan sebagai kepala keluarga. Ayah adaah suami dari ibu.
Kesejahteraan dan keselamatan keluarga merupakan tanggung jawab ayah.
Ayah mengajak mencari nafkah untuk menghidupi anak dan berbicara. Ayah
juga memiliki hal untuk menghormati, kita harus menghormati beliau. Ayah juga
berhak membuat peraturan di rumah, karena ayah merupakan pemimpin
keuarga. Ayah berhak menasihati dan memberikan hubkuman pada saat yang
nakal. ”
2.
3.
Di SMA Al-Uswah sendiri, bias gender dalam kegiatan belajar sudah nampak
berkurang. Hal ini dapat dilihat dari contoh kecil dengan representasi
kepemimpinan yang tidak lagi hanya bergantung pada laki-laki namun juga
perempuan. Contohnya saja keberadaan ketua OSIS yang berjenis kelamin
perempuan. Tak hanya itu, menurut pengakuan jumlah siswa, guru juga sudah
tidak lagi membedakan antara peran laki-laki dan perempuan.