Anda di halaman 1dari 6

”Perilaku Seks Bebas Di Kalangan Remaja dan Orang (Dewasa) Sudah

Berkeluarga”
(SEBUAH KAJIAN TENTANG PERILAKU DAN KEBUTUHAN)

Oleh : Achmad Saptono (Mahasiswa Sosiologi FISIP-UNSOED)

Seks bebas
Seks bebas adalah salah satu kebudayaan hasil adopsi dari budaya barat yang pada
saat sekarang ini sudah menjamur pada masyarakat indonesia, sasaran pelaku dari seks
bebas tersebut tidak hanya pada kalangan remaja, akan tetapi justru banyak juga dari
kalangan para orang dewasa yang menjadi pelaku dari perilaku seks bebas tersebut.
Perilaku seks bebas apabila dipandang dari segi hukum dan juga agama yang berlaku di
Indonesia merupakan perbuatan yang dilarang dan diharamkan.Terdapat berbagai macam
alasan serta penyebab kenapa seks bebas tersebut bisa terjadi, karena mengingat
globalisasi zaman yang sudah semakin canggih dengan berbagai macam penemuan baru
dalam bidang teknologi, dalam hal ini yaitu internet. Internet adalah salah satu musuh
terbesar bagi kalangan pejuang agama atau moral. Karena dengan adanya teknologi siapa
saja dapat dengan mudah untuk mengakses film-film porno, yang akhirnya dapat memicu
terjadinya seks bebas. Bukan hanya itu, penyebab lainnya adalah karena masuknya
budaya-budaya dari bangsa barat yang pada akhirnya selalu membuat kebudayaan bangsa
indonesia menjadi semakin terkikis, misalnya : hidup foya-foya, gaya hidup bebas dan
lain sebagainya.
Yang dimaksud seks bebas adalah keadaan perbuatan atau perilaku melakukan
hubungan suami-istri tanpa ikatan atau diluar nikah, tanpa status yang jelas. Ada berbagai
kemungkinan alasan kenapa bisa terjadinya seks bebas, diantaranya adalah :
1) Kebutuhan akan seks dari pelaku
2) Pertengkaran dalam keluarga
3) Bagi remaja, karena kurangnya perhatian dari orang tua
4) Pengaruh budaya global (kebarat-baratan)
Kemungkinan alasan tersebut adalah nyata terjadi pada lingkungan masyarakat di
sekitar kita.
Seks bebas adalah kebutuhan bagi kalangan orang (dewasa) sudah berkeluarga.

1
Herbert Mead dalam teori perkembangan diri manusia mengemukakan bahwa pada
hakikatnya manusia memiliki kebutuhan akan seks. Artinya baik remaja maupun orang
dewasa pasti membutuhkan apa yang disebut seks, khususnya sejak saat pertama kali
manusia mengalami mimpi basah (bagi laki-laki) dan mengalami menstruasi (bagi
perempuan). Ada beberapa pendapat yang mengemukakan bahwa seks bebas adalah
suatu kebutuhan bagi kalangan orang dewasa. Logikanya adalah ketika pasangan suami-
isteri mengalami pertengkaran lalu sebagai tempat pelariannya adalah pergi ke tempat-
tempat hiburan, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Di tempat hiburan inilah
mereka melampiaskan hasrat seksualnya. Pendapat lain tentang kebutuhan seks bebas
adalah misalnya ketika sang suami ataupun sang isteri tidak ada di rumah dalam jangka
waktu yang panjang, lalu kebetulan hasrat seksual itu muncul maka mereka pun akan
melampiaskan hasrat seksual itu dengan pergi ke tempat-tempat hiburan atau tempat
pelacuran.

Yang jadi masalah


Fenomena terjadinya seks bebas ternyata tidak hanya terjadi pada kalangan
remaja saja, akan tetapi kalangan orang (dewasa) yang sudah berkeluarga-pun banyak
yang menjadi pelaku. Lalu yang menjadi permasalahannya adalah kenapa orang (dewasa)
yang sudah berkeluarga menjadi pelaku dari seks bebas tersebut.

Apa itu Perilaku seks bebas


Secara deskriptif yang dimaksud dengan perilaku seks bebas adalah perbuatan
hubungan intim, suami isteri di luar pernikahan dan tanpa ikatan yang jelas. Perilaku
bebas bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, tergantung dari bagaiman kultur yang
ditanamkan pada daerah tempat tinggal pelaku seks bebas tersebut. Ketika lingkungan
tempat tinggal situ sangat kental dan ketat dengan aturan atau norma yang berlaku, maka
kemungkinan akan terjadinya seks bebas tersebut akanb sedikit. Sebaliknya ketika
lingkungan tempat tinggal pelaku seks bebas tersebut sudah sangat bebas, artinya tanpa
ada norma atau aturan yang jelas, maka kemungkinan akan terjadinya seks bebas tersebut
semakin besar.

2
Dampak perilaku seks bebas
1. Dampak terhadap remaja
Delapan tahun yang lalu, Khofifah Indar Parawansa, yang menjabat Menteri
Pemberdayaan Perempuan saat itu, pernah melansir data bahwa 6 dari 10 remaja putri di
Surabaya sudah tidak perawan lagi. Meskipun angka tersebut terbilang fantastis, tapi
tidak terjadi kepanikan dalam masyarakat atau terjadi demo sebagai bentuk protes. Bisa
dimaknai, masyarakat mengamini data tersebut. Apalagi belakangan ada dukungan data
sejenis dari Walikota Bengkulu, yang menyebutkan hanya 35% siswi SMA didaerahnya
yang masih perawan (Jawa Pos, 29-1—2005). Atau data yang lebih menohok dari
Yogyakarta. Menurut hasil penelitian Iip Wijayanto, 97% mahasiswi pernah melakukan
hubungan seks pra nikah (Jawa Pos, 4-8-2002).
Akibat dari perilaku seks bebas, banyak remaja putri yang hamil di luar nikah.
Dan jalan keluar yang banyak dilakukan adalah aborsi. Menurut penelitian LSM Sahabat
Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara tahun 2000-2002, remaja yang
melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya mengaku telah
melakukan aborsi lebih dari satu kali (Jawa Pos, 11-3-2006). Data ini didukung hasil
penelitian Iip, bahwa terdapat 98% mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra
nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia
diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh
wanita yang belum menikah, sekitar 10-25% adalah para remaja (Rahma, 2001). Artinya,
ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan melakukan aborsi setiap
tahunnya. Padahal, Khofifah sendiri menyebutkan tidak kurang dari 900 ribu remaja yang
pernah aborsi akibat seks bebas (Jawa Pos, 28-5-2001).Berarti sekitar 39% dari angka
nasional. Padahal di Jawa Timur, remaja yang melakukan aborsi tercatat 60% dari total
kasus (Jawa Pos, 9-4-2005).
Resiko lain dari perilaku seks bebas adalah HIV/AIDS.Data dari UNAIDS,
organisasi AIDS sedunia (1998), diperkirakan 7000 remaja terinfeksi virus HIV setiap
harinya. Di Indonesia, sebagaimana dilaporkan majalah Time (September 2002), sampai
tahun 2001, jumlah penderita HIV mencapai 120 ribu orang, atau menempati peringkat
teratas di Asia Tenggara. Angka resmi yang dirilis pemerintah jauh di bawah jumlah

3
tersebut. Perbedaan tersebut sangat mungkin disebabkan metode penghitungan yang
berbeda. Depkes berpegang pada data riil, yakni kasus yang ditangani dan dilaporkan,
sedangkan kita mengetahui bahwa HIV/AIDS adalah fenomena gunung es, yang tampak
di permukaan jauh lebih kecil dari yang sesungguhnya terjadi (Kurniawan, 2002).Secara
teoritis, dari satu kasus HIV yang terdeteksi, mewakili ribuan kasus yang tidak tercatat.
Karena itu jika kita terlena dengan angka yang kecil, jangan terkejut jika bom waktu itu
suatu saat meledak menjadi persoalan nasional yang serius, seperti halnya kasus flu
burung pada saat ini. Yang pasti penderita HIV/AIDS remaja memang ada seperti terlihat
dari berita di awal tulisan. Jika di daerah seperti Bengkulu ditemukan 9 kasus remaja
penderita HIV, bisa dibayangkan bagaimana dengan kondisi di kota besar.

2. Dampak Terhadap Orang Dewasa


Dampak dari seks bebas terhadap orang dewasa apabila dilihat dari segi penyakit
yang akan diderita adalah sama yaitu akan menderita HIV. Sedangkan dampak lainnya
adalah pasangan suami-isteri tersebut akan mengalami pertengkaran yang akan berujung
pada perceraian.
Di beberapa negara, orang-orang yang memiliki banyak uang lebih mudah untuk
mempunyai beberapa pasangan seksual daripada mereka yang memiliki uang lebih
sedikit. Sekali lagi ini dapat meningkatkan peluang penularan HIV. Disisi lain, orang-
orang dengan sedikit uang lebih sulit unuk memperoleh perawatan kesehatan, informasi
tentang HIV dan kondom. Orang-orang dengan sedikit uang sering kali terpaksa
melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan kerja. Kadang-kadang mereka harus
menjual seks demi makanan, rumah, uang atau obat-obatan. Sunggu sulit untuk
menghindari HIV dibawah kondisi ini. Sejumlah faktor dapat menyulitkan hidup wanita.
Mempunyai anak mungkin memaksa seorang wanita untuk menghabiskan waktu berjam-
jam guna memberi makan, merawat dan memelihara mereka. Melahirkan anak itu sendiri,
terutama dalamm kehamilan yang sulit, dapat membatasi kemampuan sorang wanita
untuk bekerja. Di banyak negara, para wanita juga melakukan sebagian besar kerja rumah
tangga dan bertani. Mereka bertangung jawab untuk merawat anggota keluarga yang
sudah lanjut usia. Ini membebani wanita sehingga hanya mempunyai sedikit waktu untuk
pendidikan atau kerja di luar rumah. Dan ini meningkatkan ketergantungan pada

4
suami.dan keluarga mereka. Secara umum, wanita mempunyai lebih sedikit uang
dibanding pria. Di banyak belahan dunia, ini berarti wanita kurang memiliki kuasa untuk
mendapatkan seks yang aman atau mengambil keputusan tentang keluarga bernecana.
Terakhir, gagasan-gagasan tradisional tentang peran wanita dalam masyarakat akan
menyulitkan wanita untuk berbicara tentang seks. Ketika wanita diberi saran oleh wanita
lain, mereka mungkin akan berbicara lebih terbuka daripada ketika dibimbing oleh
seseorang pria. Seorang wanita mungkin merasa terbuka membicarakan apa yang
dipikirkannya ketika pasangan mereka tidak hadir. Wanita yang lain mungkin ingin
pasangannya hadir bersama, karena dia mungkin memperlakukan informasi itu lebih
serius ketika informasi itu muncul dari anda ketimbang mereka.
Sebagian besar masyarakat ingin wanita mempunyai satu pasangan seks saja.
Sebaliknya, dibanyak tempat pria didorong untuk memiliki lebih dari satu pasangan. Ini
dapat berbahaya bagi mereka dan bagi pasangan mereka. Seorang pria yang melakukan
hubungan seks dengan wanita-wanita di luar pernikahanatau hubungan mereka mungkin
merasa malun dan mungkin tidak memberitahukan ini kepada istri atau pacarnya. Ini
menempatkan wanita pada resiko.
A. Cara mencegah terjadinya perilaku seks bebas
Ketika memang benar-benar kita ingin mencegah agar tidak terjadi seks bebas maka
masih banyak cara untuk mengatasi atau mencegahnya, beberapa usaha yang harus
dilaksanakan antara lain :
1) Ditingkatan keluarga, perlu adanya norma atau batasan kebebasan yang diberikan
pada semua anggota keluarga, misal : jam keluar rumah. Dan ketika batasan
tersebut dilanggar maka langsung dikenakan sanksi sesuai dengan kesepakatan yang
ada pada keluarga tersebut.
2) Di tingkatan RT/RW atau kepala desa, pengawasan serta penjagaan lingkungan
sekitar perlu diperketat, ketika pada malam hari masih banyak remaja atau orang
dewasa yang berkeliaran maka perlu diberikan teguran untuk mengingatkan.
3) Di tingkatan kecamatan atau pemerintah kabupaten, perlu memberikan penyuluhan
tentang dampak dari pergaulan bebas yang nantinya akan membawa ke arah seks
bebas dan perbuatan seks bebas itu dalam jangka panjang akan membuat pelaku
menjadi menderita HIV.

5
Yang seharusnya menjadi warning bagi semua elemen masyarakat adalah bahwa
sampai saat ini belum ditemukan obat yang bisa menyembuhkan penderita HIV

PENUTUP

Perilaku seks bebas bagi kalangan remaja saat ini adalah perilaku yang terkesan
wajar, karena memang budaya pergaulan yang ada pada zaman sekarang ini adalah sudah
semakin bebas. Sehingga tidak heran kalau ternyata banyak data penelitian yang
membuktikan bahwa sebagian besar perempuan di indonesia pada saat ini sudah tidak
virgin(perawan) lagi. Sedangkan bagi kalangan orang dewasa banyak yang beranggapan
bahwa perilaku seks bebas tersebut adalah suatu kebutuhan, yang sewaktu-waktu bisa
saja dilakukan karena alasan sudah lama tidak melakukan hubungan intim dengan
pasangannya.

Daftar Referensi
Berger, Peter & Luckman. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan Sosial, Jakarta: LP3ES.
Granich, Ruben, Jonatahan Mermin, 2003, Ancaman HIV, Penerbit Insist, Yogyakarta

Sarwono, Solita. 1993, Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Serta Aplikasinya,

Jakarta, Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Wardhianna, Sotyania, 2008, materi kuliah Sosiologi Kesehatan

Sumber lain :

http//: www.opiniku.blogspot.com/ diakses pada 11 januari 2009

http//: www.rumahsakit-indonesia.com/ submit : berpikir sehat sebelum sakit/ diakses

pada 11 januarai 2009.

Anda mungkin juga menyukai