Anda di halaman 1dari 15

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING WANITA DEWASA LAJANG

(Ditinjau dari Empat Tipe Wanita Lajang menurut Stein)

Frisca Putri D. W. S.
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
frisca.putri_24@yahoo.co.id

Dibimbing Oleh:
Evi Kurniasari P., M. Psi. Psikolog
Silvia Eka Mariskha, M. Psi. Psikolog

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan psychological well-being wanita dewasa lajang.
Sehingga terdapat 3 hal yang akan diteliti, antara lain yaitu: 1) gambaran psychological well-being
wanita dewasa lajang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari; 2) Faktor-faktor yang
mempengaruhi psychological well-being wanita dewasa lajang; 3) Upaya wanita dewasa lajang dalam
meraih psychological well-being. Subyek dalam penelitian ini terdiri atas tiga wanita dewasa lajang
(belum pernah menikah). Sampel pada penelitian ini dipilih secara purposive sampling dan memenuhi
kriteria sebagai berikut: 1) wanita dewasa lajang (belum pernah menikah); 2) Termasuk dalam empat
kriteria wanita lajang menurut Stein (Voluntary temporary singles, Voluntary stable singles,
Involuntary temporary singles, dan Involuntary stable singles); 3) Termasuk dalam kelompok masa
dewasa awal (usia 18-40 tahun), masa dewasa madya (usia 40-60), dan masa dewasa akhir (60-
meninggal); 4) Berdomisili di kota Samarinda. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa wanita dewasa
lajang dapat menjalani kehidupan yang sama selayaknya wanita yang sudah menikah. Penelitian ini
membuktikan bahwa wanita dewasa lajang mampu mencapai psychological well-being.

Kata kunci : Psychological well-being, Dewasa, Lajang.

ABSTRACK

This study aimed to describe the psychological well-being single adult women. So there are three
things that will be examined, among other things: 1) picture of psychological well-being of women
undergoing single adults in their everyday lives; 2) Factors that affect the psychological well-being
single adult women; 3) Efforts single adult women to achieve psychological well-being. The subjects
in this study consisted of three adult women single (never married). Samples have been selected by
purposive sampling and meet the following criteria: 1) adult women single (never married); 2)
Included in the four criteria of single women by Stein (Voluntary temporary singles, singles stable
Voluntary, Involuntary temporary singles and Involuntary stable singles); 3) Included in the group of
early adulthood (ages 18-40 years), middle adulthood (ages 40-60), and adolescence (60 died); 4)
Based in the city of Samarinda. This study uses qualitative research with phenomenological
approach. Data collection techniques the researchers used were interviews, observation, and
documentation. The results of this study stated that the single adult female can live the same life
should a married woman. This study proves that the single adult women are able to achieve
psychological well-being.

Keywords : Psychological well-being, Adult, Single

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 1


BAB I mengejar karir, melanjutkan pendidikan, atau
PENDAHULUAN melakukan pekerjaan kreatif. Hurlock (2006)
menjelaskan, bahwa selama usia 20-an, tujuan
A. Latar Belakang dari sebagian besar wanita yang belum
Perkembangan jaman dan era globalisasi menikah adalah perkawinan. Apabila seorang
menimbulkan banyak perubahan, terutama wanita belum juga menikah pada waktu
terkait dengan pola pikir perempuan usia berumur 30 tahun, mereka cenderung
produktif tentang pernikahan. Di beberapa mengganti tujuan dan nilai hidupnya ke arah
negara maju, perempuan lebih memilih nilai dan tujuan yang baru dan berorientasi
melajang atau berpasangan tanpa pernikahan, pada pekerjaan, karir, dan kesenangan
seperti yang terjadi di Amerika Serikat. pribadi.
Banyaknya budaya asing yang masuk Terlampau terfokus dengan karir, alhasil
Indonesia termasuk salah satu hal yang dapat kebanyakan wanita kemudian justru
memicu adanya suatu perubahan. melupakan pasangannya, bahkan tidak
Salah satu perubahan budaya yang terpikirkan mengenai pasangan. Terkadang,
belakangan ini semakin berkembang dan wanita pun tidak ingin dipandang lemah atau
meluas yaitu mengenai wanita dewasa lajang. tidak mandiri oleh pria, sehingga ia ingin
Beberapa tahun terakhir, terlihat adanya menghasilkan uang melalui hasil kerja
peningkatan terhadap wanita maupun pria kerasnya sendiri. Namun, hal tersebut pula
dewasa yang masih lajang. Walaupun yang kemudian membuat wanita melupakan
peningkatannya tidak terlalu signifikan, hal-hal lain yang juga sama pentingnya.
namun dikhawatirkan akan menurunkan Terkadang wanita pun memikirkan bahwa
kualitas kebahagiaan maupun tingkat memiliki pasangan hanya akan menambah
pertumbuhan penduduk di dunia khususnya beban di hidup mereka. Terkadang,
Indonesia. pembicaraan atau pengalaman dari orang
Fenomena hidup lajang (single) telah sekitar yang kemudian membuat seorang
muncul dalam skala global. Dalam perspektif wanita takut atau bahkan tidak ingin mencoba
gender, tuntutan menikah jauh lebih berat untuk memiliki pasangan (Kumalasari, 2007).
pada wanita dewasa dari pada pria. Di Amerika Serikat, penduduk yang tidak
Kecenderungan budaya pada masyarakat pernah menikah atau memiliki anak, jumlah
Indonesia telah membuat wanita didorong wanita lebih banyak daripada pria. Selain itu,
untuk menjadi ibu dan istri dalam sebuah wanita yang bekerja paruh waktu rata-rata
keluarga, agar ia dihargai sebagai anggota menghasilkan penghasilan lebih banyak
masyarakat sepenuhnya. Karena budaya Ditambah pula besarnya kesempatan untuk
tersebut, setiap keluarga akan tetap meningkatkan jenjang karir, serta adanya
menyarankan anak wanitanya untuk menikah kebebasan untuk mengubah dan melakukan
(Kumalasari, 2007). percobaan dalam pekerjaan dan gaya hidup.
Wanita lajang telah menjadi sebuah Adanya fenomena inilah yang membuat para
kategori sosial tersendiri yang dilekati dengan wanita bekerja tetap mempertahankan
karakteristik yang khas yang seringkali kelajangannya, sebab mereka berpikir
bernada negatif atau “tidak normal” karena pernikahan hanya akan menjadi batu
akan cenderung dibandingkan dengan sandungan dalam berkarir (DePaulo &
kelompok wanita yang sudah menikah yang Morris, 2008).
lebih dipandang “normal” (Septiana, 2013). Di Indonesia, hasil sensus penduduk pada
Pada umumnya, wanita dewasa awal tahun 2010 yang dilaporkan oleh Badan Pusat
yang menunda pernikahan terhalang karena Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa wanita
belum menemukan pasangan yang tepat, berusia 30-54 yang belum menikah berjumlah
namun ada juga yang hidup melajang karena 1.418.689 orang, atau sekitar 4,1% dari total
merupakan pilihan. Seperti yang diungkapkan jumlah wanita Indonesia yang berada pada
oleh Feldman (2009), beberapa orang ingin rentang usia yang sama. Menurut Data BPS
tetap menikmati kebebasan dalam mengambil pada tahun 2013, persentase untuk wanita
risiko, bereksperimen, berkeliling dunia, yang belum menikah pada rentang usia 25-44

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 2


adalah sebesar 10,83%, dan untuk rentang C. Rumusan Masalah
usia 45-59 adalah sebesar 2,58%. Sedangkan, Berdasarkan fokus penelitian di atas,
untuk wanita yang belum menikah pada usia maka tujuan yang hendak dicapai oleh
yang lebih dari 60 tahun adalah sebesar peneliti adalah:
1,11%. 1. Bagaimana gambaran psychological well-
Batas usia menikah sudah ditentukan oleh being wanita dewasa lajang dalam
Undang-undang Perkawinan. Pada Undang- kehidupannya sehari-hari?
undang Perkawinan tahun 1974, usia 2. Apa saja faktor-faktor yang
minimum seorang perempuan untuk menikah mempengaruhi psychological well-being
adalah 16 tahun. Sedangkan untuk pria, 18 wanita dewasa lajang?
tahun. Namun menurut BKKBN, akan lebih 3. Apa saja upaya wanita dewasa lajang
siap jika seorang wanita menikah di atas usia dalam meningkatkan psychological well-
20 tahun. Usia menikah ideal untuk being?
perempuan di Indonesia adalah 20-35 tahun
dan 25-40 tahun untuk pria. BKKBN D. Tujuan Penelitian
menjelaskan, pada umur 20 tahun ke atas, Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak
organ reproduksi perempuan sudah siap dicapai oleh peneliti adalah:
mengandung dan melahirkan. Selain itu, 1. Untuk menggambarkan psychological
Lewis & Moon (1997) menyatakan bahwa well-being wanita dewasa lajang dalam
pada tahun 1960-an, wanita yang sudah menjalani kehidupannya sehari-hari.
berusia 25 tahun masih lajang dipandang 2. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang
negatif oleh masyarakat. Berbeda pada masa mempengaruhi psychological well-being
tahun 1980-an, lajang mulai dianggap sebagai wanita dewasa lajang.
salah satu gaya hidup (dalam Nanik, 2015). 3. Untuk menjelaskan upaya wanita dewasa
Setiap orang bisa menikmati hidup dan lajang dalam meraih psychological well-
berfungsi secara sosial. Jika alasan menikah being.
hanya untuk kebutuhan status, maka pilihan
tersebut bisa menimbulkan efek negatif. E. Manfaat Penelitian
Tidak hanya itu, pernikahan yang berlangsung Berdasarkan tujuan penelitian di atas,
hanya dikarenakan status juga dapat membuat maka penelitian ini diharapkan dapat
seseorang tidak lagi bisa menikmati hidup bermanfaat:
sepenuhnya. Sebab, menikah adalah pilihan 1. Bagi wanita dewasa yang belum
penting dan harus bersedia untuk menikah, diharapkan mampu
berkomitmen selamanya. memberikan gambaran kehidupan dan
Dari fenomena yang telah dijabarkan di psychological well-being wanita dewasa
atas, menarik minat peneliti untuk mengkaji lajang, sebagai bahan pertimbangan
lebih jauh mengenai gambaran psychological mengenai dampak positif dan negatif
well-being wanita dewasa lajang dalam sebelum memutuskan hidup lajang.
menjalani kehidupannya sehari-hari dengan 2. Bagi wanita dewasa lajang
judul, “Psychological well-being Wanita Bagi wanita dewasa lajang, diharapkan
Dewasa Lajang”. mampu membantu maupun
meningkatkan psychological well-being
B. Fokus Penelitian wanita dewasa lajang dalam menjalani
Penelitian ini berfokus pada gambaran kehidupan sehari-hari.
psychological well-being wanita dewasa 3. Bagi masyarakat
lajang yang ditinjau berdasarkan empat tipe Bagi masyarakat pada umumnya,
wanita lajang. Wanita dewasa lajang yang diharapkan mampu memberikan
dimaksud berada pada rentang usia 25-60 informasi mengenai psychological well-
tahun, pernah/sedang bekerja, belum pernah being wanita dewasa lajang, sehingga
menikah, dan berdomisili di kota Samarinda. masyarakat lebih memahami dan
menaruh empati pada kehidupan wanita
dewasa lajang. Selain itu, diharapkan

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 3


masyarakat dapat tetap memberikan interpersonal secara emosional
dukungan secara moril dan sosial dan adanya kepercayaan satu
terhadap wanita dewasa lajang. sama lain sehingga merasa
nyaman.
BAB II 3) Kemandirian (autonomy).
PERSPEKTIF TEORITIS Merupakan kemampuan,
melakukan dan mengarahkan
A. Kajian Pustaka perilaku secara sadar den
1. Psychological well-being mempertimbangkan yang mana
a. Pengertian Psychological well- yang negatif dan positifnya
being sehingga memutuskan dengan
Ryff (1989) mendefinisikan tegas dan penuh keyakinan diri.
psychological well-being sebagai 4) Penguasaan terhadap lingkungan
sebuah kondisi dimana individu (environmental mastery). Hal ini
memiliki sikap yang positif terhadap sangatlah berpengaruh pada
diri sendiri dan orang lain, dapat kehidupan eksternal tiap
membuat keputusan sendiri dan individu dimana faktor eksternal
mengatur tingkah lakunya sendiri, adalah sesuatu hal yang dapat
dapat menciptakan dan mengatur merubah sebagian aspek
lingkungan yang kompatibel dengan kehidupan individu. Sehingga
kebutuhannya, memiliki tujuan hidup adanya kapasitas untuk
dan membuat hidup mereka lebih mengatur kehidupan dan efektif
bermakna, serta berusaha dalam lingkungan sekitar.
mengeksplorasi dan mengembangkan 5) Tujuan hidup (purpose in life).
dirinya. Keberhasilan dalam menemukan
Psychological well-being makna dan tujuan di berbagai
merupakan kemampuan individu usaha dan kesempatan dapat
untuk menerima dirinya apa adanya diartikan sebagai individu yang
(self-acceptance). Membentuk memiliki tujuan di dalam
hubungan yang hangat dengan orang hidupnya.
lain (positive relation with others). 6) Pertumbuhan pribadi (personal
Memiliki kemandirian dalam growth). Berfungsinya aspek
menghadapi tekanan sosial psikologi yang optimal
(autonomy), mengontrol lingkungan mensyaratkan tidak hanya
eksternal (environmental mastery), seorang tersebut mencapai suatu
memiliki tujuan dalam hidupnya karakteristik yang telah
(purpose in life), serta mampu diciptakan sebelumnya, namun
merealisasikan potensi dirinya secara juga adanya keberlanjutan dan
continue (personal growth) (Ryff, pengembangan akan potensi
1989). yang dimiliki, untuk tumbuh dan
terus berkembang sebagai
b. Dimensi Psychological well-being
seorang yang berkualitas.
1) Penerimaan diri (self-
acceptance). Penerimaan diri 2. Dewasa
Istilah adult atau dewasa berasal dari
ditunjukkan pada individu yang
bentuk lampau kata adultus, yang berarti
dapat mengevaluasi secara
telah tumbuh menjadi kekuatan atau
positif terhadap dirinya yang
ukuran yang sempurna atau telah menjadi
sekarang maupun dirinya di
dewasa. Selain itu, Hurlock juga
masa yang lalu.
menjelaskan bahwa dewasa adalah saat
2) Hubungan positif dengan orang
terjadinya perubahan-perubahan fisik dan
lain (positif relation with others).
psikologis yang menyertai berkurangnya
Individu ini mampu untuk
kemampuan reproduktif (Hurlock, 2006)
mengelola hubungan
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 4
a. Masa Dewasa Awal (18-40 tahun) 3. Lajang
Hurlock (2006) membagi tugas Menurut Stein (1976) melajang
perkembangan pada individu dewasa (single) adalah individu yang tidak
awal, antara lain: a) Mulai bekerja; menikah atau terlibat dalam hubungan
b) Memilih pasangan; c) Mulai homoseksual dan heteroseksual (dalam
membina keluarga; d) Mengasuh DeGenova, 2008). Menurut Kamus Besar
anak; e) Mengelola rumah tangga; f) Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kata
Mengambil tanggung jawab sebagai lajang yaitu sendirian (belum kawin) atau
warga negara; g) Mencari kelompok bujangan.
sosial yang menyenangkan. Menurut Dariyo (2003), hidup
b. Masa Dewasa Madya (40-60 melajang merupakan suatu pilihan yang
tahun) dipilih oleh seorang individu, dimana
Hurlock membagi tugas individu harus siap menanggung
perkembangan dewasa madya semuanya sendiri (Dariyo, 2003).
menjadi empat kategori utama: a) Purwanto juga menyatakan, bahwa lajang
Tugas yang berkaitan dengan adalah sebuah kondisi yang memiliki
perubahan fisik: menerima dan konsekuensi baik positif maupun negatif
menyesuaikan dengan perubahan (Purwanto, 2015).
fisik yang biasa terjadi; b)Tugas Saxton juga (1986) menjelaskan
yang berkaitan dengan perubahan bahwa lajang adalah pria atau wanita
minat: berasumsi terhadap tanggung yang sedang dalam suatu masa yang
jawab warga negara dan sosial, minat dapat bersifat temporary (sementara) atau
pada waktu luang yaitu orientasi jangka pendek, namun juga dapat bersifat
kedewasaan dan tempat kegiatan; c) permanent (tetap) atau jangka panjang
Tugas yang berkaitan dengan yang merupakan pilihan hidup (dalam
penyesuaian kejuruan: pemantapan Kurniati, 2013).
dan pemeliharaan standar hidup a. Tipe Wanita Lajang
relatif mapan; d) Tugas yang Stein (Nanik, 2015) menggolongkan
berkaitan dengan kehidupan tipe wanita lajang menjadi empat,
keluarga: berkaitan dengan pasangan, yaitu:
penyesuaian dengan lansia, 1) Voluntary temporary singles,
membantu remaja menjadi dewasa ialah wanita tidak pernah
yang bertanggung jawab dan menikah dan memiliki keinginan
bahagia. untuk menikah, namun tidak
c. Masa Dewasa Akhir (60 tahun- berusaha mencari pasangan
meninggal) secara aktif, lebih
Menurut Hurlock (2006), tugas memprioritaskan kegiatan lain,
perkembangan usia lanjut adalah seperti pendidikan, karir, dan
menyesuaikan diri dengan politik.
menurunnya kekuatan fisik dan 2) Voluntary stable single, ialah
kesehatan, menyesuaikan diri dengan wanita tidak pernah menikah,
masa pensiun dan berkurangnya sudah bercerai ataupun janda
penghasilan (income) keluarga, yang memutuskan untuk tidak
menyesuaikan diri dengan kematian menikah lagi, dan hidup bersama
pasangan hidup, membentuk dengan orang lain namun tidak
hubungan dengan orang-orang memiliki keinginan untuk
seusia, membentuk pengaturan menikah.
kehidupan fisik yang memuaskan 3) Involuntary temporary singles,
dan menyesuaikan diri dengan peran ialah wanita yang belum pernah
sosial secara luwes. menikah dan secara aktif
mencari pasangan, tetapi belum
menemukan.

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 5


4) Involuntary stable singles, ialah kegiatan dan hak milik. Sebaliknya, hidup
wanita yang tidak pernah lajang menurut pandangan budaya Indonesia
menikah dan memiliki harapan mencerminkan aib bagi wanita apabila tidak
untuk menikah, namun mampu menyesuaikan diri sehingga
menerima kemungkinan akan menyebabkan rendahnya kesejahteraan
hidup sendiri. psikologis (Kurniasari & Leonardi, 2013).
4. Dewasa Lajang Penelitian Hwo-Ho menyatakan, bahwa
Istilah adult atau dewasa berasal dari level pendidikan berkorelasi negatif pada
bentuk lampau kata adultus, yang berarti kesejahteraan psikologis, artinya lulusan
telah tumbuh menjadi kekuatan atau sekolah menengah atau bahkan hingga
ukuran yang sempurna atau telah menjadi jenjang pasca sarjana tidak menentukan
dewasa. Selain itu, Hurlock juga kesejahteraan psikologis wanita lajang.
menjelaskan bahwa dewasa adalah saat Konteks budaya atau lingkungan tempat
terjadinya perubahan-perubahan fisik dan tinggal serta pekerjaan yang menentukan
psikologis yang menyertai berkurangnya kesejahteraan psikologis wanita lajang (Hwo-
kemampuan reproduktif (Hurlock, 2006). Ho, 2015).
Menurut Dariyo (2003), hidup Menurut Papalia, Olds & Feldman
melajang merupakan suatu pilihan yang (2009), faktor-faktor yang menyebabkan
dipilih oleh seorang individu, dimana wanita hidup melajang pada masa dewasa
individu harus siap menanggung adalah ideologi agama, trauma perceraian,
semuanya sendiri (Dariyo, 2003). tidak memperoleh jodoh, terlalu fokus pada
Purwanto juga menyatakan, bahwa lajang pekerjaan dan ingin menjalani pribadi secara
adalah sebuah kondisi yang memiliki bebas (Papalia, Olds & Feldman, 2009).
konsekuensi baik positif maupun negatif Wanita dewasa lajang yang merasa
(Purwanto, 2015). malu akan status lajang yang melekat pada
Saxton juga (1986) menjelaskan dirinya akan merasa terisolasi dari
bahwa lajang adalah pria atau wanita lingkungan, sehingga membentuk
yang sedang dalam suatu masa yang kesejahteraan psikologis negatif. Hasil
dapat bersifat temporary (sementara) atau penelitian Christie, Hartanti & Nanik (2013)
jangka pendek, namun juga dapat bersifat memaparkan bahwa wanita lajang usia
permanent (tetap) atau jangka panjang dewasa yang tidak sejahtera secara psikologis
yang merupakan pilihan hidup (dalam ditandai dengan perasaan tertekan, tidak
Kurniati, 2013). bahagia, tidak tercukupi, tidak puas, stres,
Menurut beberapa pengertian di atas, depresi, dan tidak sehat secara emosi
maka dapat disimpulkan bahwa dewasa dibandingkan wanita yang menikah dan
lajang adalah suatu keadaan dimana memiliki kualitas pernikahan yang baik.
seseorang yang telah tumbuh secara Perasaan negatif wanita dewasa lajang
sempurna memilih untuk hidup sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor: kesepian,
dalam jangka waktu yang bersifat tidak mempunyai banyak teman, tidak
sementara ataupun tetap, sehingga terpenuhinya kebutuhan seksual, dan
bertanggung jawab untuk menerima kesehatan (Christie, Hartanti & Nanik, 2013).
kesendirian tersebut, baik dari hal positif Menurut Ryff (1989), wanita lajang
maupun hal negatif. memiliki psychological well-being yang baik
adalah pribadi yang terbebas dari gejala
B. Perspektif Teoritis depresi ditunjukkan dengan menerima diri apa
Budaya Indonesia memandang wanita adanya, aktualisasi diri, mampu menjalin
yang mempunyai kesejahteraan psikologis relasi dengan orang lain, pertumbuhan diri
adalah wanita yang menikah, menjalankan dan berorientasi pada masa depan. Wanita
kodrat sebagai seorang istri dan ibu. Budaya dewasa lajang yang memiliki psychological
patriarki berpandangan bahwa laki-laki well-being yang baik pasti akan menikmati
memiliki kesempatan yang lebih bebas kegiatan yang dilakukan dan dapat menerima
dibandingkan wanita dalam menentukan keadaan dirinya (Ryff, 1989).

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 6


Menurut Ryff (1989), wanita lajang mencerminkan aib bagi wanita apabila tidak
memiliki psychological well-being yang baik mampu menyesuaikan diri sehingga
adalah pribadi yang terbebas dari gejala menyebabkan rendahnya kesejahteraan
depresi ditunjukkan dengan menerima diri apa psikologis (Kurniasari & Leonardi, 2013).
adanya, aktualisasi diri, mampu menjalin Beberapa pengaruh positif dari melajang
relasi dengan orang lain, pertumbuhan diri (DeGenova, 2008) antara lain yaitu: (1) Lebih
dan berorientasi pada masa depan. Wanita banyak kesempatan untuk mengembangkan
dewasa lajang yang memiliki psychological diri dan mengembangkan personal. (2)
well-being yang baik pasti akan menikmati Kebebasan secara ekonomi dan pembekalan
kegiatan yang dilakukan dan dapat menerima diri. (3) Lebih bervariasi pengalaman
keadaan dirinya (Ryff, 1989). seksualnya. (4) Kebebasan untuk mengontrol
Kesejahteraan psikologis menurut kehidupannya sendiri. (5) Lebih memiliki
Lazarus, dapat diraih dengan dua cara, yaitu kesempatan untuk mengubah,
problem-focused coping adalah mengatasi mengembangkan karir.
stres berdasarkan fokus pada masalah dan Beberapa pengaruh negatif dari melajang
emotion-focused mengurangi stres dengan (DeGenova, 2008) antara lain yaitu: (1)
cara mengatur emosional pada situasi tertentu Kesepian dan hubungan persahabatan yang
(Lazarus, 2006). kurang. (2) Kesulitan ekonomi. (3) Merasa
Psychological well-being adalah sebuah terasing dalam beberapa pertemuan sosial. (4)
kondisi dimana individu memiliki sikap yang Frustrasi seksual. (5) Tidak memiliki anak
positif terhadap diri sendiri dan orang lain, atau keluarga yang dapat membawa anak-
dapat membuat keputusan sendiri dan anak.
mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat Ryff (1989) mengungkapkan wanita
menciptakan dan mengatur lingkungan yang yang memiliki kesejahteraan psikologis
kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki positif adalah wanita yang mampu
tujuan hidup dan membuat hidup mereka merealisasikan potensi diri secara terus-
lebih bermakna, serta berusaha menerus, memiliki kemandirian terhadap
mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya tekanan sosial, dan mampu menjalin
(Ryff, 1989). komunikasi dengan orang lain. Sebaliknya,
wanita yang memiliki kesejahteraan
C. Kerangka Berpikir psikologis yang rendah adalah wanita yang
Wanita dewasa lajang adalah suatu mengembangkan emosi negatif dalam
keadaan ketika seorang wanita telah berusia menghadapi masalah.
25 hingga 60 tahun dan memilih untuk hidup Wanita dewasa lajang yang merasa
sendiri dalam jangka waktu yang bersifat malu akan status lajang yang melekat pada
sementara ataupun tetap, sehingga dirinya akan merasa terisolasi dari
bertanggung jawab untuk menerima lingkungan, sehingga membentuk
kesendirian tersebut, baik dari hal positif kesejahteraan psikologis negatif. Hasil
maupun hal negatif. Hurlock (2006) penelitian Christie, Hartanti & Nanik (2013)
menyatakan bahwa wanita dewasa lajang memaparkan bahwa wanita lajang usia
adalah wanita yang berusia 25 hingga 60 dewasa yang tidak sejahtera secara psikologis
tahun, wanita yang tidak menikah, dan sibuk ditandai dengan perasaan tertekan, tidak
mengabdikan hidup dengan bekerja. bahagia, tidak tercukupi, tidak puas, stres,
Budaya Indonesia memandang wanita depresi, dan tidak sehat secara emosi
yang mempunyai kesejahteraan psikologis dibandingkan wanita yang menikah dan
adalah wanita yang menikah, menjalankan memiliki kualitas pernikahan yang baik.
kodrat sebagai seorang istri dan ibu. Budaya Perasaan negatif wanita dewasa lajang
patriarki berpandangan bahwa laki-laki dipengaruhi oleh faktor-faktor: kesepian,
memiliki kesempatan yang lebih bebas tidak mempunyai banyak teman, tidak
dibandingkan wanita dalam menentukan terpenuhinya kebutuhan seksual, dan
kegiatan dan hak milik. Sebaliknya, hidup kesehatan (Christie, Hartanti & Nanik, 2013).
lajang menurut pandangan budaya Indonesia

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 7


Berikut adalah kerangka berpikir dari C. Subyek A dan B bertempat tinggal di
penelitian ini. kecamatan Samarinda Ulu, kelurahan Air
Putih, dan subyek C bertempat tinggal di
BAB III kecamatan Sambutan, kelurahan Sambutan.
METODE PENELITIAN
C. Unit Analisis
A. Metode dan Alasan Menggunakan Metode Menurut beberapa penjabaran yang
Kualitatif telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat
Penelitian ini dilakukan dengan disimpulkan bahwa psychological well-being
menggunakan metode penelitian kualitatif. wanita dewasa lajang yaitu kesejahteraan
Jenis penelitian ini akan mampu menangkap psikologis yang dilihat melalui seorang
berbagai informasi kualitatif yang lebih rinci wanita dewasa yang belum atau tidak pernah
dan mendalam, dibandingkan pernyataan menikah, namun dapat menerima keadaan
jumlah atau frekuensi dalam bentuk angka. dirinya. Selain itu wanita lajang tersebut juga
Metode penelitian kualitatif yang sesuai mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang
dengan penelitian ini adalah dengan ada pada dirinya secara maksimal, sehingga ia
pendekatan fenomenologi. berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi
Fenomenologi tidak berasumsi bahwa orang lain dalam menjalani kehidupannya
peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang- sehari-hari, walaupun tengah mengalami
orang yang sedang diteliti oleh mereka. perubahan-perubahan fisik, psikologis,
Mereka berusaha masuk ke dalam dunia maupun berkurangnya kemampuan
konseptual para subyek yang ditelitinya reproduktif. Kriteria wanita dewasa lajang
sedemikian rupa sehingga mengerti apa dan tersebut berada pada rentang usia 25-60
bagaimana suatu pengertian yang tahun, yang pernah atau sedang bekerja,
dikembangkan oleh mereka di sekitar termasuk dalam empat tipe wanita dewasa
peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. lajang menurut Stein, serta berdomisili di kota
Inquiry fenomenologis memulai dengan diam. Samarinda.
Oleh karena itu, sesuai dengan
metodologi kualitatif deskriptif yang telah D. Sampel Sumber Data
dipaparkan menurut beberapa ahli, maka Dalam teknik penelitian ini, sampel
peneliti dapat mengumpulkan data secara sumber data dipilih secara purposive
lebih mendalam dan terinci. Peneliti akan sampling. Teknik purposive sampling
menyajikan sesuai dengan apa yang dilihat dilakukan dengan cara mengambil subyek
melalui observasi di lapangan, maupun apa bukan didasarkan atas strata, random atau
yang dipaparkan secara langsung melalui daerah tetapi didasarkan atas dasar tujuan
wawancara oleh subyek itu sendiri. Disini, tertentu (Arikunto, 2002).
peneliti bersifat sebagai orang yang netral. Karena itu, pada pengambilan data,
Peneliti tidak menimbulkan persepsi ataupun peneliti harus menyamakan sifat-sifat tertentu
asumsi apapun mengenai subyek, sehingga dan ada sangkut paut dengan ciri-ciri spesifik
peneliti terfokus meneliti dan yang ada pada populasi, yang kemudian
menggambarkan keadaan subyek sesuai dijadikan kunci untuk pengambilan sampel
dengan apa yang terjadi dan ditemukan oleh (Cholid, 2007). Sampel sebagai sumber data
peneliti di lapangan, tanpa adanya hal yang atau sebagai subyek sebaiknya memenuhi
dikurangi ataupun dilebih-lebihkan. kriteria sebagai berikut: wanita yang masih
lajang (belum pernah menikah) berada pada
B. Tempat Penelitian rentang usia 25-60 tahun, masuk dalam
Penelitian ini dilakukan di Ibukota kelompok masa dewasa awal (usia 18-40
Provinsi Kalimantan Timur, yaitu kota tahun), masa dewasa madya (usia 40-60), dan
Samarinda. Pada penelitian ini, peneliti masa dewasa akhir (60-meninggal), termasuk
menggunakan tiga orang subyek, dengan dalam empat kriteria wanita lajang menurut
tempat tinggal yang jaraknya cukup jauh Stein (Voluntary temporary singles, Voluntary
antara subyek A, subyek B, maupun subyek

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 8


stable singles, Involuntary temporary singles, peneliti bukan sebagaimana seharusnya apa
dan Involuntary stable singles). yang dipikirkan oleh peneliti tetapi
berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi
E. Teknik Pengumpulan Data di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan
Teknik pengumpulan data dalam dipikirkan oleh sumber data. (Sugiyono,
penelitian ini yang digunakan peneliti adalah 2012)
observasi, wawancara, dan dokumentasi
B. Hasil Penelitian
F. Teknik Analisis Data 1. Deskripsi Subyek Penelitian
Metode analisis data yang digunakan a. Subyek satu (L. S. F.)
dalam penulisan karya ilmiah ini adalah Selama peneliti melakukan
analisis deskriptif kualitatif, dimana peneliti penelitian, L. S. F. merupakan
selain mengolah dan menyajikan data, juga subyek yang pertama kali bersedia
melakukan analisis data kualitatifnya. Hal ini meluangkan waktunya untuk peneliti
dimaksudkan agar dapat menyinergikan observasi maupun wawancara.
antara beberapa data yang telah didapatkan Subyek satu adalah seorang
dengan berbagai literatur maupun data-data wanita dewasa lajang yang berusia
lain yang telah dipersiapkan. 55 tahun. Subyek satu adalah anak
Menurut Sugiyono (2014), langkah- ke-4 dari tujuh bersaudara. Ia bekerja
langkah peneliti dalam menganalisis data sebagai PNS (pegawai negeri sipil)
adalah dengan cara sebagai berikut: Data di kota Samarinda. Subyek memiliki
Reduction (Reduksi Data), Conclusion tempat tinggal di Jl. Ir. H. Juanda,
Drawing (Verifikasi), Data Display kecamatan Samarinda Ulu.
(Penyajian Data). Sebelumnya, di rumahnya tersebut
subyek tinggal bersama dengan
G. Pengujian Keabsahan Data ibunya, seorang keponakan laki-laki,
Dalam penelitian ini pemeriksaan dan seorang keponakan perempuan.
keabsahan datanya menggunakan teknik Namun, semenjak ibunya meninggal
triangulasi, yakni teknik pemeriksaan dunia, dan keponakan laki-lakinya
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu tersebut berumah tangga lalu
yang lain di luar data itu untuk keperluan memiliki rumah sendiri, maka
pengecekan atau sebagai pembanding subyek satu hanya tinggal bersama
terhadap data itu. Teknik triangulasi yang dengan keponakan perempuannya
paling banyak digunakan ialah memeriksakan yang bernama N.
melalui sumber lainnya (Moleong, 2006). Dalam melakukan proses
Proses penelitian ini menggunakan tiga teknik observasi maupun wawancara,
keabsahan data yaitu instrument, pengamatan peneliti sangat berhati-hati,
yang teliti, dan triangulasi menghindari agar subyek tidak
merasa tersinggung dan tidak
BAB IV nyaman terhadap peneliti. Peneliti
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN mewawancarai subyek sebanyak dua
kali, dalam setiap proses awal
A. Setting Penelitian wawancara terlihat jelas bahwa
Penelitian ini menggunakan metode subyek menjawab pertanyaan dengan
kualitatif dan pendekatan deskriptif. Metode sangat hati-hati, bahkan pada
kualitatif sering disebut metode penelitian beberapa pertanyaan tertentu subyek
naturalistik karena penelitiannya dilakukan sempat terdiam terlebih dahulu
pada kondisi yang alamiah (natural setting). sebelum menjawab pertanyaan yang
Pada penelitian kualitatif peneliti dituntut diberikan oleh peneliti. Setelah
dapat menggali data berdasarkan apa yang proses wawancara berjalan beberapa
diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh menit, perlahan subyek berbicara
sumber data. Pada penelitian kualitatif dengan cukup lancar dan bercerita

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 9


cukup panjang dan lebar mengenai memiliki rambut panjang dan ikal
pertanyaan yang diberikan oleh tersebut bekerja pada bidang
peneliti, namun subyek adalah kesehatan, namun dikarenakan
wanita yang sangat ramah dan baik, subyek seringkali mengalami sakit
sehingga mempermudah peneliti maka ia pensiun dini. Subyek
dalam melakukan wawancara. memiliki tempat tinggal di Jl. Sultan
b. Subyek dua (B. K.) Sulaiman, kecamatan Sambutan.
Selama peneliti melakukan Subyek telah memiliki rumah pribadi
penelitian, B. K. merupakan subyek dan hanya tinggal seorang diri.
kedua yang bersedia meluangkan Keseharian subyek adalah di rumah,
waktunya untuk peneliti observasi hanya saja terkadang ia juga
maupun wawancara. Subyek bersedia menginap di rumah keluarganya
diwawancarai di rumahnya pada yang juga berada di kota Samarinda
beberapa hari sebelum Hari Raya maupun di luar kota Samarinda.
Idul Fitri. Selama proses observasi Subyek cukup sering mengunjungi
dan wawancara pada subyek dua, rumah para saudaranya, terutama jika
subyek selalu menjawab pertanyaan ada salah satu saudaranya yang
yang diberikan oleh peneliti dengan sedang sakit ataupun akan
sangat jelas, santai, dan terstruktur. melaksanakan suatu acara.
Untuk melakukan pendekatan kepada c. Subyek tiga (I. S.)
subyek dua pun tidak terlalu lama Selama peneliti melakukan
dan sulit. Hal tersebut dikarenakan penelitian, I. S. Merupakan subyek
subyek dua yang memiliki sifat ketiga sekaligus terakhir yang
ramah, mudah bergaul, dan juga bersedia meluangkan waktunya
mudah menyesuaikan diri. Subyek untuk peneliti observasi maupun
dua memiliki cukup banyak wawancara. I. S. Adalah seorang
pengalaman dan ilmu pengetahuan wanita dewasa lajang yang berusia
yang juga cukup luas. Tidak hanya 33 tahun. I. S. Adalah anak ke-4 dari
itu, subyek dua juga cukup mudah lima bersaudara. Ia bekerja sebagai
dalam memberikan keterangan atas PNS (Pegawai Negeri Sipil) di kota
pertanyaan yang diberikan peneliti, Samarinda. Subyek memiliki tempat
hanya saja pada saat berjalannya tinggal di Jl. Anggur, kecamatan
wawancara terkadang peneliti harus Samarinda Ulu. Subyek tinggal
pintar dalam menyiasati jalannya bersama dengan tante dan kedua
wawancara, sebab jika tidak putri angkatnya. Kesehariannya,
demikian maka subyek seringkali subyek bekerja sejak pagi hingga
menjawab pertanyaan yang sore, bahkan hingga malam hari.
dilengkapi dengan cerita yang tidak Subyek bersedia untuk diwawancarai
termasuk dalam sasaran peneliti. oleh peneliti setelah ia pulang dari
Pada tiap pertanyaan yang membahas bekerja. Awalnya, peneliti cukup
mengenai orangtua, subyek selalu kesulitan dalam mengatur janji
saja merendahkan volume dan dengan subyek agar dapat
intonasi suaranya, bahkan matanya mewawancarainya, sebab ia memiliki
pun selalu saja berkaca-kaca seraya pekerjaan yang cukup padat. Setelah
memberikan penjelasan tersebut. beberapa kali mengatur jadwal
B adalah seorang wanita dewasa dengan subyek, hingga akhirnya
lajang yang berusia 63 tahun. B subyek bersedia meluangkan
adalah anak ke-1 dari sembilan waktunya dengan sedikit kesempatan
bersaudara. Kini, B adalah seorang yang ia miliki dan membuat janji
pensiunan PNS (Pegawai Negeri untuk bertemu di cafe dalam sebuah
Sipil) di kota Samarinda, sebelumnya pusat perbelanjaan yang ada di
wanita berkulit sawo matang yang Samarinda. Tidak hanya itu, dalam

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 10


proses berjalannya wawancara, bahwa mereka cukup mampu
subyek telah meminta izin kepada beradaptasi dengan optimal, baik
peneliti agar dapat mengizinkannya dalam lingkungan keluarga maupun
mengangkat ponselnya jika lingkungan sekitar. Subyek mampu
berdering. mengelola hubungan interpersonal
Selama proses berjalannya secara emosional dengan baik, hanya
wawancara, subyek meminta izin saja kebanyakan dari Subyek
kurang lebih sebanyak empat kali menjalin hubungan positif dengan
untuk menjawab ponselnya. Dan pria namun hanya sebatas teman
selama beberapa kali peneliti dekat, dan tidak lebih. Bahkan, kedua
mengizinkan subyek untuk Subyek tidak pernah berpacaran
menjawab ponselnya, peneliti juga samasekali. Subyek satu masih
membuktikan sifat subyek yang kurang mampu dalam menjalin
menyatakan bahwa dirinya tidak hubungan positif dengan lingkungan
dapat menahan emosinya. Meskipun sekitar, namun memiliki hubungan
keadaan disekitarnya terdapat yang baik dengan lingkungan
beberapa orang asing, namun subyek keluarga. Sebaliknya, subyek tiga
tidak terlalu memperdulikannya dan masih kurang mampu dalam
tetap terus menumpahkan emosinya menjalin hubungan positif dengan
kepada anak angkatnya melalui lingkungan keluarga, namun
ponselnya tersebut. memiliki hubungan yang baik
2. Hasil Analisis Data dengan lingkungan sekitar.
Hasil analisis data berisi tentang c. Dimensi penguasaan terhadap
uraian interpretasi penulis atas lingkungan
keseluruhan data penelitian yang Kesimpulan dimensi kemandirian
diperoleh untuk menjawab pertanyaan- dari ketiga subyek menyimpulkan
pertanyaan yang diajukan sebelumnya bahwa subyek sudah cukup mampu
dalam fokus penelitian. Menurut hasil mandiri dalam kehidupannya sehari-
dari observasi dan wawancara maka hari. Ketiga subyek seringkali
dapat dijabarkan berdasarkan beberapa mampu melakukan berbagai
beberapa dimensi, antara lain yaitu aktifitasnya seorang diri, tidak
seperti: tergantung dengan orang lain, juga
a. Dimensi penerimaan diri mandiri dalam hal perekonomiannya.
Kesimpulan dimensi penerimaan diri Dari ketiga subyek hanya subyek
dari ketiga subyek rata-rata satu saja yang masih kurang mandiri,
menunjukkan bahwa mereka sudah sebab dalam kesehariannya ia tidak
cukup mampu melakukan tinggal seorang diri, sehingga untuk
penerimaan diri dengan sangat baik. bepergian dan ada hal yang ia
Ketiga subyek dinilai sangat mampu butuhkan dapat dibantu oleh
untuk menyadari dan menerima diri keponakan yang tinggal di rumahnya
mereka apa adanya, baik dalam hal tersebut.
kekurangan maupun kelebihan. d. Dimensi tujuan hidup
Tidak hanya itu, ketiga subyek juga Kesimpulan dimensi penguasaan
dinilai sudah cukup mampu untuk terhadap lingkungan dari ketiga
mengevaluasi diri secara positif subyek rata-rata menunjukkan bahwa
terhadap dirinya yang sekarang mereka sudah cukup mampu dalam
maupun dirinya di masa lalu. menguasai lingkungan. Subyek
b. Dimensi hubungan positif dengan mampu mengatur kehidupan, efektif
orang lain dalam lingkungan sekitar,
Kesimpulan dimensi hubungan memodifikasi lingkungannya agar
positif dengan orang lain dari ketiga dapat mengelola kebutuhan dan
Subyek rata-rata menunjukkan tuntutan-tuntutan dalam hidupnya,

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 11


mengendalikan lingkungan secara demikian, dari ketiga subyek sama-
kreatif, serta berfungsinya aspek sama memiliki kualitas hidup yang
psikologisnya secara positif. Hampir cukup baik.
semua kemampuan dalam dimensi g. Latar belakang subyek
penguasaan terhadap lingkungan Kesimpulan dua dari kedua subyek
mampu terpenuhi oleh kedua subyek, memiliki latar belakang keluarga
terkecuali pada subyek satu, sebab ia yang serupa, yaitu keluarga yang
masuk kurang mampu melakukan harmonis dan selalu menjadi panutan
penguasaan lingkungan dengan baik. kedua subyek. Sebaliknya, pada
e. Dimensi pertumbuhan pribadi subyek tiga yang merasa bahwa ia
Kesimpulan dimensi tujuan hidup berasal dari keluarga yang kurang
dari ketiga subyek rata-rata harmonis, hal tersebut diperkuat oleh
menunjukkan bahwa mereka telah pernyataan subyek yang mengatakan
mampu memaknai tujuan hidup di bahwa ia tidak suka menghabiskan
berbagai usaha dan kesempatan. waktu dengan keluarga, tidak betah
Subyek memiliki tujuan dan di rumah, terbiasa menyaksikan
keyakinan bahwa hidupnya berarti, pertengkaran yang ada dalam
dan mengarah pada kehidupan yang keluarganya, dan sebagainya.
bermakna pencapaian mimpi-mimpi Namun, dari ketiga subyek, mereka
yang diharapkan tiap individu dalam memiliki latar belakang pekerjaan
masa depannya. Salah satu dari yang sama, yaitu bekerja sebagai
ketiga subyek, yaitu subyek tiga PNS, hanya saja salah satu subyek
masih kurang mampu memaknai kini telah pensiun dan juga memiliki
tujuan hidup, sebab ia masih latar belakang penyakit yang cukup
kurang mampu membuat kompleks.
perencanaan mengenai h. Faktor penyebab lajang
kehidupannya di masa yang akan Kesimpulan faktor penyebab lajang
datang. Namun, ketiga subyek rata- dari ketiga subyek beragam,
rata menyatakan bahwa tujuan hidup meskipun mereka sama-sama
mereka lebih kepada kebahagiaan mengatakan bahwa alasan masih
akhirat. lajang hingga saat ini adalah karena
f. Latar belakang subyek belum menemukan jodoh. Dua dari
Kesimpulan dimensi pertumbuhan tiga subyek sama-sama belum pernah
pribadi ketiga subyek rata-rata berpacaran, sedangkan untuk subyek
menunjukkan bahwa mereka masih tiga pernah berpacaran sebanyak dua
kurang optimal dalam memenuhi kali. Salah satu dari tiga subyek
pertumbuhan pribadinya. Di antara memiliki persepsi negatif mengenai
ketiga subyek, hanya subyek dua pria maupun pernikahan, sedangkan
yang terlihat dapat memenuhi dua diantaranya memiliki persepsi
pertumbuhan pribadinya secara netral mengenai pernikahan hanya
optimal. Selain itu, subyek dua juga saja terlalu merasa nyaman dengan
mampu mencapai suatu karakteristik kehidupan yang telah ia jalani saat
yang telah diciptakan sebelumnya, ini dengan kesendiriannya tersebut.
tumbuh sebagai seorang yang Ketiga subyek sama-sama merasa
berkualitas, keterbukaan untuk khawatir akan keterikatan jika suatu
mengalami sesuatu, serta saat melakukan pernikahan. Salah
merealisasikan potensi yang dimiliki. satu subyek, tepatnya pada subyek
Sedangkan, bagi kedua subyek satu kini memutuskan untuk tidak
lainnya hanya merasa bahwa menikah.
kepuasan hidupnya cukup terpenuhi
namun masih kurang dalam
melakukan aktualisasi diri. Meskipun

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 12


C. Pembahasan Subyek dua merupakan wanita lajang tipe
Dari ke tiga dinamika psychological well- involuntary stable singles, sebab ia adalah
being maka dapat disimpulkan bahwa wanita yang tidak pernah menikah dan
ketiga subyek memiliki latar belakang memiliki harapan untuk menikah. Subyek dua
melajang yang berbeda-beda, namun menyatakan bahwa dirinya tidak berani jika
tetap memiliki tujuan hidup yang cukup suatu saat Allah berkehendak lain dan
sejalan. Hasil penelitian dari ketiga memberikannya jodoh, namun subyek juga
subyek menunjukkan, bahwa meskipun telah mampu untuk menerima kemungkinan
tidak /belum menikah (lajang) namun akan hidup sendiri.
mereka dapat memenuhi psychological Subyek tiga merupakan wanita lajang tipe
well-being. Ketiga subyek meningkatkan voluntary temporary singles, sebab ia adalah
psychological well-being dengan cara wanita yang tidak pernah menikah dan
tetap menjalin hubungan positif dengan memiliki keinginan untuk menikah, namun
lingkungan sekitar, maupun dengan Allah tidak berusaha mencari pasangan secara aktif,
SWT. Status lajang tidak selamanya lebih memprioritaskan kegiatan lain, seperti
membuat kehidupan seorang wanita berkarir, mencari kepuasan hidup, dan
menjadi tidak lebih baik dari kehidupan mendekatkan diri kepada Allah.
wanita yang telah menikah/memiliki Ketiga subyek merasa bahwa dengan
pasangan, sebab dalam kesehariannya status lajangnya saat ini dapat membuat
wanita dewasa lajang dapat berguna bagi mereka lebih memiliki banyak waktu untuk
dirinya sendiri maupun bagi orang lain. memperkuat amal ibadah. Beragam, stigma
yang ada di lingkungan sekitar tidak terlalu
BAB V menjadi hambatan dalam keseharian subyek,
KESIMPULAN DAN SARAN bahkan dibalik stigma negatif mengenai
wanita dewasa lajang, terdapat pula dukungan
A. Kesimpulan sosial untuk tetap mempertahankan status
Berdasarkan hasil laporan penelitian lajangnya tersebut. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, maka pada bab ini peneliti dapat yang telah dilakukan, maka dapat
menyimpulkan bahwa psychological well- disimpulkan bahwa wanita dewasa lajang
being wanita dewasa lajang yaitu mampu mencapai psychological well-being
kesejahteraan psikologis yang dilihat melalui dalam kehidupannya sehari-hari.
seorang wanita dewasa yang belum atau tidak
pernah menikah namun dapat menerima B. Saran
keadaan dirinya tersebut serta mampu 1. Bagi subjek penelitian sebaiknya lebih
mengoptimalkan potensi-potensi yang ada mengoptimalkan kehidupan sehari-
pada dirinya secara maksimal, sehingga ia harinya dalam hal menggali potensi yang
berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi ada dalam dirinya, agar semakin
orang lain dalam menjalani kehidupannya terpenuhinya psychological well-being
sehari-hari, walaupun tengah mengalami dalam kehidupan sehari-hari. Selain
perubahan-perubahan fisik, psikologis, daripada itu, sebaiknya subyek juga tetap
maupun berkurangnya kemampuan waspada dalam menjalani kehidupan
reproduktif. sehari-hari, agar status lajang dari subyek
Subyek satu merupakan wanita lajang tidak disalahgunakan oleh pihak yang
tipe voluntary stable single, sebab ia adalah kurang bertanggung jawab, yang
wanita yang tidak pernah menikah, kemudian dapat menimbulkan dampak
memutuskan untuk tidak menikah lagi, hidup negatif dalam kehidupan wanita dewasa
bersama dengan keponakannya dalam rumah lajang.
pribadinya, namun tidak memiliki keinginan 2. Bagi pihak keluarga hendaknya lebih
untuk menikah. Peneliti menarik kesimpulan memberikan perhatian maupun dukungan
bahwa subyek satu tidak menikah berdasarkan sosial terhadap subyek, baik terhadap
pernyataan yang diutarakan secara langsung keputusannya belum menikah ataupun
oleh subyek satu tidak menikah, agar dikemudian hari

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 13


wanita dewasa lajang tidak merasa bahwa Hapsari, P., Nisfiannoor, M. & Murmanks, A.
dirinya tidak memiliki seseorang yang W. 2007. Konflik wanita Jawa yang
mampu memahami keadaan dirinya. masih melajang di masa dewasa madya.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin Jurnal Arkhe, 12(3).
mengambil tema mengenai psychological Hoyer, W. J. & Roodin, P. A. 2003. Adult
well-being wanita dewasa lajang development and aging (5th ed.)
diharapkan untuk menjalin komunikasi NewYork: McGraw-Hill.
yang baik dengan subyek yang akan
digunakan dalam penelitian. Tidak hanya Hwo-Ho, J. 2015. The problem group?
itu, sebaiknya peneliti selanjutnya juga Psychological wellbeing of unmarried
mampu beradaptasi dengan lingkungan people living alone in the republic of
sekitar, agar data yang didapatkan Korea. Demographic Research: Journal
mengenai subyek dapat lebih akurat of Population Asciens, 32, 1299-1328.
melalui significant others.
Hurlock, E. B. 2006. Psikologi perkembangan
DAFTAR PUSTAKA suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan (5th ed.) Alih bahasa
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta:
penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Erlangga.

Cholid, Narbuko & Achmadi, A. 2007. Indriana, Y., Indrawati, E. S. & Ayuaningsih,
Metode penelitian. Jakarta: Bumi A. 2007. Persepsi wanita karir lajang
Aksara. tentang pasangan hidup (Studi kualitatif
fenomenologis di Semarang). Jurnal
Dahlan, M. Djawad, 2001. Psikologi Ilmiah Untar Arkhe, 12(2).
perkembangan anak dan remaja.
Bandung: Remaja Rosda Karya. Jayalaksana, Naomi. (2010, 15 Desember).
Kenapa ingin melajang? [on-line].
Dariyo, 2003. Psikologi perkembangan Diakses pada tanggal 23 Maret 2016
dewasa muda. Jakaeta: Grasindo dari http://assyami.blogspot.co.id/2010
/12/ kenapa-ingin-melajang.html
DeGenova, M. K. 2008. Intimate
relationships, marriages, and families Kartono, Kartini. 2006. Psikologi wanita 1:
(7th ed). Boston: McGraw-Hill. Mengenal gadis remaja dan wanita
dewasa. Bandung: Mandar Maju.
DePaulo, B. M. & Morris, W. L. 2008.
Singles in society and in science. Kumalasari, D. 2007. Single professional
Journal Psychological Inquiry, 16(2), women sebagai fenomena gaya hidup
57-83. baru di masyarakat Yogyakarta (Studi
kasus: kabupaten Sleman). Jurnal
DePaulo, B. M. & Morris, W. L. 2006. The Pendidikan Sejarah FISE UNY [on-
unrecognized stereotyping and line]. Diakses pada tanggal 20 Maret
discrimination against singles. Current 2016 dari
Directions in Psychological Science, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/p
15(2), 251-254. enelitian/Dr.%20Dyah
%20Kumalasari,%20M.Pd./SINGLE%2
Fakultas Psikologi 2014. Pedoman penulisan 0PROFESSIONAL%20WOMEN%20S
skripsi fakultas psikologi. Samarinda: EBAGAI%20FENOMENA%20GAYA
Universitas 17 Agustus 1945 %20HIDUP%20BARU%20DI%20MA
Samarinda. SYARAKAT%20YOGYAKARTA.pdf.

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 14


Kurniati, G., Hartati & Nanik. 2013. Ryff, C. D. 1989. Happiness is everything, or
Psychological well-being pada pria is it? Explorations on the meaning of
lajang dewasa madya. Jurnal Ilmiah psychological well-being. Journal of
Universitas Surabaya, 2(3), 1-17. Personality and Social Psychology, 57,
1069.
Kurniasari K. & Leonardi, T. 2013. Kualitas
perempuan lanjut yang melajang. Jurnal Saifullah. 2003. Buku ajar metodologi
Psikologi Pendidikan dan penelitian hukum. STAIN: Malang.
Perkembangan, 2(2), 152-159.
Santrock, John W. 2007. Adolescence,
Lazarus, R. S. 2006. Emotions and eleventh edition (Alih bahasa: benectine
interpersonal relationships: Toward a widyasinta). Jakarta: Erlangga.
person‐centered conceptualization of
emotions and coping. Journal of Septiana, E., & Syafiq, M. 2013. Identitas
Personality, 74, 9-46. “lajang” (single identity) dan stigma:
studi fenomenologi wanita lajang di
Moleong, J. Lexy. 2006. Metodologi Surabaya. Jurnal Psikologi Teori &
penelitian kualitatif. Bandung: PT Terapan, 4(1), 71-86.
Remaja Rosda Karya.
Shapiro, A., & Keyes, C. L. M. (2008).
Moleong, J. Lexy. 2009. Metodologi Marital status and social well-being: are
penelitian kualitatif (Edisi Revisi). the married always better off?. Journal
Bandung: PT Remaja. Rosda Karya. Social Indicators Research, 88(2), 329-
346.
Moleong, J. Lexy. 2011. Metode penelitian
kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT. Soekanto, Soerjono. 2006. Pengantar
Remaja Rosdakarya. penelitian hukum. Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Nanik. 2015. Aku perempuan yang berbeda
dengan perempuan lain di jamanku: Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif
Aku bisa bahagia meski aku tidak kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
menikah. Proceeding Seminar Nasional
(Positive Psychology). Surabaya: Sugiyono. 2014. Metode penelitian
Universitas Katolik Widya Mandala manajemen. Bandung: Alfabeta.
Surabaya.

Papalia, D. E, Olds, S. W. & Feldman, R. D.


2009. Human development.(11th ed.).
McGraw–Hill Companies, Inc: Boston.

Purwanto, Evanthe. 2015. Pengaruh


biblioptherapy terhadap psychological
well-being perempuan lajang. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya, 4(1), 1-26.

Ryff, C. D. & Keyes, C. L. M. 1995. The


structure of psychological well‐being
revisited. Journal of Personality and
Social Psychology, 69(2), 719.

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Page 15

Anda mungkin juga menyukai