Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN RANCANGAN INTERVENSI AGEISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Kesehatan Mental Dewasa dan Lansia A-1

Disusun Oleh.

Rosyta Nur Azizah 111711133022

Debby C.H 111711133086

Krisna Mukti Pramowo 111711133097

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kasus
Beberapa lansia di sebuah panti werdha mengalami stereotip dan
merasa diperlakukan secara tidak berharga oleh keluarganya. Seperti yang
dialami oleh Ibu DR yang merasa ketika dalam kondisi lansia, sakit, dan
tidak mempunyai apa-apa, keluarganya tidak memperdulikannya.
Hubungan dengan anaknya juga tidak baik, anaknya hanya satu kali
menjenguknya semenjak Ibu DR tinggal di panti. Bisa dikatakan jika
sudah lama beliau tidak dikunjungi oleh anak maupun adiknya. Selain apa
yang dialami Ibu DR, penghuni panti merasa tidak pernah mendapatkan
liburan dalam jangka waktu satu tahun terakhir dan tidak mendapatkan
kunjungan dari teman atau keluarga dalam jangka waktu satu bulan
terakhir. Kebutuhan dasar lansia yang ada di panti juga belum tercukupi.
Kebutuhan dasar seperti obat dan bahkan pemberian minyak kayu putih
pun dibatasi, kebutuhan pakaian dan perlengkapan tempat tidur juga belum
layak pakai.
Penghuni panti werdha tersebut merasakan status mereka yang
menjadi non produktif karena adanya pengurangan nilai individu
berdasarkan kegunaan ekonomi atas dasar usia. Bapak OMR yang seorang
lansia merasa dirinya masih potensial dan masih ingin bekerja namun
kesempatan untuk bekerjanya terhambat karena hampir semua perusahaan
di Indonesia tidak membuka peluang bekerja untuk lansia.
Lansia penghuni panti werdha juga mengalami tindakan elder
abuse dengan pengasuh sebagai pelaku. Tindakan elder abuse menjadikan
adanya kegagalan dalam memenuhi hak lansia dan mengabaikan mereka,
sehingga menyebabkan penghuni panti werdha kehilangan hak-haknya dan
tindakannya dibatasi. Ibu DW pernah mengalami perlakuan dari pegawai
di antaranya yaitu, dari pegawai dapur yang tidak memberikan susu bubuk
mentahnya karena biasanya para lansia diberi susu yang sudah diseduh
dengan ditambahkan gula. Penulis jurnal tersebut melihat secara langsung
perlakuan dari pengasuh rawat inap terhadap para lansia yang sudah tidak
mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Disalah satu kamar ada seorang
lansia yang sedang tertidur dengan tangannya diikat ke ranjang (Julianti,
2013).
1.2 Analisis Situasi
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memaparkan data mengenai
World Population Ageing diperkirakan penduduk lanjut usia di dunia
meningkat mencapai 2 (dua) miliar jiwa pada tahun 2050 (United Nation
(UN), 2015). Seperti halnya yang terjadi di negara-negara di dunia,
Indonesia juga mengalami penuaan penduduk. Dari data yang dilaporkan
oleh lembaga Survei Penduduk antar Sensus (Supas) 2015, terdapat
penduduk lanjut usia Indonesia sebanyak 21,7 juta atau 8,5% yang terdiri
dari lansia perempuan 11,6 juta (52,8%) dan 10,2 juta (47,2%) lanjut usia
laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang
akan memasuki era penduduk menua (ageing population), karena jumlah
penduduk yang berusia 60 tahun ke atas telah melebihi angka 7,0% (Badan
Pusat Statistik, 2016).
Topik pembahasan mengenai perundungan orang-orang tua masih
belum menjadi pembahasan yang banyak diangkat. Kebanyakan orang
masih tidak menyadari tindakan pengabaian dan pengisolasian terhadap
orang tua merupakan salah satu bentuk perundungan. Dilansir dari data
Survei Pengalaman Hidup Nasional Perempuan (SPHNP) pada tahun
2016, perempuan di usia 50 sampai 64 tahun masih mengalami berbagai
kekerasan; kekerasan ekonomi 17,25 persen, kekerasan fisik oleh
pasangan 11,18 persen, kekerasan yang dilakukan oleh selain pasangan
4,92 persen, dan kekerasan seksual sebanyak 24,43 persen (Jawa Pos,
2018).
Lancet Global Health mempublikasikan data riset yang
dikumpulkan dari 52 studi dari 28 negara yang menyatakan jika hampir
16% orang berusia lebih dari 60 tahun mengalami perlakuan buruk, baik
dari segi psikologis (11,6%), finansial (6,8%), fisik (2,6%), maupun
seksual (0,9%) (Yon, Mikton, & Gasso, 2017). Data statistik global yang
diterbitkan oleh WHO tahun 2017 bahwa setidaknya 1 dari 6 lansia
mengalami perundungan. Bukan jumlah yang sedikit tentunya (World
Health Organization, 2018).
Royal Society for Public Health (RSPH) bekerja sama dengan
Calouste Gulbenkian Foundation mempublikasikan hasil penelitian
mereka „That Age Old Question’ tentang ageism yang mengukur sikap
terhadap orang tua dan lanjut usia. Penelitian ini disebarkan pada
penduduk yang berusia antara 18 sampai 34 tahun di seluruh Inggris
(Royal Society of Public Health, 2018).
Hasil penelitian menunjukkan jika generasi milenial memandang
usia tua sebagai sesuatu yang negatif atau sebagai suatu periode
kemunduran dan masalah. Sebanyak 25% partisipan meyakini bahwa
depresi dan ketidakbahagiaan merupakan hal yang normal pada lanjut usia.
Menurut laporan penelitian tersebut orang-orang muda terutama
perempuan cenderung bersikap diskriminatif terhadap penampilan,
kehilangan ingatan atau lupa dan partisipasi fisik serta aktivitas dalam
komunitas. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan jika sikap ageisme
merupakan hal yang banyak terjadi di kalangan generasi milenial. Mereka
memiliki pandangan negatif mengenai penuaan, hal ini salah sayangnya
sudah meresap karena kesalahan pemikiran tersebut dimulai sejak muda
(Royal Society of Public Health, 2018).
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh UBAYA, dikatakan
bahwa menempatkan orang lanjut usia ke panti werdha merupakan salah
satu alternatif pilihan. Namun, itu tidak sepenuhnya tepat karena
menempatkan lansia ke panti werdha dapat mencetuskan kesepian pada
mereka yang kemudian dapat memicu perasaan negatif dimana lingkungan
baru yaitu panti menjadi salah satu stressornya. Kemudian muncul
kecenderungan untuk tidak memiliki harapan namun tidak berusaha untuk
meminimalkan perasaan kesepian mereka. Jangan mengucilkan lansia
karena mereka membutuhkan orang lain, keterbatasan yang dimiliki lansia
bukan alasan untuk tidak diperbolehkan berinteraksi dengan orang lain.
Lansia membutuhkan teman-teman sebaya dan keluarga untuk terus
menjaga pola interaksi dan komunikasi yang baik dengan lansia. Jika
komunikasi dan interaksi dengan orang lain dibatasi, lansia akan merasa
terisolasi, kesepian, dan makin merasa bahwa dirinya sudah tidak memiliki
fungsi dan peran dalam kehidupan ini (Yuwanto & Putri, 2013).
1.3.Sasaran
Sasaran dari rancangan intervensi ini adalah masyarakat umum
mulai dari remaja hingga dewasa (tidak terbatas umur), keluarga,
caregiver , dan individu lanjut usia yang masih baik secara fisik dan
kognitifnya, serta yang masih memiliki potensi produktif namun
terinternalisasi dengan stigma.
1.4 Tujuan
Tujuan rancangan intervensi ini antara lain:
a. Mengubah cara pandang masyarakat tentang kelompok inidvidu lanjut
usia sehingga dapat meningkatkan kepedulian terhadap lansia dan
menekan hingga menghilangkan diskriminasi maupun perundungan
pada orang lanjut usia.
b. Meningkatkan interaksi dan kontak secara positif antara generasi muda
dan generasi tua dalam rangka mewujudkan relasi yang lebih baik
antar generasi.
c. Mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi usia tua.
BAB II
LANDASAN TEORITIK
2.1 Ageism
2.1.1 Definisi Ageism
Lebih dari 50 tahun yang lalu, ageisme diperkenalkan pertama kali
sebagai masalah nasional yang serius oleh Robert N. Butler pada tahun
1969. Butler sendiri saat ini menjadi direktur utama di sebuah institusi
bernama National Institute on Aging in The United States. Butler
sendiri mendeskripsikan ageism sebagai bentuk diskriminasi usia,
prasangka yang dilakukan oleh sekelompok usia tertentu pada
sekelompok usia lainnya. Semenjak itu, banyak peneltian diseluruh
dunia yang mulai mendokumentasikan bentuk dari ageisme di wilayah
mereka. Pupulasi orang tua yang berusia diatas 60 tahu pun semakin
meningkat, dua kali lebih banyak dibanding pada tahun 1980. Hal ini
menggambarkan bahwa adanya perkembangan yang pesat pada
individu usia ini (Levy & Macdonald, 2016) . Ageism menurut
(Iversen, Larsen, & Solem, 2009) merupakan stereotip negatif maupun
positif, prasangka dan diskriminasi terhadap usia orang-orang berkaitan
dengan umur kronologisnya. Terdapat dua formula klasik yang
mendefinisikan ageism yaitu: ageism dapat terlihat sebagai proses
sistematis stereotip dan diskriminasi terhadap orang-orang karena
mereka tua, mirip seperti racism dan sexism yang dikaitkan dengan
warna kulit maupun gender. Orang tua dikategorisasikan sebagai
kepikunan, pemikiran dan cara kerja yang kaku. Pada usia ini individu
yang masih muda menganggap orang tua sebagai out-group karena
berbeda dengan karakteristik individu yang masih muda (Butler, 1975).
Ageism merupakan bentuk stereotip, prasangka, diskriminasi,
hingga menimbulkan penolakan terhadap kelompok umur tertentu
(Palmore, 1999). Pada konteks keseharian kelompok usia yang rentan
mengalami ageism yaitu orang lanjut usia mulai dari dewasa madya
hingga dewasa akhir (Palmore, 1999). Seluruh lingkungan sosial
menggunakan usia dan jenis kelamin untuk mengklasifikasi
anggotanya, dan orang-orang di dalamnya memiliki harapan yang
berbeda-beda terhadap setiap kategori. Karena itu, setiap kelompok usia
memiliki stereotip yang berbeda-beda tergantung karakteristik yang
dimiliki. Akan tetapi, ditinjau dari aspek produktivitas penuaan menjadi
sebuah titik balik yang menjadikan seseorang mengalami penurunan
fisik, kognitif, dan emosi dan mengarah pada kematian sebagai
konsekuensi dari kehidupan (Palmore, 1999). Pada kelompok usia tua
dianggap sebagai individu yang mudah lupa, kaku, status kesehatan
memburuk, lambat, dan lain-lain. Karakteristik tersebut muncul sebagai
manifestasi penurunan di usia tua sehingga menjadi sebuah bentuk
stereotip pada klasifikasi usia ini. Segala kekurangan yang dimiliki itu
lah membuat orang dengan usia tua tidak mendapatkan ekspektasi lebih
dalam ranah produktivitas dari kelompok usia muda di lingkungannya
(Palmore, 1999). Dapat disimpulkan bahwa ageism merupakan bentuk
dari stereotip yang telah menjadi prasangka terhadap kelompok usia
tertentu berkaitan dengan karakteristik negatif terhadap kelompok usia
tua (Palmore, 1999). Berdasarkan definisi ageism dapat dideskripsikan
secara harfiah melalui tiga dimensi ini yaitu bagaima orang merasakan
dan mengevaluasi orang tua; menggambarkan orang tua; dan disposisi
atau watak untuk berperilaku atau perilaku aktual dalam hubungan
dengan orang lain (Tornstam, 2006). Penjelasan tersebut bila dikaitkan
dengan definisi ageism menurut Butler lebih menekankan tentang
diskriminasi terhadap orang yang lebih tua dan menempatkan mereka
pada bagian yang berbeda (Minichiello, Browne, & Kendig, 2000).
2.1.2 Komponen Ageism
Berdasarkan model RAM atau Risks of Ageism Model (Swift,
Abrams, Lamont, & Drury, 2017) terdapat beberapa komponen dalam
mekanisme dari ageism di antaranya being a target of ageism;
stereotype embodiment; dan stereotype threat. Pertama, being a target
of ageism atau kelompok umur yang menjadi target dari fenomena ini,
bila mendasari definisi dari Butler maka kelompok usia yang paling
rentan yaitu orang tua. Namun, menurut (Abrams, Russell, Vauclair, &
Swift, 2011) bahwa ageism dapat menyasar berbagai kelompok usia
baik muda maupun tua, meskipun berbagai riset sebelumnya lebih
berfokus pada dampak dari ageism terhadap kelompok usia tua
(Abrams, Russell, Vauclair, & Swift, 2011). Karena itu, berdasarkan
atribusi karakteristik negatif, prasangka buruk, dan tindakan
diskriminasi dapat tertuju pada kelemahan-kelamahan atau inferioritas
kelompok umur tertentu yang dalam hal ini berkaitan dengan kondisi
ideal pada situasi tertentu dan berkaitan pula terhadap belief suatu
kelompok umur mayoritas (Abrams, Russell, Vauclair, & Swift, 2011).
Kedua, stereotype embodiment yang terdapat dalam teori SET
merupakan bentuk pengaruh stereotip terhadap kesehatan orang tua.
Respon kesehatan dapat berupa fisik maupun mental seperti memori
hingga reaksi kardiovaskular. Teori ini memiliki empat komponen
yaitu: 1. internalisasi di rentang umur individu, 2. Bergerak secara tidak
sadar, 3. Mendapatkan arti penting relevansi diri, 3. Bergerak melalui
beragam proses. Ketiga, yaitu stereotype threat merupakan bentuk
stereotip yang mengancam dalam hal ini yaitu kesehatan. Ancaman
dalam bentuk stereotip itu menciptakan situasi yang mana orang-orang
merasakan dirinya dalam risiko menyesuaikan diri dengan stereotip dari
kelompok sosial mereka. Namun, literatur mengenai ageism cenderung
dimulai dengan fokus pada permasalahan terhadap negative ageism
meski perlahan mengarah pada fokus yang lebih positif.
Pada pembahasan ini terdapat tiga aspek yang saling
berhubungan berkaitan dengan permasalahan ageism, di antaranya: 1.
Sikap berprasangka kepada umur, terhadap umur tua, dan terhadap
proses penuaan, termasuk sikap yang dimiliki oleh orang tua itu sendiri;
2. Diskriminasi yang dipraktikan terhadap orang tua, khususnya di
dunia kerja, namun juga terdapat di peran sosial; 3. Praktik kebijakan
institusi yang menunjukkan stereotip merendahkan terhadap orang tua,
bahkan mengurangi kesempatan orang tua untuk memuaskan
kehidupannya. Kemudian, (Butler, Ageism a foreword, 1980)
membedakan antara dua bentuk negatif dari ageism yaitu benign ageism
sebagai ketidaknyamanan, cemas, atau takut menua; dan malignant
ageism sebagai bentuk kerusakan yang diakibatkan dari stereotip yang
mana orang-orang tua dikarakteristikan tidak berarti. Namun, beberapa
studi telah menjamahi area positif dari ageism untuk menyeimbangkan
studi tentang penuaan ini.
2.1.3 Dari Ageism Negatif menuju Positif
Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan terjadinya
peningkatan pada karakteristik kelompok usia muda yang dipandang
lebih positif dari hasil (Austin, 1985). 30 hingga 40 tahun belakangan
ini kondisi sosial Amerika Serikat mengalami pergerakan dari stereotip
negatif (prasangka) terhadap kelompok usia tua menuju pandangan
positif yang mana orang berusia tua terlihat mampu untuk berkontribusi
terhadap kualitas kehidupan mereka sendiri, komunitas, dan sosial
secara keseluruhan (Tibbitts, 1979). Bahkan asumsi-asumsi dari sikap
negatif terhadap orang berusia tua hanyalah “social myth” dalam
literatur gerontologi (Schonfield, 1982). Peningkatan-peningkatan pada
karakteristik fisik, mental, sosial, dan ekonomi pada orang berusia tua
telah ditandai dan menjadi dasar dari berbagai program dan pelayanan
pengembangan untuk mereka yang mana hal ini menjadi sebuah
kritikan karena menimbulkan diskriminasi terhadap kelompok usia
tertentu (Palmore, 1999). Kritik bermula karena kelompok usia tua
tidak lagi memiliki kemampuan ekonomi yang baik dalam
kelompoknya dan karena mereka tidak lagi memiliki kondisi mental,
fisik, dan sosial yang baik seperti masa muda, karena itu hal ini tidak
lagi adil untuk menghadapi kemahalan hidup melalui pelayanan dan
program yang disediakan hanya untuk orang tua (Neugarten, 1982). Hal
tersebut menjadi sebuah dilema antara dampak baik dari ageism positif
dan konsekuensi munculnya diskriminasi. Namun, terdapat
pembahasan yang mana positive ageism sebagai cara mereduksi
negative discrimination and prejudice yang dikemukakan oleh Palmore
bahwa ageism sebagai prasangka atau diskriminasi menentang atau
mendukung terhadap kelompok umur (Palmore, 1999). Pandangan
positif terhadap penuaan dan orang-orang tua termasuk
mengkarakteristikkan orang berumur tua sebagai individu yang tenang,
ceria, membantu, pintar, baik, dan stabil sebaikbaiknya pekerja yang
peduli, dan minim tersangkut aktivitas kriminal, serta memiliki peluang
berpartisipasi sebagai voluntir organisasi, serta memiliki status sosial
yang tinggi di masyarakat (Palmore, 1999).
Stereotip negatif sebagai bentuk negative ageism termanifestasi
dalam bentuk penurunan kognisi, hambatan libido, dan pengeluh,
sehingga dari hal ini akan memunculkan asosiasi dan mengarah pada
prasangka negatif serta diskriminasi (Chonody, 2016)). Namun, hal itu
terjadi bila seseorang mengalami penurunan positive view dalam
pengalaman berinteraksinya (Chonody, 2016). Sebagaimana
karakteristik negatif yang melekat dalam asosiasi masyarakat, terdapat
karakteristik pembanding yang dapat memberikan pengalaman interaksi
positif seperti rasa kebijaksanaan, dermawan, lembut, hingga tenang
yang dimiliki oleh kelompok usia tua dalam kondisi sehat, ini disebut
sebagai positive view dalam memandang karakteristik yang dimiliki
orang tua (Palmore, 1999).
2.2 Tipe-Tipe Ageism
Prasangka terhadap kelompok usia tua dapat mengarah pada stereotip
dan sikap negatif (Palmore, 1999). Hal ini karena stereotip yang disalah
artikan terhadap keyakinan negatif pada kelompok usia, dalam kasus ini
kelompok umur tua. Sikap negatif merupakan perasaan negatif terhadap
kelompok tertentu, sedangkan stereotip lebih cenderung kognisi sedangkan
sikap berupa emosi, meski keduanya saling berinteraksi (Palmore, 1999).
Ageism berdasarkan stereotip dan sikap memunculkan dua bentuk baik untuk
ageism positif maupun negatif (Palmore, 1999), dapat dilihat pada gambar
berikut:
Negatif Positif

Prasangka Stereotip Sikap Stereotip Sikap

Diskriminasi Personal Institusional Personal Institusional


Gambar 1. Tipe Ageism
Dari gambar di atas terdapat bentuk stereotip dan attitudes yang
digolongkan dalam negatif dan positif. Masing-masing bentuk ini pada
akhirya juga dapat memicu prasangka dan diskriminasi. Namun, dalam
penjelasan kali ini akan ditekankan pada stereotip negatif.
2.2.1 Stereotip Negatif
Terdapat setidaknya Sembilan bentuk stereotp yang merupakan
manifestasi dari prasangka negatif terhadap kelompok usia tua
diantaranya: penyakit, impoten, jelek, mental decline, penyakit mental,
tidak berguna, isolasi, kemiskinan, dan depresi (Palmore, 1999).
Berikut penjelasan dari setiap stereotip tersebut:
a) Ilness
Bentuk prasangka terhadap kelompok usia tua yang paling
umum yaitu sakit dan disabilitas (Palmore, 1999). Hampir setengah
orang Amerika berpikir bahwa kesehatan yang buruk merupakan
permasalahan yang teramat serius untuk sebagian besar orang
dengan usia 65 tahun ke atas (Harris, 1981). Survei terhadap
stereotip ini menunjukkan 15 dari 23 orang setuju mengikuti
pernyataan bahwa orang berusia tua menghabiskan lebih banyak
waktu di Kasur karena sakit; memiliki insiden yang banyak;
koordinasi fisik yang lemah; merasa kelelahan hampir setiap
waktu; dan mudah terjankit penyakit (Tuckman & Lorge, 1958).
Padahal dari fakta yang ada kebanyak orang tua lebih dari 85%
yang berusia 65 tahun ke atas memiliki kesehatan yang cukup
untuk mengikuti aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-hari
seperti makan, mandi, berpakaian dan lainnya (Weiner et al.,
1990). Dan hanya 5% yang diinstutisonalkan atau berada dalam
rumah sakit atau panti jompo (Kahana, 1995).
b) Impotency
Stereotype yang berkaitan dengan belief terhadap orang tua
yaitu tidak lagi melakukan aktivitas seksual atau bahkan tidak
memiliki keinginan seksual (Hammond, 1987). Meski demikian
beberapa ahli medis berargumen bahwa seksualitas menjadi tidak
begitu penting di usia dewasa akhir (Butler, 1975). Akan tetapi,
banyak sekali candaan dan kartu ulang tahun berbasis akan
kepercayaan ini karenanya hal ini dapat terinternalisasi bagi orang
berusia tua dan mencegah menikah kembali di usia lanjut
(Palmore, 1999). Padahal individu berusia melewati 65 tahun
masih memiliki minat dan kapastias untuk relasi seksual (Palmore,
1999). Diketahui bahwa kapastitas kepuasan hubungan seksual
biasanya berlanjut hingga usia 70 sampai 80 tahun pada pasangan
yang sehat (Masters & Joshnson, 1966).
c) Ugliness
Hal lain yang berkaitan dengan stereotip terhadap
kelompok umur tua yaitu jelek. Studi menggunakan menggambar
wajah atraktif dan tidak atraktif menemukan bahwa individu
berusia muda (di bawah 30 tahun) dan orang tua (lebih dari 56
tahun) memilik asosiasi kuat antara persepsi terhadap orang tua
dan tidak atraktif (Wernick & Manaster, 1984). Kecantikan
biasanya diasosiasikan pada orang muda, dan kebanyak orang
khususnya perempuan takut kehilangan kecantikannya seiring
bertambahnya usia (Palmore, 1999). Faktanya budaya cenderung
mengasosiasikan kelompok usia tua dengan kejelekan dan muda
dengan kecantikan. Beberapa budaya lain cenderung mengakui
karakteristik dari orang berusia tua. Sebagai contoh di Jepang,
rambut silver diakui sebagai tanda kebijaksanaan, kedewasaan, dan
pengabdian jangka panjang (Palmore, 1999). Demikian, tidak ada
hubungan langsung antara jelek terhadap karakteristik orang tua
karena kejelakan merupakan penilaian subjektif (Palmore, 1999).
d) Mental Decline
Stereotip ini mengacu pada penurunan kemampuan mental
khususnya berkaitan dengan kemampuan belajar dan mengingat,
terdapat aphorism seperti “kamu tidak dapat mengajari anjing tua
trik baru” (Palmore, 1999). Beberapa studi menunjukan kuis fakta
penuaan menemukan angka substansial pada orang yang meyakini
bahwa tidak mungkin untuk orang usia tua secara rata-rata
mempelajari hal baru dan kerusakan atau penurunan kognitif
merupakan hal yang tidak terhindarkan dari proses penuaan
(Palmore, 1999). Banyak orang meyakini bahwa orang berusia tua
terlalu tua untuk menggunakan computer (Ryan et al., 1992). Akan
tetapi, faktanya orang berusia tua dapat merawat kemampuan
mental normal mereka, termasuk kemampuan untuk belajar dan
mengingat. Memang benar terdapat kecenderungan penurunan
kognitif di usia tua, sehingga membuat seseorang tidak dapat lagi
mempelajari hal baru. Akan tetapi, terdapat banyak sekali
perbedaan di antara orang berusia tua dan orang berusia muda yang
dapat dijelaskan melalui berbagai variabel dibanding hanya sebatas
umur, seperti penyakit, motivasi, gaya belajar, hambatan praktik,
jumlah pendidikan yang dialami (Palmore, 1999).
e) Mental Illness
Dua dari tiga yang telah disurvei berpikir bahwa orang
berumur tua memiliki kerusakan mental dibanding kelompok usia
muda, dan bahkan beberapa meyakini bahwa kebanyak orang
berusia tua di atas 65 tahun memiliki gangguan mental yang cukup
parah dalam mempengaruhi kemampuan mereka (Palmore, 1999).
Namun faktanya orang yang berusia tua tidaklah senile dan
penyakit mental bukanlah hal yang umum, dan tidak sebagai
ancaman. Hanya tiga persen dari orang berusia 65 tahun dan lebih
tua berada di lembaga seperti rumah sakit jiwa karena gangguan
mental (Kahana, 1995). Seluruh studi komunitas psikopatologis
diketahui hanya 10% orang berusia tua memiliki penyakit mental
yang parah, dan 10% hingga 32% lainnya memiliki kerusakan
mental rendah ke sedang, namun sebagian besar dari mereka tidak
memiliki kecacatan (Gurland, 1995).
f) Uselessness
Berkaitan dengan keyakinan-keyakinan bahwa sebagian
besar orang tua mengalami disabilitas secara fisik maupun mental,
banyak orang menyimpulkan bahwa orang berusia tua tidak dapat
melanjutkan bekerja dan beberapa dari mereka yang melanjutkan
pekerjaan menjadi tidak produktif (Palmore, 1999). Terdapat
asumsi bahwa orang yang berusia tua dalam bekerja biasanya tidak
terlalu efektif dibandingkan pekerja berusia muda (Palmore, 1999).
Keyakinan ini mengarahkan kebijakan kompulsif dan diskriminatif
dalam hiring, retraining dan promosi jabatan (Palmore, 1999).
Faktanya sebagian besar pekerja berusia tua seefektif pekerja
berusia muda. Studi tentang pekerjaan pada orang berusia tua di
bawah kondisi pekerjaan aktual secara umum menunjukkan bahwa
mereka tampil sebaik pekerja usia muda dalam kebanyakan
pengukuran (Rix, 1995). Meskipun dalam hal kecepatan dan
akurasi pekerjaan dari beberapa studi mengindikasikan terjadi
penurunan seiring bertambahnya usia (Rhodes, 1983). Tiga dari
empat orang berusia tua lebih dari 65 tahun melakukan pekerjaan
yang berguna atau terdapat pekerjaan yang harus dilakukan
(Harris, 1981).
g) Depresi
Disebabkan oleh keyakinan yang menganggap bahwa orang
berusia tua cenderung sakit, impotent, tidak berguna, secara almi
menyimpulkan bahwa orang berusia tua secara tipikal harus
dilayan. Namun, major depression memiliki prevalensi yang lebih
rendah pada orang berusia tua dibandingkan orang berusia muda
(Palmore, 1999). Seharusnya setiap orang merekognisi bahwa
sebagian besar hanya mengacu pada stereotip ini dan beberapa
orang tidak meyakini hal itu (Palmore, 1999).
2.3 Dinamika Ageism
Pendekatan yang membahas asal mula ageisme terbagi menjadi 3
level, mikro level, meso level, dan makro level. Pada level mikro, pendekatan
yang digunakan adalah psikologi sosial dan psikologi perkembangan.
2.3.1 Micro Level Theories
a) Social identity theory
Bahwa individu tidak hanya berperilaku sesuai dengan
kepribadiannya atau relasi interpersonalnya, namun juga sebagai
anggota dari kelompok mereka. Keanggotaan dalam suatu grup ini
menentukan identitas individu dalam suatu kelompok, lebih lanjut
hal ini menentukan hubungan individu dengan kelompok lain.
Teori ini menjelaskan bahwa individu menginginkan memiliki
identitas diri yang positif. Hal ini dapat diwujudkan apabila
individu menciptakan bias yang positif dimana ini menjadi hal
yang membedakan antara kelompok mereka (in group) dan
kelompok lain (other group), dan dengan mengevaluasi bahwa
status kelompok mereka lebih tinggi dibanding dengan kelompok
lain. Melihat bahwa usia merupakan salah satu kriteria untuk
mengidentifikasi individu dalam suatu kelompok, maka teori ini
dapat menjelaskan ageism itu sendiri (Kydd & Fleming, 2017).
b) The stereotype content model
Kelompok terdiri dari individu yang memiliki karakter
yang mirip dalam hal kompetensi dan kehangatan. Sebagai contoh,
teori ini menjelaskan bahwa orang tua dinilai hangat namun tidak
kompeten. Persepsi ini yang menyebabkan munculnya perasaan
seperti kasihan, empati, dan kurang merasa iri (Kydd & Fleming,
2017). Selanjutnya akan dibahas mengenai asal mula ageism,
berdasarkan pendekatan perkembangan. Menurut teori ini, ageism
disebabkan oleh masa kecil dan perubahan berlangsung seumur
hidup. Salah satu teori dari pendekatan ini adalah social
development perspective, menjelaskan bahwa ageisme berkembang
sepanjang hidup. Persepsi, afeksi, sosial-budaya bertanggung
jawab terhadap perkembangan ageism sendiri. Kategori usia
sebenarnya bersifat universal, sebagai contoh anak-anak mungkin
punya persepsi negatif terhadap orang tua dalam hal aktivitas dan
potensi diri. Namun, mereka akan cenderung mempresepsikan
orang tua sebagai hal yang positif apabila berkaitan dengan
kebaikan sosial (Kydd & Fleming, 2017).
c) Streotype embodiment theory
Paparan seumur hidup terhadap stereotip negatif kepada
orang tua akan menyebabkan mereka menginternalisasi ageism itu
sendiri. Selama hidupnya, orang tua telah menginternalisasi sikap
negatif yang diarahkan pada kelompok seusianya, meskipun lebih
sering secara implisit. Dari sini, beberapa riset pun menjelaskan
dampak dari ageism terhadap kesehatan, panjangnya usia, dan
performa kognitif orang tua (Kydd & Fleming, 2017).
2.3.2 Meso level theories
Ageisme tidak selalu hanya di mulai pada level individu,
kelompok, organisasi, dan kelompok sosial lainnya juga menjadi
pencetus munculnya ageism. Contohnya adalah peraturan yang dibuat
oleh pemerintah terkait usia pada saat masuk dan keluar dalam suatu
organisasi. Pada perusahaan, usia merupakan faktor penting untuk
masuk ke dalam sebuah perusahaan “terlalu tua untuk dipekerjakan”
atau untuk keluar dalam sebuah perusahaan “usia pensiun”.
a) Evolutionary theories on group membership
Usia individu, kekayaan, reputasi, dan kesehatan memainkan
peran penting apakah individu mendapatkan pendamping atau tidak,
karena individu yang dirasa memiliki potensi reproduksi yang lebih
tinggi akan lebih sering untuk dibantu. Tingkat ancaman yang
dipaparkan dalam suatu situasi juga menentukan keinginan
seseorang untuk membantu. Misalnya, jika kondisi dalam keadaan
membahayakan, individu akan lebih membantu orang terdekatnya
dan mereka yang lebih muda, sehat, dan kaya. Kebalikannya,
apabila tidak ada situasi yang membahayakan, individu akan lebih
mau membantu mereka yang sangat muda atau sangat tua, sakit, dan
miskin (Kydd & Fleming, 2017).
b) Intergenerational Conflict Theory
Bahwa konflik antargenerasi disebabkan adanya ekspektasi
dari generasi muda terhadap generasi tua. Ini termasuk ekspektasi
adanya suksesi sumber daya dari generasi tua ke generasi muda,
konsumsi minimal sumber daya bersama oleh generasi tua, dan
pemeliharaan symbol identitas sesuai usia yang berarti bahwa
generasi yang lebih tua tidak boleh melewati batas dan menjadi
tidak dapat dibedakan dari generasi yang lebh muda (Kydd &
Fleming, 2017). Ketika ekspektasi ini tidak bertemu, ageism dapat
berkembang.

2.3.1 Macro Level Theories Ageism


Berasal dari level makro seperti nilai budaya yang menjatuhkan orang
tua, dan institusi sosial seperti peraturan mengenai usia pensiun.
a) Modernization theory
Bahwa melalui proses modernisasi masyarakat , seperti
peningkatan teknologi masyarakat dan pengobatan, orang tua akan
lebih kehilangan status sosialnya di tengah masyarakat modern.
Bahwa adanya fakta yang menjelaskan bahwa generasi muda lebih
memiliki level pendidikan yang lebih tinggi sehingga kontribusi
generasi muda lebih tinggi karena skill yang mereka miliki lebih
dibutuhkan dibanding generasi tua di era teknologi yang modern ini
(Kydd & Fleming, 2017). Ageisme memiliki dampak yang cukup
besar bagi kehidupan individu. Individu yang sudah berusia lanjut,
apabila ia mempercayai / menginternalisasi keyakinan ini, maka ia
akan mulai meyakini nya, dan akan berperilaku seperti mereka tidak
lagi independen dan sehat seperti orang lanjut usia lainnya. Orang
dewasa yang pernah mengalami stereotip negatif ditemukan
memiliki memori, tulisan tangan, dan kepercayaan diri yang
cenderung memburuk seiring dengan stereotip yang dimilikinya.
Hal ini menunjukkan bahwa stereotip ageism telah terinternalisasi
dalam siklus hidup orang tua, dan mempengaruhi persepsi akan
dirinya terhadap penuaan, dan tanpa sadar mempengaruhi perilaku,
keberfungsiaan di kehidupan sehari-hari, dan kesehatan. Hal ini juga
sesuai dengan konsep stereotype threat, dimana individu akan
merasa terganggu oleh stereotip negatif yang diarahkan kepada
mereka dan hal ini dapat berdampak pada sikap, kognisi, dan
perilaku, terutama pada kinerja mereka. Keduanya sama-sama
memberikan sumber utama stress yang sifatnya psikologis, kognitif,
dan fisiologis. Penelitian menunjukkan bahwa ageism menurunkan
kesehatan mental, well-being, bahkan pada keinginan orang tua
untuk tetap hidup (Allen, 2016).
2.4 Menurunkan Ageism
Sebagai mana yang disampaikan oleh Palmore (1999) terdapat dua
area yang perlu dilakukan perubahan yaitu changing the Person dan changing
the Structure.
2.4.1 Changing the Person
Ageism sebagai penyebab dan konsekuensi serta pola
institusionalnya karenya dalam memutuskan metode paling baik pada
setiap situasi diperlukan a. tujuan yang ingin dicapai; b. orang yang
akan dirubah; dan c. situasi yang mana strategi dapat diaplikasikan
(Palmore, 1999). Ketiga hal tersebut menjadi variabel yang perlu
dipertimbangkan. Sebagai asumsi untuk tujuan umum dalam mereduksi
prasangka dan diskriminasi terhadap orang tua yaitu menghilangkan
segala bentuk dari ageism seperti mereduksi prasangka individual dapat
melalui edukasi, propaganda, kontak personal positif, dan terapi yang
sesuai serta dapat melalui saluran media (Palmore, 1999). Namun, bila
fokus untuk mereduksi diskriminasi di struktur sosial maka metode
yang bisa digunakan seperti boycotts, petisi, demonstrasi, aksi politik,
legislasi, dan aksi lega yang sesuai (Palmore, 1999). Akan tetapi, perlu
ditekankan bahwa terdapat tipe-tipe orang yang berkaitan dengan
ageism, terdapat empat tipe seperti yang ada pada tabel berikut
Tabel 1. Tipe Pelaku Ageism
Tanpa diskriminasi Diskriminasi

1. Tanpa prasangka 2. Tanpa prasangka


Tanpa prasangka
Nondiskriminator Diskriminator

3. Prasangka 4. Prasangka
Berprasangka
Nondiskriminator Diskriminator

2.4.2 Testing Ageism


Guna mengukur dan menentukan tipe apa seseorang yang
berkaitan dengan ageism, dibutuhkan beberapa set kriteria pengetesan.
Salah satu asesmen cepat terhadap miskonsepsi dasar prasangka kepada
orang yang lebih tua dapat melalui Facts on Aging Quizzes (Palmore,
1999). Sebagai langkah untuk mengukur miskonsepsi, kuis ini dapat
digunakan secara langsung untuk mengukur sikap atau bias. Namun,
metode seperti semantic differential dapat lebih akurat dan libeh secara
langsung mengukur sikap (Rosencranz & McNevin, 1969). Lebih
lanjut, beberapa asesmen diskriminasi aktual dapat pula berguna
melalui interview secara langsung terhadap subjek yang menghindari
berinteraksi dengan orang tua; diskriminasi terhadap orang usia tua
pada pekerjaan; dan lain sebagainya (Palmore, 1999).
2.4.3 Changing the Structure
a) Aspek Ekonomi
Terdapat beberapa kasus dalam aspek ekonomi baik
diskriminasi negatif maupun positif dalam dunia pekerjaan.
Kebijakan-kebijakan tertentu mengarah pada penyempitan
kesempatan kerja bagi kelompok usia tua. Hal berkaitan dengan
stigma negatif yang diasosiasikan dengan karakteristik penuaan,
karenanya timbul anggapan buruk terhadap tingkat produktivitas
kerja kelompok usia tua (Palmore, 1999). Selain itu, terdapat pula
diskriminasi bagi kelompok usia tua yang mana mendapatkan
kesempatan untuk mendapatkan tunjangan bagi yang berada pada
status low-income. Hal tersebut tidak dapat dimiliki oleh kelompok
usia muda, hal ini yang disebut sebagai positive discrimination
(Palmore, 1999). Aspek ekonomi lain seperti Social Security
Retirement Benefits sebagai bentuk positive ageism karena
menyediakan hanyak untuk kelompok usia tua. Terdapat pula
Supplemental Security Income (SSI) sebagai batasan usia terhadap
pelayanan yang didapatkan (Palmore, 1999).
b) Aspek Pemerintahan
Terdapat program negative maupun positive ageism dalam
pemerintahan seperti ketidakkonsistenan program terhadap prinsip
kesetaraan kesempatan dan pelayanan yang adil terhadap seluruh
orang tanpa memandang ras, jenis kelamin, dan usia. Individu dapat
melakukan complain terhadap pelayanan dan kebijakan kepada
representasi pemerintahan sebagaimana menuntut hak-hak warga
sipil (Palmore, 1999).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Pendekatan
3.1.1 Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif ini melihat bagaimana proses kognitif dan
struktur yang yang terlibat ketika orang memiliki stereotip. Pendekatan
kognitif ini menjelaskan bahwa manusia sebagai manusia seperti mesin
pemroses informasi dimana jumlah informasi yang dapat diterima dan
diproses cenderung terbatas. Di dalam dunia yang kompleks ini hanya
sebagian dari informasi yang dapat diproses sehingga beberapa sisanya
mengarah pada munculnya bias yang diciptakan oleh individu dalam
memahami informasi yang ada. Bias ini yang kemudian berkontribusi
kepada terbentuknya dan bertahannya stereotipe yang dimiliki oleh
individu (Snyder & Miene, 1994).
Stereotipe sendiri adalah gambaran kognitif atau skemata atau
beliefs terkait karakteristik dari individu di dalam sebuah kelompok yang
biasanya memiliki budaya yang sama. Gambaran ini merupakan aspek
yang penting bagi seseorang dalam berinteraksi secara sosial karena
mempengaruhi persepsi individu terhadap individu lain berdasarkan
keanggotaan dalam kelompok yang berstereotipe, yang kemudian seolah-
olah individu dapat membuat kesimpulan atas perilaku individu dalam
kelompok tersebut (Popham & Hess, 2017).
Kelompok individu yang berusia lebih lanjut pun terkadang
menerima stereotip terkait dengan proses penuaan yang mereka hadapi.
Stereotipe ini di antaranya mereka dianggap tidak dapat melakukan
pekerjaan secara baik terkait fungsi kognitifnya yang sudah menurun.
Beberapa studi pun menjelaskan bahwa orang yang lebih tua digambarkan
sebagai individu yang hangat, kurang berkompetitif, dan kurang
berkompeten dibanding mereka yang lebih muda (Popham & Hess, 2017).
Menurut beberapa studi, selama 2 abad terakhir ini stereotip negatif
yang dimiliki oleh orang lanjut orang tua dinilai semakin tinggi. Beberapa
media massa juga cenderung memberitakan hal yang tidak akurat terkait
proses penuaan dan kondisi yang dimiliki orang tua. Ditambah hanya
sedikit edukasi atau sekolah formal yang membahas tentang fenomena
penuaan, hal ini yang menyebabkan fenomena ageisme terus meningkat
karena kurangnya edukasi yang diberikan kepada masyarakat luas terkait
penuaan itu sendiri (Lytle & Levy, 2019),
3.1.2 Pendekatan Sosial
Ageism menciptakan kesenjangan antara kaum mayoritas (orang
yang lebih muda dan kaum (minoritas). Kesenjangan ini dapat diatasi
dengan menggunakan pendekatan sosial. Dimana menurut beberapa studi,
terumata studi yang dilakukan oleh Allport pada tahun 1954 mengenai
hipotesis kontak menjelaskan bahwa apabila kedua kelompok ini di
satukan menjadi satu maka mereka akan memiliki interaksi yang
berkualitas yang dinilai dapat mengurangi prasangka antar kelompok.
Interaksi ini yang nantinya diharapkan dapat mengisi kekurangan atau
mengklarifikasi ketidakakuratan dari informasi yang diperoleh oleh
anggota di masing-masing kelompok yang biasanya mengarah kepada
stereotip (Christian, Turner, Holt, Larkin, & Cotler, 2014).
Lebih lanjut pada studinya Allport menjelaskan bahwa dengan
mempertemukan kedua kelompok ini saja tidak cukup, ada beberapa
kondisi yang harus dipenuhi yaitu, status yang seimbang antara dua
kelompok (punya status ekonomi dan pendidikan yang sama), memiliki
tujuan yang sama, bekerja bersama antar grup, dan dukungan dari institusi
dimana mereka berada. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk
menciptakan bonding antar generasi, dan menyediakan support system
pada tiap kelompok (Christian et al., 2014).
3.2. Metode dan Teknik
3.2.1 PEACE (Positive Education About Aging and Contact Experience)
Intervensi yang mengarah untuk menurunkan tingkat diskriminasi
kepada orang tua sebenarnya masih belum banyak studi literatur yang
membahas tentang ini. Namun, intervensi yang baru digunakan akhir-akhir
ini merujuk pada studi yang dilakukan oleh Levy pada tahun 2016
mengenai PEACE (Positive education about aging and contact
experience), sebuah model yang digunakan untuk mengurangi ageisme
yang berfokus pada 2 faktor utama, yaitu (1) mengedukasi terkait penuaan
itu sendiri termasuk fakta terkait penuaan dengan menghadirkannya role
model yang positif yang dapat menghilangkan gambaran yang salah
terhadap orang lanjut usia; dan (2) menjalin hubungan/kontak langsung
dengan orang tua dimana disini mendorong kesetaraan status, kerja sama,
melibatkan pertukaran informasi, dan hal-hal yang dapat memperkuat
hubungan mereka di dalam seting ini. Dua faktor utama di atas harus
saling berkontribusi penuh agar dapat mengurangi stereotipe negatif,
kecemasan akan penuaan, prasangka, dan diskriminasi yang berhubungan
dengan orang tua dan penuaannya (Levy, 2018).
Gambar di bawah ini merupakan model integratif dari model
PEACE.

Gambar 2. PEACE model


3.2.2 Edukasi terkait Proses Penuaan
Salah satu kunci utama dalam model intervensi ini dalam
menurunkan ageisme adalah dengan memberikan edukasi terkait penuaan
dan orang tua. Beberapa studi menjelaskan bahwa kurangnya edukasi
kepada individu terkait informasi perihal penuaan dan orang tua
menyebabkan terjadinya pemahaman yang buruk terkait proses penuaan
itu sendiri dan terkadang kebanyakan dari mereka lebih banyak
menginternalisasi informasi yang berasal dari mitos dan stereotip yang
cenderung negatif terkait kepribadian, kemampuan, dan perilaku dari
orang tua. Sebagai contoh, individu terkadang melebih-lebihkan jumlah
waktu yang dihabiskan oleh orang tua untuk tidur dan menonton TV, dan
cenderung mengabaikan waktu yang digunakan oleh orang tua untuk aktif
bekerja dan beraktivitas (Levy, 2018). Edukasi ini bisa diberikan kepada
individu yang masih muda dalam bentuk informasi yang akurat terkait
orang tua dan proses penuaan, atau film dokumentasi terkait penuaan yang
ditampilkan dalam bentuk orang tua yang masih sehat (Lytle & Levy,
2019).
3.2.3 Kontak Positif dengan Orang Tua
Muncul dan menyebarnya informasi yang salah dinilai karena
kurangnya kontak antar generasi mudah dan tua. Beberapa studi
menjelaskan bahwa munculnya sikap negatif antar kelompok disebabkan
oleh kurangnya kontak positif antara anggota di dalam kelompok. Studi
juga menjelaskan bahwa adanya kontak yang positif dengan orang lanjut
usia dinilai dapat mengurangi ageisme itu sendiri. Kontak yang positif
antar generasi ini merupakan salah satu teknik yang ditawarkan oleh
model PEACE ini dalam mengurangi ageisme (Lytle & Levy, 2019).
Kontak yang dilakukan oleh orang tua dan orang muda dapat
mengurangi ageisme apabila berada pada kondisi optimal di bawah ini: (1)
adanya interaksi satu lawan satu, (2) adanya status yang seimbang selama
mereka berinteraksi, (3) bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama,
(4) melibatkan pertukaran informasi yang sifatnya personal (pelajaran
hidup dan peristiwa yang mengenang), (5) adanya dukungan dari institusi
(Lytle & Levy, 2019).
Interaksi seperti menceritakan terkait pengalaman dan
pembelajaran generasi tua selama hidup, menceritakan kisahnya untuk
menasehati generasi muda, dan mengingat pengalaman positif di masa lalu
dinilai dapat meningkatkan emosi positif dan dinilai lebih bermakna.
Interaksi yang sifatnya timbal balik antara generasi tua dan generasi muda
dinilai secara signifikan dapat mengurangi ageisme itu sendiri (Levy,
2018).
Dari beberapa studi meskipun kedua komponen ini dinilai
merupakan suatu hal yang terpisah namun keduanya bisa saling terkoneksi
satu sama lain. Sebagai contoh apabila generasi muda sedang
mendapatkan edukasi dari instrukturnya yang pada umumnya adalah
individu yang berusia lebih tua dibanding mereka, di waktu yang
bersamaan mereka dapat berinteraksi satu sama lain dimana hal ini masuk
ke dalam upaya untuk melakukan kontak positif dengan mereka yang lebih
tua begitupun sebaliknya (Levy, 2018).
Dari sini kemudian penulis menggabungkan kedua teknik ini ke
dalam program rancangan intervensi untuk menurunkan ageisme yang
yang terdiri dari 2 bentuk program yaitu, CAM:Reducing Ageism by
Intergeneration Positive Contact dan Educating Young People through
Aging Campaign.

3.3 Rancangan Kegiatan


1. CAM: Reducing Ageism by Intergeneration Positive Contact
Experiences
Penjelasan: Sebagai upaya menurunkan atau menghilangkan belief
terhadap kelompok usia tua, dalam hal ini berupa prasangka dan
diskriminasi maka salah satu cara yaitu melalui metode
Intergeneration Positive Contact Experiences. Metode ini diadopsi
dari The PEACE Model sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Teknis kegiatan ini akan dipertemukan kelompok usia tua (65 tahun ke
atas) dengan kelompok usia dewasa awal melalui 3 (tiga) kegiatan
tematik CAM (Cognito, Afecto, dan Motorio). Ketiga kegiatan tematik
ini dimuat dalam bentuk aktivitas produktif menghasilkan, sehingga
tidak hanya sebatas pertemuan tapi kelompok usia tua dan muda saling
berinteraksi dalam aktivitas produktif pada ketiga aspek yaitu kognitif,
afektif, dan motoric
Prinsip kegiatan: Ageism merupakan bentuk stereotip yang telah
mengarah pada kondisi negatif sehingga memunculkan prasangka
terhadap kelompok usia tertentu, dalam kasus ini yaitu kelompok usia
tua. Dari prasangka negatif mendorong terbentuknya sikap
diskriminasi dan cenderung menganggap kelompok usia tua sebagai
individu yang tidak lagi memiliki kualitas baik dari aspek fisik maupun
mental (Palmore, 1999)
Tujuan kegiatan: Memberikan pengalaman positif yang bermakna
bagi kedua belah pihak (kelompok usia muda dan tua) untuk saling
memahami bahwa kondisi orang-orang kelompok usia tua yang masih
prima sebenarnya masih memiliki kecakapan dalam beraktivitas
sehari-hari dengan baik seperti halnya kelompok usia muda.
Alur Intervensi Program:

Gambar 3. Alur Intervensi Program 1


Durasi dan
Alat dan
Tahap Kegiatan Rincian Teknis Metode Tujuan Target Seting
Bahan
Lokasi
1 Asesmen-  Tim Panitia Kuesioner,  Mendapatkan Kelompok Bolpoin/Pensil, 120 menit,
Pretest dan memperkenalkan diri Observasi, hasil asesmen usia muda form berlokasi di
wawancara, untuk membentuk Wawancara awal sebagai (komunitas) kuesioner, Panti
Rapport trust dasar dan kelompok panduan Wredha,
Awal  Dua kelompok usia perancangan usia tua (panti wawancara, dan Taman
tua dan muda intervensi wredha) buku pencatat Lansia
masing-masing  Tim observasi,
diberikan form The mendapatkan perekam
Facts on Aging rasa trust dari
Quizzes Palmore peserta
(1998) Appendix A
dalam bentuk cetak
 Masing-masing
kelompok mengisi
form tersebut sesuai
instruksi pengisian.
 Setelah form terisi,
kemudian
dikumpulkan kembali
ke tim panitia.
 Tim mewawancarai
dan mengobservasi
kondisi lapangan
2 Analisa Hasil  TFAQ Part 1 (FAQ Skoring,  Mendapatkan Kelompok Bolpoin/Pensil, 3 jam,
Pretest 1), Part 2 (FAQ 2), Analisa hasil hasil skor usia tua dan form Fakultas
FAHMQ dilakukan observasi dan sebagai bahan muda, serta kuesioner, Psikologi
proses skoring dan wawancara kondisi catatan Universitas
dilakukan analisa secara lingkungan observasi Airlangga
lebih lanjut. deskriptif yang rekaman
 Tim menganalisa menyertainya wawancara
hasil wawancara
dengan kelompok
usia tua dan muda
 Tim menganalisa
hasil osbservasi baik
aspek infrastruktur
maupun kondisi fisik
kelompok usia tua
3 Perancangan  Berdasarkan hasil Diskusi  Mendapatkan Kelompok Kertas, laptop, 3 jam,
Intervensi asesmen awal tim rancangan usia muda dan literatur, alat Fakultas
melakukan studi blueprint tua tulis Psikologi
pustaka untuk intervensi Universitas
memilah pendekatan Airlangga
dan teknik intervensi
 Tim memutuskan
pendekatan intervensi
 Tim memutuskan
metode dan teknik
intervensi
 Tim melakukan
diskusi rancangan
konsep dan teknis
kegiatan
 Tim merancang
teknis kegiatan
 Tim melakukan
finalisasi rancangan
dengan
mempertimbangan
situasi, tempat,
waktu, sumber daya
4 Pembuatan  Tim menyusun Penyusunan  Terbentuknya Kelompok Laptop, 5 jam,
Modul modul konkret dari skrip modul modul pedoman usia muda dan printer, kertas, Fakultas
rancangan intervensi pelaksanaan kelompok penjilidan Psikologi
yang terdiri dari teknis kegiatan usia tua Universitas
prinsip dasar intervensi Airlangga
kegiatan, tujuan,
timeline, detail teknis
pelaksanaan, SOP,
peralatan yang
dibutuhkan, serta
peserta yang
dilibatkan.
5 Persetujuan  Dosen pendamping Tatap muka,  Mendapatkan Dosen Modul, 45 menit,
Intervensi tim melakukan telaah inform persetujuan pendamping, formulir Panti
modul consent, dosen kelompok informed Wredha,
 Dosen menyetujui Rapport, pendamping usia tua dan consent dan lokasi
modul Sosialisasi  Kelompok usia muda pertemuan
 Tim melakukan muda dan tua dengan
sosialisasi awal ke mengerti kelompok
kelompok usia muda gambaran usia muda
dan tua umum kegiatan
 Tim memberikan  Mendapatkan
form consent sebagai persetujuan dari
langkah awal peserta
perjanjian kegiatan  Menyiapkan
dan komitmen komitmen
untuk kegiatan
selanjutnya
6 Koordinasi  Tim melakukan Survei  Tempat, alat, Pengurus Alat 60 menit,
Pelaksanaan koordinasi persiapan langsung, dan dan bahan siap Panti Wredha, komunikasi Panti
jadwal, tempat, dan koordinasi  Peserta telah kelompok Wredha
peserta jarak jauh diberikan usia tua dan
himbauan kelompok
kehadiran dan usia muda
memperiapkan
diri
7 Rapport II  Tim melakukan Tatap muka  Seluruh pihak Pengurus Tenda, alas 30 menit,
rapport berkelanjutan Rapport saling percaya, Panti Wredha, duduk, Panti
untuk menumbuhkan terbuka, Kelompok makanan dan Wredha
rasa nyaman dan komitmen serta usia tua, dan minuman,
percaya antarpihak. siap kelompok dokumentasi
 Kelompok usia muda menjalankan usia muda
dan tua dapat mulai kegiatan
berbaur dengan selanjutnya
hangat dan didorong
untuk terbuka
8 Tematik I  Terdapat beberapa Mini LDG,  Kaum berusia Kelompok Meja, 60 menit,
Cognitio permainan dan Permainan muda usia tua, dan proyektor, Panti
kegiatan yang memahami kelompok layar Wredha
menggunakan daya bahwa orang usia muda proyektor,
kognisi kedua dengan usia tua permainan
kelompok umur dalam segi kognitif (kartu
 Kegiatan pertama kognitif masih remi, uno,
yaitu forum disuksi optimal dalam catur, papan
kasus lingkungan keadaan sehat sogi, dll)
sosial, dan dinamika melalui
proses kehidupan, beberapa
kedua kelompok pengalaman
diberikan overview mengasah
terkait kasus kognitif secara
lingkungan sosial positif
seperti kasus
pembunuhan,
pelecehan,
radikalisme, hingga
kerusakan alam.
 Overview diberikan
melalui layar
proyektor
 Sebisa mungkin
proses diskusi tidak
perlu diberikan
moderator
 Diskusi berlangsung
secara alami
 2 kelompok umur
dicampur sepasang-
sepasang (1
kelompok usia tua
dan 1 kelompok usia
muda)
 Diberikan waktu 1
kasus selama 30
menit
 Setelah itu hasil
diskusi disampaikan
secara lisan
 Tahap kedua yaitu
permainan kognitif
berupa papan catur,
kartu remi, sogi, dll
seusai minat dan
kemampuan
 Diberikan alat
bermain kognisi
 1 orang muda
ditandingkan dengan
1 orang berusia tua
 Pemenang diberikan
hadiah
9 Tematik II  Diberikan kegiatan Olahraga dan  Kaum berusia Kelompok Seperangkat Lapangan
Motorio yang mendorong aktivitas muda usia tua dan alat olahraga dan
penggunaan bermain memahami kelompok dan halaman
kemampuan motorik motoric bahwa usia muda seperangkat Panti
yang adil sesuai kelompok usia permainan olah Wredha, 3
kondisi fisik berupa tua yang masih motorik jam
kompetisi olahraga prima masih
 Permainan yang memiliki
dapat dipilih yaitu kemampuan
badminton, futsal, motorik yang
kegiatan lomba bagus
bermain agustusan
seperti gendong
sayur, masukan paku
dalam botol
 Untuk menghindari
cedera, hanya dipilih
individu yang masih
prima secara fisik
 Dibentuk dua
kelompok usia muda
dan tua
 Masing-masing
kelompok umur
ditandingkan
 Pemenang
mendapatkan hadiah
10 Tematik III  Diberikan kegiatan Stand Up  Kaum usia Kelompok Banner, kursi, Aula Panti
Afecto yang mendorong Comedy, muda usia tua dan meja, kertas, Wredha, 90
terjadinya Pantun Lucu menyadari kelompok bolpoin, menit
sosioemosional yang bahwa orang usia muda hadiah
menunjukkan tua tidaklah
keceriaan, semangat, sebatas kaku,
dan gembira dari dingin, ataupun
kaum usia tua using,
 Kegiatan berupa melainkan
Stand Up Comedy keceriaan dan
yang mendorong mampu
kaum orang tua memberikan
memberikan lelucon lelucon yang
atau cerita menghibur hangat
bagi kaum muda
 Kaum muda sebagai
audien memberikan
feedback
 Kegiatan alternatif
berupa penulisan dan
pembacaan pantun
lucu oleh kaum usia
muda
 Diberikan waktu
persiapan skrip
selama 30 menit
 Lelucon atau pantun
terbaik mendapatkan
penghargaan yang
diberikan oleh kaum
usia muda
11 Refleksi  Diberikan kertas dan Refleksi Diri  Kelompok usia Kelompok Kertas, alat Aula Panti
alat tulis bagi kedua muda melalui usia muda dan tulis Wredha, 30
kelompok umur kegiatan kelompok menit
 Diinstruksikan untuk reflektif usia tua
menulis apa yang memaknai
telah dialami, apa seluruh proses
yang dipikirkan dari intervensi dan
kelompok umur lain, memiliki sikap
dan apa yang positif terhadap
dirasakan secara orang tua, serta
emosi, memberikan mengurangi
contoh konkret prasangka yang
 Masing-masing dimiliki kaum
kelompok umur usia muda
diambil perwakilan terhadap kaum
untuk menyampaikan usia tua
hasil refleksi diri
12 Penutupan-  Tim memberikan Postest  Mendapatkan Kelompok Formulir Panti
Postest formulir FAQ 1, 2, data postest usia muda dan postest dan alat Wredha, 45
HQ kepada seluruh untuk dianalisa kelompok tulis menit
peserta dan usia tua
 Diberikan waktu diperbandingka
pengisian formulir n dengan hasil
 Setelah formulir telah pretest
diisi dikumpulkan
kembali
 Tim melakukan
penutupan, dan
berpamitan
13 Analisa dan  Tim melakukan Skoring dan  Mendapatkan Data test Seluruh Fakultas
Evaluasi skoring FAQ Analisa hasil perbedaan rekaman arsip Psikologi
hasil postest  Tim melakukan uji postest dan asesmen Universitas
perbandingan dua pretest Airlangga,
kelompok tes  Mendapatkan 3 jam
 Tim menemukan bahan untuk
hasil, dan evaluasi
menganalisa tingkat  Mengetahui
perubahan keberhasilan
 Tim melakukan program
evaluasi program dari
hasil uji beda
Saran dan tahap lanjutan
2. Educating Young People through Aging Campaign
Penjelasan: Sebagai upaya untuk meningkatkan awareness masyarakat
terkait streotip yang mereka miliki terhadap kelompok usia tua maka salah
satu cara yang dapat digunakan yaitu melalui metode Education about
Aging. Metode ini diadopsi dari The PEACE Model sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya. Teknis kegiatan ini akan diberikan serangkaian
kegiatan yang berfokus pada individu di kelompok usia muda. Jenis
kegiatan akan diberika beberapa aktivitas yang terdiri dari 7 tema yang
berhubungan dengan informasi terkait proses penuaan, orang tua, dan
diskriminasi. Ke tujuh tema ini nantinya akan dimuat dalam bentuk
aktivitas interaktif di sosial media sehingga mereka dapat dengan muda
mengakses dan menyebarluaskannya.
Prinsip kegiatan: Ageism merupakan bentuk stereotip yang telah
mengarah pada kondisi negatif sehingga memunculkan prasangka terhadap
kelompok usia tertentu, dalam kasus ini yaitu kelompok usia tua. Dari
prasangka negatif mendorong terbentuknya sikap diskriminasi dan
cenderung menganggap kelompok usia tua sebagai individu yang tidak
lagi memiliki kualitas baik dari aspek fisik maupun mental (Palmore,
1999)
Tujuan kegiatan: Memberikan edukasi pada kelompok usia muda agar
diharapkan mereka tidak memiliki stereotip yang negatif terhadap
kelompok usia tua. Juga untuk meningkatkan awareness bahwa ageisme
ini bisa terjadi di lingkungan sekitar mereka dan perlu upaya untuk
mengatasi hal tersebut.
Gambar 3. Alur Intervensi Program 2
Tabel 2. Rancangan Intervensi Educating Young People through Aging Campaign
Pendekat Bentuk Kegiatan
Tahap Nama Sesi Target Tujuan Setting Peralatan
an kegiatan Utama
- Memperkenalkan
1. ASESMEN-PRETEST

tujuan program
kepada audience - Materi
- Memperkenalkan terkait
Sesi 1 Perkenalan
Story dan program yang akan
Perkenalan - Mengetahui - Link
Diskusi Post Feed mereka ikuti
terkait program kondisi dari Edukasi google
Interaktif Instagra - Mengisi form Asesmen-
Asesmen Pre- tingkat ageisme form berisi
m Pretest
Test pada individu asesmen

- Mampu
memahami
rancangan
2. PERENCANAAN &

kegiatan selama - Memberikan gambaran


intervensi - Poster
berupa timeline kegiatan
Sudah siap? Sesi 2 timeline
KOMITMEN

beberapa sesi Story dan mereka selama intervensi


Apa saja Perencanaan kedepan kegiatan
Diskusi Post Feed berlangsung
yang akan Program dan Edukasi - Form
Interaktif Instagra - Mengisi form kesediaan
kita Komitmen - Mampu persetujuan
m dan komitmen dalam
lakukan? berkomitmen dan
jangka waktu yang telah
terhadap seluruh komitmen
ditentukan.
rangkaian
intervensi
Kenalan yuk, Sesi 3 - Membangun Edukasi Diskusi Fitur - Konten - Melakukan diskusi terkait
kamu Rapport hubungan Interaktif story materi topik penuaan dan orang
3. RAPPORT

orangnya interaktif dengan instagram diskusi tua


gimana sih! audience di sosial dan - Diberikan beberapa
media upload pertanyaan yang
konten memancing mereka untuk
diskusi di menyadari seberapa
feed sering aktivitas yang
instagram mereka lakukan mengarah
ke ageisme
Inilah 10 Sesi 4 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur - Konten - Memberikan edukasi
Fakta terkait Tema 1: Fisik informasi yang Interaktif story materi terkait mitos dan fakta
4. INTERVENSI

Fisik Orang tepat terkait instagram mengenai kondisi fisik


Tua Slogan: Youth is kondisi fisik dan orang tua
A Gift of orang tua upload - Diskusi terbuka dan tanya
Nature. Age is a - Mampu konten jawab terkait konten
Work of Art menghilangkan materi di materi
stereotipe negatif feed - Quiz secara online
dari kondisi fisik instagram
orang tua

Orang tua Sesi 5 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur Konten - Memberikan edukasi
pasti punya Tema 2: Penyakit informasi yang Interaktif story materi terkait mitos dan fakta
alzheimer? tepat terkait instagram terkait penyakit alzheimer
Mitos atau Slogan: Aging is prevelansi yang dan pada orang tua
Fakta? Living tepat orang tua upload - Diskusi terbuka dan tanya
yang mengalami konten jawab terkait konten
penyaki materi di materi
alzheimer feed - Quiz secara online
- Mampu instagram
menghilangkan
steriotip negatif
dari orang tua
yang dikaitkan
dengan penyakit
alzheimer

Menjadi tua? Sesi 6 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur Konten - Memberikan edukasi
Ini dia 13 Tema 4: informasi yang Interaktif story materi terkait mitos dan fakta
keuntungan Keuntungan tepat terkait instagram terkait penyakit alzheimer
yang kamu menjadi Tua keuntungan dan pada orang tua
miliki! menjadi orang tua upload - Diskusi terbuka dan tanya
Slogan: If Aging - Mampu konten jawab terkait konten
Improvers menghilangkan materi di materi
Quality, I’m steriotip negatif feed - Quiz secara online
Approaching dari orang tua instagram
perfection yang dikaitkan
dengan hal-hal
yang negatif saja

Kami Punya Sesi 7 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur Konten - Memberikan edukasi
Kekurangan? Tema 5: informasi yang Interaktif story materi terkait mitos dan fakta
Kamu pun Kesetaraan tepat terkait instagram terkait penyakit
Juga! kelemahan yang dan kelemahan orang muda
Slogan: Age is dimiliki orang upload dan orang tua
Just a Number tua, dan konten - Diskusi terbuka dan tanya
kelemahan yang materi di jawab terkait konten
dimiliki orang feed materi
muda instagram - Quiz secara online
- Mampu
menghilangkan
steriotip negatif
yang hanya
dimiliki orang tua
yang dikaitkan
dengan
ketidakberdayaan
Diskriminasi Sesi 8 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur Konten - Memberikan edukasi
mu membuat Tema 6: informasi yang Interaktif story materi terkait dampak dari
mereka tidak Diskriminasi tepat terkait instagram diskriminasi terhadap
produktif! dampak dan orang tua
Slogan: Retired: diskriminasi upload - Diskusi terbuka dan tanya
rejuvenated, terhadap orang konten jawab terkait konten
retreaded, tua materi di materi
relaxed, - Mampu lebih feed - Quiz secara online
remodeled. sadar atas instagram
tindakan yang
dapat mengarah
ke diskriminasi
terhadap orang
tua
- Mampu
menghilangkan
steriotip negatif
terkait orang tua
yang tidak
produktif
Kami Sesi 9 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur Konten - Memberikan edukasi
beragam dan Tema 7: informasi yang Interaktif story materi terkait kondisi lansia yang
Bahagia! Keberagaman tepat terkait instagram beragam
Orang Tua keberagaman dan - Diskusi terbuka dan tanya
fitur yang upload jawab terkait konten
Slogan: Older is dimiliki orang tua konten materi
Bolder - Mampu materi di - Quiz secara online
menghilangkan feed
steriotip negatif instagram
terkait orang tua
yang hanya
lemah dan tidak
produktif
Releksi Sesi 10 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur Google -Diberikan link google form
Refleksi kegiatan yang Interaktif story form berisi -Diinstruksikan untuk
Kegiatan dapat instagram pertanyaan menulis apa yang telah
merefleksikan dan terkait dialami, dipelajari,
apa saja yang upload refleksi diri
dipikirkan, dan dirasakan
telah peserta konten dan secara emosi, memberikan
pelajari selama materi di pembelajar contoh konkret
ini. feed an -Beberapa hasil refleksi di
instagram post di instagram untuk
memberikan gambaran hasil
pembelajaran
Penutupan Sesi 11 - Memberikan Edukasi Diskusi Fitur Google -Diberikan link google form
PostTest form postest Interaktif story form berisi untuk mengisi form postest
kepada peserta instagram alat ukur -Penutupan program
untuk melihat dan FAQ 1,2,
sejauh mana upload dan HQ
efektivitas konten
program dalam materi di
menurunkan feed
ageisme instagram

Analisa dan Sesi 12 - Mendapatkan - Skoring Tatap Hasil -Mengolah data untuk
Evaluasi Skoring dan hasil dari pre dan dan Analisa muka spreadsheet melihat uji beda
hasil postest Evaluasi post test sebagai antar tim google -Melakukan evaluasi
gambaran form program
efektivitas sebelum
program guna dan
untuk melakukan sesudah tes.
evaluasi lanjutan SPSS
Saran dan Tahap Lanjutan
DAFTAR PUSTAKA

Abrams, D., Russell, P. S., Vauclair, C. M., & Swift, H. J. (2011). Ageism in
Europe: Findings from the European Social Survey. London: Age UK.
Allen, J. O. (2016). Ageism as a risk factor for chronic disease. Gerontologist,
56(4), 610–614. https://doi.org/10.1093/geront/gnu158
Austin, D. (1985). Attitudes toward old age. The Gerontologist, 431.
Badan Pusat Statistik. (2016). Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015.
Jakarta: BPS.

Butler, R. N. (1975). Why Survive? Being old in America. New York: Harper and
Row.

Christian, J., Turner, R., Holt, N., Larkin, M., & Cotler, J. H. (2014). Does
intergenerational contact reduce Ageism: When and How Contact
Interventions Actually Work? Journal of Arts and Humanities, 3(1), 1–15.
https://doi.org/10.18533/journal.v3i1.278

Chonody, J. M. (2016). Positive and Negative Ageism: The Role of Benevolent


and Hostile Sexism. Journal of Women and Social Work, 31(2), 207-218.

Cicih, L. H. (2019). Info Demografi. Retrieved March 2020, 2020, from BKKBN:
https://www.bkkbn.go.id/po-
content/uploads/info_demo_vol_1_2019_jadi.pdf

Gurland, B. (1995). Psychopathology. In G. Maddox (Ed.), The encyclopedia of


aging. New York: Springer
Hammond, D. (1987). My parents never had sex. New York: Prometheus.
Harris, L. (1981). Aging in the eighties: America in transition. Washington, DC:
The National Council on the Aging.
Iversen, T. N., Larsen, L., & Solem, P. E. (2009). A conceptual analysis of
Ageism. Nordic Pyschology, 4-22.
Jawa Pos. (2018). 21,6 Juta Lansia Indonesia Alami Kekerasan Ekonomi Hingga
Seksual. Retrieved March 19, 2020, from Jawa Pos:
https://www.jawapos.com/nasional/10/12/2018/216-juta-lansia-indonesia-
alami-kekerasan-ekonomi-hingga-seksual

Julianti, S. (2013). Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai


Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan Tentang Lansia (Studi
pada Penghuni Panti Werdha di Bekasi). Indonesian Journal of
Criminology, 67-79.

Kahana, E. (1995). Instinationalization. In G. Maddox (Ed.), The encyclopedia of


aging. NY: Springer.
Kydd, A., & Fleming, A. (2017). Ageism in the Third Age. Innovation in Aging
(Vol. 1). https://doi.org/10.1093/geroni/igx004.044
Levy, S. R., & Macdonald, J. L. (2016). Progress on Understanding Ageism.
Journal of Social Issues, 72(1), 5–25. https://doi.org/10.1111/josi.12153
Levy, S. R. (2018). Toward Reducing Ageism: PEACE (Positive Education about
Aging and Contact Experiences) Model. Gerontologist, 58(2), 226–232.
https://doi.org/10.1093/geront/gnw116

Lytle, A., & Levy, S. R. (2019). Reducing ageism: Education about aging and
extended contact with older adults. Gerontologist, 59(3), 580–588.
https://doi.org/10.1093/geront/gnx177

Masters, W., & Johnson, V. (1966). Human sexual response. Boston: Little,
Brown
Minichiello, V., Browne, J., & Kendig, H. (2000). Perceptions and consequences
of ageism: views of older people. Aging and Society, 253-278.
Neugarten, B. (1982). Age or need? Public policies for older people. Beverly
Hills: Sage.
Palmore, E. B. (1999). Ageism Negative and Positive (2nd ed.). New York, United
States of America: Springer Publishing Company, Inc.
Popham, L. E., & Hess, T. M. (2017). Age Stereotyping and Views of Aging,
Theories of. In Encyclopedia of Geropsychology.
https://doi.org/10.1007/978-981-287-082-7_127
Rhodes, S. (1983). Age related differences in work attitudes and behavior.
Psychological Bulletin, 93, 328.

Ritschel, C. (2018, June 7). Millenials Feels Most Negatively About Aging, Report
Finds. Retrieved March 20, 2020, from Independent:
https://www.independent.co.uk/life-style/health-and-families/millennials-
ageing-ageism-depression-dementia-elderly-rsph-a8388636.html

Rix, S. (1995). Employment. In G. Maddox, (Ed.), The encyclopedia of aging.


New York: Springer
Rosencranz, H., & McNevin, T. (1969). A factor analysis of attitudes toward the
aged. The Gerontologist, 9, 55.
Royal Society of Public Health. (2018). That Age Old Question. Retrieved March
20, 2020, from RSPH:
https://www.rsph.org.uk/uploads/assets/uploaded/010d3159-0d36-4707-
aee54e29047c8e3a.pdf

Ryan, E., Szechtman, B., & Bodkin, J. (1992). Attitudes toward younger and older
adults learning to use computers. Journal of Gerontology: Psychological
Sciences, 47, 96-101.
Schonfield, D. (1982). Who is stereotyping whom and why? The Gerontologist,
267.
Snyder, M., & Miene, P. K. (1994). Stereotyping of the elderly: A functional
approach. British Journal of Social Psychology, 33(1), 63–82.
https://doi.org/10.1111/j.2044-8309.1994.tb01011.x

Swift, H. J., Abrams, D., Lamont, R. A., & Drury, L. (2017). The Risks of
Ageism Model: How Ageism and Negative Attitudes toward Age Can Be a
Barrier to Active Aging. Social Issues and Policy Review, 195-231.
Tibbitts, C. (1979). Can we invalidate negative stereotypes in aging? The
Gerontologist, 10.
Tornstam, L. (2006). The complexity of ageism a proposed typology.
International Journal of Ageing and Later Life, 43-68.
Tuckman, J., & Lorge, I. (1958). The projection of personal symptoms into
stereotypes about aging. Journal of Gerontology, 70.
United Nation (UN). (2015). Aging Population. Retrieved March 19, 2020, from
United Nation: http://www.un.org/en/sections/ issues-depth/ageing/

Wernick, M., & Manaster, G. (1984). Age and perception of age and
attractiveness. The Gerontologist, 24, 409.
World Health Organization. (2018, June 8). Elder Abuse. Retrieved March 19,
2020, from World Health Organization: https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/elder-abuse

Yon, Y., Mikton, C., & Gasso, Z. (2017). Elder Abuse Prevalence in Community
Settings: a Systematic Review and Meta-analysis. Lancet Global Health,
147-156.

Yuwanto, L., & Putri, P. (2013). Panti Werdha : Apakah Selalu Menjadi Tempat
Yang Tepat Bagi Lansia? Retrieved March 19, 2020, from Universitas
Surabaya: https://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/92/Panti-
Werdha---Apakah-Selalu-Menjadi-Tempat-yang-Tepat-Bagi-Lansia-.html
LAMPIRAN

1.1 Alat Ukur Ageisme FAQ


1.2 Alat Ukur Ageisme FAQ 2
1.3 Alat Ukur Ageisme FAMHQ

Anda mungkin juga menyukai