Oleh :
Nathanaela Candice 111911133134
Angelina Amanda 111911133136
Bitya Alvyna 111911133138
Adelia Hani 111911133163
Gabriella Emeralda 111911133164
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I
KERANGKA TEORI
Gangguan Neurologis merupakan gangguan yang terjadi pada sistem saraf. Pembahasan kali
ini akan membahas lebih lanjut mengenai sindrom delirium dan dementia yang merupakan
bagian dari gangguan neurologis.
1. Delirium
Delirium merupakan keadaan mental yang tidak normal dimana terjadi penurunan
kesadaran dan proses berpikir yang bersifat naik turun dan gawat (PPDGJ, 2015).
2. Dementia
Dementia merupakan gejala yang tidak normal disebabkan oleh kerusakan atau sakit
pada otak dan berkembang secara perlahan serta terjadi dalam jangka panjang. Tidak
jarang dementia juga mengganggu fungsi psikologis dan perilaku seseorang (PPDGJ,
2015).
Culture Bound Syndrome (CBS) merupakan gejala klinis yang terjadi secara abnormal atau
gangguan yang terjadi dengan gejala-gejala tertentu menurut konteks budaya atau etnis
tertentu yang bersifat berulang, berpola, dan mengganggu. Seringkali CBS dianggap oleh
masyarakat lokal sebagai penyakit atau penderitaan yang dinamakan sesuai kepercayaan lokal
(Henderson, ... Fricchione,2010).
1.2 GEJALA
1. Delirium
Gejala yang muncul yaitu, berkurangnya atensi (kemampuan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian), defisit memori, disorientasi, dan gangguan
berbahasa, agitasi (perasaan gelisah, jengkel, marah) psikomotor, gangguan persepsi,
gangguan emosi, kekacauan arus dan isi pikir, gangguan siklus tidur-bangun. Gejala ini
terjadi dalam periode waktu yang pendek dan cenderung berfluktuasi dalam sehari (PPDGJ,
2015).
2. Dementia
Gejala yang muncul yaitu, penderita kesulitan untuk mempelajari informasi baru dan
mudah lupa terhadap kejadian yang baru dialami serta gangguan fungsi kognitif kompleks
disertai gangguan perilaku seperti, disorientasi waktu dan tempat; kesulitan melakukan
pekerjaan sehari hari; tidak mampu membuat keputusan; kesulitan berbahasa; kehilangan
motivasi dan inisiatif; gangguan pengendalian emosi; nilai sosial terganggu; dan berbagai
perubahan perilaku dan psikologis lainnya (agresif impulsif, halusinasi, waham) (PPDGJ III,
2015).
1. Ataque de nervious
Pada sindrom ini, gejala yang muncul berupa gangguan emosi yang intens termasuk,
kecemasan, kemarahan, dan kesedihan akut. Selain itu, penderita juga mengalami panas di
dada yang naik ke kepala, berteriak tak terkendali, menangis, gemetar, serta melakukan agresi
secara verbal dan fisik (DSM V, 2013).
2. Dhat
Gejala spesifik yang muncul pada sindrom dhat yaitu penderita mengalami kehilangan
air mani dan disfungsi seksual seperti impotensi. Sedangkan untuk gejala umum penderita
mengalami kecemasan ekstrim terkait rasa lemah, kelelahan, penurunan berat badan, depresi,
dan keluhan somatik ganda lainnya (DSM V, 2013).
3. Khyal Cap
Khyal attacks atau serangan angin yang ditemukan pada orang Kamboja di Amerika
Serikat menimbulkan beberapa gejala pada penderitanya yaitu, serangan panik seperti pusing,
jantung berdebar, sesak nafas, ekstremitas dingin, kecemasan, dan gairah otonom lainnya
(misalnya nyeri leher) (DSM V, 2013).
4. Kufungisisa
Kufungisisa atau terlalu banyak berpikir merupakan ungkapan distress yang terjadi di
Shona, Zimbabwe. Kufungisisa melibatkan perenungan terhadap peristiwa yang
menjengkelkan yang kemudian menimbulkan beberapa gejala seperti, kekhawatiran
berlebihan, depresi, gangguan somatik, kecemasan, serangan panik, mudah tersinggung, dan
perasaan panas atau sensasi merangkak di kepala (DSM V, 2013).
5. Maladi moun
Maladi moun atau secara harfiah disebut sebagai penyakit yang disebabkan oleh
manusia atau penyakit yang dikirim adalah sindrom yang terjadi di Haiti. Gejala yang
ditimbulkan penderita antara lain, psikosis yaitu, sulit membedakan antara kenyataan dengan
imajinasi, mengalami depresi, ketidakmampuan penderita untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, dan kegagalan sosial atau akademis (DSM V, 2013).
6. Shenjing Shuairuo
Sindrom budaya Tiongkok terkait kelemahan sistem saraf. Sindrom ini didefinisikan
sebagai sindrom yang terdiri dari tiga dari lima kelompok gejala nonhierarkis yaitu,
kelemahan (kelelahan mental), tidur (misalnya, insomnia), emosi (misalnya, merasa kesal),
kegembiraan (misalnya, ingatan meningkat), dan nyeri saraf (misalnya, sakit kepala) (DSM
V, 2013).
7.Susto
Susto atau ketakutan lazim terjadi pada orang Mexico, Amerika Tengah, dan Amerika
Selatan. Gejala yang muncul pada sindrom ini antara lain, gangguan nafsu makan, kurang
tidur atau tidur berlebihan, susah tidur atau mimpi, perasaan sedih, rendah diri atau merasa
kotor, kepekaan interpersonal, kurangnya motivasi untuk melakukan sesuatu, dan gejala
somatik seperti, nyeri otot, pucat, sakit kepala, sakit perut, diare (DSM V, 2013).
8. Taijin Kyofusho
Gangguan ketakutan interpersonal dalam budaya Jepang. Gejala yang timbul berupa,
kecemasan, penghindaran situasi interpersonal karena adanya pemikiran, perasaan, atau
keyakinan bahwa penampilan dan tindakan seseorang dalam interaksi sosial tidak memadai
atau menyinggung orang lain. Sindrom ini mencakup dua bentuk yang berhubungan yaitu,
tipe sensitif yang mana penderita memiliki kepekaan sosial yang ekstrim dan merasa cemas
tentang interaksi antar pribadi dan tipe ofensif yang mana mayor perhatiannya menyinggung
orang lain (DSM V, 2013).
1.3 ETIOLOGI
1. DELIRIUM
Disebabkan oleh kondisi medis umum diantaranya kerusakan sistem saraf pusat
seperti trauma di kepala; Penyakit sistemik seperti stroke akibat panas; Penyakit
jantung; Gangguan metabolik seperti diabetes; Penyakit paru seperti hipoksia;
obat-obatan semisal steroid; Endokrin contohnya pada abnormalitas tiroid;
Hematologi semisal anemia; Renal semisal gagal ginjal; Hepar semisal hipotitis.
Selain kondisi medis umum dapat disebabkan juga oleh intoksikasi zat serta putus zat
(PPDGJ, 2015).
2. DEMENTIA
Dementia disebabkan oleh sel-sel otak yang mati karena terjadinya plak yang
merupakan kumpulan dari beta amiloid serta serat yang kusut dimana tersusun dari
protein tau. Selain karena faktor di atas dementia juga bisa terjadi karena pembuluh
darah pada otak tersumbat sehingga menghalangi peredaran darah menuju otak dan
kekurangan vitamin B12 (PPDGJ, 2015).
Dalam konteks budaya, culture bound syndrome dipercaya terjadi karena adanya sihir,
mantra yang jahat, ataupun karena nenek moyang yang sedang marah. Dalam penelitian, CBS
disebabkan oleh adanya common ego defense mechanism dimana seseorang mengalami
perasaan bersalah atau rasa malu. Biasanya saat individu tidak melakukan upacara adat dalam
budayanya maka akan timbul perasaan bersalah, malu, ataupun rasa ingin menghukum orang
lain sehingga menimbulkan penyakit atau gangguan (Henderson, ... Fricchione,2010).
Di bawah ini merupakan beberapa etiologi culture bound syndrome yang dapat diidentifikasi
1. Ataque de Nervious (Attack of Nervous)
→ Sindrom yang terjadi pada keturunan latin
- Peristiwa stress yang berkaitan dengan keluarga seperti berita kematian
kerabat dekat, konflik dengan pasangan atau anak, atau menyaksikan
kecelakaan yang melibatkan anggota keluarga.
- Akumulasi pengalaman penderitaan
2. Dhat
→ Penderitaan fisik dan psikologi yang terjadi di india
- Tidak diketahui pasti penyebab fisiknya
- Adanya kepercayaan yang salah dan kesalahpahaman tentang norma fungsi
seksual
3. Khyal Cap
→ sindrom yang terjadi pada masyarakat kamboja yang berarti serangan angin
- Kekhawatiran khyal (zat seperti angin) akan masuk ke dalam tubuh bersama
dengan darah dan akan menyebabkan efek misterius.
- Adanya pemicu pikiran kecemasan yang berasal dari bau tertentu yang
dianggap negatif atau perilaku agorafobia (ketakutan pergi ke tempat ramai)
4. Kufungisisa
→ Penyakit mental yang berawal dari daerah zimbabwe
- Pemikiran yang berlebihan mengenai permasalahan hidup yang baru terjadi,
pengalaman menyedihkan di masa lampau
- Akumulasi pengalaman penderitaan
5. Maladi Moun
→Konsep yang berasal dari haiti yang berarti “penyakit yang disebabkan oleh
manusia”
- Dicurigai akibat niat buruk orang lain yang mengirimkan penyakit
- Secara ilmiah dijelaskan bahwa rasa iri dan kedengkian menyebabkan
kerugian dalam bentuk depresi
6. Shenjing Shuairuo
→ Neurasthenia (Kondisi penurunan saraf) yang terjadi di china
- Penurunan energi vital (qi) pada fungsi 5 sistem organ dalam tubuh yang
menyebabkan penurunan kekebalan tubuh
7. Susto
→ Syndrome yang terjadi di Amerika latin
- Penderitaan Somatik kronis yang berasal dari trauma emosional
- Dapat juga terjadi akibat melihat pengalaman traumatis orang lain
8. Taijin Kyofusho
→ berarti “interpersonal fear disorder” yang terjadi pada masyarakat
- Adanya perilaku body dysmorphia
- Kekhawatiran terhadap tindakan atau perilaku diri sendiri yang dapat
menyinggung atau tidak dapat ditoleransi orang lain
Pengukuran Delirium
Diagnosis Delirium
Salah satu alat ukur untuk mengukur demensia adalah Mini Mental State
Examination (MMSE). Alat ukur ini digunakan sebagai pemeriksaan kognitif terkait
daya ingat dan penurunan fungsi kognitif. MMSE yang dilakukan dengan wawancara
langsung pada pasien memiliki 11 item penilaian yang digunakan untuk menilai atensi
dan orientasi, memori, registrasi, recall, kalkulasi, kemampuan bahasa, dan
kemampuan untuk menggambar poligon kompleks. Rentang skor MMSE adalah 1-30.
Skor yang lebih rendah dari 24 dinyatakan memiliki gangguan kognitif (Creavin,
2016).
Diagnosis Demensia
2. Pengukuran Dhat
Diagnosis Dhat
4. Pengukuran Kufungisisa
Diagnosis Kufungisisa
Gangguan depresi mayor akibat kekhawatiran berlebihan, gangguan depresi
persisten (dysthymia), gangguan kecemasan umum, gangguan stress pasca trauma,
gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan kehilangan kompleks persisten (DSM V,
2013).
Gangguan delusi yang muncul ketika terdapat gejala baru yang berpengaruh
pada perubahan perilaku sehingga menimbulkan kecurigaan akan adanya serangan
spiritual, tipe penganiayaan, dan skizofrenia dengan fitur paranoid. (DSM V, 2013)
7. Pengukuran Susto
Susto Symptoms Scale terdiri dari variabel untuk setiap gejala yang akan
digunakan untuk mengukur kesejahteraan fisik antara peserta yang berkelanjutan dan
yang tidak. Terdapat 22 gejala yaitu, dried up, cure, spirit, nightmare, no sleep, cry,
jump, worry, earth, heat, desire, fright, no eat, depress, headache, heart, pain, sickly,
fever, vomit, fall, dan bored. Untuk mengukur kesehatan fisik, informan ditanya
apakah pernah mengalami gejala berikut ini di masa lalu lima tahun. Skala Gejala
Susto dirancang untuk mengukur tingkat kesejahteraan individu dengan menetapkan
nilai numerik ke pilihan jawaban dalam skala tersebut. Jawaban ya dan tidak
diberikan masing-masing 1 dan 0. Skor maksimum yang dapat diterima seseorang
adalah 22, yang berarti mereka telah mengalami semua 22 gejala yang menonjol
secara budaya yang terkait (Brooks, 2016).
Diagnosis Susto
BAB II
ANALISA KASUS
Kesurupan patologis disebabkan oleh beberapa faktor pendukung. Selain itu, terdapat
faktor protektif dan upaya preventif dalam mencegah terjadinya kesurupan patologis. Faktor
protektif tersebut adalah ego yang masih berfungsi dengan baik. Faktor-faktor yang menjadi
faktor pendukung terjadinya kesurupan antara lain adalah faktor predisposisi, faktor
prepetuasi, faktor presipitasi, dan faktor risiko. Konflik- konflik yang menjadi latar belakang
memainkan peranan partisipan dalam mengelola elemen-elemen kepribadiannya. Dalam
konteks ini, kesurupan patologis dapat terjadi ketika partisipan tidak mampu
menyeimbangkan tuntutan antara id, ego dan super ego (Anjaryani & Rahardanto, 2016).
Konflik - konflik yang terjadi menimbulkan stres dan kecemasan yang menumpuk sehingga
tertimbun di alam bawah sadar partisipan. Partisipan “E” mengalami permasalahan dan
konflik dengan orangtua dan keluarganya, serta pola asuh yang permisif dalam keluarga,
membuat partisipan kurang merasa memiliki peran di dalam keluarganya. Partisipan juga
memiliki kepribadian yang temperamental, sehingga mengarah ke perilaku yang impulsif.
Selain itu, pengaruh budaya dan kepercayaan juga berpengaruh dalam hal ini (Anjaryani &
Rahardanto, 2016).
1. Psikoedukasi
2. Intervention Objectives
● Pengidap Demensia : dapat menggunakan waktu dengan tetap produktif dan sehat,
tidak memendam pikiran negatif
● Keluarga dari pengidap : memastikan bahwa terpenuhinya kesejahteraan anggota
keluarga yang mengidap demensi
● Pekerja sosial : memberikan perawatan dan pertolongan yang sigap dan cakap disaat
klien membutuhkan
3. Objective Criteria
● Pengidap Demensia : Dengan mengikuti kegiatan yang positif, misalnya olahraga
ringan secara rutin, menjalankan hobi ringan seperti membaca, mendengarkan lagu.
Bergabung dalam komunitas yang positif untuk tetap menjaga interaksi dengan
lingkungan sosial dengan baik. Serta terbuka untuk bercerita kepada keluarga atau
orang yang dipercaya.
● Keluarga dari pengidap : Mempelajari keterampilan perawatan yang baik, memastikan
bahwa asupan nutrisi dan menerapkan pola makan sehat, misalnya dengan
mengonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat.
● Pengasuh dan/pekerja sosial : Memiliki skill profesional dan sabar untuk merawat
klien, memberikan pertolongan klien untuk menghadapi, mengatasi dan memecahkan
berbagai hal, seperti memecahkan masalahnya, mengurangi kecemasan dan
ketegangannya, dan upaya-upaya untuk menenangkan.
4. Metode Intervensi
● Psikoterapi
- Melakukan asesmen untuk memastikan apakah gejala yang dialami klien merupakan
gejala demensia
- Membina hubungan profesional antara terapis dengan klien, terapis dengan keluarga,
dan hubungan baik dan suportif antara klien dan keluarga
● Psikoedukasi
Pentingnya dilakukan psikoedukasi bagi keluarga dan pengasuh klien untuk
memberikan pemahaman mengenai demensia sehingga mereka dapat memahami
bahwa dukungan moral bagi klien amat dibutuhkan untuk membantunya menghadapi
situasi ini. Sehingga terapis dan keluarga dapat bersinergi membantu klien.
- Delirium
1. Subjek yang memerlukan intervensi
● Pengidap Delirium, keluarga dari pengidap, pekerja sosial (yang merawat klien)
2. Intervention Objectives
● Pengidap Delirium : membangun kebiasaan baik sebelum usia rentan terkena delirium
dan menghindari faktor yang bisa menyebabkan terjadinya delirium
● Keluarga dari pengidap : dapat memberikan bantuan psikososial yang bersifat
mendorong pasien untuk dapat kembali kepada fungsi awal sebelum terjadinya
delirium
● Pekerja sosial : memberikan perawatan dan pertolongan yang sigap dan cakap disaat
klien membutuhkan
3. Objective Criteria
● Pengidap Delirium : menghindari penggunaan obat yang meningkatkan risiko
delirium, seperti ranitidin, digoksin, ciprofloxacin, kodein, amitriptilin (antidepresan),
benzodiazepine.
● Keluarga dari pengidap : Mengingat bahwa gejala delirium tidaklah khas, maka bila
keluarga dari klien melihat ada tanda-tanda yang cenderung ke gejala delirium, bisa
segera berkonsultasi pada ahli, memberikan perhatian dan juga motivasi pada pasien,
dengan mengajak berbicara, bercerita, berolahraga ringan dan kegiatan positif lainnya
sebagai bentuk dukungan moril.
● Pengasuh dan/pekerja sosial : Memiliki skill profesional dan sabar untuk merawat
klien, memberikan pertolongan klien untuk menghadapi, mengatasi dan memecahkan
berbagai hal, seperti memecahkan masalahnya, mengurangi kecemasan dan
ketegangannya, dan upaya-upaya untuk menenangkan.
4. Metode Intervensi
● Psikoterapi
- Melakukan asesmen untuk memastikan apakah gejala yang dialami klien merupakan
gejala delirium
- Membina hubungan profesional antara terapis dengan klien, terapis dengan keluarga,
dan hubungan baik dan suportif antara klien dan keluarga
● Psikoedukasi
Pentingnya dilakukan psikoedukasi bagi keluarga dan pengasuh klien untuk
memberikan pemahaman mengenai delirium sehingga mereka dapat memahami
bahwa dukungan moral bagi klien amat dibutuhkan untuk membantunya menghadapi
situasi ini. Sehingga terapis dan keluarga dapat bersinergi membantu klien.
Demensia
Axis I : F.002 Gangguan Mental Organik (+ Simtomatik)
Axis II : tidak ada
Axis III :
Axis IV :
Axis V : GAF : 70
Delirium
Axis I : F.050 Gangguan Mental Organik (+ Simtomatik)
Axis II : tidak ada
Axis III :
Axis IV :
Axis V : GAF : 70
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 SIMPULAN
Gangguan neurologis merupakan gangguan yang terjadi dalam sistem saraf yang
diantaranya adalah delirium dan juga dementia. Delirium sendiri merupakan gangguan serius
pada kemampuan mental yang menyebabkan penurunan kesadaran dan dan ketidakstabilan
berpikir serta kebingungan pada lingkungan sekitar. Delirium dapat diukur menggunakan
Confusion Assessment Method-Intensive Care Unit (CAM-ICU) untuk menentukan skala
keparahan delirium pada pasien yang berada di ICU. Sedangkan dementia adalah penurunan
fungsi kognitif yang ditandai dengan penurunan memori, pemikiran, perilaku sosial, serta
kontrol emosi. Dementia dapat diukur menggunakan Mini Mental State Examination
(MMSE) dengan cara pemeriksaan kognitif terkait daya ingat dan penurunan fungsi kognitif.
Culture bound syndrome adalah keadaan abnormal yang berulang dan mengganggu
penderitanya yang dipengaruhi oleh budaya, etnis, atau daerah tertentu. Menurut DSM V
(2013) terdapat beberapa jenis CBS diantaranya ataque de nervios (Amerika), dhat (Asia
Selatan), khyal cap (Kamboja), kufungisisa (Zimbabwe), maladi moun (Haiti), shenjing
shuairuo (Tiongkok), susto (Meksiko), dan taijin kyofusho (Jepang).
Pada analisa kasus gangguan neurologis demensia dan delirium kami menggunakan
studi kasus terhadap penderita demensia & terhadap pasien geriatri di RS Cipto
Mangunkusumo. Kami akan memberikan intervensi pada pengidap demensia dan delirium,
keluarga dari pengidap, pekerja sosial (yang merawat klien) dengan memberikan psikoterapi
pada penderita serta pemberian psikoedukasi pada keluarga dan pengasuh.
Dalam analisa kasus culture bound syndrome kami mengambil kasus kesurupan
patologis dengan studi kasus terhadap partisipan “E” di Jawa Tengah. Berdasarkan kasus
tersebut intervensi yang akan kami berikan diantaranya, psikoedukasi untuk lingkungan dekat
klien, pemberian konseling khususnya pada ibu klien serta psikoterapi bagi klien. Menurut
kami pemberian intervensi penting tidak hanya bagi klien, namun juga lingkungan sekitarnya
dengan harapan mempercepat proses penyembuhannya.
3.2 SARAN
Saran dan masukan untuk penelitian selanjutnya agar dapat memperdalam materi dan
menambahkan data-data yang akurat dari sumber yang terpercaya, juga memperdalam materi
yang akan dibuat. Makalah yang kami buat ini sudah cukup menggunakan berbagai literatur
guna pengumpulan data dan berasal dari sumber terpercaya. Serta parafrase kalimat sehingga
menjadi kalimat yang lebih mudah dipahami. Pada sub definisi hingga hasil analisa studi
kasus sudah cukup lengkap dan mudah dipahami. Pedoman gangguan mental dalam makalah
ini juga dijelaskan secara rinci dan dikaitkan dengan kasus yang kami observasi. Kami pun
menggunakan pedoman buku DSM V dan PPDGJ III untuk menggolongkan gangguan
neurologis dan CBS ini ke dalam multiaxial agar lebih mudah untuk mengintervensi. Kendala
yang kami alami saat pengerjaan, dalam mendapatkan data yang jelas dan lengkap pada studi
kasus guna menentukan intervensi yang tepat. Hal tersebut dikarenakan kami tidak
mengobservasi secara langsung, namun menggunakan kasus yang sudah ada. Kami berharap
kedepannya makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi dan dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, B. B. (2016). Using a Susto Symptoms Scale to Analyze Social Wellbeing in the
Andes. Sociology and Anthropology , 106-113.
Creavin, S. T. (2016). Mini‐Mental State Examination (MMSE) for the detection of dementia
in clinically unevaluated people aged 65 and over in community and primary care
populations. Cochrane Database of Systematic Reviews.
David C. Henderson M.D., ... Gregory L. Fricchione M.D., in Massachusetts General
Hospital Handbook of General Hospital Psychiatry (Sixth Edition), 2010
Febo San Miguel, V. E., Guarnaccia, P. J., Shrout, P. E., Lewis-Fernández, R., Canino, G. J.,
& Ramírez, R. R. (2006). A Quantitative Analysis of Ataque de Nervios in Puerto Rico:
Further Examination of a Cultural Syndrome. Hispanic Journal of Behavioral Sciences,
28(3), 313–330.
Hall, B. J., Chang, K., Chen, W., Sou, K. L., Latkin, C., & Yeung, A. (2018). Exploring the
association between depression and shenjing shuairuo in a population representative
epidemiological study of Chinese adults in Guangzhou, China. Transcultural
Psychiatry, 1-21.
Khan, B. A. (2018). The CAM-ICU-7 Delirium Severity Scale: A Novel Delirium Severity
Instrument for Use in the Intensive Care Unit. National Center for Biotechnology
Information, 851-857.
Ola, B. (2011). Factorial validation and reliability analysis of the brain fag syndrome scale.
Afican Health Science, 334-340.
Prakash, S. (2016). A study on phenomenology of Dhat syndrome in men in a general
medical setting. Indian Journal of Psychiatry, 129-141.
Sri Diniari, N. K., & Hanati, N. (2012). KESURUPAN, TINJAUAN DARI SUDUT
4949-1-7744-1-10-20130307.pdf
Vriends, N. (2013). Taijin Kyofusho and Social Anxiety and Their Clinical Relevance in
Indonesia and Switzerland. Frontiers in Psychology.
WHO. (2019, September 19). Dementia. Retrieved from World Health Organization:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dementia