Anda di halaman 1dari 8

PENGUKURAN SIKAP :

SKALA LIKERT
sikap adalah afeksi positif atau negatif yang berhubungan dengan beberapa objek
psikologis. Objek sikap dapat berupa simbol, ungkapan, slogan, orang, institusi,
ideal, ide, dsb.

Sikap sebagai suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan akhirnya
berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas. Dari sudut motivasi, sikap merupakan
suatu keadaan kesediaan untuk bangkitnya motif (Marat, 1981). Sikap belum
merupakan tindakan/aktivitas, melainkan berupa kecenderungan (tendency) atau
predisposisi tingkah laku.

Menurut George J. Mouly (1967) sikap memiliki tiga komponen :


1. Komponen afektif kehidupan emosional individu, yakni perasaan tertentu
(positif atau negatif) yang mempengaruhi penerimaan atau penolakan terhadap
objek sikap, sehingga timbul rasa senang-tidak senang, takun-tidak takut.
2. Komponen kognitif aspek intelektual yang berhubungan dengan bilief, idea
atau konsep terhadap objek sikap.
3. Komponen behavioral kecenderungan individu untuk bertingkah laku
tententu terhadap objek sikap.

Sikap dapat diukur dengan metode/teknik :


1. Measurement by scales pengukuran sikap dengan menggunakan skala
munculah skala sikap.
2. Measurement by rating pengukuran sikap dengan meminta pendapat atau
penilaian para ahli yang mengetahui sikap individu yang dituju.
3. Indirect method pengukuran sikap secara tidak langsung yakni mengamati
(eksperimen) perubahan sikap/pendapat ybs.

Salah satu pengukuran skala sikap adalah dalam bentuk Skala Likert.

Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala
psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang
paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari
nama Rensis Likert, pendidik dan ahli psikolog Amerika Serikat. Rensis Likert
telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat di tahun
1932.
Skala itu sendiri salah satu artinya, sekedar memudahkan, adalah ukuran-ukuran
berjenjang. Skala penilaian, misalnya, merupakan skala untuk menilai sesuatu
yang pilihannya berjenjang, misalnya 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Skala Likert
juga merupakan alat untuk mengukur (mengumpulkan data dengan cara
mengukur-menimbang) yang itemnya (butir-butir pertanyaannya) berisikan
(memuat) pilihan yang berjenjang.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang
dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif.
Skala Likert itu aslinya untuk mengukur kesetujuan dan ketidaksetujuan
seseorang terhadap sesuatu objek, yang jenjangnya bisa tersusun atas:
sangat setuju
setuju
netral antara setuju dan tidak
kurang setuju
sama sekali tidak setuju.
Penskalaan ini apabila dikaitkan dengan jenis data yang dihasilkan adalah data
Ordinal. Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang
digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris
menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan
berbagai jumlah pilihan tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan

metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif
terhadap suatu pernyataan.
Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang
memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan netral tak tersedia.
Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga
skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa
beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan
tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang
mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan.
Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang
memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan netral tak tersedia.
Pernyataan yang diajukan mengenai objek penskalaan harus mengandung isi yang
akan dinilai responden, apakah setuju atau tidak setuju. Contoh di bawah ini
pernyataannya berbunyi Doktrin Presiden Republik Mimpi merupakan
kebijakan luar negeri yang efektif. Objek khasnya adalah efektivitas
(kefektivan) kebijakan. Responden diminta memilih satu dari lima pilihan
jawaban yang dituliskan dalam angka 1-5, masing-masing menunjukkan sangat
tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral atau tidak berpendapat (3), setuju (4),
sangat setuju (5).
Apa artinya? Artinya setujukah responden bahwa kebijakan luar negeri Presiden
RM itu sebagai kebijakan yang efektif (memecahkan masalah luar negeri RM)?
Jadi, responden tinggal milih: setuju atau tidak setuju, atau tak memilih keduanya
(netral saja, tidak berpendapat).
Tidak sedikit mahasiswa dan peneliti lain yang hanya melihat Skala Likert itu
sebagai angket pilihan setujutidak setuju. Jadi, jika pilihan jawabannya setujutidak setuju, maka itu namanya Skala Likert. Lalu, segala macam pernyataan
dimintakan kepada responden untuk memilih menjawab setuju atau tidak setuju.
Ini contohnya:
Salat itu penting, karena salat itu merupakan tiang agama.
1. Sangat setuju (SS)
2. Setuju (S)
3. Setuju tidak, tidak setuju pun tidak, alias netral (N)
4. Tidak setuju (TS)
5. Sangat tidak setuju (STS)

Jelas isi pernyataan itu bukan sesuatu yang harus disetujui atau tidak disetujui. Itu
pengetahuan, pengetahuan agama, yang diajarkan oleh para ustad dan kiyai.
Jadinya itu soal murid tahu atau tidak tahu bahwa salat itu penting, dan
pentingnya itu karena (dengan alasan) merupakan tiang agama (ash-shalatu
imaaduddin), bukan harus setuju atau tidak setuju.
Kedua, itu tidak bisa dijenjangkan kesetujuan-ketidaksetujuannya, karena tidak
logis. Kalau misalnya setuju salat itu penting, apa bedanya dengan sangat
setuju. Jika jawabannya diubah jadi setujuagak setuju, makna dari agak setuju
itu apa, tak jelas. Tentu tidak bisa ditafsirkan bahwa jika agak setuju berarti
menunjukkan menurut responden salat itu agak penting, dan jika setuju sekali
berarti salat itu sangat amat penting, dan sebaliknya.
Ketiga, ada dua isi yang harus disetujui atau tidak disetujui di dalam satu
pernyataan itu, yaitu: (1) salat itu penting, dan (2) salat itu tiang agama. Ini tidak
boleh terjadi dalam penyusunan angket, sebab akan membingungkan. Salat
mungkin bisa dianggap penting (setuju bahwa penting), tapi alasannya sebagai
tiang agama tidak setuju, setujunya karena ia rukun Islam kedua. Jadi,
jawabannya apa? Setuju, atau tidak setuju, atau netral saja?
Skala Likert ada kalanya menghilangkan tengah-tengah kutub setuju dan tidak
setuju. Responden dipaksa untuk masuk ke blok setuju atau tidak setuju. Ini
contohnya.
Mahasiswa boleh tidak ikut kuliah, asal sungguh-sungguh belajar mandiri.
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Tidak setuju
4. Sangat tidak setuju
Pertanyaan dibuat demikian agar orang berpendapat, tidak bersikap netral atau
tidak berpendapat.
Berapa jenjang skala dibuat dalam Skal Likert? Itu amat tergantung pada katakata yang digunakan di dalam butir (item) Skala Likert. Kalau digunakan model
verbal (kata-kata) setujutidak setuju, maka paling tidak ada tiga, yaitu setuju
netraltidak setuju. Perubahan lebih banyak tentu akan mengikuti kutubnya (kutub
setuju dan kutub tidak setuju). Jadi, jika ditambah, akan menjadi, misalnya: sangat
setujusetujunetraltidak setujusangat tidak setuju (ada 5 skala). Tentu bisa jadi
tujuh jika ditambahi lagi dengan sangat setuju sekali dan sama sekali tidak setuju.
Atau tambahannya berupa agak setuju (sebelum setuju) dan agak tidak setuju
(sebelum tidak setuju). Jika digabungkan, maka jadi sembilan skala (jenjang).

1. Sangat setuju sekali


2. Sangat setuju
3. Setuju
4. Agak setuju
5. Netral
6. Agak tidak setuju
7. Tidak setuju
8. Sangat tidak setuju
9. Sama sekali tidak setuju
Ada angket yang semodel dengan Skala Likert, seperti di bawah ini.
Seberapa sering Anda meminjam buku dari perpustakaan?
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Sangat sering
Pertanyaan angket ini pun berjenjang, mirip dengan Skala Likert. Tentu itu bukan
skala sikap. Itu angket biasa, angket deskriptif yang isinya punya jenjang
( intensitas meminjam buku dari perpustakaan). Perhatikan jenjangnya. Ada
tengah-tengahnya seperti netral dalam skala sikap. Oleh sebab itulah angket (butir
angket) seperti itu suka disebut juga sebagai mirip Skala Likert.
Pertanyaan angket berikut, kendati ada jenjang, bukan Skala Likert dan bukan
mirip Skala Likert. Kuncinya terletak pada titik tengah pilihan jawaban ( di sisi
yang satu positif, di sisi yang lain negatif; di sisi yang satu tinggi di sisi yang lain
rendah). Item tentang usia berikut tidak bersifat seperti itu, hanya perjenjangan
biasa, tidak ada kutub ekstrim dan tengah-tengahnya.
Usia Bapak/Ibu saat ini:

a. di atas 80 tahun
b. 61 70 tahun
c. 51 60 tahun
d. 41 50 tahun
e. 31 40 tahun

Menganalisis data Skala Likert


1. Analisis Frekuensi (Proporsi)
Nah, yang sering dilakukan kesalahan adalah pada saat menganalisis data dari
Skala Likert. Ingat, Skala Likert berkait dengan setuju atau tidak setuju terhadap
sesuatu. Jadi, ada dua kemungkinan. Pertama, datanya data ordinal (berjenjang
tanpa skor). Angka-angka hanya urutan saja. Jadi, analisisnya hanya berupa
frekuensi (banyaknya) atau proporsinya (persentase). Contoh (pilihan netral
dalam angket ditiadakan) dengan responden 100 orang:
Yang sangat setuju 30 orang (30%)
Yang setuju 50 orang (50%)
Yang tidak setuju 15 orang (15%)
Yang sangat tidak setuju 5 orang (5%).
Jika digabungkan menurut kutubnya, maka yang setuju (gabungan sangat setuju
dan setuju) ada 80 orang (80%), dan yang tidak setuju (gabungan sangat tidak
setuju dan tidak setuju) ada 20 orang (20%).
2. Analisis Terbanyak (Mode)
Analisis lain adalah dengan menggunakan mode, yaitu yang terbanyak. Dengan
contoh data di atas, maka jadinya Yang terbanyak (50%) menyatakan setuju
(Dari data yang sangat setuju 15%, setuju 50%, netral 20%, tidak setuju 10%,
sangat tidak setuju 5%).
Skala Likert Sebagai Skala Penilaian
Skala Likert kerap digunakan sebagai skala penilaian karena memberi nilai
terhadap sesuatu. Contohnya skala Likert mengenai produk komputer di atas,

komputer yang baik atau tidak. Terhadapnya bisa diberlakukan angka skor. Jadi,
yang dianalisis skornya. Dalam contoh di atas angka 7 sebagai skor tertinggi.
Datanya bukan ordinal, melainkan interval.
Ingat! Pilihan ordinal setujuagak setujunetralkurang setujutidak setuju tak
bisa diskor. Misalnya setuju diberi skor 5, agak setuju 4, netral 3, kurang setuju 2,
dan tidak setuju 1.
Kenapa?
Pertama, tidak logis, yang netral lebih tinggi skornya dari yang tidak setuju.
Padahal yang netral itu sebenarnya tidak berpendapat. Kedua, coba jika ada dua
orang yang ditanya, yang satu menjawab setuju (skor 5), yang satu lagi menjawab
tidak setuju (skor 1). Berapa reratanya? [5 + 1] : 2 = 3. Skor 3 itu sama dengan
netral. Lucu, kan?! Simpulannya kedua orang responden bersikap netral. Padahal
realitanya yang satu setuju, yang satu tidak. Nah, ini bisa terjadi juga dengan yang
sangat setuju (skor 5) 20 orang, setuju (skor 4) 25 orang, netral (skor 3) 10 orang,
tidak setuju (skor 2) 25 orang, dan sangat tidak setuju (skor 1) 20 orang. Berapa
rerata skornya? Pasti 3 (netral). Jadi, semua orang (diwakili 100 orang sampel)
bersikap netral. Lucu, kan?!!! Padahal yang netral hanya 10 orang (10%)!!!
Skala Penilaian
Di atas dicontohkan Skala Likert untuk penilaian (menilai produk komputer).
Sebenarnya tidak perlu menggunakan Skala Likert, cukup skala penilaian (rating
scale). Responden diminta menilai produk itu dengan membubuhkan nilai (skor)
jika ada kolom kosong untuk menilai, atau memilih skor tertentu yang sudah
disediakan. Jadinya skornya bisa bergerak dari 0 sampai dengan 10 sebagai skor
tertinggi.
Contohnya mengenai kepuasan konsumen terhadap layanan perpustakaan di
bawah ini. Responden cukup diminta melingkari angka skor sesuai dengan
penilaiannya.
1. Kemudahan menemukan koleksi
2. Kenyamanan ruangan
3. Layanan petugas

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Analisisnya bisa menggunakan dua macam, proporsi (persentase) dan mode


(terbanyak menilai berapa), dan rerata atau means (rerata skornya berapa), dan
termasuk pengkateorian puas atau tidak puas.
Jelasnya:

Pertama, dihitung banyaknya responden yang memberi nilai pada skor tertentu
secara keseluruhan (seluruh butir pernyataan). Lihat yang terbanyak (mode) dari
responden memilih pada skor berapa.
Kedua, hitung skor dari keseluruhan butir (responden yang menjawab dikalikan
skor), lalu disusun reratanya. Rerata skor itu (bilangannya tentu akan 0 10)
termasuk kategori tinggi atau rendah. Sebelumnya tentu sudah disusun
kategorisasinya. Jadi, jika rerata skornya misalnya 7,76, angka 7,76 itu termasuk
kategori rendah, sedang, ataukah tinggi? Ingat, skor terendah berapa, dan skor
tertinggi berapa! Jadi, 7,76 dari rentangan skor 1 10 tentu termasuk tinggi (tapi
tidak sangat tinggi, kan?!)

Kelemahan skala Likert:


1. Karena ukuran yang digunakan adalah ukuran ordinal, skala Likert hanya dapat
mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapa kali
satu individu lebih baik dari individu yang lain. 2. Kadangkala total skor dari
individu tidak memberikan arti yang jelas, karena banyak pola respons terhadap
beberapa item akan memberikan skor yang sama

Anda mungkin juga menyukai