M. RENO ARIAWAN
L1A017066
UNIVERSITAS MATARAM
2021
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................14
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................14
1.4.1 Tujuan Umum................................................................................................15
1.4.2 Tujuan Khusus...............................................................................................15
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................16
1.4.1 Manfaat Teoritis.............................................................................................17
1.4.2 Manfaat Praktis..............................................................................................17
KAJIAN PUSTAKA......................................................................................................18
2.1 Penelitian Terdahulu......................................................................................18
2.2 Kerangka Teori..............................................................................................30
2.1.1 Feminisme.......................................................................................................30
METODELOGI PENELITIAN....................................................................................38
3.1 Pendekatan Penelitian....................................................................................38
3.2 Teknik Pengumpulan Data............................................................................40
3.3 Teknik Analisis Data......................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi saat ini banyak isu-isu seputar politik dan keamanan
ekonomi, hak asasi manusia dan juga buruh. Permasalahan hak asasi manusia
mulai berkembang seperti masalah pernikahan anak di bawah umur seperti halnya
merupakan praktik yang melanggar hak asasi manusia, namun hal ini masih sering
terjadi di India dan tetap menjadi sorotan. Pernikahan anak di India sudah lama
pemimpin monarki India yang ganas, banyak aturan yang menjadikanya sebagai
gaya hidup dan opini masyarakat dari yang sederhana menjadi bentuk yang lebih
dan harus mematuhi aturan dan menjaga tingkah laku, mereka adalah subjek
untuk kehormatan keluarga, wanita muda yang jatuh cinta dianggap tidak dapat
bertanggung jawab dan irasional, sehingga orang tua menikahkan anak mereka
1
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di
Inida, Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, page 1 tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
1
Laporan dari New York Times menyebutkan bahwa pernikahan anak di
India dilatarbelakangi oleh adanya invansi dari penjajah sejak 10 abad lalu yang
menikah, sehingga banyak masyarakat India kala itu berpedoman dengan teks
masyarakat India waktu itu menikahkan anaknya sejak bayi, dengan tujuan untuk
melindungi keselamatan anaknya. Konstruksi dari norma budaya dan agama yang
gender.
sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Hingga perbedaan
tersebut dianggap sebagai ketentuan tuhan, yang seolah-olah bersigat biologis dan
tidak bisa dirubah. Gender kemudian dipergunakan oleh kaum feminis pada
oleh gender. 2Pada dasarnya pemahaman tentang gender diartikan sebagai sebuah
dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-
2
Indah Fatmawati, Pernikahan Anak di India, Indonesia Journal of Gender, Vol. 1 No. 1 Tahun
2020, tersedia di https://jurnal.iainponorogo.ac.id diakses pada tanggal 30 juni 2020
2
laki dan perempuan. Pengertian dari gender dan sex adalah berbeda, sex diartikan
sebagai sebuah pensifatan dan pembagian dua jenis kelamin manusia yang
anak perempuan telah lahir dan berlanjut samapai masa kanak-kanak, remaja
hingga dewasa. Konstruksi pemikiran dari norma agama dan budaya yang telah
melekat dan dipercayai oleh masyarakat India dan beranggapan bahwa seorang
gadis di India bertanggung jawab atas kesuciannya yang harus di lindungi dan ia
juga menjadi beban karena mahar adat. Hal tersebut kemudian menjadi salah satu
menikah seorang gadis meninggalkan rumah orang tuanya untuk tinggal Bersama
3
Herien Puspitawati, Teori Gender Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga (Bogor: Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, 2009), 22.
3
waktu secara bertahap mengubah diskriminasi dan bias gender pada kisah tersebut
orang yang belum mencapai usia 18 tahun, kemudian Pernikahan anak juga
diartikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak menginjak usia 18 tahun,
sebelum matang secara fisik, fisiologis, dan psikologis agar bisa bertanggung
jawab terhadap pernikahan dan anak yang dihasilkan dari hasil pernikahanya
tersebut. Di india pernikahan anak dibawah umur merupakan kasus yang lumrah,
dan hampir seluruh wilayah memiliki anak perempuan yang sudah menikah
pernikahan anak dibawah umur masih terjadi di India. Kemiskinan dan norma
sebagai cara untuk menjaga kesucian dari mempelai wanita dan pernikahan
4
Supriyadi W. Eddyono, S.H., Pengantar Konvensi Hak Anak, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat, tahun 2007, Hal. 2, tersedia di www.elsam.or.id diakses pada tanggal 17
juni 2021
5
Jeniffer Birech, Child Marriage: A Cultural Health Phenomenon, International Journal of
Humanity and Social science, Vol. 3 No. 17 September 2017 Pages 98, tersedia di
www.ijhssnet.com , diakses pada tanggal 25 juni 2021
4
2. Mahar yang digunakan untuk menikahkan anak perempuan yang
masih dini akan lebih murah, dibandingkan dengan anak perempuan yang
Di India daerah yang paling banyak mengalami kasus pernikahan anak yaitu
West Bengal (54%), Arunachal pradesh (42%), Karnataka (42%), Tripura (42%),
Tripura (42%), Haryana (41%), Maharashtra (39%), Gujarat (39%), assam (39%),
Orissa (37%), Sikkim (30%), Meghalaya (25%), Uttaranchal (23%), Delhi (23%),
Tamil Nadu (22%), Nagaland (21%), Mizoram (21%), Punjab (20%), Kerala
(15%), Jammu and Khasmir (14%), Manipur (13%), Himachal pradesh (12%),
6
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di
Inida, Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, pages 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
7
National Commission for Protection of Child Right, India Child Marriage and Teenage
Pregnancy, India Report 4 september 2018, Hal 11, tersedia di www.ncpcr.gov.in diakses pada
tanggal 25 juni 2021
5
Di India , pernikahan diatur dalam dua aturan yaitu; The Hindu Marriage
Act (1955) dan The Special Marriage Act (1954). Untuk secara sah dalam
menikah, umur minimum untuk laki-laki adalah 21 tahun dan untuk perempuan
yaitu 18 tahun, umur ini merupakan hasil saran dari UNICEF untuk India yang
sebagai tindakan ilegal selama 80 tahun di india, kemudian The Child Marriage
Restraint Act, 1929 (CMRA) merupakan aturan pertama yang dibuat dengan
Act, 2006 yang baru dibuat sebagai perubahan yang signifikan dalam hukum.8 The
Child Marriage Restraint Act 1929 menjelaskan bahwa siapapun yang melakukan
kegiatan yang mengarah pada pernikahan anak akan beresiko dikenai hukuman.
Peraturan ini berlaku kepada si pemaksa termasuk orang tua dan keluarga bahkan
untuk orang-orang terpelajar, pelaku dapat dikenai hukuman penjara selama tiga
bulan dan denda serta mendapatkan penjelasan untuk tidak melakukan pernikahan
anak lagi.
Pada tahun 2006 peraturan Child Marriage Restraint 1929 mengalami revisi
yaitu menjadi The Prohobition of Child Marriage Act of 2006. Aturan ini dibuat
pernikahan anak, hingga hukuman yang diberikan kepada pelaku adalah hukuman
penjara selama dua tahun atau denda INR 100.000 atau sekitar 1.800 USD. 9 Sejak
8
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di
Inida, Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, page 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
9
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di
Inida, Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, page 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
6
tahun 2006 pernikahan yang terjadi di India harus terdaftar dibawah aturan The
dimana terdapat beberapa negara bagian yang belum dapat merespon PCMA
pernikahan anak. Selain itu terdapat pula fakta bahwa PCMA masih cukup untuk
seharusnya pernikahan anak dapat dibatalkan, namun hal itu tidak akan mudah
upacara keagamaan. PCMA juga seringkali di kritik oleh para peneliti hukum,
karena kurang memberikan efek hukum jera bagi para pelanggar pelaku praktik
pernikahan anak. Selain itu pendaftaran pernikahan tidak diatur sekaligus di dalam
Convention on the Right of thr Chid (CRC) pada tahun 1992, Convention on the
1993 dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pada
7
tahun 1976, Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
Slavery, the Slave Trade, and Institution and Practices Similar to Slavery pada
tahun 1956, serta konvensi pemenuhan HAM anak dan perempuan yang dibuat
10
oleh South Asian Regional Commitments (SARC). Dari beberapa konvensi
utama tentang pemberantasan pernikahan anak yang diadopsi dari CRC dan
CEDAW. Di negara-negara industri pada awal abad ke -20 tidak ada standar
perlindungan bagi anak. Mereka biasa bekerja bersama orang dewasa dalam
kondisi yang tidak sehat dan tidak aman serta meningkatnya pengakuan atas rasa
ketidakadilan atas situasi dan kondisi mereka, didorong oleh pemahaman yang
lebih besar tentang kebutuhan perkembangan anak, mengarah pada gerakan untuk
melindungi mereka dengan lebih baik. Standar internasional tentang hak-hak anak
telah berkembang secara dramatis selama abad terahir, akan tetapi masih ada
negara anggota PBB, terdapat beberapa peristiwa yang kemudian secara tidak
langsung dirumuskanya dan terciptanya konvensi tentang hak anak. Diawali pada
10
National Commission for Protection of Child Right, India Child Marriage and Teenage
Pregnancy, India Report 4 september 2018, Hal 11, tersedia di www.ncpcr.gov.in diakses pada
tanggal 25 juni 2021
8
tahun 1924 Liga Bangsa-bangsa mengadopsi Deklarasi Jenewa tentang Hak Anak,
yang dirancang oleh Eglantyne Jebb, yaitu pendiri Save the Children Fund.11
untuk ; sarana bagi perkembangan mereka, bantuan khusus pada saat dibutuhkan,
mengsahkan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia pada tahun 1948,
hak anak, yang mengakui antara lain tentang hak-hak anak atas pendidikan,
terbentuknya Kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik dan hak
untuk menegakkan hal yang sama termasuk pendidikan dan perlindungan untuk
semua anak.
Pada tahun 1974 atas keprihatinan dengan kerentanan perempuan dan anak-
anak dalam situasi darurat dan konflik, Majelis Umum menyerukan kepada
11
Supriyadi W. Eddyono, S.H., Pengantar Konvensi Hak Anak, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat, tahun 2007, Hal. 1, tersedia di www.elsam.or.id diakses pada tanggal 17
juni 2021
9
anak dalam keadaan darurat dan konflik bersenjata, deklarasi melarang
bersenjata. Kemudian pada tahun 1978 Komisi Hak Asasi Manusia mengajukan
rancangan Konvensi Hak anak untuk dipertimbangkan oleh kelompok kerja yang
dan non pemerintah hingga pada tahun 1989 Convention on The Right of The
Child (CRC) diadopsi oleh majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diakui
secara luas sebagai pencapaian penting bagi hak asasi manusia, mengakui peran
anak sebagai aktor sosial, ekonomi, politik sipil dan budaya. Konvensi tersebut
dalam dokumen sebagai sumber ahli12. Kemudian majelis umum PBB mengadopsi
dua protokol opsional untuk CRC 1989 tentang hak anak yang mewajibkan
untuk mengakhiri penjualan, eksploitasi seksual dan pelecehan anak, protokol ini
diadopsi pada tahun 2000. Pada tahun 2011 terdapat protokol opsional baru untuk
CRC 1989 tentang hak anak diadopsi. Dibawah protokol opsional tentang
hak anak dan melakukan penyelidikan. Sejauh ini terdapat 196 negara telah
12
Jeniffer Birech, Child Marriage: A Cultural Health Phenomenon, International Journal of
Humanity and Social science, Vol. 3 No. 17 September 2017 Pages 98, tersedia di
www.ijhssnet.com , diakses pada tanggal 25 juni 2021
10
meratifikasi konvensi ini dan hanya Amerika Serikat yang menolak untuk
meratifikasinya.
Konvensi hak anak ini terdapat 54 pasal, hingga saat ini dikenal sebagai
satu-satunya konvensi di bidang hak asasi manusia yang mencakup hak-hak sipil
dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sekaligus. Berdasarkan
isinya, konvensi ini mengkategorikan empat cara dalam hak anak, yakni ;
bahwa Konvensi Hak Anak mengandung hak-hak sipil politik dan hak-hak
ekonomi sosial budaya. Kedua, ditinjau dari sisi yang berkewajiban melaksanakan
Konvensi Hak Anak, yaitu negara dan yang bertanggung jawab untuk memenuhi
hak anak, yakni orang dewasa pada umumnya. 13 Ketiga, menurut cara pembagian
yang sudah sangat populer dibuat berdasarkan cakupan hal yang terkandung
dalam Konvensi Hak Anak, yakni : hak atas kelangsungan hidup (survival), hak
menurut cara pembagian yang dirumuskan oleh Komite Hak Anak PBB yang
Langkah implementasi umum, definisi anak, prinsip-prinsip umum, hak sipil dan
kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya dan langkah-
13
National Commission for Protection of Child Right, India Child Marriage and Teenage
Pregnancy, India Report 4 september 2018, Hal 9, tersedia di www.ncpcr.gov.in diakses pada
tanggal 25 juni 2021
11
langkah perlindungan khusus yang berkaitan dengan hak anak demi untuk
masalah pernikahan anak hingga saat ini, dan tentu terdapat beberapa faktor yang
anak tersebut, baik dari faktor budaya dan keagamaan seperti “Mrityu bhoj”
Arkha teej atau Akhsaya Tritiya dan Attasatta, sistem mahar, sistem kasta, selain
itu juga terdapat faktor norma sosial, ekonomi, Pendidikan, hingga pola asuh
kedua orang tua. Dimana faktor tersebut menjadi pendorong terbesar terjadinya
pernikahan anak yang ada di India. Inida hanya mengalami penurunan dalam
kasus pernikahan anak hanya sebesar 1% setiap tahunnya, yaitu sejak tahun 1990
hingga 2005, dan pada tahun 2005 sampai 2012 mengalami penurunan hanya
2%.14
memberantas pernikahan anak, namun hasil yang dicapai belum menunjukan hasil
yang memuaskan, dimana tren angka pernikahan anak masih tinggi dan tren
penurunan masih terbilang sangat lambat. Pada resolusi PBB tahun 2013 yang
12
dianggap berhasil untuk mengatasi secara efektif segala jenis praktik pernikahan
anak yang ada didalam negrinya. India juga mendapat kritikan oleh Komite
Konvensi Hak Anak (CRC) pada laporan tahun 2014 bahwa komite sangat
prihatin dengan prevalansi pernikahan anak di India yang masih sangat tinggi.
maksimal dalam menangani masalah pernikahan dini antara lain didasari oleh
sistem hukum dan pembuat kebijakan gagal karena kurangnya unsur feminis
sisi, perkawinan anak telah tumbuh karena tidak adanya wanita yang mencolok
hukum yang ada. Selain itu juga terdapat tantangan dari faktor ekonomi dimana
pada kehidupan masyarakat pedesaan yang hidup dalam keadaan miskin yang
kemudian memiliki anak lebih dari dua orang dengan harapan lebih banyak anak
maka lebih banyak yang akan membantu keluarga, namun realitanya anak
ketika ia menikah. Akibatnya keluarga ini tidak melihat manfaat ekonomi bila
keluar dari sekolah, dan prospek pekerjaan yang mempuni dimasa depan akan
13
sulit untuk didapatkannya. Seorang gadis muda dianggap beban ekonomi
keluarga, oleh sebab itu pernikahannya dengan laki-laki dewasa bahkan dengan
yang jauh lebih tua sekalipun, karena diyakini mampu menguntungkan anak dan
keluarga secara finansial. Hingga masalah seperti ini pernikahan anak dianggap
sebuah transaksi bagi banyak orang dan keluarga yang memiliki anak perempuan,
tersedia bagi keluarga yang hidup dalam garis kemiskinan. Disisi lain anak
perempuan juga dianggap sebagai sebuah mata uang yang dapat digunakan
Berdasarkan latar belakang diatas, nampak bahwa situasi dan kondisi india
saat ini masih mengalami masalah pernikahan anak yang belum bisa diatasi oleh
pemerintah dalam negri India , berdasarkan data yang didapatkan penulis dapat
anak di India ?
Pada dasarnya tujuan dari penulisan ini adalah untuk menelaah lebih
dalam terkait masalah pernikahan anak yang terjadi di india, dan melihat
bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam negri india dalam
14
internasional dan mengadopsinya kedalam undang-undang yang memmbahas
tentang pernikahan anak. Dalam penelitian ini penulis juga menganalisis apa saja
yang kemudian menjadi hambatan pemerintah india dan apa saja faktor
sulit untuk diimplementasikan. Selain itu dalam penulisan ini terdapat tujuan
umum dan khusus guna lebih memahami kerangka dasar dari penelitian ini,
sebagai arahan yang lebih konverhensif dan mendetail terkait dengan sebuah
pernikahan anak.
Selain tujuan umum terdapat pula tujuan khsus penulis selama penelitian ini
15
3. Untuk mengetahui konsekuensi sebuah negara dalam meratifikasi
anak di India.
pernikahan anak, dan bagaimana implikasi convention on the right of the child
setelah diratifikasi oleh india. Hal yang menjadi penting dalam penelitian ini
adalah apabila kebijakan pemerintah maupun aturan terkait pernikahan anak harus
ditegaskan dan terdapat sanksi hukum yang jelas, maka terdapat pergeseran
budaya dan kepercayaan masyarakat india yang telah dianut, hingga menimbulkan
pelanggaran hak asasi manusia, namun bagi masyarakat india percaya bahwa hal
diterapkan.
16
konsep yang telah diperoleh dari perkuliahan, khususnya yang berkaitan dengan
masalah pernikahan anak dan peran rezim internasional maupun dalam negri yang
dan bahan refrensi bagi penulis lainnya dalam menulis penelitian selanjutnya pada
bidang kajian global kontemporer, decision maker, dan peran negara dalam
1. Manfaat Akademisi
kontemporer.
2. Pemangku kebijakan
BAB II
17
KAJIAN PUSTAKA
tulis yang secara substansial membahas tentang pernikahan anak yang terjadi di
india yang di abadikan dalam bentuk artikel, jurnal maupun buku. Dari sekian
tulisan yang ada peneliti belum menjumpai karya tulis yang secara khusus
pernikahan anak dan dengan diratifikasinya konvensi hak anak. Topik ini menjadi
menarik karena masih jarang diteliti secara detail, selain itu praktek pernikahan
perkembangan yang minim, tentu hal tersebut menjadi sorotan bagi rezim
berjalan di India. Tindakan ini tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi
Pernikahan Anak Dibawah Umur di India” oleh Asmarita yang di publis dalam
15
Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2 Oktober 2015. Penelitian ini
15
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di Inida,
Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, tersedia di www.jom.unri.ac.id
diakses pada tanggal 8 juli 2021
18
Dengan demikian kasus tersebut berfokus pada peran aktor non-Negara yang
membebaskannya dari tindakan kekerasan dan kejahatan. Namun misi ini akan
gagal apabila anak di dunia melakukan pernikahan, sehingga fokus utama dari
halnya pada bidang hukum, dengan mendukung penegakan hukum dan kebijakan
yang membantu pelaksanaan hukum yang melarang pernikahan anak hingga akan
19
tahun untuk pria dan 18 tahun untuk wanita, yang kemudian Prohibition of Child
menetapkan umur yang legal bagi pernikahan pada usia tersebut. Selain itu
program pemerintah yaitu Sarva Shiksha Abhiyan (Education for all) demi
anak-anak. Program ini fokus pada pendidikan dasar untuk anak usia 6 sampai 10
tahun agar mendapatkan pendidikan hingga kelas 10. Sekolah yang nyaman dan
sistem pengembangan guru dibuat untuk meningkatkan hak anak untuk belajar.
penelitian dari Asmarita dengan tulisan ini. Tulisan Asmarita memfokuskan pada
tidak digambarkan dengan jelas perubahan maupun dampak dari upaya UNICEF
dalam upaya mengatasi maslah pernikahan anak di India tersebut, sehingga fokus
20
membahas mengapa pernikahan anak yang meskipun telah diratifikasinya
konvensi hak anak (CRC), dan badan hukum tentang pernkahan anak (PCMA)
yang secara khusus membahas tentang pernikahan anak namun belum terjadinya
India.
tentang apa yang menjadi kendala India sebagai negara dengan tingkat kasus
internasional dalam memenuhi hak asasi manusia tentang anak perempuan serta
dan prilaku negara, hingga ketidakpatuhan tersebut timbul karena terdapat tiga
16
Alfandia Vamyla Azhar Putri, Kendala India dalam Upaya Mematuhi Konvensi Internasional
Terkait Pemenuhan HAM Anak Perempuan dalam Pemberantasan Pernikahan Anak di India
melaui Pemberlakuan UU PCMA, Journal of International Relations, Volume 6, Nomor 3, 2020,
hal 453-462, tersedia di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi diakses pada tanggal 30 juli
2021
21
kejelasan kinerja, dan kegagalan kejelasan respon. Hingga penelitian ini berfokus
pernikahan anak, dimana faktor-faktor ini menjadi kendala bagi India untuk
diratifikasi sebelumnya.
satunya disebabkan oleh faktor norma dan budaya yang mengakar telah
melahirkan adat dan tradisi yang hingga sekarang telah meliputi seluruh bagian
pemberlakuan mahar, Arkha teej, Atta Satta, Mrityu bhoj, dan sistem kasta, yang
India. Selain itu praktik pernikahan anak ini dikemudikan oleh jaringan
tersebut. Hingga pada penelitian Alfandia disimpulkan bahwa India belum mampu
22
compliance as preference, yaitu Ketika negara mau menyepakati suatu perjanjian
tekanan dari domestic, selain itu juga terkadang mungkin para aktor mau
mematuhi perjanjian namun tidak semua bagian, hanya terdapat beberapa bagian
dari kesepakatan tersebut dan aktor lebih memilih tidak patuh karena keuntungan
yang didapat dari Tindakan kepatuhannya tidak lebih besar dari biaya yang harus
teknologi, dan pengetahuan yang dimiliki oleh aktor tersebut, juga terdapat
konteks budaya, sosial dan sejarah juga membuat kepatuhan secara signifikan sulit
mengambil Tindakan dengan niat harapan yang tulus untuk mencapai kepatuhan,
tetapi tetap gagal untuk memenuhi standar perjanjian karena masalah ini tidak
negara maju untuk mengubah perilalku warga dan negara mereka akan gagal
prilaku negara yang akhirnya tidak sejalan dengan perjanjian yang telah disepakati
23
Dari temuan diatas nampak jelas perbedaan dari penelitian Alfandia dengan
penelitian ini, yaitu dari persfektif atau teori yang digunakan yaitu teori
India dalam mematuhi konvensi internasional, dan terlihat jelas pada tulisan
untuk mengatasi masalah pernikahan dini yang sesuai dengan isi konvensi yang
penelitian ini yang berfokus pada masalah yang terjadi di India yaitu kasus
sehingga penulis dapat dengan mudah mengaitkan kasus tersebut kedalam aturan
dan anjuran konvensi untuk melindungi hak-hak anak, karena pada dasarnya
konvensi tentang hak anak tersebut dibentuk untuk melindungi hak-hak yang
dimiliki oleh anak, serta untuk menjelaskan lebih detail dan untuk memastikan
pemerintah india tentu konsep HAM dan Feminisme adalah pisau analisis yang
tepat guna mencapai tujuan yang akan dicapai berdasarkan dengan kasus
pernikahan anak yang terjadi di India karena Convention on the Right of the Child
Berkembang” oleh Fitriyani Bahriyah, Sri Handayani dan Andari Wuri Astuti,
24
pernikahan dini pada ibu muda di negara-negara berkembang, yang kemudian
perasaan kesepian, cinta, rasa hormat, dan kurangnya kemandirian dan peran
dijelaskan bahwa terdapat beberapa pola dan variasi dari pernikahan dini, yaitu
oleh faktor diri sendiri dan orang lain, dimana anak perempuan menunjukan self-
effficiacy untuk bergerak maju dengan dukungan calon pengantin pria, meskipun
terdapat ketidaksetujuan dari orang tua. Hal ini sering digambarkan sebagai
keinginan menikah berdasarkan cinta. Kemudian dari faktor orang lain, dimana
perencanaan pernikahan seorang gadis hamper tidak pernah dimulai dari gadis itu
sendiri, melainkan pada orang-orang terdekat dan keluarga. Kemudian pola yang
reproduksi yang masih minim diketahui dan diajarkan oleh orang tua dan hal
25
tersebut masih dianggap hal yang tabu di kalangan masyarakat mengakibatkan
kurangnya pengetahuan akan hal tersebut bagi para gadis yang akan menikah.
keluarga, nilai-nilai budaya, kehilangan orang tua, tidak adanya sanksi dari praktik
pada usia dini masih umum terjadi di negara berkembang, dan temuan dari
penelitian ini bahwa hukum yang membatasi usia pernikahan belum ditegakkan
norma yang mendukung praktik pernikahan dini, yang tentu diperlukan untuk
Dari hasil penelitian diatas tampak jelas perbedaan dari penelitian ini,
yaitu dari penelitian Fitriani, Andari, dan Handayani ini menjelaskan pengalaman
beberapa pola dan variasi dari pernikahan dini, dibandingkan dengan penelitian
26
ini, yang secara khusus membahas pernikahan yang terjadi di India dengan
demi menciptakan tren penurunan praktik pernikahan anak di India. Selain itu
metode penelitian yang digunakan oleh Fitriani, Andari dan Handayani adalah
pemetaan konsep yang mendasari area penelitian, sumber bukti, dan jenis bukti
yang tersedia. Langkah yang dilakukan dalam tinjauan tersebut adalah Langkah
masalah, oleh B. Sures Lala, di publis dalam Jurnal Sains dan Penelitian
Internasional (IJSR) Vol. 4 Edisi 4, April 2015, penelitian ini membahas tentang
berdasarkan data primer dan skunder, yang meliputi berbagai isu seperti
maupun taraf hidup anak perempuan yang sudah menikah. Pernikahan anak ini
18
B. Sures Lala, Child Marriage in India : Factor and Problem, International Journal of Science
and Research, Vol. 4 Issue 4, April 2015, tersedia di www.ijsr.net diakses pada tanggal 3
September 2021
27
menjadi salah satu fokus pemerintah dalam pembangunan dan menjadi masalah
oleh sebab itu hal ini menjadi penting karena berada dalam situasi antara
untuk Pendidikan Wanita, namun hal tersebut menjadi boomerang bagi para
pada tingkat Pendidikan yang telah dicapai, sehingga hal tersebut akan
menjadikan para wanita akan bergantung pada laki-laki setelah mereka menikah,
yang kemudian hal tersebut membuat status suami lebih tinggi dibandingkan istri.
pernikahan yang memberikan mahar adalah dari pihak perempuan, dan semakin
tinggi tingkat Pendidikan yang ia tempuh maka semakin tnggi mahar yang
leluhur, karena perempuan yang menikah dibawah umur belum bisa mendapatkan
warisan oleh karenanya, orang tua mereka menganjurkan pernikahan dini bagi
tempat di India oleh sebab itu hal tersebut cukup sulit untuk diubah.
28
Dari penemuan diatas, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap fokus
penelitian B. Sures Lala dengan tulisan ini. Tulisan B. Sures Lala fokus pada
masalah yang terjadi pada kasus pernikahan dan faktor apa saja yang mendorong
sebelumnya yang mengawali kasus pernikahan dini, karena pada masa tersebut
hukum dan ketertiban belum bersifat universal sehingga pemerintahan pada masa
raja.namun Pada tulisan tersebut tidak dijelaskan tentang langkah apa yang akan
India, dan konsep ataupun teori tidak dielaborasikan untuk mengkaji masalah
penikahan dini di India, sehingga pada pada tulisan tersebut terlihat bahwa hanya
dengan tulisan ini, dimana penulis menjelaskan beberapa aturan seperti aturan-
pernikahan anak, selain itu penulis juga mengaitkan kasus pernikahan tersebut
29
mengetahui bagaimana struktur sosial masyarakat yang ada di india sehingga
terjadi kebiasaan dan budaya menikah di usia dini. Untuk memehami lebih jauh
2.1.1 Feminisme
Pernikahan anak di India tidak lepas dari adanya bias gender, dan dampak
ajaran keagamaan maupun konstitusi dari negara. Perbedaan jenis kelamin yang
sehingga tidak perlu digugat, misalnya secara biologis kaum perempuan dengan
Kemudian gender digunakan sebagai alat analisis oleh kaum feminis pada
19
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2001),
90-91
30
Sesuai dengan tulisan ini penulis menggunakan konsep feminis liberal
the Right of the Child dalam mengurangi kasus pernikahan anak di India. Hukum
pernikahan yang secara khusus untuk anak dan wujud dari implementasi CRC di
bidang hukum saat ini adalah PCMA (Prohobition Chid Marriage Act) dimana
Convention on the Right of the Child. Namun aturan tersebut belum menunjukan
kepatuhan dan tindakan hukum yang jelas terhadap pelanggaran akibat pernikahan
anak, Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan PCMA tidak berjalan dengan
maksimal dalam menangani masalah pernikahan salah satunya yaitu didasari oleh
sistem hukum dan pembuat kebijakan gagal karena kurangnya unsur feminis
sisi, perkawinan anak telah tumbuh karena tidak adanya wanita yang mencolok
hukum yang ada. Hal tersebut menggambarkan bahwa bias gender merupakan
politik, dan filsafat moral yang sebagian besar didorong oleh atau yang berkenaan
pada kaum perempuan di dalam keluarga maupun masyarakat, akan tetapi mereka
31
ketidakadilan serta target dan bentuk perjuangan mereka, pada akhirnya
perbedaan itulah yang melahirkan beberapa ideologi atau aliran dalam pemikiran
masalah lebih spesifik dalam tulisan ini penulis memilih untuk menggunakan
feminisme liberal untuk meneliti kasus pernikahan anak yang terjadi di India.20
dan perempuan, yang kemudian perempuan harus mempunyai hak yang sama
dengan laki-laki, feminisme ini lebih berfokus pada perubahan aturan, atau
keluarga konvensional yang berlaku secara universal yaitu suami sebagai pemberi
nafkah dan pelindung keluarganya. Maka hal ini oleh feminisme liberal tidak
sesuai dengan konsep kebebasan inidividu untuk hidup mandiri dan menentukan
tubuhnya. 21
20
B. Sures Lala, Child Marriage in India : Factor and Problem, International Journal of Science
and Research, Vol. 4 Issue 4, April 2015, tersedia di www.ijsr.net diakses pada tanggal 3
September 2021
21
Khattak SG. Feminism in Education: Historical and Contemporary Issues of Gender Inequality
in Higher Education, Occasional Papers in Education & Lifelong Learning: An International
32
Menurut pandangan feminisme liberal perempuan dapat memperjuangkan
menyatakan bahwa perempuan secara alamiah dan secara mutlak lebih lemah dan
pada ruang privat, bahkan tidak diasosiasikan di ruang manapun. Upaya dari
feminisme liberal tersebut tentu harus di dukung oleh kebijakan yang menjamin,
seperti equal opportunity for women. 22Jaminan ini harus menyasar poin penting
seperti kesetaraan akses untuk pendidikan, pekerjaan, dan hak untuk mendapatkan
layanan sosial bagi perempuan miskin, serta hak katas kontrol atas sistem
reproduksi perempuan.
simbolis. Kerugian dari efek praktis terhadap perempuan yang dihasilkan dari
bahwa perempuan berpenghasilan lebih rendah dan kurang mandiri daripada laki-
Journal 5(1):67-81.
22
R. Valentina dan Ellin Rozana, Pergulatan Feminisme dan HAM, HAM untuk Perempuan,
HAM untuk Keadilan Sosial (Bandung: Institut Perempuan, 2007), 52.
33
laki, kemudian mereka memperkuat gagasan bahwa perempuan melakukan
sebagian besar pekerjaan rumah, bahkan jika mereka bekerja di luar rumah, yang
menguras energi dan martabat mereka, dan bahwa kekerasan dalam rumah tangga
inferior. Salah satu cara pernikahan dapat membuat perempuan menjadi inferior
awal dan jauh lebih besar pada kehidupan dan pilihan hidup wanita daripada pria.
Pierre Bourdeu juga menggambarkan bentuk efek simbolik ini sebagai kekerasan
simbolik terjadi melalui tekanan sosial, seorang individu merasa dirinya inferior
atau tidak berharga. Sejalan dengan apa yang telah terjadi di India bahwa anak
perempuan bertanggung jawab atas dirinya sendiri karena kesuciannya yang harus
dilindungi dan juga menjadi beban karena mahar adat. Selain itu perempuan juga
anak perempuan akses Pendidikan yang tinggi dianggap perilaku yang sia-sia
karena pada akhirnya ia akan hidup bersama suaminya ketika menikah. Hal
23
Jacqu true, Feminism and Gender Studies in International Relations Theory,
https://doi.org/10.1093/acrefore/9780190846626.013.46 Published in print: 01 March 2010
Published online: 30 November 2017
34
tersebut kemudian menjadikan terciptanya diskriminasi gender pada anak
feminis harus melibatkan pembagian egaliter rumah tangga dan tenaga kerja yang
kedua pasangan untuk bekerja lebih sedikit diluar rumah dan terdapat kesetaraan
pekerjaan rumah tangga. Secara umum kritik feminis tentang pernikahan ini
berlaku di waktu dan tempat tertentu, dan pada norma sosial dan fakta sosiologis
yang menyertainya.24
perempuan dianggap tidak dapat menopang ekonomi keluarga serta orang tua
selalu menginginkan anak laki-laki dengan harapan hanya anak laki-laki yang
mampu membantu ekonomi keluarga. Selain itu pada norma sosialnya masyarakat
india yang percaya pada teks budaya dan keagamaan Dharmasastra, Manu
bahkan adapula masyarakat india waktu itu menikahkan anaknya sejak bayi,
35
mengetahui fakta tersebut feminsime liberal berperan dalam mengkritik hal
penurunan, dan setidaknya memberikan hak dan perlakuan yang sama antara
Sejalan dengan arah pemikiran feminisme liberal yang fokus pada individu
telah terkonstruksi oleh norma sosial dan budaya maupun aturan keagamaan yang
menjadi inferior, dan laki-laki sebagai aktor dominan dalam ruang publik maupun
menciptakan sebuah aturan pernikahan anak di India yang saat ini adalah PCMA
kasus pernikahan anak tersebut. Dengan begitu feminsime liberal sangat penting
mengklaim kesetaraan dengan laki-laki sesuai pada moral esensial manusia, juga
bisa merubah konstruksi sosial sebelumnya, serta aturan atau hukum tentang
36
angka penurunan kasus pernikahan anak di India masih banyak upaya untuk
BAB III
37
METODELOGI PENELITIAN
metode deduktif dan indukti, metode deduktif dikembangkan oleh Aristoteles dan
metode berfikir yang berawal dan berpangkal pada hal-hal yang umum menuju
memerlukan metode yang jelas, seperti halnya ada dua metode penelitian dalam
ilmu sosial yaitu metode kualitatif dan kuantitatif, dimana penulis menggunakan
memenuhi syarat sebagai metode yang baik, karena telah menggunakan istrumen
untuk mengukur gejala atau peritiwa tertentu yang diolah secara statistik, akan
matematis tidak dapat menjelaskan kebenaran secara meyakinkan. Oleh karena itu
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan yang tidak dapat
diperoleh menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara lain yang dari suatu
38
digunakan untuk penelitian tentang kehidupan-kehidupan masyarakat, sejarah,
juga dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi
dipahami secara memuaskan. Selain itu Bogdan dan Biklen menjelaskan bahwa
deskriptif yang berupa ucapan ataupun tulisan serta perilaku orang-orang yang
models, all of wich elicit verbal, visual, tactile, olfactory, and gustatory, data in
transcription from audio and videtapes and other written records and fictures or
films.
penelitian ini sejalan dengan makasud penelitian ini,yaitu untuk melihat peristiwa
39
dari kendala India dalam menangani kasus pernikahan anak dan implementasi
konvensi hak anak. Dimana faktor utama dalam melihat kasus tersebut dari aspek
kehidupan sosial dan gambaran tata hidup mereka dari segi budaya, ekonomi,
agama ataupun kepercayaan yang telah mereka anut sebelumnya yang kemudian
menjadi latar belakang terjadinya maslah pernikahan anak tersebut. Oleh sebab itu
kualitatif.
melakukan sebuah penelitian, karena pada dasarnya tujuan dari penelitian adalah
tidak akan dapat memenuhi standar data yang ditetapkan. Untuk itu, Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
jenis bahan bacaan yang ada di perpustakaan, baik itu berupa buku, laporan, serta
bahan-bahan lain yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan, sehingga
penelitiannya. Dalam hal ini sumber data rujukan didapatkan dari Gapki
40
Indonesia, perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Daerah
dengan masalah penelitian, bail dari sumber dokumen maupun buku-buku, koran,
majalah dan lain sebagainya. Metode dokumentasi ini adalah bagian dari catatan
rekaman peristiwa yang sudah berlalu, dokumennya bisa berbentuk lisan, tulisan,
research dalam penelitian kualitatif. dalam hal itu, dengan menggunakan Teknik
ini, penelitian akan lebih kredibel jika terdapat dukungan sejarah pribadi,
serta tinjauan lain yang mempunyai kaitan erat untuk menopang kredibilitas data
tentang kasus pernikahan anak di India. Selain itu model dokumentasi foto juga
memiliki posisi kusus dalam melihat proyeksi kedepan. Secara singkat, Teknik
41
3.3 Teknik Analisis Data
data berbasis interactive model dari Miles dan Huberman. Kemudian terdapat
Hal utama dalam setiao penelitian yaitu mengumpulkan data, dimana dalam
kuesioner atau tes tertutup, yang kemudian data yang diperoleh adalah data
sehingga data yang diperoleh akan banyak dan sesuai dengan kebutuhan
terhadap situasi sosial atau objek yang diteliti, semua yang dilihat maupun
didengar akan direkam semua. Oleh karenanya peneliti akan memperoleh data
42
bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari kerangka
yang dipilih peneliti. Reduksi data ini adalah bentuk analisis yang memusatkan,
dapat diambil. Selanjutnya adalah penyajian data yang merupakan kegiatan ketika
penarikan kesimpulan dan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif adalah, teks
naratif yaitu berbentuk catatan lapangan, dan matriks, grafik, jaringan serta
yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah untuk didapatkan,
sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, dan peneliti dapat
kembali.
Dalam mereduksi data, peneliti akan dipandu oleh teori dan tujuan yang
akan dicapai. Sehingga pada tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada
temuan. Oleh karena itu, apabila peneliti dalam melakukan penelitian dan
menemukan segala sesuatu yang dianggap asing, tidak dikenal, belum memiliki
pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan
reduksi data.
43
Sehingga pada focus tersebut Miles dan Huberman menyatakan bahwa yanga
paling sering digunakan dalam menyajikan data pada penelitian kualitatif yaitu
dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menampilkan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan dapat direncanakan pekerjaan
peneliti dapat mereduksi data kedalam huruf besar maupun huruf kecil dan angka,
maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam menyajikan data huruf
besar, huruf kecil dan angka tersebut disusun kedalam urutan sehingga
terdapat hubungan yang interaktif antara tiga kelompok tersebut. Kemudian dalam
fenomena sosial yang bersifat kompleks dan dinamis menyebabkan apa yang
ditemukan pada saat memasuki lapangan dan setelah berlangsnung agak lama di
Huberman ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dilakukan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukannya
bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk
menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal penelitian, tetapi
44
terdapat kemungkinan juga tidak, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut bisa berupa deskriptif atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih tidak jelas dan samar akan
kebenarannya sehingga setelah diteliti akan menjadikannya lebih jelas, yang dapat
45