KABUPATEN MALANG
Proposal Penelitian
Disusun oleh:
Rofiatul Nurhasanah
(2201000430081)
2023
BAB I
PENDAHULAN
Pernikahan umumnya dapat dilakukan apabila kedua pihak baik laki-laki maupun
perempuan telah dewasa atau sudah mencapai batas usia yang ditentukan oleh pemerintah. Di
Indonesia pernikahan merupakan suatu hal yang penting diperhatikan saat akan melakukannya.
Hal tersebut tercantum dalam peraturan hukum khusus yang dibuat mengenai pernikahan atau
perkawinan yang tercantum. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Pasal 7 ayat 1
disebutkan bahwa Perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria dan wanita mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun. Artinya setiap masyarakat yang hendak menikah harus benar-benar siap
baik kesiapan lahir maupun batin dikarenakan dalam menjalani kehidupan berumah tangga yang
baik dan mutlak sangat diperlukan semangat dalam bekerja keras, selain itu juga dibutuhkan
sikap saling memahami dan pengertian antar pasangan suami-istri demi mewujudkan kehidupan
yang harmonis dalam membina suatu rumah tangga tentram, rukun dan damai.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak sekali permasalahan tentang
sosial, salah satu diantaranya adalah pernikahan dini (Junaidi dkk, 2019: 35). Pernikahan dini
merupakan pernikahan pada remaja di bawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk
melaksanakan pernikahan (Anwar dkk, 2017: 2). Artinya pernikahan yang dilangsungkan di
bawah usia 20 tahun baik laki-laki maupun perempuan sangat tidak dianjurkan dikarenakan
kondisi fisik ataupun mentalnya belum siap dalam meghadapi kehidupan rumah tangga.
Pernikahan dini merupakan fenomena yang sering terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang seperti di Indonesia yang menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 19 tahun
sering terjadi pada wanita di Indonesia terutama di kawasan pedesaan. Dengan faktor utama
yaitu karena tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah serta faktor akses informasi yang tidak
memadai.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama kasus perkawinan anak di Indonesia sudah
sangat mengkhawatirkan, dengan data tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat
55 ribu pengajuan (Kemen PPPA, 2023). Pengajuan permohonan menikah pada usia anak lebih
banyak disebabkan oleh faktor pemohon perempuan sudah hamil terlebih dahulu dan juga faktor
dorongan dari orang tua yang menginginkan anak mereka segera menikah. Sedangkan
berdasarkan data Pengadilan Agama Kabupaten Malang, mencatat jumlah pernikahan dini atau
dispensasi nikah di wilayah kabupaten setempat mencapai 1.434 perkara pada 2022 dan
sebanyak 1.393 perkara pengajuan dispensasi nikah telah diputus. Dengan demikian, Kabupaten
Malang menempati jumlah dispensasi nikah paling tinggi di Jawa Timur, tingginya jumlah
dispensasi perkawinan tersebut menjadi indikator bahwa tingkat pernikahan dini yang tinggi
pula.
Menikah di usia muda menurut sebagian masyarakat di Desa Karangsari merupakan hal
yang wajar, bahkan sudah menjadi budaya dan tradisi yang harus dilestarikan. Masyarakat di
Desa Karangsari yang didominasi suku Madura Pendalungan beranggapan bahwa anak dapat
menjadi penyelamat keuangan keluarga saat menikah karena anak yang belum menikah akan
menjadi beban keluarga. Selain itu, ada pula yang beranggapan bahwa anak yang menikah di
usia muda akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah menikah. Padahal, pernikahan di
usia muda dengan keadaan ekonomi belum stabil akan memperpanjang rantai kemiskinan.
Menurut Al-Ghifar pada umumnya anak yang sudah dianggap dewasa dan siap untuk
menikah adalah anak yang berusia 20 tahun untuk laki-laki dan 18 tahun untuk perempuan (Sari,
2016: 2). Sedangkan menurut Undang-undang perkawinan yang berlaku yakni anak laki-laki 19
tahun dan untuk perempuan 16 tahun. Jika seorang anak belum mencapai usia yang telah
ditentukan Undang-undang maka harus memperoleh izin dari orang tua ataupun wali sebagai
salah satu syarat untuk melangsungkan pernikahan yang diwujudkan dalam bentuk surat izin.
Bagi masyarakat di Desa Karangsari usia memang tidak terlalu dihiraukan, jika memang
sudah mempunyai pasangan dan sudah memiliki kecocokan diantara dua keluarga tersebut, maka
pernikahan tidak boleh ditunda lagi. Masyarakat Desa Karangsari juga memiliki kekhawatiran
yang besar dalam hal pernikahan, jika anaknya tidak kunjung menikah akan menjadi perawan
atau perjaka tua. Selain itu, budaya pernikahan dini memang sudah dilakukan sejak para
terdahulu kami, sehingga tidak dapat dipungkiri jika praktek pernikahan dini banyak dilakukan
di Desa Karangsari, Kecamatan Bantur Kabupaten Malang.
Bagi masyarakat di Desa Karangsari, keadaan ekonomi dan status pekerjaan bukan
menjadi syarat utama untuk menikah. Mereka meyakini bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah
SWT. Hal ini dapat dilihat dari pepatah orang Madura yaitu “Dunyah Iso Isareh” (Uang Bisa
Dicari). Artinya anak yang hendak menikah tidak perlu mengkhawatirkan harta karena seiring
berjalannya waktu uang dan kekuasaan bisa dicari. Faktor utama yang menjadi penyebab
terjadinya pernikahan dini di desa ini adalah cara pandang atau tradisi di masyarakat, berikutnya
adalah faktor ekonomi serta akses pendidikan yang masih minim yang akan memperngaruhi
orang tua dan anak untuk tidak melanjutkan sekolah. Selain itu, faktor sosial juga menjadi
pendorong terjadinya pernikahan ini, perempuan yang belum menikah justru akan menjadi bahan
gunjingan di masyarakat sehingga akan menciptakan rasa malu bagi keluarga.
Berangkat dari latarbelakang diatas, penulis merasa ada yang menarik dan layak untuk
dibahas. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
pernikahan dini yang terjadi di Desa Karangsari Kecamatan Bantur Kabupaten Malang dengan
mengangkat judul: “Fenomena Pernikahan Dini di Desa Karangsari Kecamatan Bantur
Kabupaten Malang”.
1) Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong masyarakat di Desa Karangsari
melakukan pernikahan dini.
2) Untuk mengetahui tipe tindakan sosial remaja yang melakukan pernikahan dini di
Desa Karangsari.
3) Untuk mengetahui apa dampak pernikahan dini yang dirasakan masyarakat Desa
Karangsari.
1) Manfaat Teoritis
Secara Teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan
informasi di Fakultas pendidikan Illmu Sosial dan Humaniora dan diharapkan dapat
menjadi sumbangan pemikiran yang positif serta dapat memberikan suatu konstribusi
ilmu pengetahuan, agar ilmu pengetahuan tersebut dapat berkembang dan bermanfaat
bagi pembacanya.
2) Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
memberikan pemahaman kepada remaja dan masyarakat khususnya masyarakat di Desa
Karangsari Kecamatan Bantur Kabupaten Malang mengenai pernikahan dini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Sementara Brouwer menganggap fenomena bukan sebagai benda maupun objek di luar
diri tetapi merupakan sebuah aktifitas (Hamid, 2015: 163). Fenomena menjadi suatu objek yang
dikaji dalam fenomenologi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia fenomena adalah sebuah
hal yang bisa dapat ditinjau secara ilmiah dan bisa dinikmati oleh panca indra (KBBI, 2023).
Fenomena memanfaatkan pengalaman intuitif untuk mendapatkanhakekat dari pengalaman dan
hakekat dari apa yang dialami sebagai refleksi fenomenologi.
Berdasarkan paparan di atas, fenomena adalah suatu aktivitas yang menyangkut perilaku
kelompok entitas individu tertentu, biasanya organisme dan terutama orang. Fenomena sosial
berlaku terutama pada orang dalam keadaan subjektif yang tersirat dalam istilah tersebut. Sikap
dan peristiwa dalam suatu kelompok tersebut mempunyai efek di luar kelompok dan dapat
disesuaikan oleh masyarakat yang lebih besar atau dilihat sebagai penyimpangan dari kebiasaan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa fenomena adalah sesuatu yang kita sadari, objek
dan kejadian di sekitar kita, orang lain atau diri kita sendiri sebagai refleksi dari pengalaman
sadar kita. Fenomena yang terjadi di Desa Karangsari Kecamatan Bantur Kabupaten Malang
adalah pernikahan dini.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa arti pernikahan atau
perkawinan adalah upacara atau akad perikatan untuk memperbolehkan atau menghalalkan
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan mewujudkan kebahagiaan
hidup rumah tangga yang harmonis diliputi rasa ketentraman.
Pernikahan dini juga dapat diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
wanita sebagai suami istri pada usia yang masih muda/remaja (Khairunnisa, 2021: 50) Yang
artinya pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu dari pasangannya masih
dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19 tahun.
Menikah diusia dini terutama di bawah usia 20 tahun ternyata memiliki risiko yang cukup
mengkhawatirkan. Secara mental belum siap menghadapi perubahan yang terjadi saat kehamilan,
belum siap menjalankan peran sebagai seorang ibu dan belum siap menghadapi masalah-masalah
berumah tangga yang sering kali melanda kalangan keluarga yang baru melangsungkan
perkawinan, karena masih dalam proses penyesuaian (Anwar, 2017: 3). Dengan demikian
pernikahan yang dilakukan dengan usia, mental dan pola pikir yang belum matang dapat
berakibat tidak terpenuhinya tanggung jawab dan kewajiban dalam rumah tangga serta tidak
akan terwujudnya keluarga yang sejahtera.
Dari segi kesehatan, pernikahan yang ideal adalah untuk perempuan diatas 20 tahun sudah
boleh menikah, sebab perempuan yang menikah di bawah umur berisiko terkena kanker rahim,
keguguran dan penyakit yang lainnya (Tukiman, 2015: 38). Dengan demikian, dapat diketahui
bahwasannya pernikahan dini sangat berdampak besar dalam kesehatan terutama bagi
perempuan.
Usia pernikahan yang terlalu muda dapat berakibat meningkatnya kasus perceraian juga
dikarenakan kurangnya pemahaman dan kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan
berumahtangga.
Pernikahan usia muda bukanlah hal yang mudah dilakukan tanpa syarat apapun,
pernikahan usia muda akan dianggap sah apabila memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut:
1) Wali akan bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan dan pengurusan nikah.
2) Pernikahan dilakukan dengan tujuan niat baik dan adil.
3) Bilamana pernikahan dilakukan atas dasar perjodohan, anak yang dijodohkan
menyatakan persetujuannya. Jika anak yang menikah usia muda tidak akan kehilangan
haknya untuk menolak, yang mana berarti kedudukan sebagai subjek poko dalam
pernikahan tetap dijamin sesuai dengan ajaran agama Islam (Tayib, 1992: 39).
Jika dalam pernikahan telah memenuhi syarat diatas, maka pernikahan boleh dilakukan.
Namun, jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka pernikahan tidak boleh dilakukan. Hal ini
dikarenakan akan berdampak pada keberlangsungan kehidupan rumah tangga pasangan.
Dalam hukum adat sebagai norma hukum yang hidup dalam masyarakat, tidak mengenal
adanya batas usia dewasa karena hukum adat lebih kepada isidental saja, apakah seseorang
tersebut patut dianggap cakap atau tidak dalam melakukan hukum perbuatan hukum tertentu
(Mursidah, 2022). Dengan demikian, dalam hal pernikahan hukum adat tidak memberikan
batasan usia terhadap calon pasangan, asalkan tidak melanggar hukum atau aturan tertentu maka
pernikahan usia muda boleh dilakukan.
Dalam ketentuan Undang-undang jabatan Notaris menyatakan bahwa batas usia minimal
adalah 18 tahun atau sudah menikah. Menurut Akbar dalam agama Islam tidak dijelaskan
mengenai batasan usia dewasa, tetapi hal ini dapat dilihat ketika seseorang telah mencapai usia
akil baligh (Rohmah, 2021: 35). Hal ini ditandai dengan dengan haid pertama bagi perempuan.
Di Indonesia, perempuan rata-rata haid pada usia 13 tahun sedangkan untuk laki-laki telah
bermimpi basah (ejakulasi) untuk boleh dinikahkan.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), dalam bab XIV tentang Pemeliharaan Anak,
Pasal 98 ayat (1) dijelaskan bawasanya “Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa
adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah
melangsungkan perkawinan”. Yang artinya seseorang dapat melangsungkan pernikahan ketika
usia anak sudah benar-benar matang baik secara fisik maupun mental tidak ada kecacatan.
Masyarakat adalah suatu kesatuan yang selalu berubah yang hidup karena proses
masyarakat. Masyarakat terbentuk melalui hasil interaksi yang kontinyu antar individu. Dalam
kehidupan bermasyarakat selalu dijumpai saling pengaruh mempengaruhi antar kehidupan
individu dengan kehidupan bermasyarakat (Mangambe dkk, 2023: 39). Istilah Masyarakat
(Society) artinya tidak diberikan ciri-ciri atau ruang lingkup tertentu yang dapat dijadikan
pegangan, untuk mengadakan suatu analisa secara ilmiah. Istilah masyarakat mencakup
masyarakat sederhana yang buta huruf, sampai pada masyarakat-masyarakat industrial moderen
yang merupakan suatu negara. Istilah masyarakat juga digunakan untuk menggambar kelompok
manusia yang besar, sampai pada kelompok-kelompok kecil yang terorganisasi
Definisi Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia
yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu
sama lain. Menurut Soekanto istilah Masyarakat kadang-kadang digunakan dalam artian
"gesellaachafi" atau sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu yang
terbatas isinya, sehingga direncanakan pembentukan organisasi- organisasi tertentu (Hutapea and
Marlina, 2022: 234). Masyarakat adalah kelompok manusia yang sengaja dibentuk secara
rasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Suatu totalitas dari orang-orang yang
saling tergantung dan yang mengembangkan suatu kebudayaan tersendiri juga disebut
masyarakat. Walaupun penggunaan istilah-istilah masyarakat masih sangat samar-samar dan
umum, akan tetapi hal itu dapat dianggap indikasi dari hakikat manusia yang senantiasa ingin
hidup bersama dengan orang-orang lain.
Konsep Weber tentang fakta sosial bebeda sekali dari konsep Durkheim. Weber tidak
memisahkan dengan tegas antara struktur sosial dengan pranata sosial. Struktur sosial dan
pranata sosial keduanya membantu untuk membentuk tindakan manusia yang penuh dengan
makna atau penuh arti. Mempelajari perkembangan suatu pranata khusus dari luar tanpa
memperhatikan tindakan manusianya sendiri, menurut Weber berarti mengabaikan segi-segi
yang prinsipil dari kehidupan sosial. Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula
diterangkan melalui tujuan-tujuan dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu ketika ia
mengambil manfaat dari tindakanya, memberikan perbedaan makna kepada tindakan itu sendiri
dalam perjalanan waktu. Weber sebagai pengemuka exemplar dari paradigma ini mengartikan
sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Kedua hal itulah yang
menurutnya menjadi pokok persoalan sosiologi. Inti tesisnya adalah “tindakan yang penuh
arti”dari individu. Yang dimaksudkan dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu
sepanjang tindakanya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan
kepada tindakan orang lain. Sebaliknya tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati
atau objek fisik semata tanpa dihubungkannya dengan tindakan orang lain bukan tindakan sosial.
Tindakan seorang melemparkan batu ke dalam sungai bukan merupakan tindakan sosial. Tapi
tindakan tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan reaksi dari orang lain seperti menganggu
orang yang sedang memancing misalnya, itu merupakan tindakan sosial karena adanya reaksi
dari seseorang. Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan
memahami tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kapada penjelasan kausal.
Dalam definisi ini terkandung dua konsep tentang penafsiran dan pemahaman. Konsep terakhir
ini menyangkut metode untuk menerangkan yang pertama.
Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata
diarahkan kepada orang lain, juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersiafat
subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu (Ritzer, 2014: 37).
Atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang
serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
Tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang
diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu atau waktu yang akan datang. Dilihat dari segi
sasaranya, maka “pihak sana” yang menjadi sasaran tindakan sosial aktor dapat berupa seorang
individu atau sekumpulan orang. Dengan membatasi suatu perbuatan lainya tidak termasuk
kedalam obyek penyelidikan sosiologi (Ritzer, 2014: 39). Contohnya disinggung di atas,
tindakan nyata tidak termasuk sebagai tindakan sosial kalau secara khusus diarahakan kepada
obyek mati. Karena itu pula maka Weber mengeluarkan beberapa jenis interaksi sosial dari teori
aksinya. Dua pengendara sepeda yang bertabrakan karena kurang hati-hati bukan termasuk
tindakan sosial. Begitu pula orang yang sama-sama membuka payungnya pada waktu hujan
bukan tindakan sosial karena tindakanya itu diarahkan kepada hujan bukan kepada orang lain.
Masa atau kerumunan yang histeris serta peniruan murni juga dikeluarkan dari obyek sosiologi.
Sebabnya ialah karena reaksi yang timbul itu tanpa sesuatu yang diarahkan kepada orang lain.
Apabila seseorang hanya berusaha meneliti perilaku (behavior) saja dia tidak akan yakin bahwa
perbuatan ini mempunyai arti subyektif dan diarahkan kepada orang lain. Peneliti sosiologi harus
mencoba menginterpretasikan tindakan aktor. Dalam artian yang mendasar, sosiolog harus
memahami motif dari tindakan aktor.
Teori tindakan sosial Max Weber berorientasi pada motif dan tujuan pelaku. Dengan
menggunakan teori ini kita dapat memahami perilaku setiap individu maupun kelompok bahwa
masing-masing memiliki motif dan tujuan yang berbeda-beda terhadap sebuah tindakan yang
dilakukan. Teori ini bisa memahami tipe-tipe perilaku tindakan setiap individu maupun
kelompok, dengan memahami perilaku setiap individu ataupun kelompok, sama halnya kita telah
menghargai dan memahami alasan-alasan mereka dalam melakukan tindakan.
Weber melakukan klaksifikasi dari empat tipe tindakan yang dibedakan dalam konteks
dan motif para pelaku yaitu: pertama, Tindakan Tradisional yaitu tindakan yang ditentukan oleh
kebiasan-kebiasan yang sudah mengakar secara turun-temurun. Kedua, Tindakan Afektif,
merupakan tindakan yang ditentukan oleh kondisi-kondisi dan orientasiorientasi emosional aktor.
Ketiga, Rasional Instrumental, adalah tindakan yang ditunjukan pada pencapaian tujuan-tujuan
yang secara rasional diperhitungkan dan diupayakan sendiri oleh aktor yang bersangkutan.
Keempat, rasional nilai, yaitu tindakan berdasarkan nilai yang dilakukan untuk alasan-alasan dan
tujuan yang ada kaitanya dengan nilai-nilai yang diyakini secara personal aktor tanpa
meperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitannya dengan behasil atau gagalnya tindakan
tersebut (Norkholis dkk, 2016: 242).
Pergaulan bebas dikalangan remaja saat ini sangat memprihatinkan, bahkan pergaulan
bebas bukan merupakan hal baru yang ada dimasyarakat. Perilaku yang tidak terpuji ini telah
menjadi kebiasaan di masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda, makanya tidak heran
jika banyak remaja putri hamil di luar nikah. Menurut Fajri Kasim terjadinya disebabkan
minimnya perhatian orang tua yang kemudian membuat anak muda mencari kesenangan di luar
rumah (Tari, 2019: 203). Umumnya remajaakan bergaul dengan siapa saja dan memungkinkan
terpengaruh dengan hal-hal baru baik positif maupun negatif. Sedangkan menurut Yushak
Susielo, perilaku seks bebas juga dapat disebabkan oleh tidak adanya pendidikan seks yang
memadai dalam keluarga terhadap remaja (Tari, 2019: 204). Oleh karena itu, keluarga memiliki
peran yang sangat penting dalam membentuk perkembangan dan kepribadian anak, selain itu
keluargai juga sebagai pengontrol bagi anak remajanya untuk dapat memberikan batasan-batasan
dalam menjalani kehidupan sosial.
Elly menyatakan Sifat dari sistem pelapisan sosial yang terdapat dalam masyarakat ada
bersifat tertutup dan terbuka (Aguayo , 2021: 21). Pada sistem pelapisan tertutup tidak
memungkinkan seseorang berpindah dari tingkatan satu ketingkatan yang lain. Masyarakat pada
sistem pelapisan tertutup memperoleh posisi atau kedudukannya melalui kelahiran. Misalnya,
masyarakat berkasta, masyarakat feodal, atau masyarakat yang sistem pelapisannya ditentukan
oleh perbedaan rasial (etnik). Lain halnya pada sistem pelapisan terbuka, pada sistem ini setiap
anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama utuk berusaha naik pada pelapisan sosial
yang lebih tinggi.
Berdasarkan beberapa pemahaman tentang stratifikasi sosial di atas, maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa stratifikasi sosial merupakan pengelompokan atau pembedaan orang-
orang yang memiliki posisi/kedudukan yang sama dalam sebuah rangkaian kesatuan status
sosial. Pengelompokkan dapat berdasarkan beberapa aspek di antaranya kekayaan, kekuasaan,
ilmu pengetahuan, agama ataupun keturunan.
1. Penelitian Jurnal yang berjudul “Dampak Pernikahan Usia Dini (Analisis Feminis Pada
Pernikahan Anak Perempuan Di Desa Cibunar Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut) yang
ditulis oleh Rovi Husnaini, Devi Soraya (Husnani and Soraya, 2020) (2020). Dalam jurnal
penelitian ini membahas tentang dampak pernikahan dini berdasarkan analisis feminisme
liberal yang mengkategorikan perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kesempatan dan
pendidikan yang sama, penelitian ini menghasilkan bahwa perempuan Perempuan Di Desa
Cibunar masih banyak yang mengalami pernikahan dini dan tidak memiliki kesempatan atau
hak dalam mengenyam pendidikan, namun mayoritas mengalami pernikahan usia dini.
3. Skripsi yang ditulis oleh Nadya Ozora, mahasiswa jurusan Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2020 dengan judul “Analisis Hukum Batas Umur
Untuk Melangsungkan Perkawinan Dalam Perspektif UU No.16 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. Fokus
penelitian pada skripsi ini untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi batas umur 19 tahun
untuk melangsungkan perkawinan, serta untuk mengetahui mengapa batasan usia untuk
melangsungkan perkawinan disamakan 19 tahun dalam perspektif Undang-Undang No.16
tahun 2019.
Internal Eksternal
Kesehatan
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian sudah pasti didasari dengan metode penelitian, metode
penelitian adalah satuan sistem yang harus dicantumkan serta dilaksanakan selam proses
penelitian berlangsung. Metode penelitian ini sangat penting karena menentukan proses suatu
penelitian untuk mencapai tujuan akhir penelitian. Selain itu, metode penelitian juga merupakan
cara untuk melakukan penyelidikan dengan menggunakan cara-cara tertentu yang sudah
ditetapkan untuk mendapatkan kebenaran secara ilmiah. Dengan demikian, peneliti
menggunakan metode purposive sampling dengan cara peneliti menentukan narasumber yang
sesuai dengan tujuan penelitian agar hasil penelitian yang dilakukan lebih representatif.
3.6.1 Wawancara
Wawancara merupakan proses tanya jawab yang dilakukan oleh penanya dengan
penjawab atau narasumber untuk memperolah keterangan atau informasi terkait permasalahan
yang diambil oleh penanya dengan menggunakan interview guide (paduan wawancara)
(Setiawati, 2021: 33). Wawancara digunakan untuk memperoleh suatu informasi yang benar dan
akurat dari keterangan-keterangan yang ada. Wawancara langsung sebagai pengumpulan fakta
sosial untuk bahan kajian analisa yuridis sosiologis pada kebijakan tersebut. Pada penelitian ini
penulis menggunakan jenis wawancara bebas terpimpin, yaitu pewawancara bebas menanyakan
apa saja kepada narasumber namun harus sesuai dengan pedoman tentang pertanyaan secara
garis besar.
3.6.2 Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan (Setiawati, 2021: 33).
Dengan melakukan observasi peneliti dapat mengamati objek penelitian dengan lebih cermat
dan detail, misalnya peneliti dapat mengamati kegiatan objek yang diteliti. Pengamatan itu
selanjutnya dapat dituangkan ke dalam bahasa verbal.
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa,
perilaku, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Observasi dapat dilakukan baik
secara langsung maupun tidak langsung (Sutopo, 2006: 75). Dalam hal penelitian ini dilakukan
secara langsung dan tidak langsung, observasi langsung didapatkan pengalaman dari orang-orang
yang terlibat dalam pernikahan dini tersebut.
3.6.3 Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang berwujud sumber data tertulis atau
gambar (Setiawati, 2021: 34). Sumber tertulis atau gambar berbentuk dokumen resmi, buku,
majalah, arsip, dokumen pribadi, dan foto yang terkait dengan permasalahan penelitian yang
dilakukan sebagai bukti adanya fenomena yang sudah dilakukan dengan berupa arsip maupun
peraturan yang ada. Dalam hal ini dokumentasi diambil dalam proses wawancara kepada
narasumber, selain itu juga akan dicantumkan dokumentasi pernikahan dini yang peneliti
dapatkan dari narasumber.
3.7.1 Edit
Menurut Abu Achmadi edit adalah kegiatan yang dilakukan setelah menghimpun data di
lapangan memeriksa kembali data-data yang telah diperoleh dari narasumber terkait
permasalahan yang kita teliti (Setiawati, 2021: 34). Proses ini menjadi penting karena
kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadangkala belum memenuhi harapan peneliti, ada
diantaranya yang kurang bahkan terlewatkan. Oleh karena itu, dalam melengkapi penelitian ini,
maka proses Edit sangat diperlukan dalam penelitian untuk mengurangi hal-hal yang dianggap
tidak perlu dicantumkan.
3.7.2 Klasifikasi
Klasifikasi merupakan proses pengelompokkan data yang telah diperoleh dari hasil
wawancara dan observasi (Setiawati, 2021: 35). Agar penelitian ini lebih sistematis, maka data
hasil wawancara diklasifikasikan berdasarkan kategori tertentu, yaitu berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan yang sesuai dengan rumusan masalah. Sehingga data yang diperoleh benar-benar
memuat informasi yang dibutuhkan. Karena ada kalanya mewawancarai narasumber kemudian
narasumber bercerita terlalu panjang dan bagi peneliti hal tersebut harus didengar, sehingga
klasifikasi sangat diperlukan dalam penelitian ini.
3.7.3 Verifikasi
Verifikasi adalah mengecek kembali data-data yang sudah terkumpul untuk mengetahui
keabsahan datanya apakah benar-benar sudah valid dan sesuai dengan yang diharapkan
(Setiawati, 2021: 35). Tahap Verifikasi ini merupakan tahap pembuktian kebenaran dengan
mengkroscek rekaman hasil wawancara apakah cocok/valid dengan hasil yang dituliskan.
3.7.4 Analisis
Analisis Data Kualitatif yaitu mengolah semua data yang telah terkumpul dari berbagai
sumber sehingga memunculkan gagasaan baru (Setiawati, 2021: 36). Proses mengurutkan data
ke dalam pola, kategori serta satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja. Analisis data kualitatif dilakukan dengan jalan bekerja dengan data
mengorganisasikan data dan memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan menemukan apa
yang diceritakan oleh orang lain. Analisis Data Kualitatif yaitu mengolah semua data yang telah
terkumpul dari berbagai sumber sehingga memunculkan gagasaan baru
3.7.5 Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam pengolahan teknik data. Yaitu
menyimpulkan dari analisis data untuk menyempurnakan penelitian ini, sehingga mendapatkan
keluasan ilmu khususnya bagi peneliti serta bagi pembacanya. Pada tahap ini peneliti membuat
kesimpulan dari keseluruhan data-data yang telah diperoleh dari kegiatan penelitian yang sudah
dirangkum dalam bab kesimpulan. Menurut Arikunto dalam kesimpulan ini nantinya rumusan
masalah yang digunakan dalam suatu penelitian akan terjawab (Setiawati, 2021: 37).
3.8.1 Credibility
kredibilitas disebut validitas internal. Dalam penelitian kualitatif, data dapat dinyatakan
kredibel apabila adanya persamaan antara apa yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti (Mekarisce, 2020: 147). Uji credibility
(kredibilitas) atau uji kepercayaan terhadap data hasil penelitian yang disajikan oleh peneliti agar
hasil penelitian yang dilakukan tidak meragukan sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan.
a. Perpanjangan Pengamatan
Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan maka kepastian data dan
urutan kronologis peristiwa dapat dicatat atau direkam dengan baik, sistematis. Meningkatkan
kecermatan merupakan salah satu cara mengontrol/mengecek pekerjaan apakah data yang telah
dikumpulkan, dibuat, dan disajikan sudah benar atau belum.
Untuk meningkatkan ketekunan peneliti dapat dilakukan dengan cara membaca berbagai
referensi, buku, hasil penelitian terdahulu, dan dokumen-dokumen terkait dengan
membandingkan hasil penelitian yang telah diperoleh (Mekarisce, 2020: 148). Dengan cara
demikian, maka peneliti akan semakin cermat dalam membuat laporan yang pada akhirnya
laporan yang dibuat akan smakin berkualitas.
c. Triangulasi
1) Triangulasi Sumber
Menurut Sugiyono ntuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check)
dengan tiga sumber data (Mekarisce, 2020: 148)
2) Triangulasi Teknik
Menurut Sugiyono Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Mekarisce, 2020: 148). Misalnya untuk
mengecek data bisa melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian
kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi
lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap
benar.
3) Triangulasi Waktu
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber
masih segar, akan memberikan data lebih valid sehingga lebih kredibel. Selanjutnya dapat
dilakukan dengan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau
situasi yang berbeda. Menurut Sugiyono bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka
dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya (Mekarisce,
2020: 149).
Menurut Sugiyono analisis kasus negatif merupakan suatu kondisi data/kasus yang
berbeda dengan hasil penelitian (Mekarisce, 2020: 149). Melakukan analisis kasus negatif berarti
peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti masih
mendapatkan data-data yang bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti mungkin
akan mengubah temuannya.
Yang dimaksud referensi adalah pendukung untuk membuktikan data yang telah
ditemukan oleh peneliti (Mekarisce, 2020: 150). Dalam laporan penelitian, sebaiknya data-data
yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto atau rekaman audio-visual saat dilakukannya
wawancara mendalam.
f. Mengadakan Membercheck
Menurut Sugiyono Member check merupakan suatu proses pengecekan data kepada
sumber data (Mekarisce, 2020: 150). Adapaun Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui
seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi
tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan
laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan
3.8.2 Transferability
Menurut Sugiyono Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil
penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil (Mekarisce, 2020: 150).
Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai transfer sampai saat ini masih dapat
diterapkan/dipakai dalam situasi lain. Bagi peneliti nilai transfer sangat bergantung pada si
pemakai, sehingga ketika penelitian dapat digunakan dalam konteks yang berbeda di situasi
sosial yang berbeda validitas nilai transfer masih dapat dipertanggungjawabkan.
3.8.3 Dependability
Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercaya, dengan kata lain beberapa percobaan
yang dilakukan selalu mendapatkan hasil yang sama. Penelitian yang dependability atau
reliabilitas adalah penelitian apabila penelitian yang dilakukan oleh orang lain dengan proses
penelitian yang sama akan memperoleh hasil yang sama pula (Mekarisce, 2020: 150).
3.8.4 Confirmability
Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan uji confirmability penelitian.
Konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif lebih diartikan sebagai konsep intersubjektivitas
(konsep transparansi), yang merupakan bentuk ketersediaan peneliti dalam mengungkapkan
kepada publik mengenai bagaimana proses dan elemen-elemen dalam penelitiannya, yang
selanjunya memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan assessment/penilaian
hasil temuannya sekaligus memperoleh persetujuan diantara pihak tersebut (Mekarisce, 2020:
150).
Penelitian bisa dikatakan objektif apabila hasil penelitian telah disepakati oleh lebih
banyak orang. Penelitian kualitatif uji confirmability berarti menguji hasil penelitian yang
dikaitkan dengan proses yang telah dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari
proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
confirmability.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, R. (2016) ‘Aliran Eksistensialisme Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam’, Al-
Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, 14(1). Available at:
https://doi.org/10.18592/al-banjari.v14i1.639.
Anwar, Z. and Rahmah, M. (2017) ‘Psikoedukasi Tentang Risiko Perkawinan Usia Muda untuk
Menurunkan Intensi Pernikahan Dini pada Remaja’, Psikologia : Jurnal Psikologi, 1(1),
p. 1. Available at: https://doi.org/10.21070/psikologia.v1i1.749.
Benuf, K. and Azhar, M. (2020) ‘Metodologi Penelitian Hukum sebagai Instrumen Mengurai
Permasalahan Hukum Kontemporer’, Gema Keadilan, 7(1), pp. 20–33. Available at:
https://doi.org/10.14710/gk.2020.7504.
Fajrul Falah (2021) Pernikahan dengan tujuan meningkatkan status sosial perspektif Fatwa
Yusuf Qardhawi dan Muhammad Zuhaili tentang Nikah Misyar. Program Magister Al-
Ahwal Al-Syakhsiyyah Pascasarjana Univrsitas Islam Negeri Mulana Malik Ibrahim
Malang.
Haerudin (2018) ‘Fenomena Akad Nikah Via Telephon’, Buana Ilmu, 3(1), pp. 11–32. Available
at: https://doi.org/10.36805/bi.v3i1.453.
Hafas, I. (2021) ‘Dampak Kawin Paksa Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Dalam
Perspektif Hukum Islam (Analisis Desa Panaan Kecamatan Palengaan Kabupaten
Pamekasan)’, Mitsaqan Ghalizan, 1(1), pp. 21–40. Available at:
https://doi.org/10.33084/jmg.v1i1.2810.
Husnani, R. and Soraya, D. (2020) ‘Dampak Pernikahan Usia Dini (Analisis Feminis Pada
Pernikahan Anak Perempuan Di Desa Cibunar Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut)’,
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, 4(1), pp. 63–77. Available at:
https://doi.org/10.15575/jaqfi.v4i1.9347.
Hutapea, E. and Marlina, Y. (2022) ‘Komunikasi Budaya K-Pop Masyarakat di Kampung Bali ,
Harapan Jaya , Bekasi Di Era New Normal’, Communicology: Jurnal Ilmu Komunikasi,
10(2), pp. 228–248.
Junaidi, M. and Syahida, N.P. (2019) ‘Fenomena Pernikahan Dini Di Desa Loloan Kecamatan
Bayan Kabupaten Lombok Utara’, Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 7(1), pp. 34–43.
Kemen PPPA, B.H. dan H. (2023) KEMEN PPPA : Perkawinan Anak di Indonesia, Siaran Pers
Nomor: B- 031/SETMEN/HM.02.04/01/2023. Available at:
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4357/kemen-pppa-perkawinan-
anak-di-indonesia-sudah-mengkhawatirkan.
Khairunnisa, S. and Nurwati, N. (2021) ‘Pengaruh Pernikahan Pada Usia Dini Terhadap Peluang
Bonus Demografi Tahun 2030’, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS, 3(I),
pp. 45–69. Available at: https://doi.org/10.23969/humanitas.v3ii.2821.
Maulana, Stevary Afrizal, M.D.N. (2023) ‘Fenomena Tren Nikah Muda Di Kalangan Remaja’,
Edusociata Jurnal Pendidikan Sosiologi, 6(1), pp. 56–66.
Mekarisce, A.A. (2020) ‘Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada Penelitian Kualitatif di
Bidang Kesehatan Masyarakat’, JURNAL ILMIAH KESEHATAN MASYARAKAT : Media
Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(3), pp. 145–151. Available at:
https://doi.org/10.52022/jikm.v12i3.102.
Muhlis, A. and Norkholis, N. (2016) ‘Analisis Tindakan Sosial Max Weber Dalam Tradisi
Pembacaan Kitab Mukhtasar Al-Bukhari (Studi Living Hadis)’, Jurnal Living Hadis,
1(2), p. 242. Available at: https://doi.org/10.14421/livinghadis.2016.1121.
Purwanti, E. (2022) ‘Tindakan Sosial Anak Jalanan Yang Berdampak Pada Ketertiban Di
Kawasan Simpang Lima Kota Semarang’, NALAR: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
1(April), pp. 1–6. Available at: https://doi.org/10.31004/aulad.vxix.xx.
Rohmah, A.W. (2021) Fenomena Pernikahan Dini dan Perceraian di Desa Bantur ( Studi di
Desa Bantur Kecamatan Bantur Kabupaten Malang ). UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Sari, T.N.I. (2016a) Fenomena Pernikahan Usia Muda di Masyarakat Madura (Studi Kasus di
Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan), Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sari, T.N.I. (2016b) Fenomena Pernikahan Usia Muda di Masyarakat Madura (Studi Kasus di
Desa Serabi Barat Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan). UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Setiawati, H. (2021) Fenomena Banyaknya Putusan Verstek Pada Perkara Perceraian (Studi
Kasus Pengadilan Agama Kabupaten Malang). Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
Sutopo (2006) Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Suyanto (2019) ‘Fenomenologi sebagai metode dalam penelitian pertunjukan teater musikal’,
Lakon: Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang, XVI(1), pp. 26–32.
Tukiman, Y.H. dan (2006) ‘Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Alat Reproduksi
Wanita’, Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 13, pp. 36–43.