Disusun Oleh :
PUSPITA DEWI
07180100056
Abstrak
Pernikahan usia muda merupakan suatu ikatan/pernikahan yang dimana salah satu pasangan tersebut berusia
kurang dari 19 tahun atau tengah mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui hubungan sosial budaya, paparan media massa, serta pergaulan bebas terhadap pernikahan
usia muda di Desa Sidang Iso Mukti, Lampung Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross
sectional, dengan teknik pengambilan sampel yaitu total sampling dengan jumlah responden sebanyak 90 orang.
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Data diolah menggunakan SPSS versi 21. Hasil penelitian yaitu
terdapat hubungan yang bermakna antara variabel sosial budaya, paparan media massa, serta pergaulan bebas
terhadap pernikahan usia muda di Desa Sidang Iso Mukti, Lampung Tahun 2019, yang mana hasil uji statistik
chi-square variabel sosial budaya (Pv = 0,018), variabel paparan media massa (Pv = 0,007), dan variabel
pergaulan bebas (Pv = 0,005). Dari hasil penelitian ini diharapkan adanya upaya untuk memberikan informasi
kesehatan reproduksi khususnya tentang pernikahan usia muda dan dampak yang terjadi pada kesehatan
reproduksi remaja dan konseling tentang akibat dari pergaulan bebas agar remaja lebih berhati-hati dalam
bergaul.
Kata kunci : Paparan Media Massa, Pergaulan Bebas, Pernikahan Usia Muda, Sosial Budaya
Abstract
Young age marriage is a bond in which one of the couples is less than 19 years old or is attending education in
high school. The purpose of this research is to find out relationship of cultural social, mass media exposure, and
promiscuity towards young marriage in the village of sidang iso mukti, lampung year 2019. This study used a
cross sectional research design, with sampling techniques namely total sampling with the number of respondents
as much as 90 people. The instrument of this research is a questionnaire. Data was processed using SPSS
version 21. The results of the study were significant relationships of cultural social, mass media exposure, and
promiscuity towards young marriage in the village of sidang iso mukti, lampung year 2019. Which is the result
of the chi-square statistical test of socio cultural variables (Pv = 0,018), mass media exposure variables (Pv =
0,007), and promiscuity variables (Pv = 0,005). From the results of this study,it is hoped that there will be
efforts to provide reproductive health information, especially about young marriage and the impact on
adolescent reproductive health and counseling about the effects of promiscuity so that teens are more careful in
choosing friends.
Pendahuluan
Manusia diciptakan dengan berpasang – pasangan, yang secara kodrat mempunyai peran sebagai
makhluk pribadi dan juga makhluk sosial. Dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial manusia
selalu membutuhkan manusia yang lain untuk saling berinteraksi. Selain berinteraksi, manusia juga
membutuhkan pasangan hidup untuk meneruskan jenisnya serta dapat memberikan keturunan sesuai
dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan merupakan sebuah jalan untuk mewujudkan hal tersebut.
Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga dan meneruskan
suatu generasi.1
Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi,
agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Namun dalam kenyataannya
2
pernikahan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga dilakukan oleh pasangan usia muda.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh dua insan yang mana salah satu dari keduanya
atau kedua - duanya berada dibawah usia yang seharusnya belum siap dan matang untuk melakukan
pernikahan dan menjalani kehidupan rumah tangga. 2
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 pasal 6 menyatakan bahwa usia ideal untuk menikah adalah
21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk laki – laki, karena pada usia tersebut organ reproduksi
perempuan secara biologis sudah matang dan secara psikologis organ reproduksi sudah berkembang
dengan baik dan kuat, serta siap untuk mengalami kehamilan dan melahirkan keturunan. 3
Sebagian masyarakat yang melakukan pernikahan pada usia muda di pengaruhi oleh beberapa
faktor yang mendorong mereka untuk melakukan pernikahan pada usia muda seperti adanya
kebanggaan dalam mendekatkan hubungan keluarga atau perjodohan orang tua, faktor pendidikan
yang rendah, faktor pengaruh tradisi serta adat kebiasaan, faktor kurangnya pengetahuan serta
kesadaran masyarakat, faktor keadaan ekonomi dan faktor perbuatan nekat sehingga terjadi hamil di
luar nikah atau MBA (married by accident).3
Perkawinan usia anak paling umum dipraktikkan di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara. India,
yang memiliki prevalensi perkawinan usia anak sebesar 58 persen, atau lebih dari sepertiga jumlah
perkawinan usia anak di seluruh dunia. Dari 10 negara dengan prevalensi perkawinan usia anak
tertinggi, 6 negara diantaranya berada di Afrika, termasuk Nigeria, yang memiliki prevalensi tertinggi
yaitu 77 persen. Secara global, 720 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun,
dibandingkan dengan 156 juta anak laki-laki. 4
Prevalensi perkawinan usia anak di Indonesia masih tinggi, berdasarkan Badan Pusat Statistik
(BPS) 2016, 17 persen atau sekitar 340.000 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun setiap
tahunnya. Sedangkan untuk anak perempuan usia di bawah 15 tahun adalah 3 persen atau sekitar
50.000 per tahun.4
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2015 di Provinsi Lampung
prevalensi perkawinan usia anak yaitu 18,26 persen. Angka tersebut masih dibawah angka nasional.
Provinsi Lampung menduduki peringkat provinsi ke- 26 menurut prevalensi tertinggi. Walaupun pada
Provinsi Lampung fenomena perkawinan usia anak masih lebih rendah, namun dirasakan perlu
diketahui mengenai faktor yang menyebabkan perkawinan usia anak tersebut dapat terjadi agar dapat
dilakukan penanganan yang tepat agar angka prevalensi perkawinan usia anak di Provinsi Lampung
dapat berkurang.5
Kabupaten Mesuji merupakan kabupaten di Provinsi Lampung yang mengalami kasus Pernikahan
anak yang cukup banyak. Pernikahan anak yang terjadi di Kabupaten Mesuji masih tergolong cukup
tinggi dan setiap tahunnya mengalami kenaikan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016
Fenomena pernikahan usia muda di kabupaten mesuji yaitu mencapai 20%, sedangkan dalam catatan
Badan Pemberdaya Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB) setempat pada tahun 2017,
persentasenya mencapai 40% dari total penikahan yang terjadi. 4
Penelitian terbaru yang dilakukan Lestari handayani, dkk (2018) dalam catatan Puslitbang
Humaniora dan Manajemen Kesehatan Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI tercatat bahwa
angka pernikahan usia dini di Mesuji pada tahun 2018 meningkat menjadi 60%. Hal tersebut juga
dipertegas dengan adanya pernyataan dari Kepala Badan Pemberdaya Perempuan dan Keluarga
Berencana (BP2KB) Kabupaten Mesuji S. Bowo Wirianto yang menyatakan bahwa penikahan anak
yang terjadi di Kabupaten Mesuji cukup tinggi. 6
Kecamatan Rawajitu Utara adalah salah satu kecamatan penyumbang angka pernikahan usia muda
yang terjadi di Kabupaten Mesuji dengan menduduki peringkat ke 7 pada tingkat kecamatan menurut
presentase tertinggi di provinsi lampung yaitu sebesar 26%. Di Indonesia fenomena pernikahan di usia
muda bukanlah hal yang baru terjadi didalam masyarakat, bahkan masyarakat menganggap pernikahan
usia muda merupakan suatu hal yang wajar. 4
Perkawinan usia anak disebabkan oleh ketidaksetaraan gender dan bagaimana perempuan dan
anak perempuan dipandang dalam masyarakat, komunitas, dan keluarga, Pasal 7 Undang-Undang
Perkawinan Indonesia tahun 1974 tentang usia minimum perkawinan yang masih menimbulkan
perdebatan yang intensif di Indonesia, serta anak-anak perempuan miskin dan terpinggirkan di
3
Indonesia menghadapi risiko paling tinggi terhadap perkawinan usia anak. Kehamilan remaja juga
jauh lebih umum di antara anak-anak perempuan yang berpendidikan rendah yang berasal dari rumah
tangga miskin dibandingkan dengan anak-anak perempuan yang berpendidikan tinggi dari rumah
tangga kaya. 4
Praktik perkawinan usia anak seringkali menimbulkan dampak buruk terhadap status kesehatan,
pendidikan, ekonomi, keamanan anak perempuan dan anak-anak mereka, serta menimbulkan dampak
yang merugikan bagi masyarakat. Perkawinan usia anak menyebabkan kehamilan dan persalinan dini,
yang berhubungan dengan angka kematian yang tinggi dan keadaan tidak normal bagi ibu karena
tubuh anak. Bayi yang dilahirkan oleh anak perempuan yang menikah pada usia anak memiliki risiko
kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia 1
tahun dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia dua puluh
tahunan. Bayi yang dilahirkan oleh pengantin anak juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi
untuk lahir prematur, dengan berat badan lahir rendah, dan kekurangan gizi. 4
Sosial budaya merupakan keseluruhan sistem nilai, norma, adat istiadat, cara pandang, kebiasaan,
dan kearifan tradisional yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan interaksi sosialnya dalam
kelompok masyarakat untuk mencapai tujuan hidupnya. 7
Hasil penelitian terdahulu yang diteliti oleh Siti Zubaidah Harahap (2015) dengan judul Pengaruh
faktor internal dan eksternal terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa
Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang menunjukkan bahwa pernikahan
usia muda terjadi karena adanya variabel sosial budaya. Hubungan sosial budaya terhadap pernikahan
usia muda yaitu didapatkan 41 remaja dengan kategori ada budaya sebanyak 23 orang (42,6%) remaja
menikah usia muda dan 31 orang (57,4%) remaja belum menikah sedangkan dari 54 remaja dengan
kategori tidak ada budaya sebanyak 2 orang (4,9%) remaja menikah usia muda dan 39 orang (95,1%)
remaja belum menikah. Hasil uji chi-square didapatkan nilai p value 0,0001 sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sosial budaya terhadap pernikahan usia muda. 8
Media massa merupakan alat – alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan berita secara
serempak, dan cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kemajuan teknologi yang semakin
canggih, membuat remaja semakin mudah mengakses berbagai informasi melalui media, baik itu dari
media massa ataupun medai elektronik yang terus menyajikan tantangan seksual seperti pornografi
bagi kaum remaja yang dapat menyebabkan remaja melakukan pelecehan / perilaku seksual terhadap
lawan jenisnya pada usia sekolah yang pada akhirnya remaja harus berhenti sekolah untuk menikah.
Paparan media massa baik cetak ataupun elektronik mempunyai pengaruh terhadap remaja untuk
melakukan hubungan seksual pranikah. Paparan informasi seksualitas dari media massa yang bersifat
pornografi dan porno aksi dapat menjadi referensi yang tidak mendidik remaja. 9
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nazli Halawani Pohan (2017) dengan
judul faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia dini terhadap remaja putri, terlihat bahwa ada
hubungan antara media massa dengan pernikahan usia dini pada remaja putri dengan nilai p= 0,045
yang berarti lebih kecil dari ά=0,05, serta nilai Odd Ratio (OR) sebesar 2,25 yang berarti bahwa
remaja putri yang terpapar media massa mempunyai resiko 2,25 kali menikah dini dibanding remaja
puri yang tidak terpapar media massa. 10
Faktor lainnya yang juga mempengaruhi pernikahan usia muda yaitu pergaulan bebas. Pergaulan
bebas merupakan kehidupan bermasyarakat yang bersifat bebas dan lepas dari semua kewajiban,
tuntutan, aturan, syariat, perasaan takut, dan perasaan malu di dalam dirinya sehingga tidak terhalang
dan terganggu untuk bergerak, berbicara, berbuat dan bertindak dengan leluasa dan sesuka hatinya.
Pergaulan bebas ini memiliki dampak yang luar biasa pada remaja salah satunya yaitu kenakalan
remaja, seks bebas dan narkotika. Hal tersebut cenderung akan mendorong remaja untuk melakukan
pernikahan di usia muda. 11
Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siti Julaeha (2016) yang berjudul pengaruh
faktor pemicu terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Purbayani Kecamatan Caringin
Kabupaten Garut, di dapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pergaulan bebas terhadap
pernikahan usia muda yaitu p value 0,022 dan berdasarkan hasil analisis di peroleh nilai t hitung sebesar
2,331 > t tabel 1,990 yang artinya pergaulan bebas berpengaruh positif dan signifikan terhadap
4
pernikahan usia muda, dimana semakin tinggi pergaulan bebas maka semakin tinggi pula terjadinya
pernikahan usia muda yang dilakukan oleh remaja.12
Studi pendahuluan yang dilakukan di KUA Kecamatan Rawajitu Utara, dalam catatan peristiwa
pernikahan tahun 2016 jumlah remaja yang menikah di usia muda <21 tahun sebesar 27 orang (22,5%)
dari 64 total pasangan yan menikah dan meningkat pada tahun 2017 menjadi sebesar 34 orang (24,2%)
dari 52 total pasangan yang menikah. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami kenaikan menjadi 41
orang (45,5%) dari 45 total pasangan yang menikah di Desa Sidang Iso Mukti.
Dari hasil wawancara yang dilakukan langsung di Desa Sidang Iso Mukti, Lampung pada 10
responden yang sudah menikah, di dapatkan bahwa 7 diantaranya mengatakan menikah di usia ≤20
tahun dan 3 responden mengatakan menikah di usia >20 tahun, dari 7 responden yang menikah muda
di dapatkan bahwa 5 diantaranya mengatakan alasannya menikah muda adalah keinginan diri sendiri
dan pasangan karena telah lama menjalin hubungan, banyaknya media elektronik yang
mempertontonkan kehidupan berumah tangga sehingga hal tersebut juga menjadi alasan mereka untuk
segera menikah serta adanya kepercayaan atau budaya yang mengatakan anak perempuan itu hanya
bertugas mengurus rumah tangga dan jika sudah ada laki-laki yang datang melamar maka pihak wanita
tidak boleh menolak, karena jika wanita menolak maka jodoh mereka akan menjauh dan bisa
menyebabkan wanita tersebut menjadi perawan tua. Karena pergaulan bebas sebanyak 2 orang yang
menyebabkan mereka hamil dan harus berhenti sekolah dan untuk mencegah rasa malu ataupun
menutup aib keluarga sehingga memilih untuk melakukan pernikahan di usia muda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial budaya, paparan medai massa, serta
pergaulan bebas terhadap pernikahan usia muda di Desa Sidang Iso Mukti, Lampung Tahun 2019.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode analitik deskriptif yaitu suatu penelitian yang mencoba
menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi, selanjutnya menganalisis dinamika kolerasi
antara fenomena tersebut dengan menggunakan desain cross sectional dengan jenis penelitian
kuantitatif.13
Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara
faktor-faktor resiko atau variabel independen dengan efek atau variabel dependen yang diobservasi
atau pengumpulan datanya sekaligus pada suatu saat yang sama atau di ukur secara bersamaan.14
Penelitian ini dilakukan di Desa Sidang Iso Mukti, Kec. Rawajitu Utara, Kab. Mesuji, Lampung
pada oktober tahun 2019. Populasi penelitian ini adalah semua orang yang sudah menikah di Desa
Sidang Iso Mukti yang terdaftar dari Januari – Desember Tahun 2018, sebanyak 90 orang.
Cara pengambilan sampel menggunakan teknik Non Random / Non Probability Sampling, dimana
metode pengambilan sampel adalah teknik total sampling, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel.
Jumlah sampel dalam penelitian adalah 90 responden. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah semua orang yang sudah menikah pada tahun 2018, bersedia menjadi responden, ada pada saat
penyebaran kuesioner dan bersedia untuk mengisi kuesioner.
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaan lebih mudah dan hasilnya baik sehingga mudah diolah. 15 Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini adalah instrument jenis kuesioner, dimana responden tinggal memberikan jawaban
dengan menggunakan tanda-tanda tertentu.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Resonden hanya memberi tanda cekis (√)
atau (X) sesuai dengan ketentuan yang ada pada lembar kuisoner pada jawaban yang akan dipilih.
Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen berupa kuesioner yang dibagikan dan diisi oleh 30
responden untuk diuji cobakan untuk menjaga validitas dan reliabilitas dari instrumen tersebut ,
sehingga maksud dari instrumen menjadi jelas dan mudah dipahami oleh responden. Uji validitas
menggunakan SPSS versi 21.
Metode Analisa data yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariate merupakan analisa setiap variabel penelitian yang dinyatakan
dengan bentuk distribusi frekuensi dan persentasi dari setiap variabel. Sedangkan analisis bivariate
adalah Untuk mencari hubungan antara dua variable.16
5
Data penelitian ini akan disajikan dalam bentuk (1) distribusi frekuensi dari sampel. Data yang
disajikan pada awal hasil analisa adalah berupa gambaran atau deskripsi mengenai sampel, dimana
penjelasan juga disertai ringkasan berupa tabel dari deskripsi yang utama. Hal ini dilakukan untuk
membantu pembaca lebih mengenal karakteristik dari responden dimana data penelitian tersebut
diperoleh. (2) uji hubungan dengan menggunakan “Chi- square” tujuan analisa ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Kriteria yang digunakan
dalam uji chi square yaitu dengan tingkat kemaknaan (α)=0,05. Jika p Value < 0,05 maka Ho ditolak
dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan sosial budaya, paparan media massa, serta pergaulan
bebas terahdap pernikahan usia muda. Sebaliknya, jika p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha
ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan sosial budaya, paparan media massa, serta pergaulan
bebas terhadap pernikahan usia muda.
Penyajian data dalam penelitian ini yaitu bentuk tabel umum dan dijelaskan secara naratif dalam
bentuk tulisan maupun tekstular. Tabel univariat menyajikan data dalam bentuk distribusi frekuensi
yang berisi angka dan persentase. Sedangkan tabel bivariat menyajikan nilai p value dan OR dari hasil
uji statistik “Chi- square” dari pengolahan data output yang menggunakan bantuan SPSS statistic
windows versi 21.
Hasil
Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pernikahan Usia Muda, Sosial Budaya, Paparan Media Massa dan
Pergaulan Bebas
Frekuensi Persentase
Variabel
(F) (%)
Pernikahan Usia
Muda
Menikah usia dewasa 49 54,4%
Menikah usia muda 41 45,6%
Sosial Budaya
Tidak mendukung 43 47,8%
Mendukung 47 52,2%
Paparan Media
Massa
Tidak terpapar 38 42,2%
Terpapar 52 57,8%
Pergaulan Bebas
Tidak melakukan 41 45,6%
Melakukan 49 56,4%
Sumber: SPSS For Windows Versi 21 Tahun 2019
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 90 responden diperoleh bahwa 49 responden
(54,4%) melakukan pernikahan di usia dewasa sedangkan 41 responden (45,6%) melakukan
pernikahan di usia muda.
Hasil distribusi frekuensi sosial budaya bahwa dari 90 responden yang menikah diperoleh 43
responden (47,8%) tidak mendukung, sedangkan 47 responden (52,2%) mendukung.
Hasil distribusi frekuensi paparan media massa bahwa dari 90 responden yang menikah diperoleh
38 responden (42,2%) tidak terpapar oleh media massa, sedangkan 52 responden (57,8%) terpapar
oleh media massa.
Hasil distribusi frekuensi pergaulan bebas bahwa dari 90 responden yang menikah diperoleh 41
responden (45,6%) tidak melakukan pergaulan bebas, sedangkan 49 responden (56,4%) melakukan
pergaulan bebas.
Analisis Bivariat
Tabel 2. Hubungan Sosial Budaya, Paparan Media Massa serta Pergaulan Bebas terhadap
Pernikahan Usia Muda
Pernikahan Usia Muda
Menikah usia Menikah usia
dewasa ≥21 muda <21 tahun Total
Variabel OR P- Value
tahun
N % N % N %
Sosial Budaya
Tidak Mendukung 29 67,4 14 32,6 43 100
2,796 0,018
Mendukung 20 42,6 27 57,4 47 100
Pergaulan Bebas
Tidak Melakukan 29 70,7 12 29,3 41 100
3,504 0,005
Melakukan 20 40,8 29 59,2 49 100
Sumber: Sofware SPSS For Windows Versi 21 Tahun 2019