Pernikahan Dini
Disusun oleh:
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mencatat 34 ribu permohonan dispensasi menikah
sepanjang Januari-Juni 2020. Dari jumlah tersebut, 97% dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak
di bawah 18 tahun. Permohonan dispensasi dilakukan lantaran salah satu atau kedua calon mempelai belum
masuk usia kawin berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini. Hukum di Indonesia mengatur batas usia
minimal untuk menikah adalah 19 tahun, sebagaimana termasuk dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974. Seseorang yang menikah di bawah batas usia tersebut tergolong
ke dalam pernikahan dini.
Data Kasus Pernikahan Dini
Provinsi Jawa Barat
Pada tingkat nasional misalnya, Provinsi Jawa Barat peringkat kedua se-Pulau Jawa untuk
angka ASFR (Age Specific Fertility Rate) dan TFR (Total Fertility Rate) tertinggi. Berdasarkan
data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (2015) yang menyebutkan bahwa Jawa Barat untuk
angka ASFR sebesar 36.5 pada kelompok umur 15-19 tahun. Sedangkan pada kelompok umur 20-
24 tahun sebesar 103.6, dan untuk angka TFR sebesar 2,202. Dimana salah satu penyumbang
terbesarnya ialah dari Kota Cirebon.
Pernikahan dini bertentangan dengan komitmen negara dalam melindungi anak dari
kekerasan dan deskriminatif, diingatkan dalam UUD perlindungan anak bahwa orang
tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada
usia anak.
20 provinsi memiliki
presentase di atas angka
rata-rata Nasional
Data Kasus Pernikahan Dini di
Kota Cirebon
Data Pernikahan di KUA Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon
Tahun Total Jenis Usia Jumlah Persentase
Pernikahan Kelamin Mempelai
Terdaftar
Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si remaja untuk menikah di usia yang tergolong
muda untuk meringankan beban orang tuanya.
Banyak pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum menikah yang
mempunyai motivasi untuk melakukan pernikahan usia dini karena ada suatu paksaan yaitu untuk
menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar pentingnya suatu pernikahan.
3. Nilai Budaya
4. Globalisasi
5. Ketidaksetaraan Gender
Memberikan informasi yang Jadi keluarga pelopor pelapor Kurikulum Kespro (Kesehatan
benar tentang kesehatan, aktif (2P) cegah pernikahan anak Reproduksi) dan beasiswa
dalam forum, diberi kapasitas yang dikuatkan dengan kepada anak perempuan.
untuk berpartisipasi dalam kemampuan pengasuhan
pembangunan, dan menjadi anak dilayanan PUSPAGA
pelopor & pelapor. (pusat pembelajaran
keluarga).
Lingkungan Wilayah
Lingkungan infrastuktur dan Integrasi yang dimulai dari
social dengan cara menyediakan desa/kelurahan layak anak,
ruang bermain ramah anak, pusat kecamatan layak anak dan
kreatifitas anak (PKA), pusat provinsi layak anak.
informasi dan sahabat anak,
fasilitas ramah anak dan
pemahaman dari tokoh agama,
tokoh adat dan tokoh masyarakat.
Peranan perawat dalam penanganan
masalah pernikahan dini