Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 2

Pernikahan Dini
Disusun oleh:

- Hari Surachman (CKR0180205)


- Indah (CKR0180207)
- Inka Desianty (CKR0180208)
- Lia Cahyaningsih (CKR0180210)
- Melani (CKR0180212)
- Ova Maylan (CKR0180218)
- Rana Pristianti (CKR0180220)
Pengertian Pernikahan Dini
Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang
masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, 2008:56).
Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar
belakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang timbul
akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan pada usia
muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan bukanlah satu- satunya faktor
penting yang berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu
risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia muda,
sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan di usia
dini juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian dan menempatkan anak
yang dilahirkan berisiko terhadap kejadian kekerasan dan keterlantaran. Masalah pernikahan
usia dini ini merupakan kegagalan dalam perlindungan hak anak. Dengan demikian
diharapkan semua pihak termasuk dokter anak, akan meningkatkan kepedulian dalam
menghentikan praktek pernikahan usia dini. (Sari Pediatri, 2009:136-41).
Data Kasus Pernikahan Dini Secara
Nasional
1 dari 9 (11%) Perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum umur 18 Tahun (2018). Indonesia negara
ke-7 di Dunia dan ke-2 di Asean, terbanyak perkawinan anak. Perkawinan anak bertentangan dengan
komitmen negara dalam melindungi anak dari kekerasan dan diskriminatif

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mencatat 34 ribu permohonan dispensasi menikah
sepanjang Januari-Juni 2020. Dari jumlah tersebut, 97% dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak
di bawah 18 tahun. Permohonan dispensasi dilakukan lantaran salah satu atau kedua calon mempelai belum
masuk usia kawin berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini. Hukum di Indonesia mengatur batas usia
minimal untuk menikah adalah 19 tahun, sebagaimana termasuk dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974. Seseorang yang menikah di bawah batas usia tersebut tergolong
ke dalam pernikahan dini.
Data Kasus Pernikahan Dini
Provinsi Jawa Barat
Pada tingkat nasional misalnya, Provinsi Jawa Barat peringkat kedua se-Pulau Jawa untuk
angka ASFR (Age Specific Fertility Rate) dan TFR (Total Fertility Rate) tertinggi. Berdasarkan
data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (2015) yang menyebutkan bahwa Jawa Barat untuk
angka ASFR sebesar 36.5 pada kelompok umur 15-19 tahun. Sedangkan pada kelompok umur 20-
24 tahun sebesar 103.6, dan untuk angka TFR sebesar 2,202. Dimana salah satu penyumbang
terbesarnya ialah dari Kota Cirebon.
Pernikahan dini bertentangan dengan komitmen negara dalam melindungi anak dari
kekerasan dan deskriminatif, diingatkan dalam UUD perlindungan anak bahwa orang
tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada
usia anak.
20 provinsi memiliki
presentase di atas angka
rata-rata Nasional
Data Kasus Pernikahan Dini di
Kota Cirebon
Data Pernikahan di KUA Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon
Tahun Total Jenis Usia Jumlah Persentase
Pernikahan Kelamin Mempelai
Terdaftar
     

2015 462 Laki-laki ≤ 24 tahun 133 orang 28,78%


  Perempuan
  ≤ 20 tahun 107 orang 23,16%

2016 500 Laki-laki ≤ 24 tahun 189 orang 37,8%


  Perempuan
  ≤ 20 tahun 158 orang 31,6%

Persentase jumlah menikah dini di Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon mengalami


kenaikan dari tahun sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil studi pendahuluan. Studi
pendahuluan dilakukan kepada 8 orang remaja yang sudah menikah di bawah usia 21 tahun.
Mereka mengungkapkan bahwa alasan mereka melakukan pernikahan karena keinginan sendiri
dan karena dorongan dari orang tua.
Faktor Penyebab Pernikahan Dini
1. Ekonomi dan Kemiskinan

Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si remaja untuk menikah di usia yang tergolong
muda untuk meringankan beban orang tuanya.

2. Faktor MBA (Marriage By Accident)

Banyak pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum menikah yang
mempunyai motivasi untuk melakukan pernikahan usia dini karena ada suatu paksaan yaitu untuk
menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar pentingnya suatu pernikahan.

3. Nilai Budaya

Dimana anak perempuan dianggap sebagai aset

4. Globalisasi

Perilaku remaja yang terpengaruh budaya negatif

5. Ketidaksetaraan Gender

Kurangnya akses partisipasi dan pengambilan keputusan bagi anak perempuan


5 Strategi Menurunkan Prevalensi
Perkawinan Anak

Aksebilitas dan perluasan


layanan untuk menjamin
anak mendapat layanan
dasar komprehensif
Optimalisasi kapasitas untuk kesejahteraan anak
Lingkungan yang
anak untuk memastikan terkait pemenuhan hak
medukung pencegahan
anak memiliki resiliensi dan perlindungan anak
perkawinan anak untuk
dan mampu menjadi
membangun nilai, norma
agen perubahan.
dan cara pandang yang
mencegah perkawinan
anak
Penguatan regulasi dan
kelembagaan untuk
menjamin pelaksanaan dan
penegakan regulasi terkait Penguatan koordinasi
pencegahan perkawinan pemangku kepentingan
anak dan meningkatkan untuk meningkatkan
kapasitas dan optimalisasi sinergi dan konvergensi
tata kelola kelembagaan upaya pencegahan
perkawinan anak
Strategi untuk pencegahan pernikahan anak melalui anak,
keluarga, lingkungan dan wilayah yaitu:

Anak Keluarga Sekolah

Memberikan informasi yang Jadi keluarga pelopor pelapor Kurikulum Kespro (Kesehatan
benar tentang kesehatan, aktif (2P) cegah pernikahan anak Reproduksi) dan beasiswa
dalam forum, diberi kapasitas yang dikuatkan dengan kepada anak perempuan.
untuk berpartisipasi dalam kemampuan pengasuhan
pembangunan, dan menjadi anak dilayanan PUSPAGA
pelopor & pelapor. (pusat pembelajaran
keluarga).
Lingkungan Wilayah
Lingkungan infrastuktur dan Integrasi yang dimulai dari
social dengan cara menyediakan desa/kelurahan layak anak,
ruang bermain ramah anak, pusat kecamatan layak anak dan
kreatifitas anak (PKA), pusat provinsi layak anak.
informasi dan sahabat anak,
fasilitas ramah anak dan
pemahaman dari tokoh agama,
tokoh adat dan tokoh masyarakat.
Peranan perawat dalam penanganan
masalah pernikahan dini

1) Ditingkatkan peranan tenaga kesehatan bidang


pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas,
atau klinik yang melayani masyarakat yang sudah
terkena dampak dari kehamilan dibawah umur
seperti keguguran, perdarahan, persalinan
prematur, dan terjadinya masalah pada plasenta.
Karena hal tersebut, perempuan hamil dengan usia
muda terancam luka serius saat melahirkan, dan
dapat menyebabkan kematian pada ibu atau calon
janinnya.
2) Di bidang penelitian dan edukasi kesehatan masyarakat
yang bertujuan untuk mengurangi resiko kehamilan pada
remaja di masyarakat yang belum terkena dampak dari
hamil muda perawat bekerjasama dengan beberapa pihak
yang dapat berpengaruh di masyarakat seperti
penambahan perangkat desa, bidan desa dan bimbingan
konseling sekolah.
3) Di perangkat desa diadakan suatu organisasi
Badan Konseling Warga yang nantinya berfungsi
sebagai bimbingan konseling terhadap kepala
keluarga dan berkolaborasi dengan perawat
psikologi.
4) Bidan desa berkolaborasi dengan
perangkat desa yang nantinya
memberi informasi bahwa adanya
kasus hamil muda di masyarakat.
5) Perawat harus berkolaborasi dengan Bimbingan
konseling sekolah yang berfungsi sebagai pemberi
edukasi kepada siswa atau siswi yang sedang menjalani
pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan
sekolah menengah akhir (SMA) karena hamil muda
rentan dapat terjadi ketika usia 15-20 tahun.
“Stop Pernikahan Dini Untuk Kepentingan
Terbaik Bagi 80 Juta Anak Indonesia Agar
Anak Bahagia”
Thank you
Any questions?

Anda mungkin juga menyukai