Anda di halaman 1dari 5

Vol. 1 No.

1, Februari 2020
Hal. 11 - 15
Submisi: 09 Januari 2020 Penerimaan: 24 Januari 2020

Pencegahan Pernikahan Dini

Erna Rustiana1, Yusup Hermawan2, Yudi Triana3

1 Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Universitas Garut


Erna.rustiana@gmail.com
2 Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Universitas Garut

Hermawanyusuf@yahoo.com
3 Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Universitas Garut

Yuditrianaw050578@gmail.com

Kata Kunci: Abstrak:


1. Pernikahan Dini. UNICEF mendefinisikan pernikahan dini sebagai pernikahan yang
2. Kemiskinan. dilakukan pada usia kurang dari 18 tahun yang terjadi pada usia remaja.
3. Kekerasan. Pernikahan di bawah usia 18 tahun bertentangan dengan hak anak untuk
mendapatkan pendidikan, kesenangan, kesehatan, serta kebebasan
berekspresi. Di Indonesia sendiri berdasarkan data BPS tahun 2017
bahwa sebaran angka pernikahan dini di atas 10% merata berada di
seluruh provinsi di Indonesia. Adapun sebaran angka pernikahan dini di
atas 25% berada di 23 provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Hal
ini menunjukan bahwa 67% wilayah indonesia darurat pernikahan
dini.Terdapat latar sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang melatari
pernikahan dini terjadi. Latar sosial diantaranya adalah minimnya informasi
bahaya dan ketidakpedulian masyarakat terhadap praktik pernikahan dini.
Latar budaya, adanya pandangan keagamaan bahwa anak boleh
dinikahkan asalkan sudah baligh, terlambat menikahkan anak perempuan
dianggap “perawan tua” yang tidak laku. Latar politik, di antaranya adalah
pemerintah, baik pemerintah desa maupun staf Kantor Urusan Agama
(KUA), tidak melindungi hak-hak anak sebagaimana diatur dalam UU
Perlindungan Anak. Latar ekonomi, realitas kemiskinan dan kesulitan
hidup yang menimpa lima keluarga di Desa Pancasura. Selain itu, terdapat
kelindan kausalitas yang sangat erat antara pernikahan dini dengan
kemiskinan dan kekerasan. Kadar kelindan satu keluarga dengan keluarga
lain ternyata berbeda-beda, tergantung faktor yang melikupinya. Akibat
pernikahan dini, penderitaan perempuan cukup sempurna dan kehilangan
hak dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan lanjut dan
kesenangan pada masa kanak-kanak, dia juga kehilangan masa depan.
Rustiana, Hermawan & Triana Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat

Pendahuluan
Meskipun Konstitusi dan Hak Asasi manusia telah tegas melindungi anak dari pernikahan, akan tetapi dalam
kenyataan pernikahan dini masih menjadi bagian dari kenyataan kehidupan saat ini. Hal ini banyak terjadi di
negara-negara berkembang, terutama d pelosok terpencil. Di Indonesia, pernikahan dini banyak terjadi di
daerah pedesaan maupun perkotaan. Dimana pernikahan dini terjadi pada berbagai stata ekonomi dan
beragam latar belakang.

Berdasarkan data BPS tahun 2017 bahwa sebaran angka pernikahan dini di atas 10% merata berada di
seluruh provinsi di Indonesia. Adapun sebaran angka pernikahan dini di atas 25% berada di 23 provinsi dari
34 provinsi yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa 67% wilayah indonesia darurat pernikahan
dini.

Pengabdian terhadap pencegahan pernikahan dini ini dilakukan di Desa Cikajang merupakan salah satu
desa di kecamatan Cikajang Kabupaten Garut. Terdiri dari 3 Dusun, 23 RT, dan 7 RW. Desa Cikajang
memiliki luas wilayah 100 ha yang terdiri dari tanah sawah, tanah pekarangan seluas 16,4499 ha dan tanah
tegalan seluas 44,948 ha. Secara umum topografi Desa Cikajang adalah merupakan daerah perbukitan /
dataran tinggi. Iklim Desa Cikajang, sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim
kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa
Cikajang Kecamatan Cikajang yang pada umumnya Petani.

Secara umum, Seperti menurut (Ulum, 2017) pernikahan dini lebih sering dijumpai pada kalangan keluarga
yang miskin, meskipun terjadi pula pada kalangan keluarga yang dinilai berkecukupan secara ekonomi.
Tetapi pada kenyataannya, di banyak negara, pernikahan dini seringkali berkaitan erat dengan kemiskinan.
Pernikahan dini membuat keluarga, masyarakat, bahkan negara mengalami kesulitan untuk keluar dari jerat
kemiskinan. Hal ini kemudian menyebabkan kualitas kesejahteraan yang rendah, baik untuk anak, keluarga,
maupun lingkungannya.

Antara kemiskinan dan pernikahan dini ada keterkaitan yang tak bisa dilepaskan. Bagi sebagian keluarga
miskin, anak dinilai sebagai sumber daya yang potensial untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Setelah
seorang anak mengalami menstruasi dianggap sudah pantas untuk dinikahkan, tentunya dengan harapan
dapat mengurangi beban orang tua sehingga menjadi alasan yang cukup untuk membantu keberlanjutan
ekonomi rumah tangga. Bahkan alasan orang tua menikahkan anaknya dalam usia muda dilihat dari faktor
ekonomi sekadar untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan hidup orang tuanya, khususnya orang tua
mempelai perempuan. Sebab dengan menyelenggarakan pernikahan usia muda orang tua akan menerima
sumbangan, berupa barang-barang, bahan-bahan, atau sejumlah uang dari mempelai laki-laki yang dapat
dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Pada kenyataannya, kemiskinan menjadi momok yang menakutkan siapapun. Menikahkan anak perempuan
secepatnya adalah salah satu alternatif untuk mengurangi beban ekonomi. Dengan menikahkan anaknya
otomatis tidak perlu memenuhi kebutuhan anaknya. Mulai dari kebutuhan pendidikan, pakaian, kesehatan,
serta makan sehari-hari akan ditanggung suaminya. Selain itu, dengan menikahkan anaknya berharap
mendapat masukan uang tambahan apabila si menantu merupakan orang yang mapan secara ekonomi.

Pengabdian ini berkontribusi untuk menjelaskan dan mengurai faktor-faktor yang terjadi serta merumuskan
sejumlah usulan untuk turut menyelesaikan masalah praktik pernikahan dini yang marak terjadi di Desa
Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut. Selain itu, penelitian ini juga berkontribusi terhadap pengayaan
wacana pernikahan dini, khususnya dalam merumuskan batasan usia nikah bagi laki-laki dan perempuan.
Seperti diketahui, sampai hari ini UU Perkawinan kita masih membolehkan pernikahan dini, yakni usia 16

12 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Garut


Budaya & Masyarakat

tahun bagi perempuan. Hingga sekarang pula UU ini masih belum berubah. Sudah banyak usulan untuk
mengubah, tetapi selalu mentok di tingkat legislasi. Penelitian ini diharapkan bisa menambah argumentasi
sosiologis tentang hubungan langsung antara pernikahan dan kemiskinan dan bahayanya pernikahan dini
bagi kehidupan manusia yang sehat dan bertanggung jawab di masa mendatang.

Metode
Dalam proses pengumpulan data, tim melibatkan diri secara langsung tinggal bersama masyarakat (live in)
di lokasi penelitian di Desa Cikajang Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut. Selain itu, Tim juga melakukan
wawancara mendalam (indepth interview) guna memperoleh keterangan serta informasi seluas mungkin
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka secara langsung dengan informan terkait tema penulisan
menggunakan media alat perekam dan alat tulis. Dalam pengabdian ini, wawancara sangat bermanfaat.
Dengan wawancara, tim mampu memahami konteks data secara keseluruhan, situasi sosial, dan hal-hal
yang berada di luar persepsi informan. Tim juga mendapatkan gambaran komprehensif dengan tidak sekadar
mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan situasi sosial yang diteliti.
Adapun informan yang diwawancarai dalam pengabdian ini dibagi menjadi enam kategori, yaitu: anak
perempuan korban pernikahan dini, orang tua anak perempuan sebagai pelaku (subjek) yang mengawinkan
anaknya, staf kepala Kantor Urusan Agama (KUA), tokoh agama, dan kepala desa.

Setelah tim KKN Universitas Garut mengumpulkan data terkait pernikahan dini, selanjutnya tim dengan
bekerja sama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan,
dan Perlindungan Anak Kabupaten Garut (DPPKBPPPA) mengadakan sebuah sosialisasi mengenai
pernikahan dini. Yang dihadiri kurang lebih 30 masyarakat dan juga para aparat desa. Semoga setelah
dilakukanya sosialisasi mengenai pernikahan dini dapat menekan angka pernikahan dini yang tinggi.

Hasil dan Pembahasan


UNICEF mendefinisikan pernikahan dini sebagaipernikahan yang dilakukan pada usia kurang dari 18 tahun
yang terjadi pada usia remaja. Pernikahan di bawah usia 18 tahun bertentangan dengan hak anak untuk
mendapatkan pendidikan, kesenangan, kesehatan, serta kebebasan berekspresi. Definisi UNICEF lebih
menekankan pada keberlangsungan hidup berdasarkan usia ideal menikah yang dianjurkan bagi laki-laki
usia 25 tahun, karena dianggap cukup dewasa secara jasmani dan rohani, bagi perempuan pada usia 20
tahun, karena padausia tersebut perempuan telah menyelesaikan pertumbuhan dan rahim untuk melakukan
fungsinya secara maksimal. Sedangkan Pernikahan dini menurut) (Lisnawati, Hamzah, & Azis, 2013) dapat
diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan sebelum usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-
laki. Batasan usia ini mengacu pada ketentuan formal batasan usia minimum menikah yang berlaku di
Indonesia. Definisi Indraswari mengenai pernikahan dini menekankan pada batas usia pernikahan. Batas
usia yang ditetapkan mengacu pada ketentuan formal UU Perkawinan.

Pernikahan dini (early married) menurut WHO adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah
satu pasangan yang masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia di bawah 19 tahun. Seiring
dengan hal tersebut, UU Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 menyatakan pernikahan padausia 18
tahun ke bawah termasuk pernikahan dini. Dalam UUPA Bab I pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan usia dini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Batasan
tersebut menegaskan bahwa anak usia dini merupakan bagian dari usia remaja. Dari beberapa tersebut
dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh remaja atau anak yang
dibawah usia 19 tahun tanpa adanya persiapan psikis, fisik, mental, serta materi yang harus dipenuhi
oleh seorang remaja yang akan menikah.

Yang menjadi faktor masyarakat melakukan pernikahan dini adalah kemiskinan, kebanyakan keluarga
menikahkan anaknya dengan alas an ekonomi. Adapun kemiskinan yang dimaksud adalah situasi dimana

www.lanmas.fisip.uniga.ac.id 13
Rustiana, Hermawan & Triana Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat

terjadi serba kekurangan yang tidak dikehendaki oleh seseorang. Menurut (Lisnawati, Hamzah, & Azis,
2013)kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup
layak. Menurut (Arsyad, 2002) kemiskinan itu bersifat multidimensional. Dalam arti, kebutuhan manusia itu
beragam sehingga kemiskinan itu sendiri memiliki banyak aspek. Jika dilihat dari kebijakan umum,
kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin aset, organisasi sosial politik, dan pengetahuan serta
keterampilan; aspek sekunder, berupa miskin jaringan sosial dan sumber-sumber keuangan informasi.
Banyaknya dimensi kemiskinan ini kemudian termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air,
perawatan kesehatan, perumahan yang layak, serta tingkat pendidikan rendah.

Hasil yang diharapkan setelah dilakukanya proses sosialisasi pencegahan pernikahan dini tim KKN
Universitas Garut bersama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan
Perempuan, dan Perlindungan anak Kabupaten Garut (DPPKBPPPA) angka pernikahan dini di Indonesia
Khususnya di Kabupaten Garut berkurang, dan masyarakat Desa Cikajang dapat memahami bahwa
pernikahan dini tidak baik dilakukan karena mental fisik maupun non-fisik anak kurang siap untuk melakukan
hal lain dalam masa pertumbuhan.

Simpulan
Pernikahan dini di Desa Cikajang Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut disebabkan oleh latar sosial,
budaya, ekonomi yang menjadikan pernikahan dini ini teradi. Latar sosial, di antaranya adalah minimnya
informasi bahaya dan ketidakpedulian masyarakat terhadap praktik pernikahan dini. Akibatnya, pernikahan
dini berlangsung tanpa teguran atau peringatan dari anggota masyarakat lain, bahkan cenderung
menyetujuinya. Latar budaya, di antaranya adalah pandangan keagamaan bahwa anak boleh dinikahkan
asalkan sudah baligh, terlambat menikahkan anak perempuan dianggap “perawan tua” yang tidak laku, dan
tugas anak perempuan itu hanya urusan domestik (kasur, sumur, dan dapur), sehingga tidak perlu
pendidikan tinggi. Latar politik, di antaranya adalah pemerintah, baik pemerintah desa maupun staf Kantor
Urusan Agama (KUA), tidak melindungi hak-hak anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak, di
antaranya Pasal 23 Ayat (1) “Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara
hukum bertanggung jawab terhadap anak.” Latar ekonomi, di antaranya adalah kemiskinan dan kesulitan
hidup yang menimpa lima keluarga tersebut.

Rekomendasi
Berdasarkan hasil pelaksanaan sosialisasi pencegahan pernikahan dini di Desa Cikajang Kecamatan
Cikajang Kabupaten garut, bahwa untuk memberi pemahaman tentang berbagai dampak negatif dari
dilakukanya pernikahan dini perlu dukungan dari berbagai pihak yang ada di lingkungan sekitar. Diantaranya:
1. Untuk pemerintah desa dan staf KUA, agar menegakkan regulasi UU Perlindungan Anak, terutama
Pasal 23 Ayat (1) “Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan
anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggung jawab terhadap anak.” Atas nama UU Perlindungan Anak, pemerintah berkewajiban
untuk mencegah terjadinya pernikahan dini.
2. Untuk masyarakat, terutama tokoh agama dan tokoh masyarakat, agar gencar menyadarkan bahaya
pernikahan dini, yang berdampak negatif, baik bagi dirinya, keluarganya, maupun masyarakat dan
bangsa secara umum.
3. Untuk anak-anak, terutama anak perempuan, agar menyadari posisi dirinya bahwa sebagai anak
memiliki sejumlah hak yang dilindungi UU Perlindungan Anak. Di antaranya adalah berhak untuk
menolak dinikahkan, karena kepemilikan haknya untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

14 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Garut


Budaya & Masyarakat

Daftar Pustaka

Arsyad, L. (2002). Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Grafindo Persada.


Hamdani, N. A., & Ramdhani, A. (2019). Teori Organisasi. Bandung: Karima.
Iriany, I. S., Purnawan, A., & Nugraha, A. Y. (2019). Partisipasi Masyarakat Dalam Program Keluarga Berencana (KB)
Di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut. Jurnal Pembangunan Dan Kebijakan Publik, 9-16.
doi:https://doi.org/10.36624/jpkp.v10i2.36
Lisnawati, Hamzah, A. B., & Azis, N. (2013). Pengaru Zakat dan Tingkat Pendidikan terhadap Kemiskinan di Provinsi
Aceh. Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syeh Kuala, 44.
Terry, G. R. (2013). Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ulum, E. N. (2017). Studi Fenomenologis Pengalaman Lima Keluarga Muslim di Desa Pancasura Singajaya Garut.
Pernikahan Dini, Kemiskinan, dan Kekerasan, 1-14.
Ulumudin, A., Nurbudiwati, & Lismanah, L. (2019). Kinerja Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan di Kecamatan
Pasirwangi Kabupaten Garut. Jurnal Pembangunan Dan Kebijakan Publik, 10(1), 1-10.
doi:https://doi.org/10.36624/jpkp.v10i1.30

www.lanmas.fisip.uniga.ac.id 15

Anda mungkin juga menyukai