HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Studi
Dua Belas artikel telah ditemukan dalam studi ini. Sebagian besar hasil
keseluruhan jumlah rata- rata responden dalam penelitian lebih dari 300
responden. Studi yang sesuai dengan tujuan penelitian rata- rata dilakukan di
pernikahan dini usia remaja. 4 studi mengenai pola asuh Orang tua, Perilaku seks
“Apakah ada hubungan antara pendidikan kesehatan reproduksi remaja dengan angka
pernikahan dini
pernikahan dini.
Tabel 4.1 Karakteristik Studi
Kategori N %
Tahun Publikasi
2019 2 15
2018 4 30
2017 2 15
2016 2 15
2015 2 15
2011 1 10
Total 13 100
Gambaran Perilaku
Pendidikan Kesehatan 3 25
reproduksi
pernikahan dini usia remaja 3 25
Total 13 100
Artikel yang memenuhi kriteria inklusi pada tabel 4.1 yang menggambarkan dampak dan interkoneksi
penyuluhan mengenai seks bebas pada masa remaja terhadap pengetahuan menikah usia dini pada remaja.
Persamaan antara penelitian dari Elimanafe, 2018 dengan Rosamali, 2020 yakni mengenai hubungan pendidikan
kesehatan reproduksi remaja terhadap perilaku seks bebas di siswa siswi SMA. Seiring dengan pertumbuhan primer dan
sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinganan
seksualnya. Apabila remaja tidak mendapatkan pemahaman yang benar. Hasil menunjukkan adanya persamaan tingkat
pengetahuan remaja tentang bahaya pernikahan dini sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan sebesar 10,62 dengan
p value 0,00 < 0,05, yang menyatakan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya
pernikahan dini.
Sedangkan perbedaan dalam penelitian mereka ialah objek populasi sampel, dan adanya variable peran pola asuh orang
tua terhadap perilaku seks bebas di siswa siswi SMA oleh Elimanafe, 2018. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa dengan perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder menuju kematangan seksual dan
reproduksi. Peran pola asuh dari orang tua yang baik maka remaja akan terjerumus pada perilaku seks bebas. Hasil uji square
untuk hubungan pendidikan kesehatan dan perilaku seks bebas p=0,015 dan p=0,023 untuk hubungan pola asuh dan perilaku
seks bebas.
Dalam penelitian Elimanafe, 2018 batasan dalam penelitian tersebut ialah hanya terikat satu gender sedangkan peran laki
laki juga tergolong besar dalam pengaruhnya terhadap pengetahuan tentang pernikahan dini. Sedangkan untuk penelitian
Rosamali, 2020 memiliki kelemahan dalam hal metodologi dimana hanya melakukan sampling sebelum dan sesudah penyuluhan
namun media penyuluhan tidak dijelaskan secara rinci.
Kesimpulannya kedua peneliti memiliki persamaan dan perbedaan yang akan saling melengkapi satu sama lain, Gap dari
kedua penelitian tersebut sesuai dengan pembahasan mengenai pernikahan dini usia remaja yakni menentukan dan membahas
metode dan media penyuluhan yang strategis.
Penelitian oleh Amelia, 2017. Mengenai social budaya (kebiasaan menikah menikah usia muda) pada remaja
dilingkungan tempat tinggal yang berpengetahuan baik dan menyatakan menikah muda merupakan hal yang biasa terjadi. Tujuan
penelitian tersebut sejalan dengan penelitian oleh Khatarina, 2018 yakni u ntuk menganalisis pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan
remaja tentang pernikahan usia dini. Metode penelitian yang digunakan juga sama yakni Pre Eksperimental dengan rancangan penelitian
One Group Pretest-Postest.
Perbedaan terdapat pada adanya variable Kesehatan reproduksi menggunakan media audio visual oleh Khatarina, 2018.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh remaja agar meningkatkan pengetahuan tentang masalah kesehatan reproduksi.
Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi adalah dengan cara penyuluhan. Penyuluhan dengan audio visual adalah
salah satu media yang menyajikan informasi atau pesan melalui lihat dan dengar sehingga semakin banyak panca indera yang digunakan maka
semakin jelas pengetahuan yang diperoleh. Sebnyak 3,8%. Sementara itu remaja yang berpengetahuan kurang dan menyatakan menikah
usia muda bukan merupaan hal yang biasa terjadi sebnyak 61,5%.
Kelemahan kedua penelitian tersebut ialah kurangnya upaya pemberian informasi perlu ditingkatkan kembali dalam upaya
peningkatan pengetahuan dan sikap responden mengenai pernikahan dini secara komprehensif yang salah satunya melalui pembentukan pusat
informasi dan konseling bagi remaja di sekolah yang para konselornya adalah dari para remaja yang di ikutkan pelatihan dan telah mendapat
pengetahuan tentang pernikahan dini.
Kesimpulan dari penelitian tersebut ialah didapatkan hasil uji hubungan menunjukkan bahwa nilai p=1,000 sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan usia muda dengan pengetahuan remaja tentang pendewasaan usia
perkawinan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan remaja sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan yang meningkat.
Pengetahuan sebelum dilakukan penyuluhan
Pendidikan kesehatan reproduksi yang diterima para siswa-siswi kelas XII SMA Negeri 2 Kota Kupang yang terutama didapat dari
orang tua ataupun sekolah. Penelitian ini sejalan dengan Elba, 2019 yakni membahas pengaruh pola asuh orang tua terhadap pengetahuan
pernikahan dini. Faktor eksternal yang memengaruhi pernikahan dini antara lain yaitu sosial budaya, lingkungan, atau informasi dari sumber
media yang tidak tepat, yang selanjutnya akan memengaruhi perubahan gaya hidup dan pola asuh orang tua, sehingga berpengaruh besar terhadap
pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja terkait kesehatan reproduksi. Persamaan lain ialah metode yang digunakan ialah cross sectional dengan
pendekatan korelasi antar variabel
Perbedaan teradapat pada sampel populasi dan objek penelitian, serta adanya variable pada penelitian Violita, 2019
mengenai determinasi fasilitas pelayanan Kesehatan untuk remaja.. Hasil perilaku seks bebas sebagian besar dalam kategori resiko ringan
yaitu (65,8%), adalah merupakan suatu tolak ukur adanya proses pengadopsian perilaku yang dipengaruhi oleh stimulus positif dari orang tua dan
sekolah yaitu pendidikan kesehatan reproduksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
pengetahuan reproduksi dengan perilaku seks bebas pada siswa-siswi SMA maupun SMK
Kesimpulan yang didapatkan dari kedua penelitian juga sejalan yaitu Terdapat peningkatan pada skor pengetahuan saat
sebelum dan sesudah diberikan pembekalan materi kesehatan reproduksi tentang bahaya pernikahan dini, dimana intervensi tersebut
memiliki efek yang besar terhadap peningkatan pengetahuan remaja.
Kelemahan dari kedua penelitian tersebut ialah belum adanya peran aktif dari Guru BK masing masing sekolah dalam
mempengaruhi pengetahuan remaja mengenai pernikahan dini. Pihak sekolah juga diharapkan memotivasi kegiatan pusat informasi
dan konseling remaja (PIK-R), khususnya anggotanya baik yang menjadi pendidik sebaya maupun yang menjadi konselor sebaya
agar lebih aktif dalam tugas dan fungsinya.
4.1.4 Perilaku seks bebas
Perbedaan tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya pernikahan dini dipengaruhi oleh kurangnya paparan informasi
tentang kesehatan reproduksi. banyak remaja yang tidak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi orang tua, pendidikan di
sekolah, maupun dari internet dan teman sebaya (Maolinda, 2017). Hal ini sejalan dengan pernyataan oleh Oktavia, 2018 yang
menyatakan jika Perilaku seksual merupakan faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kehamilan usia remaja. Penyebab
pernikahan usia dini antara lain pemaksaan dari pihak orang tua, pergaulan bebas, rasa keingintahuan tentang dunia seks, faktor
lingkungan, rendahnya pendidikan, faktor ekonomi. Keduanya memiliki tujuan yang sama yakni untuk mengetahui pengetahuan
risiko pernikahan dini pada remaja sehingga dapat menghindari perilaku seks bebas.
Perbedaan penelitian terdapat pada metode sampling dan jenis penelitian kuantitatif menggunakan metode korelasi,
sedangkan Oktavia, 2019 menggunakan metode korelasi cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan tingkat
pengetahuan remaja tentang pernikahan dini sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, dan mengalami peningkatan
pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan sebesar 10,62 dengan p value 0,000, yang berarti ada pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya pernikahan dini.
Gap riset yang didapatkan dari kedua peneliti ialah belum dihbahas lebih lanjut mengenai intervensi yang harus dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja, khususnya usia 13-19 tahun dengan pendekatan kuantitatif untuk memperoleh
pemahaman yang lebih luas, dalam dan bervariasi.
Kesimpulan yang didapatkan ialah penyebab rendahnya pengetahuan responden terhadap permasalahan pernikahan dini yaitu karena
kurangnya pengamatan remaja mengenai dampak yang akan ditimbulkan dari pernikahan di usia muda, kurangnya informasi yang didapat, serta
kurangnya tingkat pemahaman responden terhadap penjelasan yang diberikan melalui penyuluhan dari tenaga kesehatan dan pendidikan di SMP
dan SMA.
4.1.5 Pencegahan HIV
Persamaan penelitian oleh Mehra, 2018 dengan Violita, 2019 yakni dilihat dari latar belakang yang mengungkit HIV sebagai
penyakit yang ditimbulkan oleh adanya sebaran virus akibat pergaulan bebas. Oleh karena itu di kedua penelitian tersebut memiliki
tujuan yang sama yakni peran aktif fasilitas Kesehatan sekolah terhadap pencegan HIV akibat dari pergaulan bebas. Persamaan lain
ialah menggunakan metode yang sama yakni, cross sectional dengan perbandingan korelasi antar variable.
Perbedaan terdapat pada objek penelitian, sampel dan populasi serta adanya variable peranan pola asuh orang tua pada penelitian
Violita, 2019. Adapun hasil penelitian dimungkinkan untuk mengurangi prevalensi perkawinan anak dalam waktu yang relatif
singkat sehingga terhindar dari resiko penyakit HIV dengan bekerja dengan masyarakat untuk menerapkan program holistik untuk
membangun keterampilan.
Kelemahan dan celah riset yang didapatkan berupa belum detil pembahasan mengani rendahnya pengetahuan responden
terhadap pencegahan HIV. Hal hal yang berhubungan dengan HIV/Aids menjadi pokok utama yang harus ditingkatkan dalam
pemberian Pendidikan Kesehatan, sehingga diharapkan menjadi agenda bulanan yang rutin dilaksanakan sekolah sekolah.
Kesimpulan yang didapatkan ialah terdapat beberapa factor yang mempengaruhi terbentuknya sikap seseorang baik internal
maupun eksternal. Koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan maka semakin baik pula sikap
siswa dala Pendidikan Kesehatan reproduksi.
Hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi di Indonesia tahun 2007,
khususnya kota-kota besar menunjukkan 93,7% anak SMP dan SMA telah menempelkan alat kelamin ke lawan jenis
(petting), ciuman dan oral seks, kemudian 62,7% anak SMP sudah tidak perawan lagi, selanjutnya 21,2% remaja SMA
telah melakukan aborsi dan sekitar 97% pelajar SMP maupun SMA sering menonton film porno (BKKBN, 2011 dan
Haryanto, 2013).
Hasil survei tahun 2012 menunjukkan telah terjadi peningkatan angka remaja yang melakukan hubungan seksual
pranikah dibandingkan dengan hasil survei tahun 2007. Sekitar 9,3% atau sekitar 3,7 juta remaja menyatakan pernah
melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan hasil SKRRI 2007 hanya sekitar 7% atau sekitar 3 juta remaja
sehingga selama periode tahun 2007 sampai 2012 terjadi peningkatan kasus remaja yang pernah melakukan hubungan
Mayoritas remaja pernah melakukan hubungan seks dan mereka juga menjelaskan terkait tidak terpenuhinya
informasi tentang kesehatan reproduksi, kurangnya pengetahuan dan pendidikan kesehatan terkait kesehatan reproduksi
sehingga remaja melakukan perilaku seksual pranikah yang dampaknya terjadi pernikah dini (Wingood et al., 2011).
Pentingnya pemberian pendidikan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual remaja baik secara formal maupun
non formal seperti yang dikemukakan oleh (Amin et al., 2018) penting diadakannya suatu program pendidikan yang
tepat dan komprehensif mengenai kesehatan seksual dan reproduksi yang dapat diperkenalkan melalui sekolah-sekolah,
serta pemberian pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya yang tepat dalam mengatasi bahaya pernikahan dini
Perbedaan tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya pernikahan dini dipengaruhi oleh kurangnya paparan
informasi tentang kesehatan reproduksi. banyak remaja yang tidak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi orang
tua, pendidikan di sekolah, maupun dari internet dan teman sebaya (Hendrawan, 2019).
Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan tingkat pengetahuan remaja tentang pernikah dini sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan, dan mengalami peningkatan pengetahuan setelah diberikan pendidikan
kesehatan sebesar 10,62 dengan p value 0,000, yang berarti ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilkukan oleh Madinah, Rahfiludin, & Nugraheni (2017) yang
menyatakan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang peningkatan usia
perkawinan. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan bahaya pernikahan dini
adalah pengetahuan orang tua, faktor teman sebaya, dan efikasi diri, dan remaja yang memiliki pengaruh teman sebaya
rendah dan memiliki efikasi diri tinggi lebih baik dibandingkan dengan remaja yang memiliki pengaruh teman sebaya
Menurut Arisjulyanto et al., (2019) remaja yang memiliki pengetahuan tentang perilaku seksual pranikah dan
memiliki efikasi tinggi lebih cenderung percaya diri dan tidak gampang terpengaruhi, sehingga lebih kecil kemungkinan
untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang dampaknya akan menyebabkan kehamilan diluar nikah dan pernikah
dini. Dalam mengatasi masalah ini pentingnya pemerataan pelayanan dan pemanfaatan teknologi sebagai sarana edukasi
Hasil :Ada hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku seks bebas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan masukan untuk pencegahan peningkatan seks bebas pranikah dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
meneliti variabel lain yang mungkin berpengaruh terhadap perilaku seks bebas remaja
Banyak faktor yang memepengaruhi tingkat pengetahuan seseorang dalam penerimaan informasi. Pada penelitian ini
responden berada pada usia 13-25 tahun. Menurut departemen kesehatan RI usia ini termasuk dalam kategori remaja.
Pada masa ini, remaja mulai mempunyai kapasitas untuk memperoleh serta memanfaatkan atau menggunakan
pengetahuannya secara efisien untuk mencapai puncaknya. Pada masa ini pertumbuhan otak mencapai keadaan menuju
kesempurnaan, sistem saraf yang memiliki fungsi memproses informasi berkembang cepat (Mehra et al., 2018).
Piaget mengatakan bahwa remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis
mereka. Remaja tidak akan langsung menerima informasi begitu saja, remaja secara aktif akan membangun dunia
kognitifnya. Remaja mulai mampu membedakan antara hal - hal atau ide - ide yang lebih penting dibanding dengan ide
lainnya, remaja juga akan mengembangkan ide - ide yang ada (Sary, 2017).
Remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir
mereka sehingga memunculkan suatu ide yang baru. Kekuatan cara berpikir remaja yang sedang berkembang akan
membuka cakrawala kognitif mereka untuk memecahkan masalahmasalah secara sistematis (Fadhilah, 2021).
Berdasarkan teori yang ada tepat sekali jika materi seks bebas ini diberikan pada mereka dengan pemberian contoh bukti
Mayoritas responden yang mengikuti penelitian berada pada kategori pendidikan tingkat menengah yaitu SMP dan
SMA. Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang, Notoatmodjo menyatakan semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang maka akan semakin mudah orang tersebut menerima informasi. Tingkat pendidikan responden
sudah masuk dalam kriteria yang seharusnya mudah dalam penerimaan informasi (Dharmawan, 2017).
Hasil : Dari hasil penelitian didapatkan ada hubungan pengetahuan terhadap perilaku seks bebas di SMA dan SMP
pada tahun 2016, yaitu p value 0,016 artinya nilai <0,05. Sikap seseorang bisa saja mempengaruhi seks bebasnya,
apalagi jika seseorang itu tidak memiliki pemahaman agama yang kuat, karena agama sendiri dapat membentuk
Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan perubahan, remaja memasuki masa peralihan tanpa memiliki
persiapan pengetahuan yang memadai atau cukup tentang seksual pranikah. Sigmund Freud mengatakan masa remaja
merupakan masa yang penuh masalah dan tekanan (Desiana, 2020). Dimasa ini dorongan seksual mulai menonjol
terhadap lawan jenisnya. Masa remaja lebih dikenal dengan masa transisi yang dimulai remaja mengalami pubertas .
Masa pubertas akan mengubah perilaku remaja. Perilaku remaja akan mulai terarah untuk menarik lawan jenisnya dalam
Remaja mulai mengadakan eksperimen dalam kehidupan seksualnya dengan berpacaran. Perubahan fisik terjadi pada
masa remaja putri antara lain pembesaran buah dada, pinggul. Sedangkan pembesaran suara, tumbuh rambut di dada,
kaki, kumis terjadi pada remaja putra. Pada masa remaja anak belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya. Kegiatan
yang mereka lakukan merupakan kesenangan sesaat yang akan menimbulkan berbagai permasalahan pada dirinya
Berbagai masalah terkait reproduksi dapat terjadi seperti kehamilan diluar nikah, pemerkosaan, pelacuran dikalangan
remaja, aborsi, penyakit menular seksual, pelecehan seksual dan penyimpangan-penyimpangan seksual lainnya. Kondisi
abnormal tersebut terjadi akibat pergaulan seks bebas yang mereka lakukan. Seksual merupakan kebutuhan mendasar
dan bersifat biologis manusia normal. Seks dibutuhkan manusia agar dapat terus menjaga dan mempertahankan
kelestarian keturunannya. Namun, kondisi ini dikatakan menyimpang jika dilakukan tidak sesuai dengan aturan dan
Beberapa data menunjukkan adanya individu yang sudah melakukan hubungan sakral tersebut sebelum menikah,
khususnya terjadi pada usia sekolah. Hal ini berarti, ada responden yang melakukan hubungan seks ketika mereka masih
berstatus sebagai pelajar. Beberapa ahli mengatakan bahwa ketidakadaan pendidikan seks yang diperoleh para pelajar
akan menimbulkan ketidaktahuan mereka mengenai seks dan seksualitas. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya
perilaku seksual sebelum menikah dikalangan pelajar (Astuti, 2017).
Hasil : Hasil analisis hubungan pengetahuan terhadap perilaku seks bebas diperoleh bahwa 21 orang (80,8%)
responden yang memiliki pengetahuan kurang baik berperilaku seks bebas kurang baik, sedangkan, responden yang
memiliki pengetahuan baik 40 orang (54,1%) berperilaku seks bebas kurang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
Amin, S., Saha, J. S., & Ahmed, J. A. (2018). Skills-Building Programs to Reduce Child Marriage in Bangladesh: A Randomized Controlled
Trial. Journal of Adolescent Health, 63(3), 293–300. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2018.05.013
Astuti, H. (2017). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Seks Bebas. Jurnal Kebidanan Midwiferia, 3(2), 1.
https://doi.org/10.21070/mid.v3i2.1401
BKKBN. (2011). Seks pranikah di kota besar. Jakarta: BKKBN diakses melalui http://kepri.bkkbn.
Desiana, T. A. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Di SMAN 110 Jakarta. Jurnal
Kesehatan, 13(1), 53–61. https://doi.org/10.32763/juke.v13i1.186
Dharmawan, Y. (2017). Pengaruh Edukasi Kesehatan Reproduksi Terhadap Pengetahuan Siswa Tentang Triad Krr (Seksualitas, Hiv/Aids, Dan
Napza) Di Smk Swadaya Kota Semarang Tri Wulan Ii Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(4), 237–246.
Fadhilah, A. S. (2021). Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa SMA. January.
Haryanto R, Suarayasa K. (2013). Perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 1 Palu. J Academica. 5(2):1118-1125.
Hendrawan, A. (2019). Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pengetahuan Seks Bebas Remaja. Jurnal Delima Harapan, 6(2), 69–81.
Lestary H, Sugiharti S. (2011). Perilaku berisiko remaja di Indonesia menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun
2007. J Kesehatan Reproduksi. 1(3):136-144.
Mehra, D., Sarkar, A., Sreenath, P., Behera, J., & Mehra, S. (2018). Effectiveness of a community based intervention to delay early marriage,
early pregnancy and improve school retention among adolescents in India. BMC Public Health, 18(1), 1–13. https://doi.org/10.1186/s12889-
018-5586-3
Nurhasanah, A., & Nurdahlia, N. (2020). Edukasi Kesehatan Meningkatkan Pengetahuan Dan Keterampilan Keluarga Dalam Pencegahan Jatuh
Pada Lansia. Jkep, 5(1), 84–100. https://doi.org/10.32668/jkep.v5i1.359
Rasmussen, B., Maharaj, N., Sheehan, P., & Friedman, H. S. (2019). Evaluating the Employment Benefits of Education and Targeted
Interventions to Reduce Child Marriage. Journal of Adolescent Health, 65(1), S16–S24. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2019.03.022
Rosamali, A., & Arisjulyanto, D. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Bahaya Pernikahan
Dini Di Lombok Barat. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 4(3), 21–25. https://doi.org/10.36312/jisip.v4i3.1143
Wingood, G. M., Di Clemente, R. J., Villamizar, K., Er, D. L., De Varona, M., Taveras, J., Painter, T. M., Lang, D. L., Hardin, J. W., Ullah, E.,
Stallworth, J., Purcell, D. W., & Jean, R. (2011). Efficacy of a health educator-delivered HIV prevention intervention for Latina women: A
randomized controlled trial. American Journal of Public Health, 101(12), 2245–2252. https://doi.org/10.2105/AJPH.2011.300340