Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI


PADA BAYI.

DISUSUN OLEH:

SHOFI ARIYANI SALSABILA (006)


YULIA YUSTRAENI IRAWAN (009)
SEPTI NUR LUTFIAH (014)
BILQIS ARROHMAN (017)
NAMIROTUS ZAKKIYAH (018)
LUSSY OKTAVIA (025)
ENIE RACHMAWATI (030)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul faktor- faktor apa saja yang
berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi.Dalam hal ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan kali ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Budi Susatia, S.Kp, M.Kes. selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes


Malang, yang telah memberikan kesempatan menyusun proposal ini.
2. Herawati Mansur, S.ST.,M.Pd.,M.Psi, Selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang
3. Dr Heny Astutik.,S.Kp.M.Kes, selaku Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan
Malang Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang telah memberikan
kesempatan menyususn proposal ini.
4. Afnani Toyibah, A.Per.Pen selaku dosen mata kuliah
5. Tema-taman yang telah memberi semangat dan dukungan dalam proses
penyusunan proposal

SemogaTuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atau segala amal
baik yang telah diberikan.

 
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,
sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus priode kritis. Periode emas
dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai
untuk tumbuh kembang optimal.

Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and
Young Child Feeding, World Health Organization (WHO) merekomendasikan empat hal
yang harus dilakukkan, yang oertama yaitu memberikan air susu inu kepada bayi
segeradalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI)
saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusai 6 bulan. Ketiga
memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan
sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan
atau lebih (Depkes RI, 2012).

Secara umum praktik pemberian ASI eksklusif masih rendah dari target pencapaian.
Hanya 35% di Negara berkembang yang mendapatkan ASI eksklusif. Rata-rata pemberian
ASI eksklusif di wilayah Asia Tenggara hanya 45%. UNICEF menyimpulkan, cakupan
ASI eksklsuif 6 bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38% (Helmi dan
Lupiana, 2011). Fenomena pemberian MP-ASI terlalu dini pun memiliki persentase yang
cukup tinggi terutama di Indonesia, berdasarkan SDKI tahun 2012 bayi 4-5 bulan
mendapatkan makanan pendamping ASI secara dini sebesar 57%, 8% diberi susu lain, dan
8% diberi air putih.

Kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernapasan akibat pemberian MP-ASI dini
merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia. Dampak
negatif dari pemberian MP-ASI dini tersebut sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan diketahui, bayi ASI parsial lebih banyak
yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas daripada bayi ASI predominan.

Pemberian MP-ASI haruslah memperhatikan beberapa hal seperti, MP-ASI tersebut


haruslah mudah untuk dicerna bayi, harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan bayi,
harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup, ketetapan waktu pemberian,
frekuensi, jenis, jumlah makanan, dna cara pembuatannya.

Banyak faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini oleh ibu. Faktor-
faktor tersebut meliputi pengetahuan, kesehatan dan pekerjaan ibu, iklan MP-ASI, petugas
kesehatan, budaya dan sosial ekonomi. Pengetahuan ibu yang masih kurang terhadap
manfaat pemberian ASI eksklusif sangat erat kaitannya dengan pemberian MP-ASI dini.
Faktor penghambat keberlanjutan pemberian ASI adalah pengetahuan dan keyakinan ibu
bahwa bayi tidak akan cukup memperoleh zat gizi jika hanya diberi ASI sampai umur 6
bulan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian dengan


tujuan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini.

1.2  Rumusan Masalah

Apa saja faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi?

1.3  Tujuan Penelitian

1.3.1        Tujuan Umum

Menjelaskan faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini
pada bayi.

1.3.2        Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi,


pengetahuan dan sumber informasi) terhadap pemberian MP-ASI

2. Mengetahui gambaran faktor umur terhadap pemberian MP-ASI

3. Mengetahui gambaran faktor  pendidikan terhadap pemberian MP-ASI

4. Mengetahui gambaran faktor  pekerjaan terhadap pemberian MP-ASI

6. Mengetahui gambaran faktor sosial ekonomi terhadap pemberian MP-ASI

7. Mengetahui gambaran faktor sumber informasi terhadap pemberian MP-ASI

8. Mengetahui gambaran faktor pengetahuan terhadap pemberian MP-ASI

1.4  Manfaat

1.4.1        Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi dalam
pemberian MP-ASI secara dini pada bayi sehingga dapat digunaakn sebagai landasan
pengembangan ilmu kebidanan atau ilmu kesehatan.
1.4.2        Manfaat Praktis

1.      Bagi tenaga kesehatan

Sebagai acuan bagi petugas kesehatan untuk bahan pertimbangan melaksanakan


intervensi kebidanan dengan berbasis budaya.

2.      Peneliti selanjutnya

Sebagai sumber peneliti berikutnya, karena dapat berperan sebagai masukan dan
tambahan data yang cukup membantu peneliti selanjutnya.

 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 
2.1         Pengertian MPASI
 
MPASI adalaha makanan tambahan selain air susu ibu yang diberikan pertama kali
pada usia 6 bulan (Sudaryanto, 2014).Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan
proses perubahan dari asupan susu menuju ke makanan semi padat. Hal ini dilakukan
karena bayi membutuhkan lebih banyak gizi. Bayi juga ingin berkembang dari refleks
menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk cairan semi padat dengan
memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke belakang (Indiarti and Eka Sukaca
Bertiani, 2015).
Makanan pendamping ASI merupakan makanan bayi kedua yang menyertai dengan
pemberian ASI. Makanan Pendamping ASI diberikan pada bayi yang telah berusia 6
bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi gizi bayi. Pemberian makanan
pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk sari buah, buah segar,
bubur kental, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat. Alasan
pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan karena 8 umumnya bayi telah siap dengan
makanan padat pada usai ini (Chomaria, 2013).
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa makanan
pendamping ASI (MP-ASI) adalah pemberian makanan kedua setelah ASI yang
diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih, dengan pemberian secara
bertahap dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.
 
2.2         Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI
Tujuan pemberian MP-ASI antara lain :
1.        Memenuhi kebutuhan gizi bayi.
2.        Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima berbagai macam makanan
dengan berbagai rasa dan tekstur yang pada akhirnya mampu menerima makanan
keluarga.
3.        Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan (keterampilan
oromotor) (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2014).
4.        Menanggulangi dan mecegah terjadinya gizi buruk dan gizi kurang sekaligus
mempertahankan status gizi baik pada bayi dan anak (Siswanto, 2010).
 
2.3         Prinsip -prinsip pemberian makanan pendamping ASI
Prinsip Pemberian Makanan Pendamping ASI Berikut ini merupakan beberapa prinsip
pedoman pemberian MP-ASI pada bayi minum ASI menurut (Raksani Ria, 2013)
1.        Lanjutkan pemberian ASI sesuai keinginan bayi (on demand) sampai bayi berusia 2
tahun atau lebih.
2.        Lakukan, yaitu dengan menerapkan prinsip asuhan psikososial. Sebaiknya, ibu
memberikan makanan secara pelan dan sabar, berikan dorongan agar bayi 10 mau
makan, tetapi jangan memaksakannya untuk makan, tetapi jangan memaksanya
untuk makan, ajak bayi untuk bicara, dan pertahankan kontak mata. Pada awal- awal
pemberian makanan pendamping, bayi membutuhkan waktu untuk beradaptasi
dengan jenis makanan baru yang bayi temui.
3.        Jagalah kebersihan dalam setiap makanan yang disajikan. Terapkan pula
penanganan makanan yang tepat.
4.        Memulai pemberian makanan pendamping setelah bayi berusia 6 bulan dalam
jumlah sedikit. Secara bertahap, ibu bisa menambah jumlahnya sesuai usia bayi.
5.        Sebaiknya, variasi makanan secara bertahap ditambah agar bayi bisa merasakan
segala macam citarasa.
6.        Frekuensi makanan ditambah secara bertahap sesuai pertambahan usianya, yaitu 2-3
kali sehari pada usia 6-8 bulan dan 3-4 kali sehari pada usia 9-24 bulan dengan
tambahan makanan selingan 1-2 kali bila diperlukan.
7.        Pilihlah variasi makanan yang kaya akan zat gizi.
8.        Usahakan untuk membuat sendiri makanan yang akan diberikan kepada bayi dan
hindari makanan instan. Jika terpaksa memberikan makanan instan, sebaiknya ibu
bijak dalam melihat komposisi nutrisi yang terkandung di dalamnya.
9.        Saat anak anda terlihat mengalami sakit, tambahkan asupan cairan (terutama
berikanlah air susu lebih sering ) dan dorong anak untuk makan makanan lunak yang
anak senangi (Raksani Ria, 2013).
 
2.4         Persyaratan MPASI yang Baik
1.        Sehat
Makanan harus bebas dari kuman penyakit, pengawet, pewarna, dan racun.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sangat rentan terhadap pengaruh kuman
penyakit dan bahan tambahan makanan (zat aditif). Zat tambahan yang umumnya
berupa bahan kimia harus diajuhkan dari makanan bayi (Sudaryanto, 2014).
2.        Mudah diperoleh
Makanan tambahan untuk bayi hanya terdiri dari satu bahan atau beberapa bahan
tambahan saja. Ini karena sistem pencernaan bayi yang belum siap untuk menerima
barmacam-macam makanan. Bahan makanan seperti pisang dan pepaya dapat
diperoleh dengan mudah di negara-negara tropis, sementara apel dan pir kebanyakan
dibudidayakan di daerah subtropis. Demikian pula dengan jenis-jenis sayuran dan
sumber karbohidrat yang berbeda-beda untuk beberapa daerah. Walaupun telah
banyak pusat perbelanjaan yang menjual barang-barang impor, penggunaan bahan
makanan lokal akan lebih menjamin kesegaran dan merupakan bentuk ketahanan
pangan yang baik (Sudaryanto, 2014).
3.        Masih segar atau fresh
Sebaiknya MPASI disiapkan sesaat sebelum diberikan kepada bayi dan dibuat dari
bahan-bahan segar yang bebas polusi. Oleh karena itu, bahan MPASI harus
memenuhi standar higienis baik dalam bentuk bahan mentah ataupun cara
pengolahannya (Sudaryanto, 2014).
4.        Mudah diolah
Pengolahan bahan MPASI sebaiknya tidak terlalu lama, tetapi teksturnya cukup
lembut untuk pencernaan bayi yang baru mengenal MPASI. Bahan yang mudah
diolah tentu akan memudahkan orang tua menyiapkan MPASI untuk anaknya
(Sudaryanto, 2014).
5.        Harga terjangkau
Makanan pendamping ASI tidak harus mahal. Jika harganya terjangkau, tentu akan
lebih baik. Secara umum, harga bahan pangan nabati lebih murah daripada bahan
pangan hewani. Selain itu, porsi makan bayi masih sedikit sehingga tidak perlu
membeli bahan MPASI terlalu banyak (Sudaryanto, 2014).
6.        Cukup kandungan gizinya
Makanan tambahan yang diberikan ke bayi harus memenuhi kecukupan gizi bayi.
Kombinasi yang tepat antara bahan nabati dan hewani diharapkan memenuhi
kebutuhan nutrisi bayi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu, bahan
nabati lebih berisiko kecil menyebabkan alergi daripada bahan hewani. Selain itu,
perlu diingat bahwa bahan makanan sumber protein dapat memacu pertumbuhan
fisik bayi lebih baik (Sudaryanto, 2014).
7.        Jenis makanan sesuai dengan umur bayi
Ada beberapa makanan yang tidak pantas diberikan untuk bayi usia 6 bulan karena
baru tepat diberikan ke bayi berumur 9 bulan. Ini harus diperhatikan karena
kemampuan pencernaan bayi yang lebih muda usianya berbeda dengan bayi yang
sudah besar. Kemampuan cerna bayi berkembang sesuai dengan umurnya. Unuk
pengenalan MPASI awal, sari buah tunggal, pure buah tunggal, atau bubur nasi
lembut lebih mudah dicerna daripada buah utuh, pure aneka buah, atau roti
(Sudaryanto, 2014).
8.        Pengolahan MPASI harus higienis
Alat yang digunakan juga diperhatikan kebersihannya agar kita bisa memberikan
MPASI yang sehat dan aman bagi anak kita (Sudaryanto, 2014).
 
2.5         Indikator Tanda Bayi Siap Makan
1.        Kepala tegak
Bayi mampu menjaga kepalanya tetap tegak dan mantap (tidak miring ke salah satu
sisi) (Utami, 2018).
2.        Duduk tegak dengan bantuan
Bayi ibu mungkin belum siap duduk di kursi namun ia harus dapat duduk tegak agar
dapat menelan (Utami, 2018).
3.        Berhenti menggunakan lidah
Mulai bisa menunjukkan kemampuan menelan makanan, artinya bayi ibu berhenti
menggunakan lidahnya untuk mendorong makanan dalam mulutnya (extrusion
reflex) (Utami, 2018).
4.        Gerakan menelan
Bayi mampu menggerakan makanan dalam mulut dan kemudian menelannya
(Utami, 2018).
5.        Tumbuh nafsu makan
Bayi ibu masih tampak lapar, bahkan setelah disusui (Utami, 2018).
6.        Tangannya aktif
Bayi mungkin mulai memperlihatkan apa yang ibu makan, bahkan berusaha
mencoba meraihnya (Utami, 2018).
 
2.6         Tahap Pemberian MPASI berdasarkan usia bayi
1.        6 bulan
Berikan makanan cair. Tekstur MPASI dalam hari-hari pertama harus sangat cair
hingga menyerupai ASI dan dalam porsi kecil supaya membantu bayi menyesuaikan
diri dengan makanan barunya (Utami, 2018).
2.        7-8 bulan
Usia ini, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan saring (puree), makanan
dengan tekstur yang lebih kasar seperti aneka jenis bubur (Utami, 2018).
 
 
3.        9-12 bulan
Usia ini, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan nasi tim, tekstur yang
lebih kasar dari bubur dan dapat disesuaikan dengan pencernaan bayi (Utami, 2018).
4.        13-18 bulan
Bayi sudah dapat diberikan menu makanan finger food. Meskipun demikian,
perhatikan juga aneka bumbu yang ibu gunakan. Ajak bayi makan bersama dengan
keluarga di meja makan sehingga dia terbiasa makan bersama keluarga (Utami,
2018).
 
2.7         Jenis-jenis makanan pendamping ASI
Jenis-Jenis Makanan Pendamping ASI Secara umum terdapat dua jenis MP-ASI yaitu
hasilkolahan lokal dan olahan pabrik, Menurut Depkes RI (2016) jenis MP-ASI adalah
sebagai berikut:
1.        Makanan tambahan pendamping ASI lokal (MP-ASI Lokal) adalah makanan
tambahan yang diolah dirumah tangga atau di Posyandu, terbuat dari
bahankmakanan yang tersedia ditempat, mudah diperoleh dengan hargakterjangkau
oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahanksebelum dikonsumsi oleh bayi.
2.        Makanan tambahan pendamping ASI pabrikan (MP-ASI pabrikan) adalah
makanankyang disediakan dengan olahan dan bersifat instan dan beredargdipasaran
untuk menambah energi dan zat-zat gizi esensial pada bayi.
Menurut Monika (2014) jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah:
1.        Makanan Lumat Makanan Lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring
tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat halus, contoh:
bubur susu, bubur sumsum, pisang saring/kerok, pepaya saring, tomat saring dan
nasi tim saring.
2.        Makanan Lunak Makanan Lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air
dan tampak berair, contoh : bubur nasi, bubur ayam, nasi tim dan kentang puri.
2.1.3.3 Makanan Padat Makanan Padat adalah makanan lunak yang tidak nampak
berair dan biasanya disebut makanan keluarga, contoh : lontong, nasi tim, kentang
rebus dan biskuat.
 
2.8         Tanda Bayi Kenyang
1.        Menolak membuka mulut ketika disuapi, meski kadang-kadang bayi tidak membuka
mulut karena ia belum selesai memproses makanan di mulutnya, biarkan
makanannya ia telan dulu
2.        Mulai memainkan sendok
3.        Beyi bersandar di kursinya
4.        Memalingkan muka untuk menolak makanan (Utami, 2018).
 
2.9         Pemberian Makanan Pendamping ASI terlalu dini
2.10 Proses dimana bayi secara perlahan-lahan mulai dibiasakan dengan makanan orang
dewasa. Dikenal juga dengan sebutan proses penyapihan. Penyapihan adalah masa
berbahaya bagi bayi dan anak kecil. Telah diketahui bahwa terdapat resiko infeksi yang
lebih tinggi, terutama penyakit diare, selama proses ini dibandingkan dengan masa
sebelumnya dalam kehidupan bayi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan
konsumsi ASI yang bersih dan mengandung faktor antiinfeksi, menjadi makanan yang
sering kali disiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak higienis.
(Elvi, 2014).
 
2.11 Risiko MPASI Dini
1.        Risiko tersedak: Hingga usia 6 bulan, mulut bayi hanya mampu membuat gerakan
menghisap. Bayi belum mampu mengunyah, jika dipaksakan bayi bisa tersedak dan
sangat berbahaya akibatnya (Utami, 2018).
2.        Memicu diare: Sebelum genap 6 bulan usianya, bayi hanya bisa mencerna ASI. Jika
diberikan MPASI, usus bayi belum mampu mengolah zat makanan karena enzim
pencernaan bayi belum diproduksi secara maksimal, akibatnya bayi bisa menderita
diare (Utami, 2018).
3.        Memicu anemia: Pengenalan MPASI yang terlalu dini dapat mempengaruhi
penyerapan zat besi dari ASI sehingga menyebabkan bayi ibu anemia (Utami, 2018).
4.        ASI dapat tergantikan oleh cairan atau makanan lain yang kualitas nutrisinya kurang
dibandingkan ASI
5.        Kurangnya permintaan hisapan bayi karena kenyang akibat MPASI menyebabkan
penurunan suplai ASI ibu
6.        Peningkatan risiko infeksi karena terpapar makanan bayi yang tidak steril
7.        Bayi belum dapat mencerna makanan tertentu dengan baik
8.        Pemaparan dini terhadap makanan tertentu dapat memicu alergi (Sitompul, 2014).
 
2.12 Faktor Yang Mempengaruhi pemberian MPAsi
Faktor yang mempengaruhi pemberian MP - ASI dini Pemberian MP-ASI terlalu dini
juga dapat dipengaruhi dari beberapa faktor antara lain:
1.        Faktor Predisposisi
a.         Usia
Menurut Hurlock (dalam Chairani,2013) usia dapat mempengaruhi cara berfikir,
bertindak dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki
emosi yang stabil dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Usia ibu akan
mempengaruhi kesiapan emosi ibu. Usia ibu yang terlalu muda saat hamil bisa
menyebabkan kondisi fisiologis dan psikologisnya belum siap menjadi ibu. Hal
ini dapat mempengaruhi kehamilan dan pengasuhan anak. Pada umur 20-30
tahun merupakan idealnya rentang usia yang aman untuk bereproduksi dan pada
umumnya ibu pada usia tersebut memiliki kemampuan laktasi yang lebih baik
daripada yang berumur lebih dari 30 tahun.
b.         Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang
lain baik indiviidu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Ibu dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi cenderung memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang
mempunyai pendidikan formal lebih banyak memberikan susu botol pada usia 2
minggu dibanding ibu tanpa pendidikan formal. Tingkat pendidikan
mempengaruhi cara berpikir dan perilaku (Nauli, 2012).
Pengetahuan Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat
pengetahuan. Jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik, maka diharapkan status
gizi ibu dan balitanya juga baik. Pengetahuan ibu berhubungan dengan tingkat
pengenalan informasi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan.Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian makanan
tambahan, fungsi makanan tambahan, makanan tambahan dapat meningkatkan
daya tahan tubuh dan risiko pemberian makanan pada bayi kurang dari enam
bulan sangatlah penting. Tetapi bayak ibu-ibu yang tidak mengetahui hal
tersebut diatas sehingga memberikan makanan tambahan pada bayi usia di
bawah enam bulan tanpa mengetahui risiko yang akan timbul. Tingkat
pendidikan mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi gizi. Masyarakat
dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih kuat mempertahankan
tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan. Sehinga sulit menerima
informasi baru tentang gizi (Nauli, 2012).
c.         Pekerjaan
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Masyarakat pekerja memiliki peranan dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, dimana dengan
berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dan mempunyai produktifitas yang tinggi sehingga
mampumeningkatkan kesejahteraan. Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang
berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memperoleh penghasilan
guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang menjadi alasan pemberian makanan
tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Pekerjaan ibu bisa.saja
dilakukan di rumah, di tempat kerja baik yang dekat maupun jauh dari rumah.
Ibu yang belum bekerja sering memberikan makanan tambahan dini dengan
alasan melatihatau mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah
terbiasa (Nauli, 2012).
d.         Pendapatan
Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi
keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih
besar. Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan yang diterima, yang jika
dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk
memberikan makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan.
Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan
tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka
daya beli akan makanan tambahan lebih sukar Tingkat penghasilan keluarga
berhubungan dengan pemberian MPASI dini. Penurunan prevalensi menyusui
lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas.
Penghasilan keluarga yang lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan
dengan pemberian susu botol pada waktu dini dan makanan buatan pabrik
(Nauli, 2012).
2.        Faktor Pendorong
Pengaruh Iklan Sumber informasi diduga berpengaruh dalam pemberian susu
formula. Media massa khususnya televisi dan radio, memiliki pengaruh yang besar
terhadap pemberian susu formula, karena iklan pada media tersebut produsen
berusaha menampilkan beberapa kelebihan dari beberapa produk mereka yang
sangat penting bagi pertumbuhan bayi, sehingga seringkali ibu beranggapan bahwa
susu formula lebih baik dari ASI (Chairani, 2013).
 
 
3.        Faktor Pendukung
a.         Dukungan Petugas Kesehatan Petugas kesehatan adalah orang yang
mengerjakan sesuatu pekerjaan di bidang kesehatan atau orang mampu
melakukan pekerjaan di bidang kesehatan. Faktor petugas kesehatan adalah
kualitas petugas kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih untuk
memberikan makanan tambahan pada bayi atau tidak. Petugas kesehatan sangat
berperan dalammemotivasi ibu untuk tidak memberi makanan tambahan pada
bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya, jika dilakukan penyuluhan dan
pendekatan yang baik kepada ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam
bulan, maka pada umumnya ibu mau patuh dan menurutinasehat petugas
kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan menjadi sumber
informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan makanan tambahan dan
risiko pemberian makanan tambahan dini pada bayi (Nauli, 2012).
b.         Dukungan Keluarga Menurut Afifah (dalam Chairani, 2013) lingkungan
keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
ibu menyusui bayinya secara eksklusif. Keluarga (suami, orang tua, mertua,
ipar, dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa serorang ibu perlu dukungan
dan bantuan keluarga untuk berhasil menyusui secara eksklusif, misalnya
dengan cara menggantikan sementara tugas ibu rumah tangga seperti memasak,
mencuci, dan membersihkan rumah.
 
 
 
 
 
 
 
 

 
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada
sekarang berdasarkan data-data.
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini
pada bayi di Posyandu Desa X  secara mendalam dan komprehensif. Selain itu, dengan
pendekatan kualitatif diharapkan dapat diungkapkan situasi dan permasalahan yang dihadapi
dalam kegiatan partisipasi orang tua ini.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang partisipasi orang tua siswa dalam pembelajaran ini di laksanakan di
Posyandu Desa X. Kegiatan penelitian ini dimulai sejak disahkannya proposal penelitian
serta surat ijin penelitian, yaitu bulan Mei s.d. Juni 2020

3.3  Objek Penelitian


Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang ingin diketahui
apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara
mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu
(Sugiyono, 2007:215).
Obyek dari penelitian ini adalah partisipasi orang tua yang memiliki bayi
dibawah 6 bulan di Posyandu Desa X

3.4 Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya


sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam
penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Untuk mendapat data yang tepat
maka perlu ditentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan
kebutuhan data (purposive). Penulis menggunakan metode purposive sampling
dengan kriteria inklusi sebagai berikut : 
1)  Orang tua yang memiliki bayi usia dibawah 6 bulan
2)  Orang tua yang memberikan makanan pendamping pada bayi usia kurang dari 6 bulan
3.5.  Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara, wawancara adalah cara
menghimpun bahan keterangan yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan secara
sepihak berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditetapkan.
Wawancara dilakukan secara mendalam dan tidak terstruktur kepada subjek penelitian
dengan pedoman yang telah di buat. Teknik wawancara digunakan untuk
mengungkapkan data tentang bentuk partisipasi orang tua yang memiliki bayi dibawah
usia 6 bulan , berlangsungnya bentuk partisipasi, manfaat partisipasi orang tua dan
faktor yang mempengaruhi partisipasi orang tua dalam wawancara. 

3.6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil
wawancara .Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan
dalam bentuk deskriptif.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1.      Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan
pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara
terhadap orang tua yang memiliki bayi usia kurang dari 6 bulan di Posyandu Desa X

2.      Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan


kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data
kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk
matrik, diagram, tabel dan bagan.

3.      Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification)

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan
interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan. Antara display data dan
penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada. Dalam pengertian ini
analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus.
Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi
gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang
terkait. Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk
kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan atau untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja.
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan
untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari
berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen
resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara. 

3.7 Etika penelitian


Penelitian yang menggunakan objek manusia tidak boleh bertentangan dengan
etika agar hak responden dapat terlindungi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan
untuk memenuhi etika penelitian sebagai berikut:
1.    Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan sebagai responden diberikan pada saat pengumpulan data.
Lembar persetujuan tersebut bertujuan sebagai bukti bahwa ibu balita  telah
menyetujui atau bersedia balitanya menjadi responden dari penelitian yang akan
dilakukan dan bersedia mengikuti prosedur yang ditetapkan sesuai dengan yang telah
dijelaskan kepada ibu balita sebelumnya. Jika responden bersedia maka responden
menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika responden menolak untuk diteliti
maka peneliti menghargai hak-hak tersebut.
2.    Tanpa Nama (Anonimity)
Responden tidak perlu mencantumkan nama pada lembar yang telah
disediakan, peneliti cukup memberikan kode pada lembar yang digunakan oleh
responden tersebut.
 
3.    Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga
kerahasiaannya oleh peneliti. Penyajian atau pelaporan hasil riset hanya terbatas pada
kelompok data tertentu yang terkait dengan masalah penelitian.

 
 
 
DAFTAR PUSTAKA

 
Chomaria, N. 2013. Panduan Super Lengkap Kehamilan Kelahiran dan Tumbuh
Kembang Anak. Surakarta: Ahad Book.
 
Indriati, Bertani Eka Sukaca. 2015. Nutrisi Janin dan Bayi Sejak Usia dalam
Kandungan. Yogyakarta: Parama Ilmu.
 
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2016. Jakarta: Direktorat Bina.
 
Monika, F. B.2014. Buku Pintar ASI dan Menyusui. Edited by K. Sulistiyani.

Jakarta Selatan: Penerbit Noura Books.

 
Nauli, D.W. (2012). Hubungan pemberian MP-ASI Dini dengan kejadian
penyakit infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja puskesmas Sindar
Raya Kecamatan Raya Kahean Kabupaten Simalungun tahun 2012. Skripsi
Universitas Sumatera Utara
 
Raksani Ria. 2013. Keajaiban ASI. Edited By L. Purnawanti. Jakarta: Dunia
Sehat.
 
Siswanto, H. 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Pustaka
Rihama.
 
Sitompul, Ewa Molika. 2014. Buku Pintar MPASI : Bayi 6 Bulan sampai dengan

1 Tahun. Jakarta: Lembar Langit.

Sudaryanto, Gatot. 2014. MPASI Super Lengkap. Jakarta: Niaga Swadaya.

Utami, Fasty Arum. 2018. Best of The Best MPASI Gizi Tepat. Yogyakarta:

Oxygen Media Ilmu.

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai