Anda di halaman 1dari 13

PEMBERIAN MPASI UNTUK BALITA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu pada


Mata Kuliah “Psikososial”

Dosen Pengampu :
Ns.Diyah Yulistika Handayani, S Kep., M.Kep

Disusun oleh :

NAMA : AJI PURNAMA


NIM : 2011020040
PRODI : KEPERAWATAN S1

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Banyumas, 08 November 2020

Aji Purnama

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah berusia 6 bulan sampai

bayi berusia 24 bulan disebut makanan pendamping ASI, ditinjau dari sudut masalah
kesehatan dan gizi bayi termasuk kelompok yang paling mudah menderita kelainan

gizi. Salah satu faktor penyebab perilaku penunjang orang tua dalam memberikan

makanan pendamping ASI pada bayi adalah masih rendahnya pengetahuan ibu tentang

makanan bergizi bagi bayinya. Karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh ibu,

sehingga banyak bayi yang mengalami gizi kurang. Untuk mencegah terjadinya

berbagai gangguan gizi dan masalah psikososial diperlukan adanya perilaku penunjang

dari para orang tua, khususnya perilaku ibu dalam memberikan makanan pendamping

ASI pada bayinya. (Depkes RI,2010).

Banyak orang tua tidak tahu apa yang dimaksud pengenalan makanan

tambahan,apa keuntungannya, kapan pemberian makanan, apa saja yang harus

diperkenalkan ,makanan apa yang cocok dan makanan apa yang harus dihindari untuk

bayi usia tertentu dan sebagainya. Orang tua terutama ibu yang pengetahuan tentang

makanan kurang maka banyak dari mereka yang salah dalam memperkenalkan

makanan untuk anaknya , orang tua sering memberikan makanan pada saat bayi usia

kurang dari 6 bulan selain itu orang tua sering memberikan makanan sekaligus banyak

makanan dan bervariasi setiap harinya.Padahal pada umumnya anak belum

menunjukkan adanya tanda-tand alergi kadang anak juga baru bias menyesuaikan

lidahnya untuk makanan tertentu dalam waktu berulang atau 4-7 hari. Kadang orang

tua membeli makanan langsung dari toko yang mahal yang

mereka pikir praktis dan aman buat bayi mereka, karena mereka tidak tahu dan tidak

berfikir apa yang dirasakan oleh bayi terhadap makanan tambahan tersebut sebab

mereka lupa bahwa makanan yang dibuat sendiri lebih bermanfaat dan aman bagi

kesehatan bayi. Orang tua juga sering lupa atau bahkan tidak meneliti keamanan dari

makanan tersebut, orang tua hanya berfikir makanan itu cocok untuk bayinya

(DepkesRI,2010). Di daerah yang berpendidikan rendah dan dalam masa krisis


ekonomi hampir 90% para ibu tidak memperkenalkan makanan pada bayinya sesuai

dengan prosedur WHO.

Studi kohort prospektif kelahiran di Australia berdasarkan daftar pertanyaan

sikap pemberian makanan bayi dan perilaku namun data yang segnifikan juga

dikumpulkan pada pola makan pada masa bayi. Data ini diambil dari kuisioner

demografi dan di berikan pada 4 dan 6 bulan usia bayi. Berdasarkan usia 4 bulan 15,4

% ibu telah benar-benar tidak menyusui, 28,7 % bayi telah diberikan susu formula dan

18,5% telah diperkenalkan kepada bayi makanan sereal. Dengan usia 6 bulan 98,4%

bayi telah diperkenalkan dengan makanan non susu paling sering pada tingkat

makanan jenis baru setiap 4-5 hari (Jurnal Newby RM,2014).Hasil Survey Sosial

Ekonomi Nasional (Susenas) 2009 menunjukkan bahwa persentase ibu yang memberi

makanan bayi terlalu dini pada bayinya cukup tinggi sebanyak 32% ibu memberikan

makanan tambahan pada bayinya ketika berumur 2-3 bulan, dan 69% terhadap bayi

yang berumur 4-5 bulan. Menurut Litbangkes 2010 di Profinsi Jawa Timur ditemukan

bahwa praktek pemberian MPASI sebelum usia 1 bulan mencapai 32,3% pada usia

tersebut di dapatkan 66,7% diberi makanan pisang. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan di Posyandu desa Sidoharjo dengan wawancara pada tanggal 7 Januari

2015 dari 10 bayi 6 diantaranya mempunyai riwayat mendapat MPASI usia 4-5 bulan.

4 lainnya diberi MPASI sesuai umur bayi.Selain itu berdasarkan wawancara juga

didapatkan hasil ibu

yang mempunyai pengetahuan kurang tentang makanan bergizi sebanyak 2 orang,

yang berpengetahuan cukup 6 orang dan yang berpengetahuan baik 2 orang. Dalam

usia 6-12 bulan bayi masih konsumen pasif,artinya bayi lebih banyak mengkonsumsi

makanan yang sudah kita pilihkan. Dari sinilah sebenarnya bayi mulai belajar perihal

pola makan.Bagaimana pola pada makanan pada sebagai makanan tambahannya


.Berdasarkan ilmu gizi, para bayi perlu di perkenalkan ke pada jenis makanan

pendamping ASI agar mereka dapat memperoleh unsur gizi diantaranya karbohidrat

,protein,vitamin, dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan mereka. Pemberian

makanan pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi mulai dengan 1 jenis rasa

setiap mengenalkan jenis makanan baru, mulai berbentuk bubur kental,sari buah,buah

segar,makanan lumat,makanan lembek,dan akhirnya makanan padat (Sulis

Tijani,2008).Dalam praktek pemberian MPASI hal ini banyak ibu yang tidak tahu dan

bingung untuk memberikan makanan bergizi apa yang cocok dan tidak bahaya bagi

bayinya usia 6 bulan karena pada bayi usia 6 bulan para ibu belum tahu apakah bayinya

terdapat reaksi alergi,keracunan,sembelit,diare atau rusaknya system pencernaan yang lain

dalam mengkonsumsi makanan yang mereka berikan. Pemberian makanan yang bergizi

setelah bayi usia 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit.

Perkembangan usus bayi dan pembentukan enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan

membutuhkan waktu sampai 6 bulan.Usia kurang dari 6 bulan, ginjal belum cukup

berkembang untuk dapat mengurai sisa makanan yang dihasilkan oleh makanan padat.

(WHO, 2013).

Menurut Helvetia 2009 mengingat masih banyaknya ibu yang memberikan

makanan pendamping ASI secara dini, maka diperlukan pengetahuan yang baik

tentang MPASI. Kurang memadainaya pengetahuan menyebabkan keluarga atau ibu

tidak dapat memilih makanan yang terbaik yang harus diberikan pada bayinya. Untuk

mencegah kekurangan gizi

pada balita yaitu dengan melakukan penyuluhan gizi pada balita tentang makanan bergizi.

Selain itu tenaga kesehatan ,kader-kader kesehatan memberi arahan pada ibu untuk rutin

membawa atau memeriksakan anaknya ke Posyandu agar dapat mengetahui pertumbuhan

dan perkembangan anaknya dengan baik. Peran petugas yang terkait (Posyandu) untuk
memberikan penyuluhan dengan cara memilih, mengelola, dan menyajikan makanan pada

balita(Wijaya,2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut ”Adakah


pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian MPASI
pada bayi usia 6-12 bulan

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang
pemberian MPASI pada bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Desa Sidoharjo Wilayah
Kerja Puskesmas Jambon Ponorogo.
2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MPASI pada bayi usia 6-


12 bulan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
b. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MPASI pada bayi usia 6-
12 bulan setelah dilakukan pendidikan kesehatan
c. Menganalisa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang
pemberian MPASI pada bayi usia 6-12 bulan sebelum dan sesudah pendidikan
kesehatan.

d. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MPASI pada bayi usia 6-


12 bulan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
e. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MPASI pada bayi usia 6-
12 bulan setelah dilakukan pendidikan kesehatan
f. Menganalisa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang
pemberian MPASI pada bayi usia 6-12 bulan sebelum dan sesudah pendidikan
kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Makanan pendamping ASI disingkat MP-ASI adalah makanan atau minuman
tambahan bergizi yang diberikan kepada bayi pada usia 6 sampai dengan 24 bulan
sebagai makanan pelengkap ASI guna memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi yang
tidak tercukupi oleh ASI. Terdapat beberapa istilah lain untuk makanan pendamping
ASI, yaitu: makanan pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan,
weaning food atau makanan peralihan. Pemberian makanan pendamping ASI
merupakan proses transisi dari asupan yang berbasis susu menuju ke makanan yang
semi padat. Pada usia 4 bulan pencernaan bayi sudah mulai kuat, sehingga berangsur-
angsur perlu diberikan makanan pelengkap atau pendamping berupa sari buah atau
buah-buahan segar, makanan lumat dan akhirnya makanan lembik.
Berikut definisi dan pengertian makanan pendamping ASI dari beberapa sumber buku:

 Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,
diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Depkes, 2006). 
 Menurut Waryana (2010), Makanan Pendamping ASI adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan.
Makanan pendamping ASI sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan
hanya melengkapi ASI.
 Menurut Azwar (2000), makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan
pada bayi mulai usia 4-6 bulan untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi lain
yang tidak dapat dicukupi ASI, disamping itu organ pencernaan bayi yang mulai
sudah siap untuk menerima makanan pendamping ASI.

B. Tujuan dan Manfaat Makanan Pendamping ASI 

Tujuan makanan pendamping ASI adalah untuk melengkapi zat gizi ASI yang kurang,
mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan dengan
berbagai rasa dan bentuk, serta mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah
dan menelan (Depkes RI, 2006).
C. Perspektif Masyarakat Melalui Faktor Sosial dan Budaya dalam Pemberian MPASI

Keyakinan atau budaya yang ada di masyarakat berpengaruh terhadap


pemberian pendamping ASI. Misalnya kebiasaan membuang colostrum susu jolong
karena menganggap kotor dan menggantinya dengan madu atau air kelapa muda.
Selain itu, juga adanya anggapan bahwa memberikan susu formula pada balita sebagai
salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan
mengikuti perkembangan zaman.
D. Peran perawat dalam memberikan penyuluhan pemberian MPASI

Para petugas kesehatan selalu memberikan penyuluhan baik pada ibu hamil maupun
ibu menyusui tentang ASI Ekslusif. Petugas kesehatan bertanggung jawab dalam gizi
bayi dan perawatan kesehatan, petugas kesehatan mempunyai posisi unik yang dapat
mempengaruhi fungsi pelayanan kesehatan ibu, baik sebelum, selama maupun setelah
kahamilan dan persalinan. Responden mendapatkan informasi mengenai program ASI
Eksklusif melalui bidan tempat mereka memeriksakan kehamilannya dan
memeriksakan bayinya pasca persalinan. Bidan yang ada di wilayah Puskesmas
Sekarang ini juga selalu melakukan IMD pada tiap persalinan yang ada. Di beberapa
klinik yang terdapat di Wilayah Puskesmas Sekaran ini juga terdapat pencatatan
khusus mengenai bayi yang diberikan ASI Ekslusif. Hal ini sesuai dengan kebijakan
Pemerintah yang mendukung Inisiasi Menyusui Dini dan keberhasilan ASI Ekslusif
dipengaruhi oleh peran petugas kesehatan yang dapat memberikan informasi tentang
pemberian ASI Eksklusif.8 Selain memberikan penyuluhan tentang ASI Ekskluisf,
petugas kesehatan juga memberikan pendampingan lain seperti melakukan kunjungan
rumah, dan penyuluhan tentang proram Keluarga Berencana (KB).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam penelitian ini, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengetahuan ibu guru tentang Makanan Pendamping ASI cenderung sedang
72,72 %
2. Status gizi Bayi usia 6-12 bulan di Kecamatan Pakkaat Kabupaten Humbang
Hasundutan di golongkan pada gizi buruk 0%, gizi kurang 0%, gizi baik 78%,
dan gizi lebih 21 %
3. Hasil pengujian hipotesis penelitian menggunakan rumus korelasi product
moment dihasilkan rxy= 0,723 dengan jumlah responden 33 orang dan rtabel
0,344 pada taraf signifikan 5 persen, dengan demikian harga r hitung>rtabel
(0,723>0,344). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis
penelitian adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan Ibu Guru
Tentang MPASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan di Kecamatan Pakkat
Kabupaten Humbang Hasundutan. Dengan demikian dari dapat diketahui bahwa
Pengetahuan ibu guru berpengaruh terhadap status gizi bayinya. Hal ini berarti
semakin tinggi pengetahuan ibu guru tentang MPASI maka semakin baik
status gizi bayi, sebaliknya semaki rendah pengetahuan ibu guru maka semakin
rendah juga status gizi bayinya.
B. Saran

Berdasarkan uraian yang tertuang dalam kesimpulan hasil penelitian diatas,


dapat diajukan beberapa saran antara lain:

1. Mengingat Pengetahuan ibu guru tentang Makanan Pendamping ASI


cenderung sedang dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Kecamatan
Pakkat Kabupaten Humbang dHasundutan yang tergolong gizi baik,
hendaknya ibu guru yang mempunyai bayi dapat
mempertahankan dan meningkatkan pengetahuannya tentang MPASI dan
memperhatikan kandungan gizi pada makanan tersebut agar status gizi bayi
semakin baik.
2. Mengingat keterbatasan dalam penelitian ini, maka disarankan bagi peneliti
lainnya untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, guna menemukan faktor-
faktor lain yang lebih dominan memberikan kontribusi tentang
Pengetahuan ibu guru tentang Makanan Pendamping ASI dengan status
gizi bayi usia 6-12 bulan di Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang
Hasundutan.
3. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah Pengetahuan ibu guru tentang
Makanan Pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 612 bulan di
Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang Hasundutan. Untuk penelitian
lanjutan disarankan agar melakukan penelitian dengan mengikut sertakan
variabel yang lebih kompleks.
DAFTAR PUSTAKA

http://hellosehat.com/parenting/nutrisi-anak/masalah-gizi-pada-balita/

Padila. (2012). Buku ajar : Keperawatan Keluarga Dilengkapi Aplikasi Kasus Askep
Keluarga Terapi Herbal dan Terapi Modalitas. Yogyakarta : Nuha Medika.

Werdati. (2005). Peranan dan Tanggungjawab Perawat Dalam Pelayanan Keperawatan


Keperatan/Kesehatan Kepada Pasien. Yogyakarta:Magister Managemen Rumah
Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Sartika, R.A.D (2010). Analisis Pemanfaatan Program Pelayanan Kesehatan Status Gizi
Balita. Kesmas: National Public Health Journal (Vol.5). Universitas Indonesia.

Nikmawati, E,E. (2009). Intervensi Pendidikan Gizi Bagi Ibu Balita Dan Kader Posyandu
Untuk Peningkatan Psk (Pengetahuan Sikap Dan Keterampilan Serta Kasus Gizi
Balita. Jurnal Pendidikan Teknologi Kejuruan, 4(15).

Anda mungkin juga menyukai