Anda di halaman 1dari 34

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) TERLALU DINI DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS SUKMAJAYA, DEPOK

SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

WIRDA YUNITA 081.0211.143

FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN 2012

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG MASALAH Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah

kesehatan utama masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan Poliklinik /Rumah sakit/Puskesmas, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab kunjungan ke sarana kesehatan tersebut. Menurut data United Nations Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF juga memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari angka kejadian AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. Di Indonesia sendiri, sekitar 162 ribu meninggal setiap tahunnya atau sekitar 460 balita meninggal setiap harinya akibat diare. Daerah Jawa barat merupakan salah satu yang tertinggi, dimana kasus kematian akibat diare banyak menimpa anak berusia 5 tahun. Umumnya kematian disebabkan dehidrasi karena keterlambatan orangtua memberikan perawatan pertama saat terkena diare. Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, sekitar 1,5 2 juta penderita penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini adalah sekitar 10 % dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit, sedangkan jika ditinjau dari hasil survey rumah tangga (LRKN ,1972) diantara 8 penyakit utama , ternyata presentase penyakit diare yang berobat sangat tinggi ,yaitu 72 % dibandingkan 56% untuk rata-rata penderita seluruh penyakit yang memperoleh pengobatan. Berbagai penyebab diare itu sendiri diantaranya adalah akibat pemberian susu formula yang tidak higienis dan MP-ASI yang terlalu dini (Depkes RI,

2007). Seperti yang telah kita ketahui, setelah usia 6 bulan sejalan dengan bertambahnya usia bayi, kebutuhan nutrisi baik makronutrien maupun mikronutrien tidak dapat terpenuhi hanya dengan ASI saja. Pada tahun 1995 WHO menganjurkan pemberian ASI saja selama 4 bulan pertama dan MP-ASI mulai diberikan pada usia 4-6 bulan . Pada tahun 2001, World Health Assembly (WHA) menetapkan ASI eksklusif selama 6 bulan penuh dan sejak itu pemberian MP-ASI dimulai saat bayi berusia 6 bulan. Oleh karena itu, pemberian MP-ASI harus secara benar sesuai dengan ketentuan yang belaku. Hal ini disebabkan karena sistem imun pada bayi berusia kurang dari 6 bulan belum sempurna. Dengan memberikan MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan sama saja membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan secara higienis. Mulai pemberian MP-ASI pada saat yang tepat sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi serta merupakan periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga . Periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga dikenal dengan pula sebagai masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses dimulainya pemberian makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah , frekuensi maupun tekstur dan konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak di penuhi oleh makanan keluarga. Masa peralihan ini yang berlangsung pada usia 6 bulan sampai 23 bulan, dan masa ini merupakan masa rawan pertumbuhan anak karena pada masa inilah awal terjadinya malnutrisi yang berlanjut dan berkontribusi pada tingginya prevalensi malnutrisi anak balita. Pemberian MP-ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi (Depkes RI, 2007). Hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2008 , menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berusia enam bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan demam dibandingkan bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif dan mendapatkan MP-ASI dengan tepat waktu . Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa bayi atau anak yang

usianya lebih dari enam bulan dan telah diberi MP-ASI tepat kemungkinan juga bisa mengalami hal yang sama. Banyak faktor-faktor pendukung untuk terjadinya diare ini, seperti frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, dan cara pemberian MP-ASI pada bayi ataupun anak (Depkes RI, 2007). Selain itu, faktor perilaku juga mempengaruhi kejadian diare pada bayi dan anak-anak, misalnya perilaku tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum dan sesudah makan, tidak memasak air yang akan diminum sampai mendidih, serta makanan yang habis masa kadaluarsanya dan terkontaminasi parasit. Penyakit diare biasanya mudah menular pada bayi dan anak-anak karena adanya penerapan pola hidup yang tidak benar dan pemberian makanan yang tidak sehat pada bayi dan anak-anak (Widjaja, 2002). Di Indonesia, sejak tahun 1990 telah mendapat dukungan politis dari pemerintah dengan dicanangkannya GNPP-ASI (Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan ASI) oleh Bapak Presiden Soeharto yang bertemakan Dengan ASI Kaum Ibu Mempelopori Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia. Seharusnya dengan gerakan seperti ini bisa membuat ibu-ibu di Indonesia lebih pintar untuk mencari tahu dampak apa yang akan ditimbulkan jika tidak memberikan ASI eksklusif dan memberikan MP-ASI yang tidak tepat pada waktunya yaitu kurang dari 6 bulan. Oleh karena itu, saya tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai hubungan pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok.

B.

PERUMUSAN MASALAH

1. Masalah Umum Apakah ada hubungan antara pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok? 2. Masalah Khusus a. Apakah ada hubungan antara usia pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok? b. Apakah ada hubungan antara frekuensi pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok? c. Apakah ada hubungan antara porsi pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok? d. Apakah ada hubungan antara jenis pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok? e. Apakah ada hubungan antara cara pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok?

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok. 2. a. Tujuan khusus Mengetahui hubungan antara usia pemberian MP-ASI terlalu dini

dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok. b. Mengetahui hubungan antara frekuensi pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok. c. Mengetahui hubungan antara porsi pemberian MP-ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok. d.
e.

Mengetahui hubungan antara jenis MP-ASI terlalu dini dengan anka Mengetahui hubungan antara cara pemberian MP-ASI terlalu dini pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas

kejadian diarenpada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok. dengan angka kejadian diare Sukmajaya, Depok. D.MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Dinas Kota Depok Sebagai bahan masukan dalam membuat perencanaan kebijakan pencegahan penyakit diare, penyusunan perencanaan kesehatan dan evaluasi program kesehatan khususnya dalam pencegahan penyakit diare yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI. 2. Bagi masyarakat

Memberikan

informasi

tentang

hubungan

pemberian

makanan

pendamping ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan sehingga masyarakat lebih meningkatkan kepeduliannya terhadap pentingnya dalam pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dan sehat pada bayi atau anak. 3. 4. Bagi instansi pemerintah Bagi peneliti lain Sebagai bahan masukan dalam upaya preventif terhadap kejadian diare. Dapat dijadikan sebagai informasi untuk peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini terhadap angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan. D. RUANG LINGKUP Ruang lingkup pada penelitian ini di batasi pada hubungan pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini pada anak usia 6-24 bulan yang meliputi usia pemberian makanan pendamping ASI, frekuensi pemberian makanan pendamping ASI , jenis makanan pendamping ASI, dan cara pemberian makanan pendamping ASI dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya, Depok.

BAB II LANDASAN TEORI


A. 1. TINJAUAN PUSTAKA Makanan pendamping ASI

A. Definisi MP-ASI Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or prepared form, which are part of human diet. Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan. Makanan yang dimaksud adalah berupa asupan yang dapat memenuhi kebutuhan akan zat gizi dalam tubuh. Sedangkan yang dimaksud MP-ASI itu sendiri adalah makanan atau minuman selain ASI yang mengandung nutrien yang diberikan kepada bayi selama periode pemberian makanan peralihan (complementary feeding) yaitu pada saat makanan/minuman lain diberikan bersama pemberian ASI (WHO). Mulai pemberian MP-ASI pada saat yang tepat sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi serta merupakan periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga. Periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga dikenal pula sebagai masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses dimulainya pemberian makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi maupun tekstur dan konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi oleh makanan keluarga. B. Persyaratan MP-ASI Pada Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (GSIYCF,2002) dinyatakan bahwa MP-ASI harus memenuhi syarat berikut ini :

1. Tepat waktu (Timely) : MP-ASI mulai diberikan saat kebutuhan energi dan

nutrien melebihi yang didapat dari ASI.


2. Adekuat (Adequate) : MP-ASI harus mengandung cukup energi, protein dan

mikronutrien
3. Aman (Safe) : Penyimpanan, penyiapan, dan sewaktu diberikan , MP-ASI harus

higienis
4. Tepat cara pemberian (Properly) : MP-ASI diberikan sejalan dengan tanda lapar

dan nafsu makan yang di tunjukkan bayi serta frekuensi dan cara pemberiannya sesuai dengan usia bayi. C. Prinsip pemberian MP-ASI pada bayi dengan ASI 1. Berikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya tambahkan MP-ASI mulai usia 6 bulan (180 hari) sementara ASI diteruskan
2. Lanjutkan ASI on demand sampai usia 2 tahun atau lebih 3. Lakukan responsive feeding dengan menerapkan prinsip asuhan psikososial

4. Terapkan perilaku hidup bersih dan higienis serta penanganan makanan yang baik dan tepat 5. Mulai pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan dengan jumlah sedikit, bertahap dinaikkan sesuai usia bayi, sementara ASI tetap sering diberikan 6. Bertahap konsistensi dan variasi ditambah sesuai kebuutuhan dan kemampuan bayi 7. Frekuensi pemberian MP-ASI semakin sering sejalan dengan bertambahnya usia bayi
8. Berikan variasi makanan yang kaya akan nutrien untuk memastikan bahwa

seluruh kebutuhan nutrien terpenuhi 9. Gunakan MP-ASI yang diperkaya vitamin-mineral atau berikan preparat vitamin-mineral bila perlu
10. Tambahkan asupan cairan saat anak sakit, termasuk lebih sering menyusu, dan

dorong anak untuk makan makanan lunak dan yang disukainya. Setelah sembuh, beri makan lebih sering dan dorong anak untuk makan lebih banyak

B. Waktu, frekuensi dan porsi yang tepat dalam pemberian MP-ASI


Umur Tekstur Frekuensi Jumlah rata2/kali 6-8 bulan Mulai dengan bubur halus,lembut,cukup kental,dilanjutkan bertahap menjadi lebih kasar 2-3x/hari , ASI tetap sering diberikan.Tergantung nafsu makannya, dapat diberikan 1-2 x selingan makan Mulai dengan 2-3 sdm/kali ditingkatkan bertahap sampai mangkok (= 125 ml) Waktu makan tidak lebih dari 30 9-11 bulan Makanan yang di cincang halus atau disaring kasar , ditingkatkan semakin kasar sampai makanan bisa di pegang / diambil dengan 12-23 bulan tangan Makanan keluarga, bila perlu masih dicincang atau disaring kasar 3-4 x/hari, ASI tetap diberikan. Tergantung nafsu makannya , dapat diberikan 1-2x selingan sampai 1 mangkok (175-250 ml) Waktu makan tidak lebih dari 30 menit 3-4 x/hari, ASI tetap diberikan. Tergantung nafsu makannya ,dapat diberikan 1-2x selingan menit sampai mangkok (= 125-175 ml) Waktu makan tidak lebih dari 30 menit

C. Saat yang tepat memulai pemberian MP-ASI Beberapa faktor yang perlu di pertimbangkan ketika akan memulai pemberian MP-ASI, yaitu :
1. Kesiapan / kematangan saluran cerna : perkembangan enzim pencernaan sudah

sempurna pada saat bayi berusia 3-4 bulan 2. Perkembangan keterampilan oromotor : kesiapan bayi untuk menerima makanan padat bervariasi antara 4-6 bulan 3. Kebutuhan nutrisi selain dari ASI : tidak di perlukan sebelum usia 6 bulan karena ASI masih dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi , kecali bila terbukti

lain yang di tunjukkan dengan adanya gangguan pertumbuhan/ kenaikan berat badan yang kurang tanpa penyebab jelas. 4. Kebutuhan akan variasi dan perubahan tekstur : sejalan dengan perkembangan oromotornya, dalam 1 tahun pertama bayi perlu dikenalkan dengan berbagai variasi rasa, aroma , tekstur dan konsistensi. Selain untuk pemberian selera, juga untuk melatih keterampilan makan (mengunyah) yang mulai timbul pada usia 6 bulan.Usia 6-9 bulan merupakan periode kritis dalam perkembangan keterampilan makan. Bila pada periode ini bayi tidak dilatih untuk makan yang semakin padat dan kasar, maka di usia selanjutnya bayi hanya dapat makan makanan yang cair atau lembut saja dan tidak mampu menerima makanan keluarga sehingga timbul masalah makan. D. Jenis makanan pendamping ASI Dalam pemilihan jenis makanan, biasanya diawali dengan proses pengenalan terlebih dahulu mengenai jenis makanan yang tidak menyebabkan alergi, umumnya yang mengandung kadar protein paling rendah seperti serealia (beras merah atau beras putih). Khusus sayuran, mulailah dengan yang rasanya hambar seperti kentang, kacang hijau, labu dan lain-lain. Kemudian memperkenalkan makanan buah seperti alpukat, pisang, apel dan pir. Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan. Jenis-jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia anak adalah sebagai berikut: 1) Makanan lumat Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak berusia enam sampai sembilan bulan. Contoh dari makanan lumat itu sendiri antara lain berupa bubur susu, bubur sumsum, pisang saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring. 2) Makanan lunak Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau teksturnya agak kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan ketika anak usia sembilan sampai 12 bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri.

3) Makanan padat Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada anak saat berusia 12-24 bulan. Contoh makanan padat antara lain berupa lontong, nasi, lauk-pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan. E. Variasi bahan makanan untuk bayi 1. Tidak ada satu jenis makanan yang cukup mengandung zat gizi untuk kebutuhan bayi. 2. Variasi bahan makanan yang di berikan sejak bayi akan diingat, sehingga ketika menjadi besar tetap akan mengenal jenis makanan tersebut.
3. Mengatasi bayi susah makan karena variasi hidangan tidak menyebabkan bayi

bosan. Jenis bahan makanan juga perlu untuk merangsang enzim pencernaan untuk mencerna beragam jenis makanan. Seperti pada bayi yang di beri makanan yang terdiri dari ketela rambat yang mempunyai cristallin patterens type B yang lebih sukar dicerna. Di perlukan enzim spesifik untuk mencerna jenis kristal ini sehingga penganekaragaman makanan sejak bayi akan merangsang terbentuknya enzim-enzim yang mencerna enzim-enzim yang mencerna jenis kristal ini. Pada bayi yang pada waktu muda diberikan bahan makanan yang mencerna makanan tersebut sehingga tidak timbul gejala-gejala seperti muntah, kembung, buang angin, dan sebagainya. 4. Variasi bahan makanan terutama harus mengingat bahan makanan lokal yang ada di sekitar yang murah dan mudah di dapat serta bermanfaat. F. Kriteria kelayakan MP-ASI Menurut Irianto dan Waluyo (2004) dalam pemberian makanan pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat, diantaranya : a. Berada dalam derajat kematangan b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau anak c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan

d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness) e. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan G. Cara pemberian makanan pendamping ASI Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut : a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan bayi atau anak. b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau anak. c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih. d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak. e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya berdasarkan tahapan usia anak. f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri. H. Cara memperkenalkan makanan kepada bayi 1. Tes makanan pertama kali : Bubur tepung beras yang diperkaya zat besi merupakan makanan yang di anjurkan sebagai makanan pertama yang diberikan kepada bayi. Dapat ditambahkan ASI atau susu formula yang biasa diminumnya setelah bubur dimasak. 2. Sebaiknya diberikan mulai 1-2 sendok teh saja dulu, sesudah bayi minum sejumlah ASI atau formula, kecuali bila selalu menolak maka diberikan sebelumnya. Selanjutnya jumlah makanan ditambah bertahap sampai jumlah yang sesuai atau yang dapat dihabiskan bayi.

I. Cara menyuapi MP-ASI 1. Saat menyuapi, letakkan sedikit makanan pada sendok, kemudian masukkan perlahan kedalam mulut bayi 2. Suapkan makanan berikutnya setelah bayi berhasil menelan makanan sebelumnya 3. Suapkan makanan secara perlahan kedalam mulut bayi agar tidak tersedak J. Dampak yang terjadi akibat pemberian MP-ASI yang tidak tepat waktu 1. Terlalu dini (<4 bulan): dapat mengakibatkan diare, dehidrasi, produksi ASI menurun, sensitisasi alergi dan gangguan tumbuh kembang. 2. Terlambat (>7 bulan) : dapat mengakibatkan defisiensi zat besi dan gangguan tumbuh kembang. K. Permasalahan dalam pemberian MP-ASI
1. Pemberian makanan pralaktal (makanan sebelum ASI keluar) seperti air kelapa,

air tajin, air teh, madu, pisang. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui.
2. Pemberian MP-ASI terlalu dini (sebelum bayi berumur 6 bulan) akan

menurunkan konsumsi ASI dan gangguan pencernaan/diare beda halnya dengan pemberian yang terlambat, dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. 3. MP-ASI yang diberikan tidak tepat dan tidak cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. 4. Frekuensi pemberian MP-ASI yang kurang dalam sehari akan berakibat kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi. 5. Kebersihan yang kurang terjaga terutama pada saat menyediakan dan memberikan makanan pada anak. Masih banyak ibu yang menyuapi anaknya dengan menggunakan tangan tanpa sendok, menyimpan makanan matang tanpa tutup makanan dan kurang mengamati perilaku kebersihan dari pengasuh anaknya.

A. A.

Penyakit Diare Definisi penyakit diare

Sesuai dengan definisi Hippocrates ,maka diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969; Morley ,1973). Sedangkan definisi menurut WHO (2007) , diare merupakan berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam). B. Epidemiologi penyakit diare Epidemiologi penyakit diare menurut Depkes RI (2005) adalah sebagai berikut:
a.

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare kuman penyebab Fecal oral ini terjadi antara lain melalui makanan atau minuman

diare biasanya menyebar melalui fecal oral. yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh sampai usia enam bulan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan ataupun pada saat menyuapi anak. b. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare Beberapa faktor pejamu dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut antara lain terdiri dari: 1) Tidak memberikan ASI sampai dua tahun 2) Kurang gizi 3) Campak 4) Imuno defisiensi, 5) Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%). c. Faktor lingkungan dan perilaku 1) Faktor lingkungan

Yang dominan dalam faktor lingkungan adalah: a) Sumber air minum Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan, atau benda yang tercemar tinja. Misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci (Depkes RI, 2005). b) Jenis tempat pembuangan tinja Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit diare. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah : 1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya 3. Tidak mengotori air dalam tanah disekitarnya 4. Kotoran tidak boleh terbuka, sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya 5. Tidak menimbulkan bau 6. Pembuatannya murah 7. Mudah digunakan dan dipelihara. 2) Faktor perilaku Faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare (Depkes RI, 2005), antara lain: a) Pemberian ASI eksklusif ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Tidak memberikan ASI eksklusif secara penuh selama empat sampai enam bulan, risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI secara penuh. Bayi yang tidak diberi ASI, kemungkinan juga dapat menderita dehidrasi berat. Oleh karena itu, pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung empat kali

lebih besar terhadap diare, dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula. b) Penggunaan botol susu Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susu susah dibersihkan. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare, sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk. c) Kebiasaan cuci tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan yang penting dalam penularan diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi anak, dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. d) Kebiasaan membuang tinja Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya. Padahal sesungguhnya tinja bayi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. e) Menggunakan air minum yang tercemar Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat penyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Untuk mengurangi risiko terhadap diare, yaitu harus menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi. f) Menggunakan jamban Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban, sebaiknya membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. Bila tidak mampuuntuk mempunyai jamban, sebaiknya jangan membiarkan anak-anak untuk pergi ke tempat buang air besar, hendaknya tempat untuk buang air

besar jauh dari rumah, jalan setapak, tempat bermain anak-anak, dan harus berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air. g) Pemberian imunisasi campak Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, segera berikan anak imunisasi campak setelah berumur sembilan bulan. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita. C. Etiologi penyakit diare Menurut Widjaja (2002) dan Depkes RI (2005), penyebab diare disebabkan oleh adanya beberapa faktor, antara lain: a. Faktor Infeksi Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak balita. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang dibagi menjadi dua, yaitu: 1.) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi : a) Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas. b) Inveksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno virus, Rotavirus, Astrovirus. c) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa 2 .) (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,Trichoirionas hominis), jamur (Candida albicans). Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan Ensefalitis dan seperti: Tonsillitis/Tonsilofaringitis,Bronkopneumonia, bawah dua tahun. b. Faktor Malabsorpsi Faktor ini dibagi menjadi dua, yaitu: a. Malabsorpsi karbohidrat sebagainya. Keadaan ini terutama terjadi pada bayi dan anak berumur di

Pada tahap awal sebagai akibat kerusakan epitel usus terjadi kekurangan enzim laktase dan protease dengan akibat terjadinya maldigesti dan malabsorbsi karbohidrat dan pada tahap lanjut setelah terjadi KEP yang menyebabkan terjadinya atrofi mukosa lambung, mukosa usus halus disertai penumpulan villi, serta kerusakan hepar dan pancreas, terjadilah defisiensi enzim enzim yang dikeluarkan oleh organ organ tersebut, menyebabkan terjadinya maldigesti dan malabsorbsi dari seluruh nutrien. Makanan yang tidak dicerna dengan baik akan menyebabkan tekanan koloid osmotik di dalam lumen usus meninggi, menyebabkan osmotik diare. b. Malabsorpsi lemak Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak. c. Faktor makanan Faktor makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran),dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak balita. d. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mengakibatkan terjadi diare, meliputi rasa takut, cemas dan tegang jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita dan umumnya terjadi pada anak yang lebih besar atau dewasa.

D. Patogenesis Sesuai dengan perjalanan penyakit diare, pathogenesis penyakit diare dibagi atas:

a.Diare akut 1. Diare sekretorik Dimulai dari masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan, kemudian berkembang biak setelah melewati asam lambung. Setelah itu terbentuklah toksin yang berfungsi untuk merangsang mukosa usus. Terjadi gangguan absorbsi natrium oleh villi saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung bahkan meningkat. Kemudian terjadi sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang mengakibatkan air dan elektrolit keluar tubuh sebagai feses cair. 2.Diare osmotik Mukosa usus halus normalnya adalah epitel berpori yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Bila dalam lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap (larutan isotonik, air atau bahan yang larut), maka bahan-bahan tersebut akan melewati mukosa usus halus tanpa diabsorbsi dan mengakibatkan diare. D. Patofisiologi Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi : 1. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. 2. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) Hal ini dapat terjadi karena : a.Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja b.Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh c.Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan d.Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouria/anuria)

e.Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler Secara kllinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan bersifat cepat, teratur dan dalam, yang disebut pernapasan kuzmaull. 3. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2-3 % dari anak-anak yang menderita diare. Lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita Kekurangan Kalori Protein (KKP). Hal ini terjadi karena : a. Penyimpanan atau persediaan glikogen dalam hati terganggu b. Adanya gangguan absorbsi glukosa Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala yang timbul seperti lemah, apatis, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. 4. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi ganggan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan : a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau muntahnya akan bertambah hebat b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama c. Makanan yang diberikan sering tidak dicerna dan diabsorbsi dengan baik dengan adanya hiperperistaltik 5.Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan/disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah hebat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokomateus) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal. E. Klasifikasi diare

a. Diare akut Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. b. Diare kronik Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. F. Cara penularan Menurut Widoyono (2008), penyakit diare disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui fecal oral yang terjadi karena: a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan saat mengambil air sampai ke rumah, atau tercemar pada saat disimpan di tempat penyimpanan air dalam rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar saat menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. b. Melalui tinja yang terinfeksi. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap ke makanan yang akan kita makan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakan makanan tersebut. G. Gejala diare Menurut Widoyono (2008), gejala diare dibedakan menjadi dua, antara lain : a. Gejala umum 1) Berak cair atau lembek dan sering (gejala khas diare) 2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut 3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare 4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,apatis, bahkan gelisah.

b. Gejala khusus 1) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis. 2) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah. H. Diagnosis 1. 2. Anamnesis Lamanya sakit diare Frekuensi sakit diare Banyaknya/volume dari tinja Warna tinja Bau tinja Ada tidaknya gejala penyerta seperti batuk, panas, pilek Jenis, bentuk dan banyaknya makanan dan minuman Penderita diare di sekitar rumah Berat badan sebelum sakit Manifestasi klinik Mula mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Yinjaa menjadi cair, mungkin mengandung darah dan/atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin menjadi asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah dehidrasi. Disertai berat badan turun, pada bayi ubun ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering. I.Komplikasi

dan kejang sebelum, selama dan setelah diare yang diberikan sebelum, selama dan setelah diare

Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. 1.Hipernatremia Sering terjadi pada bayi baru lahir sampai umur 1 tahun (khususnya bayi < 6 bulan). Biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan kurang, atau cairan yang diminum mengandung terlalu banyak Na. 2.Hiponatremia Dapat terjadi pada penderita diare yang minum cairan yang sedikit/tidak mengandung Na. Penderita gizi buruk mempunyai kecenderungan mengalami hiponatremia. 3.Demam Demam terjadi biasanya pada infeksi Shigella disentriae dan Rotavirus. Pada umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. 4.Edema/overhidrasi Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak 5.Asidosis metabolik Dimulai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan cepat (kuzmaull) 6.Malabsorbsi dan intoleransi laktosa Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula selama diare dapat menyebabkan : Volume tinja bertambah Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk Dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak

I. Penilaian derajat dehidrasi dan rencana pengobatan (WHO)


Kolom A Kolom B Kolom C Kolom D

1.Anamnesis Frekuensi Muntah Haus Kencing 2.Inspeksi Keadaan umum Baik Jelek, mengantuk atau gelisah Tidak ada Air mata Mata Mulut & lidah Nafas 3.Palpasi kulit Turgor Nadi Ada Normal Kering Basah Normal Cepat kembali Normal Kembali pelan Normal/cepat Sangat pelan Sangat cepat, lemah sampai tidak teraba Sangat cekung Ubun - ubun 4.Suhu badan 5.Berat badan 6.Kesimpulan Normal Kehilangan <2,5 % Dehidrasi (-) Cekung Panas tinggi, >38,5C Kehilangan 2,5 % - 10 % 2 tanda atau lebih Dehidrasi ringan/sedang Kehilangan > 10 % 2 tanda atau lebih Dehidrasi berat Tinja : darah/lendir + Panas Lebih cepat Cekung Tidak ada Sangat cekung dan kering Sangat kering Sangat cepat dan dalam Tidak sadar atau gelisah < 4x sehari Tidak ada atau sedikit Tidak ada Normal 4-10x sehari Kadang-kadang Haus Sedikit, pekat >10x sehari Sering sekali Sangat haus atau tidak bisa minum Tidak kencing selama 6 jam Lebih dari 3 minggu (diare kronik)

Rencana A

Rencana B

Rencana C

Antibiotika

A. Penatalaksanaan Cairan rehidrasi oral Menurut WHO, oralit standar (paket 1 liter) - Air 2 liter - Gula 50 gram - Larutan elektrolit atau mineral 40 cc B. Cara pencegahan Cara pencegahan penyakit diare menurut Widoyono (2008) adalah melalui promosi kesehatan, antara lain : a. Menggunakan air bersih ( tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa) b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum, agar mematikan sebagian besar kuman penyakit

c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum dan sesudah makan, serta pada waktu sesudah buang air besar d. Memberikan ASI pada anak sampai usia dua tahun e. Menggunakan jamban yang sehat f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar

B . KERANGKA TEORI

Derajat kesehatan

Ibu yang mempunyai anak usia 6-24 bulan

Faktor perilaku -Pemberian ASI eksklusif - Penggunaan botol susu - Kebiasaan mencuci tangan - Kebiasaan membuang tinja - Menggunakan air minum yang tercemar - Menggunakan jamban - Pemberian Imunisasi campak

Faktor gizi Pemberian MP ASI - Umur pemberian MP ASI - Frekuensi pemberian MP ASI - Porsi pemberian MP ASI - Jenis MP ASI - Cara pemberian MP ASI

Faktor lingkungan Faktor Lingkungan - Sumber air minum - Jenis tempat pembuangan tinja Anak

Kejadian diare Keterangan : = Variabel yang di teliti

= Variabel yang tidak di teliti

B. HIPOTESIS

1. Ada hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 di Puskesmas Sukmajaya, Depok 2. Ada hubungan frekuensi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 di Puskesmas Sukmajaya, Depok 3. Ada hubungan porsi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan dengan kejadian diare di Puskesmas Sukmajaya, Depok 4. Ada hubungan jenis makanan pendamping ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 di Puskesmas Sukmajaya, Depok 5. Ada hubungan cara pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dengan angka kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok

BAB III

BAHAN DAN METODE

A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data primer dan data sekunder di lapangan terhadap ibu dan anaknya dengan sejumlah sampel tertentu di Puskesmas Sukmajaya, Depok. Penelitian ini merupakan deskriptif analitik cross sectional, yaitu observasi dan pengumpulan data dilakukan secara bersamaan. Penelitian deskriptif akan memberikan gambaran tentang hubungan antara pemberian MP-ASI dan kejadian diare pada anak usia 6 24 bulan. Penelitian analitik menyangkut pengujian hipotesis yaitu hubungan antara pemberian MP-ASI terhadap kejadian diare pada anak usia 6 24 bulan yang akan diuji secara statistik menggunakan aplikasi pengolahan data statistik. B. LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya, Depok. C. SUBJEK PENELITIAN a. Populasi Semua ibu yang mempunyai anak yang berusia 6 24 bulan dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya, Depok. b.Sampel Semua ibu yang mempunyai anak yang berusia 6 - 24 bulan dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya, Depok yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel penelitian pada periode januari - februari.
a. Kriteria inklusi -

Semua ibu yang memiliki anak yang berumur 6 - 24 bulan Anak yang diantar ibu ke puskesmas

b. Kriteria eksklusi

-Semua ibu yang memiliki anak yang berusia 6 - 24 bulan yang mengalami gizi buruk maupun gangguan sistem kekebalan tubuh (imunodefisiensi)

-Semua ibu yang memiliki anak berusia 6 24 bulan yang tidak bersedia mengikuti penelitian D. TEKNIK SAMPLING Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling yaitu Purposice Sampling dengan cara memlilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektifnya, bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian (Sudigdo S, 2010). Dalam penelitian ini sampelnya adalah semua anak yang berusia 6 - 24 bulan dan ibu dari anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel penelitian diwilayah kerja Puskesmas Sukmajaya, Depok periode januari - februari 2012. Penentuan besar sampel dilakukan penghitungan dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus : n= N 1 + Ne Keterangan : n = Jumlah subjek N = Jumlah populasi e = Tingkat kepercayaan 95% n = 76 1 + 76 x 0,05 n= 63

Maka besar sampel yang diambil adalah sebanyak 63 responden

E. RANCANGAN PENELITIAN Jenis rancangan penelitian yang digunakan berupa observasional dengan studi Cross Sectional (potong lintang ). Studi Cross Sectional mempelajari korelasi antara variabel bebas terhadap efeknya dengan cara Retrospektif, penelitian yang berusaha melihat ke belakang (backward looking), artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi (Sudigdo S,2010).

F. METODE PENGUMPULAN DATA A. Jenis data Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, dimana :
1. Data primer terdiri dari : Pemberian MP-ASI oleh ibu, dan

kejadian diare yang dialami oleh anaknyanya serta keterangan lain yang didapat dari kuesioner melalui wawancara. 2. Data sekunder terdiri dari : Kejadian diare pada bayi tersebut, jumlah penduduk, jumlah balita dan data lain yang mendukung yang diambil dari Puskesmas. B. Cara pengumpulan data Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada ibu yang menjadi responden dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan tentang pemberian MP-ASI dan angka kejadian diare. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data rekam medik Puskesmas Sukmajaya, Depok yang terdiri dari keterangan mengenai kejadian diare pada anak.

G.IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN A. Variabel bebas (Independent Variable)

-MP-ASI B. Variabel terikat (Dependent Variable) -Diare

H. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL


No. 1. Variabel MP-ASI Definisi Makanan / minuman selain ASI yang mengandung nutrien yang diberikan kepada bayi bayi selama periode pemberian makanan peralihan Meningkatnya frekuensi buang air besar dan berubahnya konsistensi menjadi cair Alat ukur Kuesioner Cara ukur Wawancara Hasil ukur 1.MP-ASI 2.Non MP-ASI Skala Nominal

2.

Kejadian Diare

kuesioner

Wawancara

1Tidak diare 2.Diare

Nominal

I.INSTRUMEN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian untuk mendapatkan data dengan cara sebagai berikut : 1.Kuesioner, untuk mendapatkan data kualitatif tentang pemberian MPASI dengan kejadian diare. Bentuk pertanyaan untuk pemberian MPASI dan kejadian diare pada kuesioner penelitian ini adalah tertutup (Close ended) 2.Rekam medis, untuk mendapatkan data kualitatif dan kuantitatif tentang kejadian diare pada bayi. J. PROTOKOL (CARA KERJA) PENELITIAN a. Pra penelitian Mengajukan surat izin atau permohonan kepada kepala suku dinas kesehatan kota Depok dan kepala Puskesmas Sukmajaya untuk meminta izin mencari data dari ibu dan anak berusia 6 - 24 bulan di Puskesmas Sukmajaya, Depok. b.Saat penelitian

Bekerjasama dengan pegawai Puskesmas Sukmajaya dalam memperoleh data tentang pemberian MP-ASI dan kejadian diare melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner. Selanjutnya melihat data pada rekam medik yang berisi kejadian diare pada bayi yang menjadi responden.

c.Pengolahan data Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi software pengolah data statistik yang merupakan paket program statistik yang yang berguna untuk mengolah dan menganalisis data penelitian. Agar analisis menghasilkan informasi yang benar, ada empat tahapan dalam mengolah data, yaitu : a. Editing Hasil wawancara dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Pada tahap ini merupakan kegiatan pengecekan terhadap isian kuesioner, apakah daftar kuesioner sudah diisi dengan lengkap, jawaban dari responden jelas, dan antara jawaban dengan pertanyaan relevan. b. Coding Kegiatan mengubah data berbentuk huruf atau kalimat menjadi data angka atau bilangan. Kegunaan coding adalah mempermudah pada saat analisis data dan juga pada saat entry data. c. Data entry Data entry adalah memindahkan hasil data dari responden yang dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program atau software computer secara teliti. d. Cleaning Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, selanjutnya dilakukan proses cleaning, yaitu berupa pengecekan kembali data yang sudah masuk dari kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau korelasi.

H. Analisis data

Meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran masing-masing distribusi frekuensi berupa data bayi (usia bayi, jenis kelamin bayi, pemberian MP-ASI, kejadian diare pada bayi). Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara masing masing variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan uji Chi-Square. Pemakaian statistik dengan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji Chi-Square menggunakan kategori (nominal), data tersebut diperoleh dari hasil menghitung. Keputusan uji Chi-Square, H0 ditolak apabila p < (0,05), artinya ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variable bebas. H0 gagal ditolak / diterima apabila p > (0,05), artinya tidak ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah Fishers Exact Test. Bila pada 2 x 2 tidak dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5 maka uji yang digunakan adalah Continuity Correction.

Anda mungkin juga menyukai