Anda di halaman 1dari 45

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 7-12 BULAN DI


PUSKESMAS KAWALU KOTA TASIKMALAYA

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun oleh :

ANZAR FADILLAH
NIM. C1514201006

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angka Kematian Balita (AKAB) di dunia saat ini menurut badan PBB

untuk anak-anak yaitu UNICEF menyatakan bahwa tingkat kematian anak-

anak balita mengalami penurunan, secara global telah menurun hampir

setengah persen sejak 1990. Turun dari 90 menjadi 46 kematian per seribu

kelahiran pada 2013. Kematian balita di negara berkembang masih tinggi,

hampir 10 juta kematian terjadi setiap tahunnya pada anak-anak yang berumur

di bawah lima tahun.

Negara-negara di dunia merumuskan program pembangunan melalui

Sustainable Development Goals (SDGs) sampai 2030 dalam menurunkan

angka kematian dan kesakitan. SDGs tidak lain merupakan kelanjutan dari

target–target MDGs dalam hal memprioritaskan upaya peningkatan derajat

kesehatan ibu dan anak (KIA) dengan indikator pada kematian di negara maju,

negara berkembang dan negara miskin (Hoelman, 2015). Sebanyak 6,5 juta

anak meninggal karena penyebab kematian yang sebenarnya bisa dicegah.

Seperti kurang gizi, diare, malaria, pneumonia, dan penyakit lainnya (Chopra.

2014).

Prevalensi diare pada balita menurut hasil Riskesdas tahun 2013 di

Indonesia mencapai 6,7% yang terjadi pada kelompok usia kurang dari dua

tahun (Kemenkes RI. (2013). Prevalensi diare pada balita untuk Provinsi Jawa
2

Barat diperkirakan mencapai 4.3% dari 45,080,040 balita. Hal ini

menunjukkan bahwa kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Barat masih

tetap tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya seperti Jawa tengah yang

mencapai 3,3% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2012. Adapun data

yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat bahwa angka

kejadian diare pada pada tahun 2012 sebesar 8,4% dari 654,595 balita dan

sebanyak mencapai 4,179 kasus diantaranya terjadi pada usia kurang dari 2

tahun (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2015).

Diare didefinisikan oleh peningkatan frekuensi defekasi (tiga kali dalam

sehari), peningktan jumlah feses disertai dengan perubahan konsistensi tinja

menjadi lembek atau cair, dengan atau tanpa lendir dalam tinja (Smlestzer,

2009). Adanya kejadian diare pada balita dapat disebabkan karena kesalahan

pemberian makanan. Kesalahan ini dapat berupa bayi yang diberi makanan

selain ASI pada usianya yang baru 4 bulan atau adanya praktek pemberian

makan bayi dengan susu formula atau replacement feeding (WHO, 2009).

ASI bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan

yang terdiri dari sel hidup seperti sel darah putih dan mengandung antibodi,

hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat membunuh

bakteri dan virus, sedangkan susu formula adalah cairan yang berisi zat mati,

yang di dalamnya tidak ada sel hidup seperti pada ASI Bayi ASI eksklusif

ternyata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi

yang tidak mendapat ASI eksklusif karena di dalam ASI terdapat kolostrum
3

yang berfungsi sebagai zat kekebalan. Kolostrum ini akan melindungi bayi

dari penyakit diare (Hendrawati et al, 2010).

Beberapa penelitian terkait dengan hubungan pemberian ASI dengan

kejadian diare telah dilakukan, seperti penelitian Rahmadhani (2013),

menemukan bahwa sebagian besar bayi usia 0-5 bulan 29 hari yang masih

mendapat ASI secara ekslsusif. Sebagian besar bayi pernah mengalami diare.

Analisis chi square mendapatkan ada hubungan antara pemberian ASI dengan

kejadian diare. Kemudian penelitian Sari (2016) dan Wijayanti (2010) dalam

penelirtiannya menemukan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI

dengan kejadian diare.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya pada tahun 2018

didapatkan prevalensi kasus diare menurut Puskesmas kecamatan didapatkan

data di Puskesmas Kawalu pada tahun 2018 kasus kejadian diare pada balita

mencapai 532 kasus (22,01%) dari 2.417 balita. Dari jumlah balita diare,

kelompok usia 0-5 bulan sebanyak 130 kasus, usia 6-12 bulan mencapai 112

kasus dan usia 12-59 bulan mencapai 290 kasus. Dan pada periode Januari

2019 mencapai 12 kasus. Sedangkan untuk cakupan ASI eksklusif masih

rendah dan belum mencapai target dimana pada tahun 2018 mencapai 76,6%

dari target yang ditetapkan sebesar 80%. Prevalensi tertinggi kedua adalah di

Puskesmas Indihiang dimana pada tahun 2018 kasus diare mencapai 440

kasus, Puskesmas Urug mencapai mencapai 365 kasus dan Puskesmas

Cibeureum mencapai 396 kasus. Melihat dari data tersebut, Puskesmas

Kawalu merupakan Puskesmas yang memiliki prevalensi kasus diare tertinggi.


4

Hasil studi pendahuluan dengan menggunakan wawancara kepada 10

orang ibu yang memiliki bayi usia 7-12 bulan diperoleh informasi bahwa

sebanyak 6 orang memberikan ASI eksklusif, ibu mengatakan memberikan

ASI tanpa makanan tambahan lain selama 6 bulan kepada bayinya, dari

jumlah tersebut sebanyak 1 orang bayinya sering mengalami diare. Kemudian

dari 10 orang yang diwawancara sebanyak 4 orang ibu mangatakan bayinya

telah diberikan susu formula dan makanan lain sebelum usia 6 bulan, dari

jumlah tersebut sebanyak 3 orang bayinya sering mengalami diare.

Berdasarkan data di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk

mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada

bayi usia 7-12 bulan di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya.

B. Rumusan Masalah

Diare merupakan sebagai adanya peningkatan frekuensi defekasi (tiga

kali dalam sehari), peningkatan jumlah feses. Adanya kejadian diare pada

balita dapat disebabkan karena kesalahan pemberian makanan. Kesalahan ini

dapat berupa bayi yang diberi makanan selain ASI. Penelitian terkait dengan

berbedaan kejadian diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif maupun non

eksklusif belum banyak dilakukan. Oleh karena itu rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian diare pada bayi usia 7-12 bulan di Puskesmas Kawalu Kota

Tasikmalaya.
5

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada

bayi usia 7-12 bulan di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 7-12 bulan di

Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya.

b. Diketahuinya kejadian diare pada bayi usia 7-12 bulan di Puskesmas Kawalu

Kota Tasikmalaya.

c. Diketahuinya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada

bayi usia 7-12 bulan di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan wawasan dan

pengembangan kelilmuan tentang keprerawatan anak khususnya terkait

dengan hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian diare

sehingga dapat mengaplikasikan dilapangan

2. Bagi Profesi perawat

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan

khususnya perawat sebagai upaya untuk bahan acuan dalam memberikan

pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai pencegahan penyakit

diare melalui pemberfian ASI.


6

3. Bagi Puskesmas

Dapat memberikan masukan tentang pentingnya peningkatan

pengetahuan masyarakat sehingga dengan adanya informasi tersebut pihak

Puskesmas dapat meningkatkan kegiatan promosi kesehatan hususnya

tentang pentingnya pemberian ASI.

4. Bagi FIKes Universitas Muhammadiyah

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kepustakaan di FIKes

Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya yang dapat dijadikan

pengembangan Catur Dharma Perguruan Tinggi.

5. Peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai acuan

dalam penelitian yang akan dilakukan khususnya mengenai kejadian diare

dan faktor yang mempengaruhinya dan menggunakan metode lain yang

lebih luas.
7

BAB II

TINJAUAN TOERI

A. ASI Ekslsuif

1. Pengertian ASI

ASI adalah cairan kehidupan terbaik yangs angat dibtuhkan oleh

bayi, karena air susu ibu adalah makanan bayi yang paling penting

terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya (Sunarsih, 2011).

Adapun menurut Saleha (2009) ASI merupakan bahan makanan alami

(natural) dan sumber utama kehidupan, karena air susu ibu adalah

makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama

kehidupannya. ASI mengandung kebutuhan zat energi dan zat yang

dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi.

ASI adalah susu yang diproduksi seorang ibu untuk makanan

bayinya dan juga merupakan sumber gizi utama bayi dan untuk menjamin

tumbuh kembang bayi pada 6 bulan pertama da juga merupakan

makanan/minuman yang terbaik bagi bayi, karena ASI terbukti

mengandung semua zat nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi (Laksono Kodrat, 2010).

2. Pengertian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa makanan

tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih,

dan tanpa bantuan bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, nasi yang

7
8

dilembutkan, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim, dan lain sebagainya.

Sebelum mencapai usia 6 bulan sistem pencernaan bayi belum berfungsi

dengan sempurna, sehingga ia belum mampu mencerna makanan selain

ASI (Marimbi, 2010).

ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan

makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6

bulan kecuali obat dan vitamin (Depkes, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan ASI eksklusif adalah makanan terbaik bagi bayi

yang mengandung semua zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi yang diberikan sampai bayi berusia 6 bulan.

3. Stadium ASI Eksklusif

Berdasarkan stadium laktasi / menyusui, komposisi ASI dibagi atas tiga

bagian (Sunarsih, 2011) yaitu:

a. Stadium I yaitu Kolostrum, merupakan ASI yang keluar pada akhir

kehamilan hingga 2-4 hari setelah bayi lahir. Cairan tersebut sifatnya

kental dan berwarna kekuning-kuningan karena mengandung beta

karoten. Kolostrum mengandung lebih banyak protein terutama gama

globulin, mineral terutama natrium, kalium, klorida dan vitamin yang

larut dalam lemak. Merupakan antibody yang dapat memberikan

perlindungan pada bayi sampai umur enam bulan pertama, volume

kolostrum berkisar antara 300 ml/24 jam.


9

b. Stadiium II yaitu ASI masa transisi, merupakan peralihan dari

kolostrum menjadi ASI matur, mulai keluar pada hari ke empat

sampai hari kesepuluh masa laktasi pada masa ini kadar protein pada

air susu semakin menurun sedangkan kadar lemak, karbohidrat serta

volume ASI akan makin meningkat.

c. Stadium III yaitu ASI matur, merupakan ASI yang disekresi pada hari

kesepuluh-empat belas dan seterusnya. ASI matur merupakan cairan

putih kekuningan ASI matur mengandung anti microbial faktor,

volume ASI bervariasi antara 300 sampai 850 ml/hari.

4. Manfaat ASI Eksklusif

Manfaat dari ASI dapat dirasakan oleh ibu, bayi, masyarakat dan bahkan

oleh negara.

a. Manfaat ASI Bagi Ibu

1) Menguntungkan secara ekonomis.

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan

biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Dengan

demikian, menyusui akan menghemat pengeluaran rumah tangga

untuk membeli susu formula dan peralatannya. Biaya bisa

dialokasikan untuk memberikan makanan yang lebih bergizi

kepada ibu menyusui karena menyusui memerlukan zat gizi yang

lebih baik.
10

Penelitian yang dilakukan Ida (2012) menemukan bahwa

responden sebagian besar menyatakan setuju tentang ASI lebih

murah dibandingkan susu formula sebanyak 93,6% responden.

Pernyataan ini merupakan pernyataan positif artinya benar jika ASI

lebih murah dari pada susu formula/botol/kaleng. Dari hasil

tersebut sebanyak 93,6% responden mempunyai sikap benar

(setuju) terhadap pernyataan tersebut.

2) ASI tidak pernah basi

ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara ibu. Bila

gudang ASI telah kosong, ASI langsung diproduksi, sebaliknya

jika ASI tidak digunakan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi

ASI dalam payudara tidak pernah basi dan tidak perlu memerah,

ataupun membuang ASInya sebelum menyusui.

Penelitian yang dilakukan oleh Ida (2012) menemukan bahwa

hanya 23 orang (13.4%) responden mengatakan bahwa ASI

sebagai komposisi yang lengkap, bersih dan tidak basi. Air susu

ibu (ASI) terjamin kebersihannya karena tidak terkontaminasi dari

bakteri dari luar.

3) Praktis dan tidak merepotkan.

Bila bayi diberi ASI, ibu tidak perlu mempersiapkan alat – alat dan

membuat minuman bayi serta tidak perlu pergi ke toko untuk

membeli susu formula. ASI selalu tersedia dan ketika bayi ingin
11

menyusui langsung dapat diberikan tanpa ribet mempersiapkan

botol.

Penelitian Ida (2012) menemukan bahwa sebanyak 73,7%

responden menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan bahwa

susu formula lebih mudah atau praktis dari pada ASI. Pernyataan

ini merupakan pernyataan negatif artinya salah jika bayi usia 0-6

bulan boleh diberikan susu formula. Dari hasil tersebut sebanyak

73,7% responden mempunyai sikap benar (tidak setuju) terhadap

pernyataan tersebut.

b. Manfaat Bagi Bayi

1) ASI baik untuk pertumbuhan emas otak bayi

Otak bayi membesar dua kali lipat dalam tahun pertama kehidupan,

sel-sel otak yang banyaknya 14 miliar sel tidak bisa tumbuh dan

berkembang secara alami saja sehingga membutuhkan nutrisi,

seperti lemak dan protein. ASI mengandung AA (Asam

Arakhidonat) termasuk kelompok omega 6 dan DHA ( Asam

Dekosa Heksanoat) kelompok omega 3, dan nutrisi lain, seperti

protein, laktosa, dan lemak lainnya yang merupakan zat yang dapat

merangsang pertumbuhan otak bayi. Untuk menunjang

pertumbuhan otak bayi, makanan yang mengandung AA dan DHA

sebagaimana terdapat dalam ASI sangat diperlukan baginya.

Dalam perkembangannya otak bayi lebih mengutamakan zat AA

dan DHA dalam bentuk jadi seperti yang terapat dalam ASI.
12

Makanan yang paling bagus dan dapat menunjang pertumbuhan

otak bayi tidak ada selain ASI eksklusif yang mengandung zat-zat

yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Banyak penelitian menunjukan

bahwa yang di beri ASI memiliki IQ tinggi dibanding dengan bayi

yang tidak di beri ASI.

2) ASI adalah sumber nutrisi terbaik buat bayi.

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi

yang seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi pada

masa pertumbuhannya. Salah satu hal yang menyebabkan ASI

sangat penting bagi perkembangan bayi yang baru lahir adalah

kandungan omega 3. Selain zat penting bagi otak dan mata, omega

3 juga penting khususnya pada saat kehamilan dan pada tahap –

tahap awal usia bayi yang dengannya otak dan saraf berkembang

optimal.

3) ASI meningkatkan kekebalan tubuh bayi.

Pada waktu lahit bayi mendapatkan zat kekebalan tubuhnya dari

ibunya memalui plasenta. Untuk menghindari kesenjangan daya

tahan tubuh maka dapat diatasi apabila bayi tersebut di beri ASI.

ASI awal mengandung faktor kekebalan tubuh yang lebih tinggi

dibanding ASI yang keluar selanjutnya, hal ini menunjukan bahwa

ASI lebih dari sekedar makanan.


13

4) ASI tidak mudah tercemar

ASI steril dan tidak mudah tercemar karena ASI langsung

dikeluarkan oleh mulut bayi ketika menyusu dan tidak ada ruang

untuk bakteri masuk ke dalam ASI. Sementara itu susu formula

mudah dan sering tercemar bakteri.

5) ASI menghindarkan bayi dari alergi

Alergi adalah suatu penolakan tubuh yang berlebihan atas

masuknya zat asing ke dalam tubuh. Alergi sering terjadi pada bayi

karena sistem pengamanan tubuh yang belum sempurna. Hal ini

karena ASI mampu melindungi terhadap beberapa jenis gangguan

alergi. Komposisi ASI sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan

kondisi bayi. Bayi yang diberi ASI terhindar dari alregi karena ASI

mengandung antibody IgA tinggi dalam ASI yang berfungsi

sebagai pencegahan system imun terhadap zat pemicu alergi.

6) Menyusui sebagai media mendidik bayi sejak dini.

Menyusui bukan sekedar memberi makan melainkan juga sebagai

sarana mendidik bayi. Sambil ibu menyusui, eluslah bayi dan

dekaplah bayi dengan hangat. Tindakan ini sudah menimbulkan

rasa aman padanya sehingga kelak bayi akan memiliki emosi yang

tinggi. Hal tersebut menjadi dasar bagi pertumbuhan manusia yang

menuju sumber daya manusia yang baik dan lebih mudah untuk

menyayangi orang lain.


14

c. Bagi keluarga

1) Aspek Ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya

digunakan untuk susu formula dapat digunakan untuk keperluan

lain. Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang

mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya

berobat.

2) Aspek Psikologis

Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih

jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendapatkan

hubungan kasih bayi dalam keluarga.

3) Aspek Kemudahan

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan di mana saja

dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak,

botol dan dot yang harus dibersihkan. Tidak perlu meminta

pertolongan orang lain.

d. Manfaat ASI Untuk Negara

Adapun manfaat ASI bagi negara (Roesli, 2009) adalah sebagai

berikut :

1) Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan

menyusui, serta biaya menyiapkan susu.

2) Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah, mencret dan

sakit saluran nafas.


15

3) Penghematan obat-obatan tenaga dan sarana kesehatan.

4) Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan

berkualitas untuk membangun negara. Karena anak yang mendapat

ASI dapat tumbuh kembang secara optimal.

5) Melindungi lingkungan karena tidak ada pohon yang digunakan

sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya, serta

penurunan pembuangan sampah botol dan kaleng bekas jika ibu

menggunakan susu formula.

6) ASI merupakan sumber daya yang terus menerus diproduksi.

5. Keunggulan ASI Eksklusif

Menurut Roesli (2007) dalam keunggulan ASI eksklusif dapat

dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek

psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan

kehamilan.

a. Aspek Gizi

1) Manfaat Kolostrum

Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari

hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Pemberian ASI

walaupun sedikit, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi

bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.


16

Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan

mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai

dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang

pertama berwarna hitam kehijauan.

2) Whey dengan Casein

ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang

sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat

gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat

gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan

perkembangan kecerdasan bayi/anak.

Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki

perbandingan antara Whey dan Casein yang sesuai untuk bayi.

Rasio Whey dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI

dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih

banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih

mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai

perbandingan Whey : Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah

diserap.

3) Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam

ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting

untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang


17

menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya

gangguan pada retina mata. Decosahexanoic Acid (DHA) dan

Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai

panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk

pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA

dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan

kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat

dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu

masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam

linoleat).

b. Aspek Imunologik

1) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

2) Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya

cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat

melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada

saluran pencernaan.

3) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat

kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

4) Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan

salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih

banyak daripada susu sapi.

5) Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000

sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated


18

Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated

Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan

Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan

payudara ibu.

6) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,

menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini

menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat

pertumbuhan bakteri yang merugikan.

c. Aspek Psikologik

1) Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu

menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi.

Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap

bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang

pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.

2) Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan

psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

3) Pengaruh kontak langsung ibu dan bayi : ikatan kasih sayang ibu-

bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin

to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi

merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung

ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.


19

d. Aspek Kecerdasan

1) Interaksi ibu dan bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat

dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat

meningkatkan kecerdasan bayi.

2) Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI

memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6

point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada

usia 8,5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.

e. Aspek Neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap

dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

f. Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya

untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Pemberian ASI

dapat menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu

formula dan peralatannya.

g. Aspek Penundaan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,

sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara

umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).


20

B. Konsep Dasar Diare

1. Pengertian

Menurut Suraatmadja (2011) diare adalah suatu penyakit yang

ditandai dengan frekuensi buang air lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih

dari 3 kali pada anak, konsistensi feces encer dapat berwarna hijau atau

dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Selanjutnya

menurut Depkes RI (2008) disebutkan bahwa diare adalah buang air besar

dengan konsistensi lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang

frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau sering dalam

sehari). Begitupun menurut Suriadi dan Yuliani (2011) mengatakan diare

adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi

karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja

yang encer atau cair

Berdasarkan pengertian diare dari beberapa sumber terdapat kata

yang sama yaitu “feces cair” dan frekuensi” sehingga kata feces cair dan

frekuensi dari proses buang air besar merupakan suatu ciri dari adanya

gangguan pada saluran pencernaan.

2. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari penyakit diare adalah adanya infeksi yang

ditandai suhu tubuh yang meningkat, gelisah, rewel, nafsu makan

berkurang mengkomsi makanan pedas dan mengandung bakateri, keadaan

tertentu yang menyebabkan gangguan psikis (ketakutan, gugup) dan

gangguan syaraf. Gejala dari penyakit diare seperti konsistensi tinja cair,

mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama
21

berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya

defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam

akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak

diabsorbsi oleh usus selama diare (Mansjoer, 2009).

a. Dehidrasi

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada

pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala

klinis dan kehilangan berat badan. Derajat dehidrasi menurut

kehilangan berat badan, diklasifikasikan menjadi empat, dapat dilihat

dari tabel berikut :

Tabel 2.1
Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan

Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)


Tidak dehidrasi <2½
Dehidrasi ringan 2½-5
Dehidrasi sedang 5-10
Dehidrasi berat 10
(Depkes RI, 2011)

Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinisnya dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 2.2
Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti Haus, ingin Malas minum,
biasa minum banyak tidak bisa minum
Periksa:Turgor Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
kulit lambat
22

Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat.


pemeriksaan dehidrasi ringan/ sedang. Bila ada 1 tanda
Bila ada 1 tanda ditambah 1/lebih
ditambah 1/lebih tanda lain
tanda lain
Terapi Rencana Rencana Rencana
pengobatan A pengobatan B pengobatanC
( Depkes RI, 2011)

b. Gangguan keseimbangan asam-basa

Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah

metabolik asidosis. Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan

Na-bikarbonat bersama tinja, terjadi penimbunan asam laktat karena

adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam

meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, pemindahan ion

Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

c. Hipoglikemia

Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini

jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah

menderita kekurangan kalori protein (KKP). Gejala hipoglikemia akan

muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg % pada bayi

dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut dapat

berupa : lemas, apatis, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai

koma.

d. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi

dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang


23

singkat. Hal ini disebabkan karena makanan sering dihentikan oleh

orang tua. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan pengenceran.

Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi

dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

e. Gangguan sirkulasi

Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock

hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi

hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan

dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong

penderita dapat meninggal.

3. Penyebab penyakit diare

Menurut Setiyaningsih (2009) etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa

faktor, yaitu :

a. Faktor infeksi

1) Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak, meluputi :

a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Compylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Cox sackie,

poliomyelitis), protozoa (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

srtongyloides), protozoa (Entamoeba histolityca, Giardia

lamblia), jamur (candida albicans).


24

2) Infeksi perenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat

pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsilogaringtis,

bronkhopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

b. Faktor mal absorbsi

1) Mal absorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, moltosa

dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan

glaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah

intoleransi laktosa.

2) Mal absorbsi lemak

3) Mal absorbsi protein

c. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

d. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat

menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

4. Epidemiologi

a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral

antara lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak

langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat

menyebabkan penyebaran kuman enterik dan menigingat resiko

terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain :

1) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh (6 bulan) pada

pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko diare
25

menderita diare lebih biesar dari pada bayi yang diberi ASI penuh

dan kemunkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar

2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol susu ini memudahkan

pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.

3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan

disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makan akan tercemar dan

kuman akan berkembang biak.

4) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah

tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah,

pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak

tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat

mengambil air dari tempat penyimpanan.

5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah buang

tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

6) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar sering

beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya , padahal

sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.

b. Faktor penjamu yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap diare

Beberapa faktor para penjamu dapat meningkatkan insiden

beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :

1) Tidak memberika ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi

yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab

diare.
26

2) Kurang gizi beratnya penyakit. Lama dan risiko kematian karena

diare mengingat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi

pada penderita gizi buruk.

3) Campak diare disertai dengan disentri sering terjadi dan berakibat

berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4

minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan

tubuh penderita.

4) Imunodefisiensi/imunosopresi

Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya

sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang

belangsung lama seperti penderita AIDS. Pada anak imunosupresi

berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan

mungkin juga belangsung lama, diare lebih banyak terjadi pada

golongan balita.

c. Faktor lingkungan dan perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Dua faktor domain yaitu : sarana air besih dan

pembangunan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan

perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena

tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia

yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka

dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2008).


27

5. Pencegahan diare

a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa

menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan

organisme lain yang akan menyebarkan diare. Keadaan seperti ini

disebut disusui secara penuh. Bayi harus disusui secara penuh sampai

berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI

harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses

menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan

adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya. Pemberian ASI

secara penuh pada bayi baru lahir mempunyai daya lindung 4 kali

lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai susu

botol. Flora usus pada bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri

penyebab diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6

bulan pertama kehidupan resiko mendapat diare adalah 30 kali lebih

besar (Depkes RI, 2008).

Menurut Rusli (2013) ASI memiki sifat:

1) Makanan alami yang ideal, mengandung nutrien lengkap dan

memiliki zat kekebalan tubuh yang berguna bagi bayi.

2) Kandungan gizi terbaik ASI terdapat pada kolostrum, air susu

pertama yang keluar ketika ibu habis melahirkan.


28

3) Pada anak diare, ASI sangat menolong melawan kuman penyakit

dan mencegah terjadinya kekurangan gizi.

4) Jika pemberian ASI terus dilakukan, ketika sembuh dari diare,

anak tidak akan terancam kekurangan gizi.

Menurut Suradi (2008) mengatakan bahwa bayi yang mendapat ASI

lebih jarang terkena diare karena adanya zat protektif saluran cerna

seperti Lactobacillus bifidus, laktoferin, lisozim, SIgA, faktor alergi,

serta limfosit T dan B. Zat protektif ini berfungsi sebagai daya tahan

tubuh imunologik terhadap zat asing yang masuk dalam tubuh. Hal ini

diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhani

(2013) menemukan bahwa dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa

lebih banyak bayi yang mendapat ASI eksklusif dibandingkan yang

tidak. Selain itu jumlah bayi yang pernah menderita diare lebih sedikit

dibandingkan yang tidak pernah. Dari uji statistik didapatkan pula nilai

yang signifikan pada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka

kejadian diare akut pada bayi usia 0-1 tahun di Puskesmas Kuranji

Kota Padang.

b. Makanan pendamping

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara

bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa

tersebut merupakan masa yang berbahaya meningkatkan resiko

terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.


29

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian

makanan pendamping ASI yang baik (Depkes RI, 2008) yaitu :

1) Perkenalkan makanan lunak ketika anak berumur 4-6 bulan

2) Pemberian ASI diteruskan. Tambahkan macam makanan sewaktu

anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4

kali sehari). Setelah anak berumur satu tahun, berikan semua

makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari, pemberian ASI

diteruskan. Tambahkan minyak, lemak, dan gula ke dalam

nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan

susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan

sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak,

suapi anak dengan peralatan yang bersih.

4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada

tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan

kepada anak.

c. Mencuci tangan

Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah

buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan

makanan, sebelum menyuapi anak dan sebelum makanan, mempunyai

dampak dalam pencegahan penularan diare.

Anak-anak sering memasukan tangan ke dalam mulutnya, maka

anak harus dilatih membasuh tangan dengan sabun sesudah buang air
30

besar, sebelum makan, apalagi sesudah mereka bermain di tempat yang

kotor atau bersama binatang untuk menghindari penyakit (Dinkes Jawa

Barat, 2008).

d. Pemberian imunisasi campak

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian

imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, anak

perlu segera diimunisasi setelah berumur 9 tahun (Depkes RI, 2008).

e. Sanitasi Lingkungan rumah

Pencegahan diare selanjutnya adalah dengan memperhatikan

kebersihan lingkungan seperti :

1) Penyediaan air bersih

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-

benar bersih mempunyai resiko diare lebih kecil daripada

masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Penggunaan sarana

air bersih seharusnya memenuhi syarat kesehatan. Air yang

diminum hendaknya air yang dimasak (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Dinkes Jawa Barat (2008) Keluarga dapat menjaga

kebersihan air di rumah dengan cara sebagai berikut :

a) Tidak menyentuh air bersih dengan tangan kotor.

b) Mengambil air bersih dari bak hanya dengan gayung yang

bersih.

c) Memasang kran di bak air dan menguras 1 kali seminggu.


31

d) Melarang siapapun memasukkan tangan ke dalam bak atau

langsung minum dari bak.

e) Menjauhkan binatang dari penyimpanan air.

2) Jamban

Usahakan tiap rumah memiliki jamban sendiri. Cara yang

paling tepat untuk mencegah penyebaran kuman adalah dengan

membuang kotoran manusia/tinja ke dalam jamban jangan

membuang tinja disembarang tempat seperti ke parit, ke kebun dan

ke halaman belakang rumah. Bila sulit tanah, usahakan membuat

septic tank secara kolektif. Jamban harus sering dibersihkan,

lubangnya harus selalu ditutup, dan tersedia sabun untuk cuci

tangan. Jamban juga perlu diberi ventilasi. Sebaiknya jarak dari

lubang penampungan kotoran atau dinding resapan air jamban

kurang dari 10 meter dari sumber air (Dinkes, 2008).

3) Pembuangan sampah

Sampah kering, bila halaman cukup sebaiknya dibakar

sedangkan sampah basah (daun-daunan, sayuran, sisa daging/ikan

dan lain-lain) sebaikya dipendam dalam tanah. Jangan dibiarkan

membuang sampah ke parit atau ke sungai. Sampah jangan

dibuang di tempat terbuka lebih dari 24 jam karena akan didatangin

oleh lalat dan tikus untuk bersarang. Kalau halaman sempit,

sebaiknya diusahakan pembuangannya dilakukan swadaya masing-

masing yang dikoordinir oleh petugas RT/RW.


32

4) Pembuangan limbah

Air dari dapur, air bekas cucian dan mandi sebaiknya

dialirkan ke parit. Usahakan agar tetap mengalir atau menyerap

dalam tanah jangan sampai menggenang dan membusuk. Kalau

terpaksa bisa membuat panceran (comberan). Jarak pembuangan

limbah ke sumber air sebaiknya ≥ 10 meter (Azwar, 2010).


33

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Air susu ibu (merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena

mengandung kebutuhan gizi yang dibutuhkan selama enam bulan pertama.

Bayi ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit

dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif karena di dalam

ASI terdapat kolostrum yang berfungsi sebagai zat kekebalan. Kolostrum ini

akan melindungi bayi dari penyakit diare.

Ada Hubungan

ASI Eklsusif Diare


Tidak ada hubungan

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi

usia 7-12 bulan di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya.

33
34

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
ASI Bayi diberikan air Kueisoner Menilai 1. ASI Nominal
Eksklusif susu ibu tanpa jawaban eksklusif
makanan kuesioner 2. Non
pendamping lain Ya =1 eksklusif
selain ASI dan Tidak =0
vitamin sampai bayi
berusia 6 bulan
Diare Diare merupakan Kueisoner Menilai 1. Tidak, Nominal
suatu keadaan jawaban jika tidak
pengeluaran tinja kuesioner pernah
yang tidak normal Ya =0 mengala
atau tidak seperti Tidak =1 mi diare
biasanya. Perubahan 2. Ya, jika
yang terjadi berupa sedang
perubahan atau
peningkatan volume, pernah
keenceran dan mengala
frekuensi dengan mi diare
atau tanpa lendir dan
darah lebih dari 3
kali/hari untuk bayi
yang dihitung sejak
usia 6-12 bulan
35

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analitik dnegan pendekatan cross sectional, yaitu bertujuan untuk

menganalisis hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat,

dimana data variabel tersebut diperoleh secara bersamaan dan objek dikaji

hanya satu kali. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2010) yang mengatakan

bahwa pendekatan cross sectional pengukuran data variabel bebas

(independent) dan variabel terikat (dependent) hanya satu kali pada satu saat.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengkuran

yang menjadi objek penelitian atau objek yang diteliti (Riduwan,

2011:78). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi

usia 7-12 bulan yang berjumlah 55 orang.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2012 : 116) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Yang menjadi sampel

dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 7-12 bulan

periode bulan April 2019 yang berjumlah 242 orang.

35
36

3. Sampling

Sampling (penarikan sampel) adalah suatu praktek statistik yang

berhubungan dengan pemilihan observasi individual yang ditujukan untuk

mencapi sasaran penelitian (Sugiyono, 2012). Teknik pengambilan sampel

menggunakan teknik rumus untuk cross sectional sebagai berikut:


2
n=Z a ¿¿
a (1− )
2

Keterangan :
n = jumlah sampel

Z1a/2 = distribusi normal baku (tabel z) pada alpha 0,05 = 1,96

P1 = perkiraan proporsi pada populasi 1

P2 = perkiraan proporsi pada populasi 2

d = tingkat kepercayaan 0,1

2
n=Z a ¿¿
a (1− )
2

2
n=1.96 ¿¿

1.96 2 0.7148+0.7148
n=
0.12
1.962 .0,3496
¿
0.12
3.8416.0,3496
¿
0,01
1.343023
¿
0,01
= 134.3 dibulatkan menjadi 134
37

Sehingga diperoleh jumlah responden dalam penelitian ini adalah

134 orang. Adapun kriteria tersebut yaitu :

a. Ibu yang memiliki anak tidak menderita penyakit lain selain diare

b. Ibu mampu berkomunikasi dengan baik

c. Bersedia menjadi responden

C. Tempat dan Waktu penelitian

Tempat penelitian akan dilakukan di Puskesmas Kawalu pada bulan Mei

2019.

1. Tahap persiapan (Februari 2019)

a. Proposal penelitian ini diawali dengan melakukan survey pendahuluan

untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

b. Literature review atau penelusuran berbagai tinjauan pustaka sebagai

relevansi yang digunakan dalam menyusun proposal ini.

c. Kosultasi dengan pembimbing dalam menyempurnakan judul

penelitian dan pembuatan proposal.

d. Mendapatkan izin dari program studi SI keperawatan

e. Mendapatkan izin penelitian dari Puskesmas Kawalu

2. Tahap pelaksanaan (Mei 2019)


38

a. Setelah memperoleh ijin melakukan penelitian, peneliti melakukan

persiapan lapangan dengan membuat kerjasama dengan petugas atau

pihak terkait serta melakukan penjajakan untuk menentukan jadwal

pelaksanaan penelitian

b. Peneliti segera melakukan pengambilan data penelitian di Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

3. Tahap Akhir (Juni 2019)

Tahap ini meliputi tahap pengolahan data dan penyelesaian laporan.

Pada tahap ini data dientri dan dianalisis lalu diinterpretasikan dalam

bentuk laporan selanjutnya dilakukan pembahasan dari temuan temuan

penelitian. Menarik kesimpulan serta membuat saran atau rekomendasi

mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan.

D. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting. Karena

penelitian yang dilakukan langsung berhubungan dengan manusia. Etika

penelitian yang akan digunakan penulis menurut Hidayat (2007), yaitu :

1. Self determination

Peneliti akan memperlakukan responden secara manusiawi

sehingga tidak ada paksaan pada responden untuk dijadikan subjek

penelitian, yaitu dengan cara memberikan surat kesediaan menjadi

responden yang telah disediakan. Responden bebas untuk bersedia atau

tidak dijadikan subjek penelitian.


39

2. Privacy

Peneliti akan memberikan jaminan untuk merahasiakan data-data

yang disampaikan responden melalui isian kuesioner yang telah diisi oleh

responden.

3. Anonymity dan confidentialyty

Peneliti akan menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama subjek penelitian, hanya untuk lebih memudahkan

dalam mengenali identitas, peneliti memakai kode responden pada

kuesioner.. Kerahasiaan data yang didapat dari responden dijamin oleh

peneliti yaitu data yang sifatnya rahasia tidak akan dipublikasikan secara

langsung, terkecuali data yang berkaitan dengan hasil penelitian.

4. Fair treatment

Peneliti akan memperlakukan sama semua subjek penelitian tanpa

membeda-bedakan status sosial, suku bangsa, agama, dan ras, serta tidak

ada diskriminasi dalam melakukan penelitian.

5. Protect from discomfort and harm

Peneliti akan melindungi privasi dan kerahasiaan data tentang

responden dan menjaga dampak buruk dan akibat lain yang ditimbulkan

dari penelitian ini, yaitu memperhatikan waktu yang tepat dengan cara

berkoordinasi dengan perawat rungan serta melihat kondisi responden

tanpa merasa terganggu.

E. Instrumen
40

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuesioner karena

jenis data digunakan adalah data primer. Kuesioner tersebut dibuat oleh

peneliti sendiri dengan mengacu pada kaidah-kaidah atau kepustakaan yang

ada (Arikunto, 2010). Sesuai dengan prosedur pengambilan data, maka

instrumen dalam penelitian ini adalah format kuesioner.

F. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diolah dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing Data

Peneliti pada tahap ini mengumpulkan hasil kuesioner,

selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap data-data dari hasil

kuesioner dengan cara mengecek dan memisahkan antara identitas

dengan data yang diperlukan untuk penelitian.

b. Coding Data

Peneliti pada tahap ini melakukan pemberian kode atau

mengubah data-data yang berbentuk huruf ke dalam bentuk angka

sehingga memudahkan menganalisis data. Untuk penilaian diare

diberikan dilakukan pemberian skor dari tiap jawaban yaitu apabila Ya

diberi skor 0, dan apabila Tidak diberi nilai 1. Demikian pula dengan

pemberian ASI eksklusif jika jawaban Ya diberi skor 1 dan Tidak

diberi skor 0.

c. Entry Data
41

Setelah data terkumpul, selanjutnya membuat rekapan hasil

kueisoner ke dalam bentuk master tabel melalui program

komputerisasi.

d. Tabulating Data

Peneliti pada tahap ini menggabungkan data-data yang telah

dikategorikan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis

univariat yang menghasilkan distribusi frekuensi.

G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis data yang akan digunakan adalah analisis univariat dimana hasil

dari analisis tersebut menghasilkan distribusi frekuensi dan statistik

deskriptif. Analisis univariat terhadap hasil yang telah diperoleh kemudian

dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi yaitu dengan cara jumlah

sampel berdasarkan kasus (n) dibagi jumlah seluruh kasus (N) dikalikan

100%, dengan rumus :

n
F= x 100%
N

Keterangan :

F = Frekuensi

n = Distribusi data berdasarkan kategori

N = Jumlah sampel

2. Analisis Bivariat
42

Analisa Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

sesuai dengan tujuan penelitian maka analisa bivariat dilakukan untuk

melihat hubungan antara variabel dependen dengan independen dengan

menggunakan Uji Chi-Square (Arikunto, 2010):

( O−E )2
X =∑
2
E

Total Baris x Total Kolom


E=
Seluruh Data

Keterangan:

X2 = Chi-square

O = Nilai Observasi

E = Nilai expected (harapan)

Kriteria pengujian dengan menggunakan distribusi ρ value < 0.05. Apabila

hasil uji statistik p < 0.05 artinya ada hubungan yang bermakna antara

variabel bebas dan terikat, namun apabila p > 0.05 maka tidak ada

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.


43

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, (2010). Peningkatan Gizi Balita dalam Pencegahan Diare pada Balita,
http://apotik-online.com diakses pada tanggal 3 September 2018.

Chopra. (2014). UNICEF Angka Kematian Anak Di Dunia Menurun. Dari :


https://m.tempo.co/read/news/2014/09/17/174607565/

Departemen kesehatan RI, (2011). Pedoman Pemberantas Penyakit Diare.


Depkes RI : Jakarta

Depkes RI (2008) Pedoman Pemberantas Penyakit Diare. Depkes RI : Jakarta

Depkes RI. (2011). Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui. Available From:
http://www.depkes.go.id diakses 5 Januari tahun 2017

Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, (2015).

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. (2018). Pedoman Hidup Sehat. Dinkes :
Bandung.

Hendrawati et al, (2010). Macronutrient malabsorption in acute diarrhea :


Prevalence and affecting factors. Paediatrica Indonesiana. 45: 9-10

Hidayat (2007), Metode penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba


Medika. Jakarta

Hoelman, (2015). Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan


Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. http://www.depkes.go.id

Ida (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi Eksklusif 6


Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok Tahun
2011. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Laksono Kodrat, (2010). Dahsyatnya ASI & Laktasi. Yogyakarta: Media Baca

Mansjoer, (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Aescepalus. Jakarta.

Marimbi, (2010). Tumbuh Kembang Balita. Nuha Medika. Jakarta

Notoatmodjo, (2010). Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Cipta : Jakarta.


44

Notoatmojo (2012). Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2,


Mei. Jakarta : Rineka Cipta.

Profil Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, 2015

Rahmadhani (2013), Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka


Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji
Kota Padang. http://jurnal.fk.unand.ac.id

Roesli, (2009). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Niaga Swadaya

Rusli (2013) Inisiasi Menyusu Dint Untuk Awali ASI Eksklusif. Dikutip dari
www.republika-newsroom.com

Saleha, (2009). Asuhan Kebidanan masa Nifas. Salemba Medika Jakarta

Sari (2016). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Pada
Bayi Umur 6 - 12 bulan di BPS Suratni Bantul. Fakultas Ilmu Kesehatan

Setiyaningsih. (2009). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta

Smeltzer, (2009). Keperawatan Medikal Bedah. Editor: Eka Annisa Mardeka.


EGC. Jakarta

Sugiyono, (2012). Statistik Non Parametris untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung

Sunarsih, (2011) Asuhan Kebidanan Nifas. . Salemba Medika. Jakarta

Suraatmadja (2011) Gastroenterologi Anak, cetakan Kedua.Jakarta: Sagung Seto

Suradi (2008). Manfaat ASI dan Menyusui. FKUI. Jakarta

Suriadi dan Yuliani (2011) Asuhan Keperawatan Anak. Edisi I. Jakarta.

WHO (2015). Global Health Observatory (GHO). http://www.who.int/gho/


diakses tanggal 24 Januari 2017

Wijayanti (2010). Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka


Kejadian Diare pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Puskesmas Gilingan
Kecamatan Banjarsari Surakarta. 2010 (diunduh 24 Februari 2019).

Anda mungkin juga menyukai