Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah

kesehatan di dunia, baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia.

ISPA banyak terjadi di Negara berkembang dibandingkan Negara maju, dengan

perbandingan kejadian yaitu 25 % - 30 % di Negara berkembang dan 10% - 15 %

di Negara maju. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2005

proporsi kematian bayi akibat ISPA di dunia sebesar 26 %.1,2,3

Menurut Survey Demogravi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, angka

kematian bayi di Indonesia pada 4 tahun terakhir sebelum survey adalah 32

kematian per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan menurut hasil Riset Kesehatan

Dasar Indonesia 2013, prevalensi ISPA pada anak usia < 1 tahun adalah 22 % dan

menurut hasil Riset Kesehatan Dasar Jawabarat tahun 2007 Prevalensi ISPA di

Jawabarat pada anak usia < 1 tahun adalah 15,9 %. Salah satu Kabupaten di

Jawabarat yang memiliki prevalensi ISPA cukup tinggi yaitu Kabupaten

Sumedang dengan prevalensi sebesar 11 %. Berdasarkan laporan tahunan

Puskesmas Jatinangor bulan Januari hingga bulan November tahun 2014, Desa

Hegarmanah merupakan Desa dengan kejadian ISPA tertinggi yaitu sebanyak

365. Terjadi peningkatan angka kejadian ISPA di Desa Hegarmanah yang pada

tahun sebelumnya berjumlah 334 4,5,6

ISPA dapat dibagi menjadi dua yaitu infeksi saluran nafas bagian atas dan

infeksi saluran nafas bagian bawah. Infeksi saluran nafas atas adalah infeksi yang

1
mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit

ini mengenai saluran pernafasan atas dan bawah secara simultan dan berurutan.

Infeksi saluran nafas bagian atas sering dialami oleh anak-anak, walaupun

demikian infeksi saluran pernafasan bagian bawah juga mempunyai andil dalam

morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. 7,8,9

Tingginya angka kesakitan dan kematian bayi dan balita di Indonesia terkait

dengan kemampuan seorang ibu dalam pemberian air susu ibu (ASI) yang tidak

memadai kepada bayinya. ASI adalah makanan tunggal yang dapat mencukupi

kebutuhan tumbuh bayi sampai usia enam bulan. World Health Organization dan

UNICEF merekomendasikan ASI eksklusif diberikan sejak bayi lahir sampai

enam bulan tanpa makanan dan minuman tambahan, kecuali obat dan vitamin,

dan anak tetap disusui bersama pemberian makanan pendamping ASI yang cukup

sampai usia 2 tahun atau lebih.3

ASI memiliki komponen bioaktif yang melindungi bayi terhadap infeksi

pernafasan. Pada ASI mengandung limfosit B, Sel limfosit B dilamina propia

payudara akan memproduksi SigA. Kadar Sig A ASI berkisar antar 5 sampai

dengan 7,5 mg/dl. Pada bulan 4 pertama bayi yang mendapatkan ASI eksklusif

akan mendapat 0,5 gram Sig A perhari, atau sekitar 75 – 100 mg/kg bb/hari.

Angka ini lebih besar dari antibodi Ig G yang diberikan sebagai pencegahan pada

penderita Hypogamaglobulin sel (25mg gg/ kg bb / minggu). Konsentrasi SIg A

ASI yang tinggi ini dipertahankan sampai tahun ke-2 laktasi. Sig A mengandung

aktifitas antibodi terhadap virus polio,rotavirus,echo,coxasckie, influenza,

H.Influenza, Virus respiratori sinsial, streptococcus pneumonia, antigen O, E coli,

klebsiela shigela, salmonella, kompilobakter, dan enterotoksin yang dikeluarkan

2
oleh vibrio cholera. SIgA beradaptasi untuk bertahan di membran mukosa

pernafasan dan pencernaan. Peran perlindungan ASI terdapat pada tingkat

mukosa. SigA akan membatasi masuknya bakteri ke aliran darah melalui dinding

mukosa. 10

Beberapa studi menunjukan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap

kejadian ISPA diantaranya penelitian yang dilakukan Rizayanti tahun 2014

menyatakan terdapat perbedaan kejadian ISPA antara anak yang pernah mendapat

ASI eksklusif dan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, anak yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif memiliki resiko 1,4 kali lipat lebih sering mengalami

ISPA dari pada anak yang tidak ASI eksklusif. Menurut penelitian oleh Lysa Story

dan Thomas Parish 2008 menyatakan ASI dapat mencegah 2 penyakit yaitu diare

dan pnemonia. Menurut penelitian kohort yang dilakukan oleh Seema

Mihshahi,dkk di Chittagong Bangladesh, Bayi yang diberikan ASI eksklusif dari

lahir hingga 6 bulan memiliki prevalensi ISPA dan diare lebih sedikit

dibandingkan bayi yang tidak ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Shatna,S,dkk Durasi pemberian ASI yang singkat dapat menjadi

faktor resiko ISPA.11,12,13,14

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia saat ini cukup memuaskan karena

menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, cakupan

ASI eksklusif bayi 0-6 bulan sebesar 32%, dan terjadi kenaikan yang bermakna

pada tahun 2012 menjadi 42%. Walaupun terjadi peningkatan yang cukup

signifikan pada cakupan ASI eksklusif di Indonesia, cakupan ASI eksklusif di

Jawa Barat adalah 33,7 %. Cakupan ini masih jauh dari pencapaian target yang

ditentukan oleh dinas kesehatan Jawabarat yaitu 75%. Sedangkan cakupan ASI

3
eksklusif di Jatinangor (Bagian dari Kabupaten Sumedang) tahun 2013 sebesar

63 %. 15

Bidan memiliki wewenang dalam memberikan pelayanan kesehatan anak

diantaranya pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak prasekolah. Pelayanan

kesehatan anak ini meliputi penanganan bayi dan balita sakit sesuai pedoman

yang ditetapkan, penyuluhan dan konseling. Selain itu bidan berwenang

memfasilitasi / memberikan bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu

ibu eksklusif.16

Sesuai dengan wewenang bidan, tingginya angka kejadian ISPA dan masih

rendahnya cakupan ASI eksklusif di Desa Hegarmanah. Merupakan suatu masalah

yang perlu mendapatkan perhatian. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti

tertarik untuk melihat perbandingan kejadian ISPA pada bayi yang memiliki

riwayat asi eksklusif dan tidak memiliki riwayat asi eksklusif di Desa

Hegarmanah tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada

bayi di Desa Hegarmanah ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA

pada bayi 6-12 bulan di Desa Hegarmanah Tahun 2015.

4
1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-

12 bulan di Desa Hegarmanah Tahun 2015.

1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran kejadian ISPA pada bayi 6-12 bulan

di Desa Hegarmanah Tahun 2015.

1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap

kejadian ISPA pada bayi 6-12 bulan di Desa Hegarmanah Tahun

2015

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi kajian wawasan ilmu

pengetahuan dalam bidang ilmu kebidanan khususnya mengenai

manfaat ASI eksklusif sebagai pencegahan ISPA pada bayi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Bidan

Dengan diperolehnya hasil penelitian maka dapat dijadikan

bahan masukan bagi bidan dalam memberikan konseling pada ibu

yang memiliki bayi mengenai manfaat asi eksklusif.

1.4.2.2 Bagi Ibu yang memiliki Bayi

Dengan diperolehnya hasil penelitian, dapat dijadikan masukan

bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan dan

5
menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya

pengetahuan tentang ASI eksklusif.

1.5 Kerangka Pemikiran

ISPA merupakan penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, yang biasanya

menular dan dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit, dari penyakit yang

bersifat ringan sampai penyakit yang parah bahkan mematikan, tergantung faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik.5

Faktor risiko yang berhubungan dengan ISPA dapat diklasifikasikan menjadi

faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri atas faktor biologis, faktor

fisik dan faktor sosial. Faktor biologi berasal dari faktor lingkungan rumah tinggal

yang tidak sehat seperti keadaan ventilasi rumah yang buruk, kamar menyatu

dengan dapur, jenis bahan bakar masak, kepadatan hunian, suhu udara.

Kelembaban dalam rumah serta intensitas cahaya yang masuk. Faktor sosial yang

menyangkut dengan pendapatan keluarga, perilaku hidup, sikap serta pengetahuan

tentang ISPA. Sedangkan faktor intrinsik meliputi status gizi, pemebrian asi

eksklusif dan umur, kelengkapan imunitas, jenis kelamin dan status kelahiran bayi

dengan BBLR.3

Faktor intrinsik yang diambil dalam penelitian ini adalah pemberian ASI

eksklusif. ASI adalah makanan tunggal yang memenuhi kebutuhan bayi hingga

usia 6 bulan. Pemberian asi eksklusif adalah suatu keadaan dimana bayi hanya

diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang,

bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi tim kecuali vitamin mineral dan obat.17

6
ASI memiliki komponen bioaktif yang melindungi bayi terhadap infeksi

pernafasan. Pada ASI mengandung limfosit B, Sel limfosit B dilamina propia

payudara akan memproduksi sIgA. IgA dilindungi oleh komponen sekret sIgA

dari enzim proteolitik seperti tripsin, pepsin dan PH setempat sehingga tidak

memiliki degradasi. Kadar sIgA ASI berkisar antar 5 sampai dengan 7,5 mg/dl.

Pada bulan 4 pertama bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan mendapat 0,5

gram sIgA perhari, atau sekitar 75 – 100 mg/kg bb/hari. Angka ini lebih besar dari

antibodi IgG yang diberikan sebagai pencegahan pada penderita

Hypogamaglobulin sel (25mg gg/ kg bb / minggu). Konsentrasi SIgA ASI yang

tinggi ini dipertahankan sampai tahun ke-2 laktasi. SigA mengandung aktifitas

antibodi terhadap virus polio,rotavirus,echo,coxasckie, influenza, H.Influenza,

Virus respiratori sinsial, streptococcus pneumonia, antigen O, E col, klebsiela

shigela, salmonella, kompilobakter, dan enterotoksin yang dikeluarkan oleh vibrio

cholera.. SIgA beradaptasi untuk bertahan di membran mukosa pernafasan dan

pencernaan. Peran perlindungan ASI ini terdapat pada tingkat mukosa. SigA akan

membatasi masuknya bakteri ke aliran darah melalui dinding mukosa3,10,18

Gambar 1.1 bagan konsep mapping

Variabel Independent Variabel Dependent

Pemberian ASI Eksklusif Kejadian ISPA

7
1.6 Metode Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah crosseccional dan metode

penelitiannya adalah retrospektif. Cara pengambilan data menggunakan data

sekunder.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Hegarmanah tahun 2015. Penelitian dimulai

dari bulan April-Juli 2015.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemberian ASI Eksklusif

2.1.1 Pengertian Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian asi eksklusif adalah suatu keadaan dimana bayi hanya diberi ASI

selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air

teh dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu,

biskuit, bubur nasi dan nasi tim kecuali vitamin mineral dan obat. Menurut WHO

pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi tidak disertai

pemberian makanan dan minuman lain termasuk air putih, kecuali obat-obatan

dan vitamin atau mineral tetes yang dilakukan sampai bayi berusia 6 bulan.17,18

2.1.2 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif dapat memberikan manfaat baik bagi ibu dan bayi. Manfaat bagi

ibu dan bayi yaitu terjalinnya ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi. Manfaat asi

bagi bayi adalah mengurangi risiko infeksi pada periode perinatal terutama infeksi

pernafasan dan diare, ASI dapat menunjang perkembangan motorik, kepribadian

dan emosional, meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal serta ASI

membuat anak berpotensi untuk memiliki perkembangan sosial yang baik.

Manfaat ASI bagi Ibu, diantaranya mengurangi perdarahan setelah melahirkan.

Pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk

kontraksi atau penutupan pembuluh darah, sehingga perdarahan akan lebih cepat

9
terhenti. Selain itu bila ASI diberikan secara eksklusif, ASI dapat menjadi alat

kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil, dan ASI dapat mengurangi

beban kerja ibu karena ASI tersedia kapan dan dimana saja, ekonomis, murah,

menurunkan resiko kanker payudara serta memberikan kepuasan kepada Ibu.17

2.1.3 Penggolongan ASI

ASI dapat digolongkan menjadi tiga diantaranya

a. Kolostrum

Kolostrum adalah cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar

payudara. Kolostrum disekresi dari hari pertama hingga hari ke empat

post partum. Kolostrum ini memiliki antibodi lebih besar dibandingkan

ASI matur. Kolostrum ini mengandung tissue debris dan residual

material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara

sebelum dan setelah masa pueperium. Volume kolostrum antara 150-300

ml/24 jam. Kolostrum mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah

putih yang dapat membunuh kuman penyakit, serta mengandung zat

antibodi 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matang. Kolostrum

merupakan zat pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak

terpakai dari usus bayi baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan

bayi. 17

b. ASI Peralihan

ASI peralihan merupakan ASI yang disekresi dari hari ke 3 sampai ke

10 dari masa laktasi. ASI ini keluar setelah kolostrum sampai sebelum

10
menjadi ASI matur. ASI peralihan ini kaya akan karbohidrat dan lemak

yang tinggi dan rendah protein. 17

c. ASI Matang

ASI matang merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-10

dan seterusnya, komposisi relatif konstan. Pada ASI matur terdapat

antimicrobial factor antara lain antibodi terhadap bakteri dan virus, sal

(fagosit, granulosit. Makrofag dan limfost tipe T), Enzim (lisozim,

laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfate, amylase), protein dan hormon-

hormon. 17

Tabel 2.1 kandungan ASI

Konsentrasi pada semua susu Kolostrum Transisional ASI matur


(1-5 hari) (5-10 hari)
Air 87,2 86,4 87,6
Energi 58 74 71
Total solid 12,8
Mineral 0,33
Lemak 2,9
Laktosa 5,3
Total protein 2,7
Distribusi Protein
Kasein 1,2 0,7 0,4
Laktalbumin 0,8 0,3
Laktoglobulin 0,5 0,2
Mineral komponen utama
Natrium 21 13
Klorida 26 15
Kalium 19 16
Kalsium 31 34
Sulfur 22 20
Fosfor 14 17
Magnesium 4 4
Besi
Yodium
Tembaga

11
2.1.4 Refleks ASI

Refleks Prolaktin

Pada seorang Ibu yang menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing

berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu refleks prolaktin

dan refleks let down.

a. Refleks Prolaktin

Prolaktin merupakan hormon yang dapat menstimulasi produksi susu. Hormon

ini ikut berperan dalam memproduksi kolostrum. Pada akhir masa kehamilan,

kerja hormon ini terhambat oleh tingginya kadar hormon estrogen dan progesteron

sehingga jumlah kolostrum terbatas. Setelah melahirkan hormon estrogen dan

progesteron berkurang karena terlepasnya plasenta dan kurang bekerjanya korpus

luteum, dan dengan adanya isapan bayi merangsang ujung-ujung saraf sensoris

yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke

hipothalamus dan Hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang

memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise sehingga keluar

prolaktin. Hormon ini akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk

membuat ASI. 17

b. Refleks Let Down

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise rangsangan

yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke hipofise yang kemudian

dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah hormon ini diangkut menuju uterus

dan mengakibatkan kontraksi uterus, begitu juga dengan oksitosin yang terbawa

aliran darah ke sel-sel alveoli dan hormon ini akan merangsang mioepitelium

sehingga terjadi kontraksi sel dan air susu terperas. 17

12
2.1.3 ASI dan Imunitas Bayi

Bayi memiliki sel-sel imunitas yang masih belum matang sehingga

kemampuannya terbatas seperti dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Ketidakmatangan sistem imun bayi baru lahir dan tahapan

kematangannya19

Sel fagosit matang setelah 6 bulan pertama Jumlah produksi cadangan fagosit yang terbatas

untuk menghadang infeks, fungsi adesi molekul

yang lemah untuk migrasi, migrasi trans-endotel

yang belum sempurna, respon kemotaksis yang

tidak mencukupi, kualitas produksi radikal

hidroksil yang kurang, kemampuan fagosit yang

mampu mencapai tempat infeksi terbatas.

Imunitas Seluler Jumlah limfosit memori matang yang berfungsi

terbatas, produksi sitokin yang rendah (Interferon

alfa, Interleukin 2,4,10)

Aktifitas sitotoksik natural killer cell (NK)

kematangannya barudicapai setelah 6 bulan.

Aktifitas sitotoksisitas yang tergantung antibodi

terbatas. Stimulasi sel B terbatas.

Limfosit B dan Imunoglobulin Jumlah dan cadangan produksi antibodi terbatas.

Imunoglobulin G1 dan 2 terbatas (matur setelah

umur 1-2 tahun), Imunoglobulin 2 dan 4

produksinya lebih lama ( matur pada umur 3-7

tahun), serum Imunoglobulin A sangat rendah

hingga umur 6-8 tahun

Kaskade Komplemen Peneurunan fungsi baik pada jalur klasik maupun

alernatif. Jumlah C5a terbatas

13
Dengan masih terbatasnya kemampuan sistem imun bayi, ASI mengandung

kadar leukosit yang cukup banyak terutama pada kolostrum. Sebagian besar

leukosit tersebut adalah makrofag dan neutrofil, yang memfagositosis patogen

mikroba. Kolostrum mengandung sekitar 5x106 sel per mL leukosit, jumlahnya

menurun sepuluh kali lipat pada ASI matur. Pada ASI matur, jumlah sel ini

menurun menjadi 1000 sel per ml yang terdiri dari monosit/makrofag (59-63%),

sel neutrofil (18-23%), dan sel limfosit (7-13%). ASI juga mengandung faktor

pelindung (protektif) yang larut dalam ASI seperti enzim lisozim, laktoferin

(sebagai pengikat zat besi), sitokin (zat yang dihasilkan oleh sel kekebalan untuk

mempengaruhi fungsi sel lain), dan protein yang dapat mengikat vitamin B12,

faktor bifidus, enzim-enzim, dan antioksidan.10

Tabel 2.3 Perbandingan antimikroba ASI dan Susu Sapi

ASI Susu Sapi

Laktoferin ++++ +

Lisozim ++++ +

SigA ++++ +

IgG + ++++

Komplemen + ++++

Laktoperoksidase + ++++

(Sumber : Matondang Munasir & Sumadiono,2008)

14
Tabel 2.4 Komponen ASI dan Kemampuan Imunomodulasinya

Komponen Aktifitas

Protein

 Sitokin/kemokin Imunomodulasi

 TGF ß/IL-10 dll Efek Antiinflamasi

 TNFɑ,IL1 ß,IL 6 dll Efek Pro inflamasi

 IL-4,5,12 Stimulasi Th immunity

 IL-8, eotaxin, RANTES Fungsi Kemoatraksi

Reseptor terlarut/antagonis

SCD14,TNFRI dan IL-IRA dll Efek antiinflatory

Defensins Efek antimikrobial

Antibodi sIgA,IgG dan IgM Anti adesif dan infeksi

Hormone dan faktor pertumbuhan prolaktin, Menstimulasi fungsi barier, perkembangan usus

lektin IGF-a dan modulasi sistem imun

Enzim dan Protein

- Lisozim Aktifitas antimikroba, imunomodulasi

- Latoferin Efek mikrobisida, imunomodulasi

- Laktalbumin Efek mikrobisida, kapasitas pengikatan besi,

immunomodulasi

- Kasein Mengandung komponen karbohidrat anti adesi

- Haptocorrin Aktifitas anti mikroba melalui pengikatan

vitamin B-12

- Laktoperoxidase Aktifitas laktoperoksidasi

Karbohidrat Fungsi anti adesi, modulasi, mikrobiota dan

- Oligosakarida dan glycoconjugative fungsi imun

Antioksidan Radical scavenging, aktifitas antiinflamasi

- Vit A,E, catalase, gluthathion

peroxidase

15
Lipida Efek detergent-like dan anti mikroba

- Free fatty acids,monogliserida

PUFA Imunomodulasi, produksi protaglandin

- Arachidonic acid dan docosahexanoic

acid etc

Asam nukleat Peningkatan produksi antibody dan efek

- Nukleutida, nukleosida, polinukleosida metabolik

Komponen subseluler Modulasi mikrobiota

- Gangliosida Induksi sel T Reg

- Eksosom

Sel

- Neutrofil,makrofag Aktivitas antimikroba

- Limfosit T dan B Kemungkinan berpengaruh pada maturasi imun

- Stem cell

Bacteria Modulasi mikrobiota, sistem imun dan

- Bifidobacteria berpengaruh pada stimulasi pematangan imun

dan diferensiasi sel-sel imunitas adaptif secara

sistematik

MicroRNA dan exosome Maturasi, diferensiasi, poliferasi, stimulasi aktif

aktif semua sel baik innate maupun adaptive

immunity

(dimodifikasi dari M’Rabet L,dkk 2008 dan Cabrera-Rubio R dkk,2012)

2.1.5 Imunitas non spesifik ASI

ASI mengandung sejumlah faktor non spesifik yang bertindak sebagai bagian

dan sistem imun bawaan bayi. Sistem imun non spesifik ini diantaranya :

16
1) Komplemen

Sistem komplemen adalah kaskade protein enzimatik yang diaktifkan dan

menghasilkan molekul yang berfungsi secara imunologis. Komplemen terdiri

atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi

terhadap infeksi dan berperan dalam proses inflamasi. Komplomen berperan

sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis sebagai faktor kemotaktik

dan juga menimbulkan destruksi dan parasit.

Komplemen C3 dapat diaktifkan oleh bakteri melalui jalur alternatif

sehingga terjadi lisis bakteri. Disamping itu C3 aktif juga mempunyai sifat

opsonisasi sehingga memudahkan fagosit mengeleminasi mikroorganisme

pada mukosa usus yang terikat oleh C3 aktif. Kadar C3 dan C4 pada

kolostrum adalah sekitar 50-75% kadar serum dewasa ( C3 = ±20 mg/dl)

Pada laktasi 2 minggu, kadar ini menurun dan kemudian menetap yaitu kadar

C3 = 15 mg/dl dan C4 = 10 mg/dl.20

2) Laktoferin

Laktoferin bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri).

Laktoferin dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena merupakan

glikoprotein yang dapat mengikat besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

sebagian besar bakteri aerobik seperti stafilokokus dan E.coli. Laktoferin

dapat mengikat dua molekul besi ferri yang bersaing dengan enterokelin

kuman yang juga dapat mengikat besi. Kuman yang kekurangan besi ini

pembelahannya akan terhambat sehingga berhenti memperbanyak diri. Efek

17
inhibisi ini lebih efektif. Laktoferin bersama-sama dengan SigA secara

sinergik akan menghambat pertumbuhan E.coli patogen. Kadar Laktoferin

dalam ASI adalah 1-6mg/ml dan tetinggi pada kolostrum. 10,20

3) Lisozim

ASI mengandung 300 kali lebih banyak lisozim per satuan volume.

Lisozim ini dapat menghancurkan dinding sel bakteri yang terdapat pada

selaput lendir saluran cerna. Kadar lisozim dalam ASI adalah 0,1 mg/ml yang

bertahan sampai tahun kedua laktasi. 10

4) Antimikroba Peptida

Peptida yang dikeluarkan ASI banyak diperlukan oleh tubuh, beberapa

peptide dapat dioptimalkan untuk menghambat patogen dalam keadaan

peradangan, sedangkan yang lain menghambat terbaik di lingkungan

inflamasi. Sebuah peptide tertentu mungkin memiliki fungsi yang berbeda

pada lokal yang berbeda konsentrasi, dengan konsentrasi rendah menjadi

imunomodulator, dan konsentrasi lebih tinggi yang mematikan bagi

patogen.10

5) Probiotik dan Prebiotik

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang berfungsi untuk mengubah

mikrofloral asal agar menghasilkan manfaat kesehatan. Prebiotik adalah

substansi yang menghasilkan perubahan pada lingkungan kolon untuk

meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merangsang pertahanan usus.

18
Prebiotik umumnya adalah lactobacillus rhamnosus GG termasuk,

Bifidobacteria infants, Streptococcus thermophilus, Bacillus subtilis,

Saccaromyces boulardil, dan Bifidobacteria bifidus, meskipun masih ada

banyak lagi, beberapa tersedia dalam produk komersial. Prebiotik umumnya

oligosakarida yang tidak dicerna dan mengalami fermentasi di kolon, yang

menghasilkan pH lebih rendah dan peningkatan jumlah small-chain fatty acid.

Galakto-oligosakarida dan inulin-type fructans adalah bahan aditif makanan

yang telah diuji sebagai prebiotik. 10,20

6) Sel Makrofag

Sel makrofag adalah salah satu sistem fagosit mononuklear yang

seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen. Selain sifat

fagositnya, sel makrofag juga memproduksi lisozim, C3 dan C4, laktoferin,

monokin seperti IL-1 serta enzim lainnya. Sel makrofag ASI merupakan sel

fagosit (pemusnah bakteri) aktif sehingga dapat menghambat pertumbuhan

bakteri patogen pada saluran cerna. Selain sifat pemusnah, sel makrofag juga

memproduksi enzim lisozim, zat komplemen (komponen cairan tubuh yang

berperan dalam perusakan bakteri), laktoferin, sitokin, serta enzim lainnya.

Makrofag pada ASI dapat mencegah infeksi saluran cerna melalui enzim

yang diproduksinya.10,20

7) Neutrofil

Neutrofil merupakan bagian terbesar sari leukosit dalam sirkulasi.

Neutrofil dapat mengenai patogen secara langsung dan menghancurkan

19
mikroba melalui jalur oksigen independen (lisozim,laktoferin, enzim

proteolitik) dan oksigen dependen. Neutrofil pada ASI mengandung sIgA

yang dianggap sebagai alat transpor IgA dari ibu ke bayi. Peran neutrofil ASI

lebih ditujukan pada pertahanan jaringan payudara ibu agar tidak terjadi

infeksi pada permulaan laktasi.20

8) Sitokin

ASI mengandung berbagai sitokin dan kemokin. Sitokin ini dapat

meningkatkan sistem imun di dalam ASI. Sitokin ini mencakup IL-1, IL-4,

IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, IL-12, IL-13, TNF dan TGF (Transformation Growth

Factor), INF, Granulocyte-colony stimulating factor, monocytes chemotactic

protein 1 dan RANTES. Sumber utama sitokin adalah kelenjar mammae. IL-1

yang diproduksi makrofag akan mengaktifkan sel limfosit T. Demikian TNF-

a yang diproduksi sel makrofag akan meningkatkan produksi komponen

sekretori oleh epitel usus dan TNF-B akan merangsang alih isotip ke IgA

sedangkan IL-6 akan meningkatkan produksi IgA. Semuanya ini akan

meningkatkan produksi SigA di usus.20

9) Leukosit (sel darah putih)

Pada ASI 2 minggu pertama sel darah putih lebih dari 4000 sel per mil.

Terdiri dari 3 macam sel yaitu : Bronchial-Associated Lyphoid Tissue

(BALT) sebagai antibodi saluran pernafasan, Gut Associated Lymphoid

Tissue (GALT) saebagai antibodi saluran pencernaan dan Muccosal

Associated Lymphoid Tissue (MALT) sebagai antibodi kelenjar mammae.

20
10) Faktor Bifidus

Meningkatkan poliperasi latobasilus bifidus mengubah laktosa menjadi

asam laktat dan asam asetat yang berfungsi menciptakan suasana asam

sehingga menghambat pertumbuhan E.coli, Shigella sp dan Salmonella.20

11) Oligosakarida

Oligosakarida adalah sejenis prebiotik yang memperkuat sistem imun

alami pada bayi yang baru lahir, khususnya dalam menstimulasi

pertumbuhan bakteri yang berguna secara alami hidup disistem

pencernaan. Oligosakarida digunakan sebagai makanan bakteri yang

berguna untuk tubuh sehingga dapat mendominasi flora usus dan

memperkuat sistem kekebalan tubuh bayi.20

2.1.4 Imunitas Spesifik ASI

Limfosit T

Sebagian besar limfosit pada ASI merupakan sel T. Bayi prematur memiliki

persentase Sel T CD4 lebih tinggi dibandingkan anak-anak dan dewasa.

Sebaliknya, sel T CD8 lebih tinggi pada usia lebih tua, dengan penurunannya

bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Sel limfosit ASI merupakan

subpopulasi T unik yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sistem imun lokal.

Sel T ASI juga dapat mentransfer imunitas seluler tubeculin dari ibu ke bayi yang

disusuinya. Hal ini diperkirakan melalui limfokin yang dilepas sel T ASI yang

menstimulasi sistem imun seluler bayi. Sel limfosit T ASI tidak bermigrasi

melalui dinding mukosa usus.

21
Limfosit B

Antibodi terbentuk sebagai konsekuensinya dari paparan sebelumnya pada ibu

terhadap agen infeksi yang dapat mengikat pathogen yang potensial dan

mencegah berikatan dengan sel bayi. Sel limfosit B di lamina propia payudara,

atas pengaruh faktor yang ada, terutama akan memproduksi Ig A1 yang disekresi

berupa Sig A1. Komponen sekret pada Sig A berfungsi untuk melindungi molekul

Ig A dari enzim proteolitik seperti tripsin, pepsin dan PH setempat sehingga tidak

mengalami degradasi.

Kadar Sig A ASI berkisar antar 5 sampai dengan 7,5 mg/dl. Pada bulan 4

pertama bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan mendapat 0,5 gram Sig A

perhari, atau sekitar 75 – 100 mg/kg bb/hari. Angka ini lebih besar dari antibodi Ig

G yang diberikan sebagai pencegahan pada penderita Hypogamaglobulin sel

(25mg gg/ kg bb / minggu). Konsentrasi SIg A ASI yang tinggi ini dipertahankan

sampai tahun ke -2 laktasi. Kadar Ig G dan Ig M ASI lebih rendah daripada Sig A

ASI, dan pada laktasi 50 hari kedua imunoglobulin ini tidak dapat ditemukan lagi

dalam ASI. Imunoglobulin D dalam ASI sangat sedikit sekali, sedangkan Ig E

tidak ada.

Sig A ASI dapat mengandung aktifitas antibodi terhadap virus polio, rotavirus,

echo, coxasckie, influenza, h.influenzae, virus respiratori sinsisial (RSV),

streptococcus pnemoniae, antigen ecoli, klepsiela, shigela, salmonela,

kampilobacter dan erterotoksin yang dikeluarkan oleh vibrio colera, ecoli, serta

giardia lamblia juga terhadap protein makanan seperti susu sapi dan kedelai. Oleh

karena itu ASI dapat mengurangi mordiritas infeksi saluran cerna dan saluran

pernafasan bagian atas.

22
Fungsi utama Sig A adalah mencegah melekatnya kuman patogen pada dinding

mukosa usus halus dan menghambat proliferasi kuman di dalam usus. Ig A

sekretori (Sig A) beradaptasi untuk bertahan di membran mukosa pernafasan dan

pencernaan dan resisten terhadap enzim proteolitik pencernaan. Ig A sekretori

menetralkan agen infeksi dan pada saat yang bersamaan membatasi kerusakan

akibat perdangan jaringan yang muncul akibat antibodi jenis lainnya.

Imunoglobulin ASI tidak di absorbsi bayi tapi berperan memperkuat sistem

imun lokal usus. ASI juga dapat meningkatkna Sig A pada mukosa

traktusrespiratorius dan kelenjar saliva bayi pada 4 hari pertama kehidupan. Ini

disebabkan karena faktor pada kolostrum yang merangsang perkembangan sistem

imun lokal bayi. 20

2.1.5 Imunitas Pasif dari Ibu

Beberapa studi menyatakan ASI dapat mengurangi faktor risiko inferksi

saluran pernafasan dan pencernaan pada bayi selama 1 tahun pertama

kehidupannya.21

Tabel.2.5 Faktor anti parasit yang terdapat dalam ASI

Faktor Secara in vitro aktif terhadap


I IgA sekretorik Girdia lamblia, Entamoeba histolytica,
Schistosoma mansoni (blood fluke),
Cryptospodirium, Toxoplasma gandii,
Plasmodium falciparum
I IgG Plasmodium falciparum
Gangliosida Giardia lamblia, Giardia muris
Lipid (asam lemak bebas dan monogliserida) Giardia lamblia, Entamoeba histolytica,
Trichomonas vaginalis, Eimeria tenella (animal
coccidiosis)
Laktoferin Girdia lamblia, Plasmodium falciparum

23
Tidak teridentifikasi Trypanosoma brucei rhodisiense
Makrofag Entamoeba histolytica

Tabel.2.6 Faktor anti bakteri yang terdapat dalam ASI

Faktor Secara in vitro aktif terhadap

IgA sekretorik E. coli (juga antigen pili, kapsul, CFA1)

termasuk strain enteropatogenik, C. tetani, C.

diphtheriae, K. pneumoniae, S. pyogenes, S.

mutans, S. sanguins, S. mitis, S. agalactiae

(group B streptococci), S. salvarius, S.

pneumoniae (juga polisakarida kapsul), C.

burnetti, H. influenzae. H. pylori, S. flexneri,

S. boydii, S. sonnei, C. jejuni, N.

meningitidis, B. pertussis, S. dysenteriae, C.

trachomatis, Salmonella (6group), S.

minnesota, P. aeruginosa, L. innocua,

Campylobacter flagelin, Y. enterocolitica, S.

flexneri virulence plasmid antigen, C.

Diphtheriae toksin, E. coli enterotoxin, V.

cholerae, enterotoksin C. difficile toksin,

kapsul H. influenzae, S. enterotoksin F

aureus, Candida albicans*,

Mycoplasma pneumoniae.

IgG E. coli, B. pertussis, H. influenzae tipe b, S.

pneumoniae, S. agalactiae, N. meningitidis,

14 pneumoccoccal capsular polysaccharides,

V. Cholerae lipopolysaccharide, S. flexneri

invasion plasmid-coded antigens, major

24
opsonin for S. Aureus

IgM V. cholerae lipopolysaccharide, E. coli, S.

Flexneri

IgD E. coli

Analog reseptor sel epitelia S. pneumoniae, H. Influenzae

(oligosakarida dan sialylated oligosaccharides***)

Bifidobacterium bifidum growth factors Bakteri enterik. Bifidobacteria species

(oligosakarida, glikopeptida) Bifidobacteria menghasilkan molekul lipofilik yang dapat

growth factors lainnya (alphalactoglobulin, membunuh S. Typhimurium. B. Bifidum

lactoferrin, sialyllactose) memproduksi Bifidocin B yang dapat

membunuh Listeria. B. Longum

memproduksi protein BIF, yang

menghentikan E. Coli

Karbohidrat Enterotoksin E. coli, E. coli, C. difficile

toksin A

Cathelicidin (LL-37 peptide) S. aureus, group A streptococcus, E. coli

Kasein H. influenzae

kappa-kasein** H. pylori, S. pneumoniae, H. Influenzae

Komplemen C1-C9 (mainly C3 dan C4) Membunuh S. aureus in macrophages, E. coli

(serum-sensitive)

ß-defensin-1 atau -2 atau neutrofil-α-defensin-1 E. coli, P. aeruginosa, (beberapa Candida

atau α-defensin-5 atau -6 albicans *)

Faktor binding proteins (zinc, vitamin B12, folate) Dependent E. Coli

Free secretory component** E. coli colonization factor antigen 1 (CFA I)

dan CFA II, toksin C. difficile A, H. pylori,

E. Coli

Fucosylated oligosaccharides E. coli heat stable enterotoxin, C. jejuni, E.

Coli

25
Gangliosid GM1 Enterotoksin E. coli, toksin V. cholerae,

enterotoksin C. jejuni, E. Coli

Gangliosid GM3 E. coli

Glikolipid Gb3 S. dysenterae toksin, shigatoxin shigella dan

E. Coli

Glikoprotein (mannosylated) E. coli, E. coli CFA11, fimbrae

Glikoprotein (receptor-like)+ oligosakarida V. cholerae

Glikoprotein (berisi sialic acid atau galaktosa E. coli (S-fimbrinated)

terminal)

Aalpha-laktalbumin (variant) S.pneumoniae

Lactoferrin**
E. coli, E. coli/CFA1 or S-fimbriae, Candida

albicans *, Candida krusei*, Rhodotorula

rubra*, H. influenzae, S. flexneri,

Actinobacillus actinomycetemcomitans

Laktoperoksidase Streptococcus, Pseudomonas, E. coli, S.


Typhimurium
Antigen Lewis S. aureus, C. Perfringens

Lipid S. aureus, E. coli, S. epidermis, H.


influenzae, S. agalactiae, L.monocytogenes,
N. gonorrhoeae, C. trachomatis, B.
parapertusis heatlabile toxin, mengikat
Shigella-like toxin-1
Lisozim E. coli, Salmonella, M. lysodeikticus, S.
aureus, P. fragi, growing Candida albicans*
dan Aspergillus fumigatus*
Sel ASI (80% makrofag, 15% neutrofil, 0.3% Dengan fagositosis dan membunuh: E. coli,
S. aureus, S. enteritidis
limfosit B dan 4% limfosit T)
Dengan mensensitisasi limfosit: E.
Coli Dengan fagositosis: Candida albicans*,
E. Coli stimulasi limfosit: E. coli K antigen,
tuberkulin Spontaneous monokines:
terstimulasi oleh lipopolisakarida.

26
Menginduksi sitokin: PHA, PMA +
ionomycin Fibronektin membantu asupan
oleh sel fagositik
Musin (muc-1; membran globulin lemak ASI) E. coli (S-fimbrinated)

Nonimmunoglobulin (lemak ASI, protein) C. trachomatis, Y. Enterocolitica

Fosfatidiletanolamin H. pylori

(Tri sampai penta) phosphorylated beta-casein H. influenzae

Sialyllactose Toksin V. cholerae, H. Pylori

Sialyloligosaccharides pada sIgA(Fc) Adhesi E. coli (S-fimbrinated)

Soluble bacterial pattern recognition receptor Bakteri (atau LPS) mengaktivasi untuk
induksi molekul respons imun
CD14
dari sel usus
Sulphatide (sulphogalactosylceramide) S. typhimurium

Faktor yang tidak teridentifikasi S. aureus, B. pertussis, C. jejuni, E. coli, S.


typhimurium, S. flexneri, S. sonnei, V.
cholerae, L. pomona, L. hyos, L.
icterohaemorrhagiae, toksin B C. difficile, H.
pylori, C. Trachomatis
Xanthine oxidase (dengan tambahan hipoxantin) E. coli, S. Enteritidis

CCL28 (CC-chemokine Candida albicans*, P. aeruginosa, S. mutans,


S.pyogenes, S. aureus, K.Pneumonidae
Heparin Chlamydia pneumoniae

RANTES (CC-chemokine) E. coli, S. aureus, Candida albicans*,


Cryptococcus neoformans*

Secretory leukocyte protease inhibitor (protease E. coli, S. aureus, growing C. albicans* dan
A. fumigatus*
antileukosit; SLPI)

27
2.2 ASI non eksklusif

2.2.1 Pengertian ASI Non Eksklusif

ASI non eksklusif atau PASI adalah makanan bayi yang secara tunggal dapat

memenuhi gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan sampai dengan umur 6

bulan.22

2.2.3 Jenis-jenis ASI Non Eksklusif

Ada beberapa alternatif pilihan untuk pengganti air susu ibu, diantaranya

adalah:

1. Susu Sapi

Susu sapi merupakan susu yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia

yang dalam beberapa hal telah mengalami modifikasi melalui proses

pasteurisasi atau disterilisasi. Susu sapi lebih banyak mengandung protein

terutama dalam bentuk kasein dan protein ini sulit untuk dicerna sehingga

menimbulkan obstruksi usus. Susu sapi juga banyak mengandung lemak

dan fosfor. Pada minggu-minggu pertama kehidupan terutama 5-15 hari. 21

2. Susu Soya

Susu formula soya merupakan susu formula bebas laktosa untuk bayi

dan anak yang mengalami alergi terhadap protein susu sapi. Soya

menggunakan isolat protein kedelai sebagai bahan dasar. Susu formula

soya ini memiliki kandungan protein yang tinggi setara dengan susu sapi.

Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor susu formula soya memilki

perbandingan 2:1 untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi yang

28
kuat. Susu formula ini juga mengangung asam lemak esensial, yaitu

omega 6 dan omega 3 dengan rasio yang tepat sebagai bahan dasar

pembentukan AA dan DHA secara langsung pada formula ini tidak terlalu

penting karena sebenarnya tubuh bayi cukup bulan biasanya memproduksi

sendiri AA dan DHA dari asam lemak esensial lain yang ada dalam

kandungan susu tersebut. 22

3. Susu Kambing

Susu kambing bukan merupakan susu dengan nutrisi yang lengkap

untuk bayi. Secara umum, komposisi susu kambing dengan susu sapi tidak

terlalu jauh berbeda. Namun, kadar protein, lemak, laktosa dan mineral

lebih tinggi pada susu kambing dibandingkan susu sapi. Kandungan

vitamin tertentu sangat kecil, seperti asam folat, vitamin B6, B12, C dan

D, tetapi kaya akan mineral. 22

4. Susu Formula Ekstensif Hidrolisa

Susu formula ini rasanya memang tidak begitu enak dan relatif lebih

mahal. Protein pada susu ini lebih mudah didenaturasi oleh panas

dibandingkan protein kasein yang lebih tahan terhadap panas. 22

5. Formula Parsial Hidrolisa

Susu Formula parsial hidrolisa masih mengandung peptide cukup besar

sehingga masih berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi susu sapi.

29
Susu ini tidak direkomendasikan untuk pengobatan atau pengganti susu

untuk penderita alergi. 22

2.3 Konsep ISPA

2.3.1 Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya

seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA adalah infeksi yang terutama

mengenai struktur saluran pernafasan diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini

mengenai saluran pernafasan atas dan bawah secara simultan dan berurutan.23,25

2.3.2 Etiologi ISPA

ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA

diantaranya bakteri dari genus Streptococcus, Haemophylus, Stafilococcus,

Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus penyebab ISPA antara

lain grup Mixovirus (virus influenza, parainfluenza, respiratory syncytial virus),

Enterovirus (Coxsackie virus, echovirus), Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus,

Sitomegalovirus, virus Epstein-Barr. Jamur penyebab ISPA antara lain

Aspergillus sp, Candidia albicans, Blastomyces dermatitidis, Histoplasma

capsulatum, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans.18,25

2.3.3 Patofisiologi ISPA

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dari interaksi bibit penyakit dengan

tubuh pejamu. Respon inflamasi pada lokasi infeksi merupakan hasil mekanisme

30
imun spesifik dan nonspesifik penjamu dalam melawan invasi mikroba dengan

mencegah pertumbuhannya atau selanjutnya menghancurkannya. Masuknya virus

sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada

permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring

atau reflek oleh laring. Jika reflek tersebut gagal maka akan merusak lapisan epitel

dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Kerusakan tersebut menyebabkan

peningkatan aktifitas kelenjar mucus sehingga mengeluarkan mukosa yang

berlebihan. Rangsangan cairan mukosa tersebut yang akhirnya menyebabkan

batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder

bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah

banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan

juga menyebabkan batuk yang produktif.18

2.3.4 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA adalah sebagai berikut

2.3.4.1 Bukan Pnemonia

Didiognasi ISPA bukan pnemonia ini terjadi bila tidak ditemukan frekuensi

napas cepat dan tidak menimbulkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah

ke arah dalam. Contoh ISPA bukan pnemonia adalah sebagai berikut :24

1. Common cold

Common cold (pilek,salesma) merupakan suatu reaksi inflamasi saluran

pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus. Biasanya tidak berbahaya

dan dapat sembuh sendiri. Common cold adalah suatu infeksi virus pada

selaput hidung, sinus dan saluran udara yang besar. Penyebabnya adalah

31
picornavirus, virus influenza, virus sinsial pernapasan. Ditularkan melalui

ludah yang dibatukkan atau dibersihkan penderita. Common cold

merupakan penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri dengan demam

derajat rendah. Influenza adalah infeksi spesifik pada manusia yang

disebabkan oleh virus influenza, dan menimbulkan gejala-gejala yang

timbul dengan cepat berupa demam, radang kataral saluran pernapasan

atau alat pencernaan. Pada umunya penyakit ini akan sembuh dengan

sendirinya. Penyebab influenza adalah virus tipe A, B, dan C yang

tergolong dalam myxovirus seperti halnya virus-virus perus influenza.

nyebab parotitis (mumps virus), virus newcastle penyebab konjungtivitis

dan virus para influenza. Tanda utama pilek adalah keluarnya lendir yang

cair, mucoid dan pirulen. Lebih berat akan disertai demam, bila lebih dari

5 hari biasanya ada infeksi bakteri lain, sehingga lndir menjadi kental dan

berwarna kuning. 23

2. Faringitis

Biasanya terjadi pada anak-anak yang sudah beranjak dewasa, ditandai

dengan rasa sakit pada waktu menelan diikuti demam, kelemahan tubuh

dan faring tampak memerah. 23

3. Tonsilitis

Biasanya terjasi pada anak-anak yang agak besar, ditandai dengan rasa

sakit waktu menelan diikuti dengan demam dan kelemahan tubuh, disertai

tonsil membesar. 23

32
2.3.4.2 Pnemonia

Pnemonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru dan

mempunyai gajala batuk, ronki, infiltrate pada foto rontgen dan sesak napas. Batas

napas cepat pada anak usia 2 bulan samai<1 tahun adalah 50 kali atau lebih per

menit sedangkan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun adalah 40 kali atau lebih

permenit. Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya

proses infeksi akut pada bronchus yang disebut broncopnemonia.

Pnemonia adalah suatu peradangan pada perankim paru. Definisi lainnya

menyebutkan bahwa pnemonia balita adalah salah satu penyakit infeksi saluran

pernapasan akut, dimana peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru,

yang disebabkan oleh infeksi.23,25

Macam-macam pnemonia adalah sebagai berikut :

1. Pneumococcal Pneumonia

Merupakan infeksi bakteri akut ditandai dengan serangan mendadak

dengan demam menggigil, nyeri pleura, dyspnea, batuk produktif dengan

dahak kemerahan serta lukositosis. Pada bayi dan anak kecil dapat

ditemukan demam, muntah dan kejang dapat merupakan gejala awal

penyakit. Penyebab penyakit adalah Streptococcus pneumonia. 23

2. Mycoplasmal Pneumonia

Umumnya menyerang saluran pernapasan bagian bawah dengan gejala

febris, perjalanan penyakit berlangsung secara gradual berupa sakit kepala,

malaise batuk biasanya paroxysmal, sakit tenggorokan, kadang-kadang

sakit di dada kemungkinan pleuritis. Penyebab penyakit adalah

Mycoplasma pneumonia, bakteri keluarga Mycoplasmamataceae.23

33
3. Pneumocytis Pneumonia

Adalah penyakit paru mulai dari akut sampai subakut bahkan seringkali

fatal, khususnya menyerang bayi yang kurang gizi, sakit kronis dan

prematur. Secara klinis didapati gejal dyspnea yang progresif, tachypnea

dan cyanosis, demam mungkin tidak mucul sekitar 60 % penderita tanpa

batuk produktif. Penyebab penyakit adalah pneumocysitis carinii.

Umumnya dianggap sebagai protozoa. 23

4. Chlamydial Pneumonias

Chlamydial Pneumonias dibagi menjadi dua yaitu :

Pneumonia disebabkan oleh Chlamydial Trachomatis

Penyakit paru yang disebabkan oleh Chlamydial bersifat subakut

menyrang neonatus yang ibunya menderita infeksi pada cervix uteri. Secra

klinis penyakit ini ditandai dengan serangan insidious, berupa batuk,

demam ringan, bercak-bercak infiltrate pada foto toraks dengan

hiperinfiltrasi, Eosinophilia dan adanya peningkatan IgM dan IgG.

Penyebab penyakit adalah Chlamydial Trachomatis dari imunotipe D

sampai K. 23

Pneumonia disebabkan oleh Chlamydial Pneumoniae

Suatu penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh

Chlamydial dengan gejala batuk, sering disertai dengan sakit tenggorokan

dan suara serak serta demam pada awal serangan, dahak sedikit, beberapa

penderita mengeluh sakit dada. Penyebab penyakit ini adalah Clamydial

Pneumonia strai TWAR, nama spesies yang diberikan untuk organisme ini

34
yang berbeda secara morfologis dan serologis dengan C.Psittaci dan

C.Trachomatis. 23

Pneumonia berat

Ditandai dengan adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai napas

sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing)

pada anak berusia 2 bulan sampai < 5 tahun. Sementara untuk kelompok

usia < 2 bulan klasifikasi pneumonia berat ditandai dengan adanya napas

cepat sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat

pada dinding dada bagian bawah kedalam. 23,24

Paru-paru terdiri dari ribuan bronchi yang masing-masing terbagi lagi

menjadi bronchioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di

dalam alveoli terdapat kapiler-kapiler pembuluh darah dimana terjadi

pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ketika seseorang menderita

pneumonia, nanah (pus) dan cairan mengisi alveoli tersebut menyebabkan

kesulitan penyerapan oksigen sehingga kesukaran bernapas. Anak yang

menderita pneumonia, kemampuan paru-paru untuk mengembang

berkurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat agar tidak

terjadi hipoksia. Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan

bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada bagian bawah kedala.

Anak dengan penumonia akan meninggal karena hipoksia atau sepsis. 23

2.3.3 Tanda dan Gejala ISPA

Ispa menurut keparahan penyakit dapat dibagi menjadi tiga diantaranya :

35
1. Ispa Ringan Bukan Pneumonia

Gejala yang dialami adalah batuk, serak yaitu anak bersuara pada waktu

mengeluarkan suara, pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari

hidung, demam (suhu badan lebih dari 37 C.), tidak ada napas cepat dan

tidak ada tarikan dinding dada.23,24

2. Ispa Sedang (Pneumonia)

Gejala yang dialami adalah pernafasan lebih dari 50 kali/menit pada anak

umur kurang dari 2 bulan, suhu lebih dari 39 C, tenggorokan berwarna

merah, timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak,

telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga, pernafasan

berbunyi seperti mendengkur.23,24

3. ISPA berat (Pneumonia Berat)

4. Gejala yang dialami pada ISPA berat adalah bibir berwana biru, lubang

hidung kembang kempis, anak kesadarannya menurun, pernapasa berbunyi

mengorok, sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas, nadi cepat

lebih dari 60x/menit atau tidak teraba, dan tenggorokan berwarna

merah.23,24

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi ISPA

Faktor risiko yang berhubungan dengan ISPA dapat diklasifikasikan menjadi

faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri atas faktor biologis, faktor

fisik dan faktor sosial. Faktor biologi berasal dari faktor lingkungan rumah tinggal

yang tidak sehat seperti keadaan ventilasi rumah yang buruk, kamar menyatu

dengan dapur, jenis bahan bakar masak, kepadatan hunian, suhu udara.

36
Kelembaban dalam rumah serta intensitas cahaya yang masuk. Faktor sosial yang

menyangkut dengan pendapatan keluarga, perilaku hidup, sikap serta pengetahuan

tentang ISPA.Sedangkan faktor intrinsik meliputi status gizi, pemebrian asi

eksklusif dan umur, kelengkapan imunitas, jenis kelamin dan status kelahiran bayi

dengan BBLR.3

1. Faktor Ekstrinsik

Faktor Biologi

Faktor biologi yang dimaksud disini adalah mikroorganisme yang

menyebabkan ISPA. Berbagai mikroorganisme patogen dapat menyebabkan

infeksi saluran pernapasan. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA adalah

rhinovirus, respiratory synscytial virus, parainfluenza virus, severe acute

resoiratory syndrome associated coronavirus dan virus influenza.3

Faktor Fisik

Pencemaran udara dalam rumah

Pencemaran udara dalam rumah akibat bahan bakar di dapur sangat

mempengaruhi ISPA. Bahan bakar yang digunakan dalam rumah tangga sangat

berpengaruh terhadao mekanisme pertahanan paru yang memindahkan timbulnya

ISPA terutama bahan bakar kayu yang mengandung gas berbahaya. Bagi

pengguna bahan bakar kayu bakar tersebut sama dengan menghisap 20 batang

rokok setiap hari serta berpotensi menyebabkan infeksi saluran pernapasan.

Keadaan ini akan semakin buruk, bila keadaan rumah kurang ventilasi udara.3,24

37
Ventilasi Rumah

Ventilasi adalah proses pertukaran udara, dimana udara bersih masuk dan

udara kotor keluar. Ventilasi rumah mempunyai fungsi utama yaitu menjaga

aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2

yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah dan kadar CO2 yang bersifat racun

meningkat. Selain itu apabila ventilasi kurang hal ini akan menyebabkan

terjadinya kelembaban. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk

perkembangan bakteri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kanada.

Infeksi saluran pernapasan yang terjadi dikaitkan dengan kondisi rumah yang

penuh sesak sehingga mengurangi oksigen dalam ruangan dan diperburuk dengan

orang tua yang merokok di dalam rumah.3,24

Kelembaban Udara

Kondisi rumah yang lembab akan menjadi akan menjadi tempat pertumbuhan

kuman maupun bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada

penghuninya. Keadaan lembab ini menyebabkan rumah menjadi berdebu sehingga

akan mudah terjadi polusi udara didalam rumah. Debu yang terhidup mudah

masuk kedalam saluran pernafasan menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan

sehingga memudahkan terjadi infeksi pada saluran pernapasan. Penelitian yang

dilakukan oleh Fidiani (2011) menyatakan bahwa ada hubungan antara

kelembaban dengan kejadian ISPA, dimana balita yang berada pada rumah

dengan kelembaban kategori kurang akan mempunyai risiko sebesar 9,42 kali

38
untuk menderita ISPA dibandingkan balita yang berada pada rumah dengan

kategori baik.3,24

Faktor Sosial

Berbagai studi menyebutkan bahwa faktor sosio-ekonomi sangat berkaitan

dengan kejadian infeksi saluran pernapasan. Berbagai studi yang dilakukan di

negara berkembang memperlihatkan secara jelas bahwa sosio-ekonomi sangat

berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita. Penduduk yang

berpenghasilan rendah beresiko sakit 43% dan mengakses lebih banyak tempat-

tempat pelayanan kesehatan. Keadaan sosio-ekonomi rendah tidak hanya

berkaitan dengan kemiskinan, tetapi berkaitan juga dengan status gizi balita.

Balita yang lingkungan rumah miskin 1,73% kali lebih besar menderita

pneumonia daripada yang tidak miskin.

Semakin tinggi pendidikan ibu, diharapkan akan mudah untuk menerima

pesan-pesan kesehatan dan memahami upaya pencegahan penyakit pada anak

balitanya. Salah studi penelitian menyatakan terdapat hubungan antara pendidikan

ibu dengan kejadian ISPA.3,24

2. Faktor Intrinsik

Faktor Umur

Ispa merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Kelompok umur 6-12

bulan adalah kelompok umur paling rentan terkena ISPA. Dilaporkan insiden

tertinggi kejadian ISPA maupun pneumonia adalah pada bayi usia 6-12 bulan

karena terjadinya penurunan antibodi dari ibu. Ketidakmatangan sistem imun

39
adaptasi imun, perhentian ASI dan permulaan anak ke tempat fasilitas pelayanan

kesehatan 3,24

Jenis Kelamin

Persentase penderita ISPA terutama penumonia lebih besar menyerang anak

balita laki-laki dibandingkan perempuan. Berdasarkan dari hasil penelitian yang

dilakukan di Greenland menunjukan bahwa insiden infeksi saluran pernapasan

bagian bawah meningkat pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. 3,24

Faktor Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan lahir rendah merupakan berat badan bayi yang lahir kurang dari

2500 gram. Proses maturasi organ-organ dan alat tubuh belum sempurna,

akibatknya bayi yang lahir dengan berat bdan rendah rentan mengalami

komplikasi dan infeksi yang dapat menyebabkan kematian. Penyakit gangguan

pernapasan yang sering dialami oleh bayi lahir rendah adalah penyakit membran

hielin, infeksi saluran pernapasan akut, penumonia aspirasi, pernapasadin periodik

dan apnea yang disebabkan karena belum maturnya pusat pernapasan di medula.

Oleh sebab itu anak yang memiliki berat lahir renndah cenderung sering

mengalami ISPA berulang. 3,24

Faktor Imunisasi

Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif

dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

salah satu cara meningkatkan kekebalan tubuh seseorang secara aktif. terhadap

40
suatu antigen, sehingga kelak bila ia terpajan pada antigen serupa tidak terjadi

penyakit. Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu atau

imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu

penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang telah

dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh. Imunisasi lengkap perlu diupayakan

untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA. Campak, pertusis,

difteri dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko ISPA, maka

peningkatan cakupan imunisasi seperti diifteri, pertusis serta campak akan

berperan besar dalam upaya pemberantasan penyakit tersebut. Bayi dan balita

yang mempunyai status imunisasi lengkap bila terserang penyakit diharapkan

perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Bayi dan balita yang

pernah terserang campak dan selamat, akan mendapat kekebalan alami terhadap

pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal

dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka imunisasi berperan besar dalam

upaya pemberantasan ISPA.3,24

Faktor Pemberian ASI Eksklusif

ASI memiliki komponen bioaktif yang melindungi bayi terhadap infeksi

pernafasan. Pada ASI mengandung limfosit B,Sel limfosit B dilamina propia

payudara akan memproduksi SigA. IgA dilindungi oleh komponen sekret SigA

dari enzim proteolitik seperti tripsin, pepsin dan PH setempat sehingga tidak

memiliki degradasi. Kadar Sig A ASI berkisar antar 5 sampai dengan 7,5 mg/dl.

Pada bulan 4 pertama bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan mendapat 0,5

41
gram Sig A perhari, atau sekitar 75 – 100 mg/kg bb/hari. Angka ini lebih besar

dari antibodi Ig G yang diberikan sebagai pencegahan pada penderita

Hypogamaglobulin sel (25mg gg/ kg bb / minggu). Konsentrasi SIg A ASI yang

tinggi ini dipertahankan sampai tahun ke-2 laktasi. Sig A mengandung aktifitas

antibodi terhadap virus polio,rotavirus,echo,coxasckie, influenza, H.Influenza,

Virus respiratori sinsial, streptococcus pneumonia, antigen O, E coli, klebsiela

shigela, salmonella, kompilobakter, dan enterotoksin yang dikeluarkan oleh vibrio

cholera.. SIgA beradaptasi untuk bertahan di membran mukosa pernafasan dan

pencernaan. Peran perlindungan ASI terdapat pada tingkat mukosa. SigA akan

membatasi masuknya bakteri ke aliran darah melalui dinding mukosa.10

2.3.5 Hubungan ASI eksklusif dengan ISPA

Beberapa studi menunjukan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap

kejadian ISPA diantaranya penelitian yang dilakukan Rizayanti tahun 2014

menyatakan terdapat perbedaan kejadian ISPA antara anak yang pernah mendapat

ASI eksklusif dan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, anak yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif memiliki resiko 1,4 kali lipat lebih sering mengalami

ISPA dari pada anak yang tidak ASI eksklusif. Menurut penelitian oleh Lysa Story

dan Thomas Parish 2008 menyatakan ASI dapat mencegah 2 penyakit yaitu diare

dan pnemonia. Menurut penelitian kohort yang dilakukan oleh Seema

Mihshahi,dkk di Chittagong Bangladesh, Bayi yang diberikan ASI eksklusif dari

lahir hingga 6 bulan memiliki prevalensi ISPA dan diare lebih sedikit

dibandingkan bayi yang tidak ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian yang

42
dilakukan oleh Shatna,S,dkk Durasi pemberian ASI yang singkat dapat menjadi

faktor resiko ISPA.11,12,13

2.4 Wewenang bidan berkaitan dengan ISPA dan ASI eksklusif

Bidan memiliki wewenang dalam memberikan pelayanan kesehatan anak

diantaranya pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak prasekolah. Pelayanan

kesehatan anak ini meliputi penanganan bayi dan balita sakit sesuai pedoman

yang ditetapkan, penyuluhan dan konseling. Selain itu bidan berwenang

memfasilitasi / memberikan bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu

ibu eksklusif.

43
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional dengan

pemberian ASI eksklusif sebagai variabel bebas dan Kejadian ISPA sebagai

variabel terikat, dengan maksud mencari hubungan antara Pemberian ASI

eksklusif dengan Kejadian ISPA.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi yang berusia 6-12 bulan di

Desa Hegarmanah tahun 2015. Jumlah populasi yang tercatat pada tahun 2015 di

Desa Hegarmanah berjumlah 129 bayi.

3.2.2 Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu 129 bayi.

Besaran sample pada penelitian ini Kriteria Inklusi

a. Bayi usia 6-12 bulan

1. Kriteria Eksklusi

a. Bayi yang bertinggal di luar desa Hegarmanah.

b. Bayi yang memiliki riwayat asma dan alergi

44
3.3. Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif.

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kejadian ISPA

3.4. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 ASI eksklusif Riwayat ASI eksklusif adalah Kohort 1=ASI eksklusif Nominal

memberikan hanya ASI saja tanpa 2=Tidak ASI

makanan dan minuman tambahan kepada eksklusif

bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan,

kecuali obat dan vitamin.

2 Infeksi Saluran Penyakit saluran pernafasan atas atau Diagnosa 1= Sering ISPA Ordinal

Pernafasan Akut bawah yang ditandai salah satu gejala dokter (3-6 kali)

(ISPA) utama berupa batuk, pilek, dan panas 2 = Tidak Sering

ISPA (1-2 kali)

45
3 Bayi Usia 6-12 Anak dengan usia 6 hingga 12 bulan Kohort 1=6-8 bulan Ordinal

bulan 2=8-10 bulan

3=10-12 bulan

4 Jenis Kelamin Jenis kelamin yang dimiliki anak Kohort 1=Perempuan Nominal

2=Laki-laki

5 Berat Badan Lahir Ukuran berat badan bayi pada waktu lahir Kohort 1=Bukan BBLR Ordinal

bila ≥ 2500 gram

2= BBLR bila

<2500 gram

46
6 Riwayat Imunisasi Bayi yang sudah diberikan imunisasi Kohort/ 1=Sesuai jadwal Nominal

DPT dan Campak sesuai umur pemberian yakni DPT1 pada KMS Bayi imunisasi campak

umur 2 bulan, DPT 2 pada umur 3 bulan, DPT dan Campak

DPT 3 pada umur 4 bulan dan imunisasi 2= Tidak sesuai

campak pada umur 9 bulan jadwal imunisasi

DPT dan Campak

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitan ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari hasil pencatatan dan pelaporan di Puskesmas atau tempat praktek kesehatan

lainnya.

3.6. Pengolahan Data dan Analisis Data

3.6.1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan cara manual dengan langkah

langkah sebagai berikut :

1. Melakukan pemeriksaan data

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan data sekunder. Tujuannya agar

data yang masuk dapat diolah secara benar sehingga pengolahan data

dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti,

kemudian dikelompokkan dengan menggunakan aspek pengukuran.

47
2. Melakukan kode

1) Kode data pengklasifikasian untuk kejadian ISPA

1)) ISPA Sering (3-6 kali) kode 1

2)) ISPA Tidak Sering (1-2 kali) kode 2

2) Kode data pengklasifikasian untuk pemberian ASI Eksklusif

1)) ASI eksklusif kode 1

2)) Tidak ASI eksklusif kode 2

3) Kode data pengklasifikasian usia bayi

1)) 6-8 bulan kode 1

2)) 8-10 bulan kode 2

3)) 11-12 bulan

4)) Kode data pengklasifikasian jenis kelamin bayi

1)) Perempuan kode 1

2)) Laki-laki kode 2

5)) Kode data pengklasifikasian berat badan lahir bayi

1)) Bukan BBLR ≥ 2500 gram kode 1

2)) BBLR < 2500 gram kode 2

48
3. Entry (pemasukan data komputer)

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pemasukan data ke

komputer.

4. Cleaning Data Entry

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program

komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan

data

3.6.2 Analisis Data

Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing

variabel dengan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan.Frekuensinya

dan dilakukan perhitungan presentasi menggunakan rumus berikut :

P=

Dimana :

P = Presentase yang dicari

Χ = Jumlah jawaban benar

N = Jumlah pertanyaan

Data diinterpretasikan kedalam kata-kata dengan menggunakan kategori

0% = Tidak ada seorang pun dari responden

1% - 25% = Sebagian kecil responden

26% - 49% = Hampir sebagian responden

49
50% = Setengah dari responden

51% - 75% = Sebagian besar responden

76% - 99% = Hampir seluruh responden

100% = Seluruh renponden

2. Analisis Bivariat

Jika nilai interval kepercayaan odd rasio mencakup angka 1, artinya belum

dapat disimpulkan bahwa faktor yang dikaji benar-benar merupakan faktor

risiko dan faktor protektif.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependent

dan independent. Analisis data menggunakan chi-squer dengan tabel 2x2 dengan

tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut di atas ditarik

kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika nilai p < α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel

dependent dengan independent.

b. Jika nilai p ≥ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel

dependent dengan independent.

Teknik analisa yang peneliti gunakan adalah teknik analisa koefisien

kontingensi, karena variabel penelitian berbentuk kategori (Sugiyono, 2005).

Untuk mengetahui hubungan digunakan rumus x2 dengan tabel 2x2 yaitu :

50
Rumus Chi-Squer :

Keterangan :

= Chi kuadrat

= Frekuensi observasi

= Frekuensi harapan

Uji hubungan dilakukan dengan menguji signifikasi Chi-kuadrat hasil

perhitungan dengan hipotesis statistik sebagai berikut :

ditolak jika atau peluang kesalahan (p-value)<

diterima jika atau peluang kesalahan (p-value) >

51
DAFTAR PUSTAKA
1. Ribka Rerung Layuk,dkk. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA Pada Balita di Lembang Batu Sura. FKM Universitas Hasanuddin,
Makassar.
2. Hubungan Pemberian ASI eksklsif dengan kejadian ISPA pada Bayi.
Widarini N.P, Sumasari N.L PS.IKM Universitas Udayana, Puskesmas
Mengwi
3. Musfardi Rustam. Hubungan Pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
ISPA pada Bayi Usia 6-12 bulan di Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Pasca Sarjana
Epidemiologi Peminatan Epidemiologi Komunitas Depok. Juni 2010
4. Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2012
5. Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2013.2013
6. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI Tahun 2007
7. Anita Prameswati. Hubungan Pemberian Asi dan Frekuensi Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mayong I Kabupaten Jepara Tahun 2013.Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran
2013
8. Ilmu kesehatan Anak Nelson Volume 2 Edisi 15. Behrman ,Kliegman,
Arvin.Penerbit buku kedokteran EGC. 2000. Jakarta
9. Rasmanilah. Infeksi Saluran Pernafasan dan Penanggulangannya.
10. Lily Anggraeni. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak usia 6-
24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya. Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah Surabaya. 2012
11. Roziyanti. Perbandingan Kejadian ISPA Pada Anak yang Pernah
Mendapat ASI Eksklusif dan yang Tidak Pernah Mendapat ASI Eksklusif
di Puskesmas Pokelma Darussalam Banda Aceh. Fakultas Kedokteran
Universitas Syah Kuala Darussalam Banda Aceh Tahun 2014.
12. Story.L,Parish T. Breast Feeding Help Two Mayor Infants Illness. The
Internet Journal of Allied Health Science and Practice July 2008. Volume
6 Number 3.
13. Seema Mihshashi,etc.International breast feeding journal 2008.
Association between Infant feeding patterns and diarrhoea and respiratory
illness : a cohort study in Chittagong, Bangladesh. (doi : 10.1186/1746-
4358-3-28)

52
14. Satha.S. Infant Feeding patterns and risk of acute respiratory infections in
Baghdad-Iraq.(IJPH : 2012 :Volume 9, Number 3)
15. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007.2007
16. Permenkes RI NO 1464/ MENKES/ PER/ X/ 2010 Tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan
17. Hakim Ramla. Faktor-faktor yang behubungan dengan pemberian asi
eksklusif pada bayi 6-12 bulan di wilayah kerja puskesmas nabire
kabupaten nabire tahun 2012. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas
Indonesia. 2012
18. Sari Utami. Studi Deskriptif Pemetaan Faktor Risiko ISPA Pada Balita
Usia 0-5 Tahun yang tinggal di Rumah hunian akibat bencana lahar dingin
merapi di kecamatan Salam Kabupaten Magelang.
19. Susilorini. Tahnik dan Pemberian ASI Sebagai Metode Imunisasi dalam
Perspektif Biomolekuler. Bagian Patologi Anatomi, FK UNISSULA.
Semarang
20. Agusjaya, Komang. Aspek Imunologi Air Susu Ibu. Jurusan Gizi
Poltekkes Denpasar.( Jurnal Ilmu Gizi, Volume 2 Nomor 1, Februari 2011
: 37 - 48)
21. Omar Sazaly Aldy,dkk. Dampak Proteksi Air Susu Ibu Terhadap Infeksi.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara. (Sari Pediatri 2009;11(3) : 167-73)
22. http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-kekebalan-
tubuh.html. 23 Agustus 2013. Diakses pada tanggal 22/09/2015
23. Roziyanti. Perbandingan Kejadian ISPA Pada Anak yang Pernah
Mendapat ASI Eksklusif dan yang Tidak Pernah Mendapat ASI Eksklusif
di Puskesmas Pokelma Darussalam Banda Aceh. Fakultas Kedokteran
Universitas Syah Kuala Darussalam Banda Aceh Tahun 2014.
24. Hasan Rusdawari, Nani. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
ISPA pada Balita di wilayah kerja UPTD Kesehatan Luwuk Timur
Kabupaten Banggal Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2012. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok Tahun 2012.
25. Maryani,R. Diana. Hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan
kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada Balita di
kelurahan Bandarharjo kota Semarang. Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Fakultas Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. 2012

53
DAFTAR TILIK DATA SEKUNDER

BIODATA
A BIODATA ANAK
1 No Studi
Nama anak
Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
2 Tanggal Lahir ___/___/______

3 Umur (dalam bulan)

4 Berat badan bayi lahir


(dalam gram)

5 Status Imunisasi BCG Usia/Tgl................. Hb0 Usia/Tgl.........................


Polio 1Usia/Tgl............... DPT Hb1 Usia/Tgl.................
Polio 2Usia/Tgl............... DPT Hb 2 Usia/Tgl................
Polio 3Usia/Tgl............... DPT Hb 3 Usia/Tgl................
Polio 4 Usia/Tgl.............. Campak Usia/Tgl....................
Sesuai usia

Tidak Sesuai

B BIODATA IBU
1 Nama

2 Alamat

1. Untuk penilaian penyakit ISPA, dilihat dari catatan rekam medis


- Frekwensi ISPA yang terjadi pada bayi selama 6 bulan terakhir
1) 3-6 kali Tgl.......................................................................
Tgl.......................................................................
Tgl.......................................................................
Tgl.........................................................................
Tgl........................................................................
Tgl.......................................................................
2) 1-2 kali Tgl .....................................................................
Tgl...........................................................................
54
2. Untuk penilaian ASI eksklusif, dilihat dari kohort bayi
1) Bayi ASI eksklusif
2) Bayi Tidak ASI eksklusif

55

Anda mungkin juga menyukai