Anda di halaman 1dari 16

CASE REPORT

BELL’S PALSY

Disusun oleh :
dr. Muthia Arsil Buntaram

Pembimbing :
dr. Gabriella Natalia S., M. Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD CIBABAT
2017-2018

1
IDENTITAS PASIEN
I. Identitas Pasien
• Nama pasien : Tn. A
• Usia : 22 tahun
• Alamat : Cimahi
• Pekerjaan : Mahasiswa
• Tanggal Masuk : 15 Desember 2017
• Kode CM : 992637
• DPJP : dr. A , SpS

II. Anamnesa
• Keluhan utama : Lemah di Bagian Wajah Kiri

• Anamnesis khusus :
Sejak 2 hari yang lalu pasien mengalami lemah pada bagian wajah kiri,
terutama pada bagian mata dan bibir. Lemah wajah terjadi secara tiba-tiba saat
pasien bangun tidur di pagi hari. Kelopak mata sulit menutup. Bibir pasien
terasa sulit tersenyum. Tidak ada faktor memperberat dan memperingan keluhan
Pasien menyeluhkan adanya batuk disertai pilek selama 3 hari, batuk dan pilek
yang disarakan pasien tidak berdahak dan tidak bertambah buruk.
Tidak Terdapat gigi berlubang dan pembengkakan pada gusi. Tidak
terdapat adanya panas badan pada pasien, disertai nyeri telinga. Tidak ada
riwayat gangguan makan, minum dan gangguan pengecap.Tidak terdapat
gangguan pada anggota badan atas-bawah dan gangguan bicara. Tidak terdapat
gangguan nyeri kepala, mual dan muntah Tidak terdapat gatal pada kulit yang
disertai cairan.
Tidak adanya riwayat pengobatan pada pasien terkait keluhan utama
tersebut. Pasien belum mengobati dan tidak pernah pergi ke dokter semenjak
keluhan tersebut muncul.

2
III. Pemeriksaan Fisik
• Status Generalis
• Keadaan umum : baik
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 86 x /menit, reguler, equal, isi cukup
S : 36,50C
R : 20x/menit, reguler
 Kepala : normocephal
 Mata
 Kelopak mata : palpebra edema (-)
 Konjungtiva : tidak anemis
 Sklera : tidak ikterik
 Pupil : bulat isokor, D= 3-4 mm, reflek +/+
 Hidung : simetris (+), deviasi (-), sekret (-)
 Telinga : pinna sejajar kantus mata, sekret (-), deformitas (-)
 Mulut : bibir kering, lidah deviasi ke kiri
 Faring : tenang, tidak hiperemis
 Tonsil : T1/T1
 Gigi : karies (-), kalkulus (+)
 Leher : Trakea tidak terdapat deviasi, JVP tidak meningkat, KGB
tidak teraba pembesaran, Tidak teraba pembesaran kelenjar thyroid
 Thorax : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-), iktus kordis tidak
terlihat, warna kulit normal (+)
Palpasi:VF (+), ka=ki Perkusi: Sonor (+), ka=ki Auskultasi: VBS (+),
ka=ki, VR (+), ka=ki, Ronchi dan wheezing (-)
 Abdomen : Inspeksi: Datar, jejas (-) Palpasi: Lembut, NT (-) pada daerah
epigastrik, NL (-), massa (-), Hepar dan lien tidak teraba pembesaran,
Ginjal CVA -/- Perkusi: Tympani, Pekak samping (-), pekak pindah (-),
ruang traube kosong Auskultasi: BU (+) 12x/menit

3
 Ekstremitas Atas dan Bawah : Edema -/-, Sianosis (-), Dingin, CRT< 2 detik,
Anemis -/-

 Status neurologis
TANDA RANGSANG MENINGEN
 Brudzinki I/II/III : (-)/(-)/(-)
 Laseque : (-)/(-)
 Kernig Signs : (-)/(-)
SARAF KRANIAL
 Nervus Olfaktorius (I)
• Tidak dilakukan
 Nervus Optikus (II)
• Tidak dilakukan
 Nervus Occulomotor (III), Trochlear (IV), Abducen (VI)
• Pupil bulat isokor; D= 3-4mm
• Reflek cahaya direk : RCL (+)
• Reflek cahaya indirek : RCTL (+)
• Gerakan bola mata : dolls eyes (-)
• Nistagmus : tidak dilakukan
• Ptosis : tidak ada
 Nervus Trigeminus (V)
 Kornea reflek : tidak dilakukan
 Motorik : Maseter & Temporalis (tidak dilakukan)
 Sensorik
- Cabang oftalmik : +/+
- Cabang Maksilari : +/+
- Cabang Mandibularis : +/+
- Jaw jerk refleks : tidak dilakukan
 Nervus Facialis (VII)
• Motorik : bibir mencong ke bagian kanan
• Alis mata : tidak terlihat garis kulit di kiri

4
• Menyeringai : asimetris (deviasi ke kanan)
• Sensori : tidak dilakukan
 Nervus Vestibulocochlear (VIII)
• Tidak dilakukan
 Nervus Glossopharyngeal (IX)
• Sensori : tidak dilakukan
• Sekresi kelenjar parotis (tidak dilakukan)
 Nervus Vagus (X)
• Fungsi menelan baik
 Nervus Accessories (XI)
• Sensori : tidak dilakukan
• Sekresi kelenjar parotis (tidak dilakukan)
 Nervus Hipoglosus (XII)
• Atrofi lidah (-)
• Tidak ada deviasi
• Fasikulasi (-)
• Motorik
• Motorik (+)
• ROM ekstremitas : 5/ 5

Refleks Fisiologis

Kanan Kiri

Biceps Normal (+) Normal (+)

Triceps Normal (+) Normal (+)


Radiobrachialis Normal (+) Normal (+)
Patella Normal (+) Normal (+)
Achiles Normal (+) Normal (+)

5
Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaefer - -

V. Diagnosis Banding
 Bell’s Palsy
 Stoke
 Neuritis fasialis

V. Diagnosa Kerja
 Bell’s Palsy

VI. Tatalaksana
Umum :
 Menjelaskan mengenai penyakit dan pengobatannya
 Edukasi :
 Istirahat yang cukup
 Kurangi aktivitas yang padat
 Mata : proteksi  kacamata, pemberian air mata buatan
 Latihan buka tutup mata
 Melatih kekuatan otot mulut dan wajah dengan mengunyah permen karet
 Latihan senyum
 Fisioterapi
Khusus :
 Steroid : Prednison 1mg/kgBB (40mg/hari) selama 6 hari 
tappering off selama 4 hari
 Anti virus : acyclovir 5 x 800 mg
 Mecobalamin 3x1

6
VII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Bell’s palsy adalah penyakit idiopatik dan merupakan penyakit saraf tepi
yang bersifat akut dan mengenai nervus fasialis (N.VII) yang menginervasi
seluruh otot wajah yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah.
Paralisis ini menyebabkan asimetri wajah serta menganggu fungsi normal1,2.

Epidemiologi
 60-75% kasus paralisis fasialis unilateral yang akut adalah bell’s palsy.
 Penyakit ini merupakan salah satu gangguan neurologi yang paling sering
dijumpai. Wanita muda usia 10-19 tahun lebih sering terkena
dibandingkan dengan laki-laki.
Etiologi
Penyebab pasti Bell’s palsy masih belum diketahui. Tetapi penyakit ini
dianggap memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bell’s palsy
meliputi inflamasi saraf atau blokade sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier
yang belum diketahui, ketidakseimbangan imunitas (stress, HIV/AIDS, trauma)
atau apapun yang secara langsung maupun tidak langsung menekan sistem imun
(seperti infeksi bakteri pada Lyme disease dan otitis media, atau trauma, tumor,
dan kelainan kongenital), serta apapun yang dapat menyebabkan inflamasi dan
edema nervus fasialis (N.VII) dapat memicu terjadinya bell’s palsy6.

8
Patofisiologi
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik vaskuler dan
teori infeksi virus1.
1. Teori iskemik vaskuler
Teori ini dikemukakan oleh Mc Groven pada tahun 1955 yang menyatakan
bahwa adanya ketidakstabilan otonomik dengan respon simpatis yang
berlebihan. Hal ini menyebabkan spasme pada arteriol dan stasis pada vena di
bagian bawah kanalis spinalis. Vasospasme ini menyebabkan iskemik dan
terjadinya oedem. Hasilnya adalah paralisis flaksid perifer dari semua otot
yang melayani ekspresi wajah1,7.
2. Teori infeksi virus
Teori ini menyatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat ditemukan
pada kasus paralisis saraf fasialis adalah otitis media, meningitis bakteri,
penyakit lime, infeksi HIV, dan lainnya. Pada tahun 1972 McCromick

9
menyebutkan bahwa pada fase laten HSV tipe 1 pada ganglion genikulatum
dapat mengalami reaktivasi saat daya tahan tubuh menurun. Adanya reaktivasi
infeksi ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi dan edema saraf fasialis,
sehingga saraf terjepit dan terjadi kematian sel saraf karena saraf tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Pada beberapa kasus yang ringan
hanya terdapat kerusakan selubung myelin saraf1,8.
3. Teori kombinasi
Teori ini dikemukakan oleh Zalvan yang menyatakan bahwa kemungkinan
Bell’s palsy disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivasi virus Herpes
Simpleks dan merupakan reaksi imunologis sekunder atau karena proses
vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi dan penekanan saraf perifer
ipsilateral1.
Bell’s palsy dapat disebabkan oleh beberapa hal lainnya seperti iklim atau faktor
meteorologi seperti suhu, kelembaban, dan tekanan barometrik. Beberapa studi
menyebutkan bahwa pasien sebelumnya merasakan wajahnya dingin atau terkena
dingin sebelum onset bell’s palsy muncul. Suhu dingin di salah satu bagian wajah
dapat menyebabkan iritasi nervus fasialis (N.VII). Data eksperimental yang paling
mendukung dalam patofisiologi penyakit ini adalah “hipotesis suhu rendah”.
Selain itu reaktivasi HSV yang merupakan salah satu teori terjadinya bell’s palsy
juga berhubungan dengan perbedaan iklim antar negara dan polusi dari atmosfer.

10
Diagnosis
Anamnesis
 Pasien biasa mengeluhkan Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak
pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera
diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah yang terjadi secara mendadak.
 Pasien mengeluh keluhan-keluhan khas pada bell’s palsy, seperti
kelemahan atau paralisis komplit pada seluruh otot wajah sesisi wajah.
Selain itu makanan dan air liur dapat terkumpul pada sisi yang mengalami
gangguan pada mulut dan dapat tumpah keluar melalui sudut mulut.
Pemeriksaan fisik
 Lipatan wajah dan lipatan nasolabial menghilang, lipatan dahi juga
menghilang sesisi, dan sudut mulut jatuh / mulut mencong ke sisi yang
sehat.
 Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna, jika psien diminta untuk
mnutup mata maka mata akan berputar-putar ke atas (fenomena bell’s).
 Produksi air mata berkurang, iritasi pada mata karena berkurangnya
lubrikasi dan paparan langsung.

Grading
Untuk menilai derajat paresis netvus fasialis digunakan House Brackmann
Classification of Facial Function1, yaitu :
 Derajat 1
Fungsional normal
 Derajat 2
Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris.
 Derajat 3
Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak sedikit
lemah dengan usaha maksimal.
 Derajat 4
Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut
bergerak asimetris dengan usaha maksimal.

11
 Derajat 5
Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomlit dengan usaha, mulut sedikit
bergerak
 Derajat 6
Tidak bergerak sama sekali.

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti MRI Kepala atau CT-
Scan dan elektrodiagnosis dengan ENMG (elektroneuromyografi) dan uji
kecepatan hantar saraf. Uji ini hanya dilakukan pada kasus-kasus dimana
tidak terjadi kesembuhan sempurna atau untuk mencari etiologi parese
nervus fasialis. Pemeriksaan ENMG ini dilakukan terutama untuk
menentukan prognosis.
 Pada pemeriksaan MRI tampak peningkatan intensitas N.VII atau di dekat
ganglion genikulatum. Sedangkan pemeriksaan CT-Scan tulang temporal
dilakukan jika memiliki riwayat trauma.
 EMG bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien.
Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi,
pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati
atau neuropati.

Diagnosis Banding
- Polineuropati (GBS, sarkoidosis)
Disebabkan oleh proses autoimun, sering terjadi bilateral1.
- Stroke
Ditemukan defisit neurologi lain1.
- Tumor
Metastase atau primer di otak, onset kronik progresif, perubahan status mental,
adanya riwayat keganasan1.
- Ramsay Hunt Syndrome

12
Disebabkan oleh virus Herpes Zooster. Sindroma ini terjadi ketika terjadi
reaktivasi virus varicella zooster yang latent di ganglion genikulatum N.VII.
Gejala yang muncul seperti erupsi vesikular yang nyeri pada kanalis auditorius
(herpes zooster oticus), ear-drum, pinna, lidah, atau palatum durum. Selain itu
juga terdapat gejala kelemahan wajah ipsilateral, hilangnya sensasi rasa, mulut
kering, mata kering, vertigo, tinnitus, atau ketulian1,5.

Tatalaksana
- Medikamentosa
Untuk menghilangkan penekanan, menurunkan edema akson dan kerusakan N.VII
dapat diberikan prednison (kortikosteroid) dan antiviral sesegera mungkin.
Window of opportunity untuk memulai pengobatan adalan 7 hari setelah onset.
Prednison dapat diberikan jika muncul tanda-tanda radang. Selain itu dapat pula
diberi obat untuk menghilangkan nyeri seperti gabapentin2.
Kortikosteroid
Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari kemudian diturunkan bertahap 10
mg/hari dan berhenti selama 10-14 hari1.
Obat-obat antiviral
Acyclovir 400 mg dapat diberikan 5 kali perhari selama 7 hari, atau 1000 mg/hari
selama 5 hari sampai 2400 mg/hari selama 10 hari. Dapat juga menggunakan
Valactclovir 1 gram yang diberikan 3 kali selama 7 hari1.
Vitamin B
Preparat aktif B12 (Metilkobalamin) berperan sebagai kofaktor dalam proses
remielenasi, dengan dosis 3x500 μg/hari1.
Non-medikamentosa
• Tindakan fisioterapi seperti terapi panas superfisial, elektroterapi
menggunakan arus listrik1.
 Perawatan mata
Pemberian air mata buatan, lubrikan, dan pelindung mata. Pemakaian kacamata
dengan lensa berwarna atau kacamata hitam kadang diperlukan untuk menjaga
mata tetap lembab saat bekerja1,2.

13
- Latihan dan pemijatan wajah disertai kompres panas1,2.
- Istirahat
- Pembedahan
Jika sudah terjadi ectropion yang parah dapat dilakukan lateral tarsorrhaphy5.

Komplikasi
- Iritasi dan ulserasi kornea karena pasien bell’s palsy mengalami kesulitan
menutup satu mata yang mengalami lesi, sehingga harus selalu diberi
lubrikasi dengan artifisial1.
- Kelemahan permanen pada kelopak mata yang mungkin memerlukan
tarsorrhaphy1.
- Asimetri wajah dan kontraktur muskuler perlu dilakukan tindakan
pembedahan kosmetik atau pemberian injeksi batolinum1

Prognosis
- 80% pasien akan terjadi penyembuhan spontan tapi 15% dapat terjadi
degenerasi axonal (50% pada kehamilan) jika penyembuhan tertunda (>3
bulan) dan memiliki komplikasi rekoneksi abberant, sinkinesia atau
kontraktur5.
- Prognosis buruk pada pasien dengan hiperakusis, penurunan sekresi air
mata, dan terjadi spasme hemifasial5.

14
KESIMPULAN

Bell’s palsy adalah penyakit idiopatik dan merupakan penyakit saraf tepi
yang bersifat akut dan mengenai nervus fasialis (N.VII) yang menginervasi
seluruh otot wajah yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah.
Paralisis ini menyebabkan asimetri wajah serta menganggu fungsi normal.
Penyebab pasti Bell’s palsy masih belum diketahui. Tetapi penyakit ini
dianggap memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun.
Pasien biasa mengeluhkan Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak
pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh
gejala kelumpuhan otot wajah yang terjadi secara mendadak. Pasien mengeluh
keluhan-keluhan khas pada bell’s palsy, seperti kelemahan atau paralisis komplit
pada seluruh otot wajah sesisi wajah. Selain itu makanan dan air liur dapat
terkumpul pada sisi yang mengalami gangguan pada mulut dan dapat tumpah
keluar melalui sudut mulut.
Tatalaksana pada penyakit bell’s palsy meliputi Medikamentosa, yaitu
pemberian Prednison, Acyclovir, dan Preparat aktif B12 (Metilkobalamin). Untuk
Non-medikamentosa meliputi Tindakan fisioterapi, latihan fisik, dll.

15
DAFTAR PUSTAKA

1) Dalhar, M. dan Kurniawan, S.N. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi Staf
Medis Fungsional Neurologi. Malang : RSUD Dr.Saiful Anwar/FKUB
2) Dewanto, G dkk. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta :
penerbit Buku Kedokteran EGC
3) Walkinson, L dan lennox, G. 2005. Essential Neurology Forth Edition.
Massachusetts : Blackwell Publishing
4) Duus, P. 1996. Diagnosis Topik Neurologi : Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
5) Danielides, V dkk. 2001. Research article : Weather conditions and Bell's
palsy: five-year study and review of the literature. BioMed Central

16

Anda mungkin juga menyukai