Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KOMPREHENSIF

BALITA “CCP” USIA 19 BULAN DENGAN DIARE TANPA DEHIDRASI


DI POLI ANAK PUSKESMAS BULULAWANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Siklus Bayi dan Balita

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Later Belakang


Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi
akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka
kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka
Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita
(AKABA). Angka kematian anak dari tahun ke tahun menunjukan penurunan. Hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan penurunan AKABA
dari 40 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2017 (Profil Kesehatan RI 2017).
Penyebab utama kematian balita adalah infeksi khususnya pneumonia dan diare
(Kemenkes, 2015), Menurut IDAI (2014), diare adalah buang air besar yang
frekuensinya lebih sering dan konsistensi tinja lebih encer dari biasanya. Prevalensi
diare pada balita menurut provinsi tahun 2018 mengalami penurunan dari 18,5% pada
tahun 2013 menjadi 12,3% pada tahun 2018. Sedangkan prevalensi diare pada balita
berdasarkan diagnosis nakes di Jawa Timur sejumlah 10,7%, Meskipun hal ini
mengalami penurunan jika dibandingkan data pada 2013 yang sebesar 15%
(Riskesdas, 2018), namun bayi dan anak yang lebih kecil lebih mudah mengalami
dehidrasi jika mengalami diare maka dari itu masih diperlukannya kewaspadaan dan
penanganan segera untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada balita dengan diare.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kewaspadaan pencegahan dehidrasi akibat
diare pada tingkat puskesmas yaitu dengan adanya Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan
kesehatan dasar seperti puskesmas (Prasetyawati, 2012). Mu’is dkk pada tahun 2014
melakukan penelitian mengenai hubungan penerapan MTBS diare dengan
kesembuhan diare pada balita di Kota Manado, didapatkan hasil terdapat hubungan
antara penerapan MTBS diare dengan kesembuhan diare pada balita di Puskesmas
Bahu Kota Manado.
Berdasarkan hal tersebut, penulis akan membahas Asuhan Kebidanan Pada Balita
“CCP” Usia 19 Bulan Dengan Diare Tanpa Dehidrasi Di Puskesmas Bululawang yang
dilakukan dengan pendekatan MTBS.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan pada bayi dan
balita sakit

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengumpulan data subyektif berupa data demografi ibu,


keluhan serta riwayat kesehatan dan data obyektif berupa data pemeriksaan
umum, TTV, antopometri dan pemeriksaan fisik pada bayi dan balita sakit
2. Mampu menegakkan interpretasi data dasar
3. Mampu menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada bayi dan balita
sakit
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan segera dalam asuhan kebidanan bayi dan
balita sakit
5. Mampu menyusun rencana tindakan untuk bayi dan balita sakit
6. Mampu melaksanakan tindakan untuk bayi dan balita sakit
7. Mampu mengevaluasi tindakan pada bayi dan balita sakit

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Penulis
Merupakan pengalaman belajar dalam melaksanakan praktek kebidanan khususnya
asuhan kebidanan pada bayi dan balita sakit

1.3.2 Bagi Profesi


Sebagai salah satu masukan bagi bidan sebagai upaya meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang optimal berupa pemantauan, memberikan informasi serta
pelayanan yang tepat dan adekuat dalam memberikan asuhan kebidanan, khususnya
pada bayi dan balita sakit
1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan
a. Bagi Lahan
Sebagai referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan
asuhan kebidanan khususnya pada bayi dan balita sakit
b. Bagi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan kebidanan khususnya pada bayi dan balita sakit

1.4 Ruang Lingkup


Memberikan asuhan kebidanan pada bayi dan balita sakit di Lingkup Kerja Wilayah
Puskesmas Bululawang

1.4 Sistematika Penulisan


BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan, manfaat, ruang
lingkup dan sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi tentang landasan teori yang digunakan penulis untuk
mengembangkan teori medis pada bayi dan balita sakit

BAB 3 KERANGKA KONSEP ASUHAN


Bab ini berisi pola pikir dalam melakukan asuhan kebidanan yang sesuai dengan
kasus dikorelasikan dengan tinjauan teori yang sudah didapatkan.

BAB 4 TINJAUAN KASUS


Bab ini berisi data-data dan keseluruhan manajemen asuhan kebidanan yang
meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, rencana tindakan,
implementasi dan evaluasi.
BAB 5 PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan apa saja hasil pembuatan kasus yang mencakup semua
aspek yang terkait dengan teori kasus, SOP, evidence based practice. Dan membahas
tentang keterkaitan antar faktor dari data yang diperoleh dikorelasikan dengan tinjauan
teori yang didapatkan.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang menjabarkan tentang jawaban dari
tujuan penulisan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIARE
2.1.1 Pengertian Diare
Menurut WHO (2013) diare berasal dari bahasa Yunani yaitu δDiare adalah
peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari
biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan
anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan
rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Sedangkan menurut Boyle
(2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume
tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya
sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi
dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.

2.1.2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll (Simadibrata, 2006).

Selain itu, etiologi diare dapat juga dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri:
Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas
dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enterooviru (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi
parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
5. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan
SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi
oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status
pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat
pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.
6. Faktor pekerjaan Ayah dan ibu yang bekerja
Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi
dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis
pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan.
Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain,
sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.
7. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak
umur 25-59 bulan.
8. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
9. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi
dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk =
<70 dengan BB per TB.
10. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari
keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
11. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum
yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur.
Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain
apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk
memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang
terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella,
sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing
(Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
12. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada
bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada
bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh
kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang
dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella
dan V. Cholerae.
2.1.3 Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes
(2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa
diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat
dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare
dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-
8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang
hilang lebih dari 8-10%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau
gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat
menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.
2.1.4 Cara Penularan Dan Faktor Resiko
Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada umumnya
melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang
yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F =
finger, files, fluid, field). Juffrie dan Mulyani (2011) Faktor resiko yang dapat
meningkatan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air
bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan
lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higenis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut beberapa faktor
pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas
usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan
imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa
hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa
yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain. Escheria coli dapat menyebabkan bakteremia dan
infeksi sistemik pada neonatus. Meskipun Escheria coli sering ditemukan pada
lingkungan ibu dan bayi, belum pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber
infeksi Escheria coli (Alan & Mulya, 2013).
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin. Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan
oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada
musim hujan.
Selain itu, cara penularan diare juga dapat melalui cara faecal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger). Faktor
risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman.
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit
diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak.
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis
2. Faktor lingkungan
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
Mandi Cuci Kakus (MCK).
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari
penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara
lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI,
2011)
2.1.5 Tanda dan Gejala
Ciri anak yang menderita diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali, badan
lemas, tidak nafsu makan, turgor kulit jelek, membran mukosa bibir kering, di dalam
feses bisa terdapat darah atau lendir, pada anak dapat terlihat mata cekung dan
menurut Nelwan (2014), diare dapat bersifat inflamasi atau non inflamasi. Diare non
inflamasi berifat sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter per hari.biasanya
tidak disertai dengan nyeri abdomen yang hebat dan tidak disertai dengan darah atau
lendir pada feses. Demam bisa dijumpai bisa juga tidak. gejala mual dan muntah bisa
dujimpai. Pada diare ini penting diperhatikan kecukupan cairan karena pada kondisi
yang tidak terpantau dapat terjadinya kehilangan cairan yang menyebabkan syok
hipovolemik. Diare yang bersifat inflamasi bisa berupa sekretorik atau disentri.
Biasanya disebabkan oleh patogen dan bersifat invasif. Gejala mual, muntah disertai
dengan demam, nyeri perut hebat, dan tenesmus, serta feses berdarah dan berlendir
merupakan gejala dan tanda yang dijumpai.
2.1.6 Patofisiologi Diare

Menurut Vivian (2010), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare


adalah sebagai berikut: gangguan osmotik merupakan akibat terdapatnya makanan
atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga
timbul diare, gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus atau terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Gangguan
motilitas usu hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan selanjutnya timbul diare pula.
Menurut Hidayat (2006), proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh
berbagai macam kemungkinan diantaranya:
1. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus, selanjutnya terjadi
perubahan kapasitas usus yang akhirnya menyebabkan gangguan fungsi usus
dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Hal ini dapat juga dikatakan dengan adanya
toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
2. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbs yang menyebabkan tekanan
osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kerongga usus
yang dapat isi rongga usus meningkat sehingga terjadi diare.
3. Faktor makanan
Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik,
sehingga terjadi ppeningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.
4. Faktor psikologis
Faktor ini mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang menyebabkan diare.

2.1.7 Manifestasi Klinis

Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa
diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan
tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
2.1.8 Penanganan Pertama Balita Diare di Rumah

Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF dan IDAI, sejak tahun 2008 Departemen


Kesehatan Republik Indonesia memperbaharui tatalaksana diare yang dikenal dengan
istilah lima langkah tuntaskan diare (Lintas diare) sebagai salah satu strategi
pengendalian penyakit diare di Indonesia. Lintas diare meliputi pemberian oralit, zinc
selama 10 hari, pemberian ASI dan makanan sesuai umur, antibiotika selektif dan
nasihat bagi penggunaan zinc untuk penderita diare dapat mengurangi lama dan
keparahan diare, mengurangi frekuensi dan volume buang air besar, serta mencegah
kekambuhan kejadian diare sampai 3 bulan berikutnya. Berdasarkan laporan Susenas
(2007), sebanyak 58,9% keluarga membawa balita sakitnya untuk rawat jalan,
sebagian besarnya dibawa ke puskesmas (45%) dan 31,7 % dibawa ke praktek tenaga
kesehatan. Berdasarkan studi awal yang dilakukan oleh Pouzn (point of use water
disinfection zinc treatment) project yang dilaksanakan oleh Nielsen (2009) di Bandung,
dalam perilaku mendapatkan saran kesehatan atau care seeking behavior maka ibu
yang anaknya diare akan mencari nasehat dari tetangga (69%), dari bidan (31%),
puskesmas (16%), posyandu (6%) dan dokter (6%).
Saat ini WHO menganjurkan empat hal utama yang efektif dalam menangani
anak-anak yang menderita diare akut, yaitu:
1. Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk
mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang sudah terjadi.
2. Pemberian makanan terutama ASI, selama diare dan pada masa
penyembuhan diteruskan.
3. Tidak menggunakan obat anti diare Antibiotika hanya diberikan pada kasus
kolera dan disentri yang disebabkan oleh shingella, sedangkan
metrodinazole diberikan pada kasus giardiasis dan amebiasis.
4. Petunjuk yang efektif bagi ibu serta pengasuh tentang : a. Bagaimana
merawat anak yang sakit di rumah, terutama tentang bagaimana membuat
oralit dan cara memberikannya. b. Tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai
pedoman untuk membawa anak kembali berobat dan mendapat
pengawasan medik yang lebih baik. c. Metoda yang efektif untuk mencegah
kejadian diare.

Algoritme pengobatan diare (Sudrajat, 2010).


1. Rencana pengobatan A (pencegahan dehidrasi)
Diare tanpa dehidrasi, bila terdapat dua tanda atau lebih, yaitu :keadaan umum
baik, sadar, mata tidak cekung, minum biasa, tidak haus, cubitan kulit
perut/turgor kembali segera. Untuk diare tanpa dehidrasi menerangkan 5
langkah terapi diare di rumah :
a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
1) Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
2) Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang
sebagai tambahan
3) Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa
diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan
(kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
4) Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
a) Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak.
b) Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
5) Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
a) Telah diobati dengan rencana terapi B atau C.
b) Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare
memburuk.
6) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
b. Beri obat zinc
Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang
atau ASI.
1) Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
2) Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
1) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat.
2) Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan.
3) Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air
kelapa hijau.
4) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil
(setiap 3-4jam).
5) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu.
d. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi, misal: disenteri dan kolera.
e. Nasihati ibu/pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
1) Berak cair lebih sering
2) Muntah berulang
3) Sangat haus
4) Makan dan minum sangat sedikit
5) Timbul demam
6) Berak berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari.
2. Rencana pengobatan B
Diare dehidrasi ringan/sedang bila terdapat dua tanda atau lebih: Gelisah,
rewel, mata cekung, ingin minum terus, ada rasa haus, cubitan kulit perut/turgor
kembali lambat. Untuk terapi diare dehidrasi ringan/sedang jumlah oralit yang
diberikan dalam tiga jam pertama sarana kesehatan.
a. Oralit yang diberikan = 75 ml x berat badan anak:
1) Bila BB tidak diketahui berikan oralit
Tabel 2.3 pemberian oralit (juffrie & Mulyani, 2011).
Umur Sampai 4 bulan 4-12 bulan 12-24 2-5 tahun
bulan
Berat Badan <6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah Cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
2) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
3) Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
4) Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200
ml air masak selama masa ini.
5) Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali
ASI dan oralit.
6) Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut.
b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit, yaitu:
1) Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
2) Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
3) Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
4) Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan
berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila
pembengkakan telah hilang.
c. Setelah 3-4 Jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian,
kemudian, pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi:
1) Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. Bila dehidrasi
telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
2) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana
terapi B.
3) Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
4) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana
terapi C.
d. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
1) Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di
rumah.
2) Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
3) Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di
rumah.
3. Rencana pengobatan C (pengobatan dehidrasi berat)
Rencana pengobatan C digunakan terutama untuk penderita dehidrasi
berat, maksud rencana pengobatan ini adalah memberikan sejumlah cairan
yang banyak dengan cepat untuk mengganti cairan yang hilang yang
mengakibatkan dehidrasi berat. Cara pemberian biasanya dengan cairan
intravena, cairan yang dianjurkan adalah ringer laktat karena cairan ini
memberikan natrium dan laktat yang cukup dimetabolisme menjadi bikarbonat
untuk mengatasi asidosis, cairan lain yang dapat diterima adalah normal salin
setengah. Cairan lain yang dapat diberikan untuk penderita dehidrasi berat
adalah dengan rehidrasi oral dengan pipa nasogastrik. Cara ini dapat dipakai
hanya sebagai tindakan derajat yaitu bilamana pemberian secara intravena
tidak dapat dilakukan. Cairan yang dibutuhkan dalam rehidrasi oral pipa
nasogastrikadalah larutan oralit. Setelah tanda-tanda dehidrasi penderita
membaik, cairan harus diberikan menurut rencana terapi B dan bila dehidrasi
telah hilang, cairan dapat diberikan menurut rencana pengobatan A. Tindakan
pencegahan diare adalah hal yang baik dari pada pengobatan, adapun cara
pencegahan diare menurut (Suririnah, 2006) sebagai berikut:
a. Meneruskan pemberian ASI
b. Memperhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian
makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.
c. Menjaga kebersihan tangan, menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk
seluruh anggota keluarga, cuci tangan sebelum atau menyediakan makanan
untuk si kecil.
d. Menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang dimakan, juga
kebersihan perabot makan atau minuman si kecil.

Pathway
Etiologi: Faktor infeksi, malabsorbsi, makanan dan psikologis

Makanan yang tidak Adanya toksik/ zat tertentu Faktor Psikologis:


dapat diserap pada dinding usus Cemas/takut

Tekanan osmotik rongga Peningkatan sekresi air Merangsang saraf

usus meningkat dan elektrolit ke dalam parasimpatis


rongga usus
Hiperperistaltik
Air dan elektrolit dalam
usus meningkat Peningkatan isi rongga
usus

Meningkatkan isi rongga


usus dan mendorong agen
infeksius
Diare

Menurunnya kesempatan usus


Frekuensi BAB meningkat untuk menyerap makanan

Nutrisi kurang dari kebutuhan


Peningkatan kehilangan
cairan dan elektrolit
Kelemahan
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Intoleransi Aktivitas
Dehidrasi
BAB 3
KERANGKA KONSEP ASUHAN KEBIDANAN
Hari/Tanggal : Dicantumkan mengetahui kapan pasien masuk/tiba di Puskesmas.
Penulisan tanggal harus lengkap. (Varney, 2008). Melalui
pengkajian tanggal periksa, bidan dapat merencanakan
penatalaksanaan yang tepat dan berkelanjutan sesuai usia anak
( Wiknjosastro, 2006).

Waktu : Waktu pengkajian memperjelas dokumentasi sehingga diketahui


kapan pengkajian dilakukan.Tujuan pengkajian tersebut bidan dapat
merencanakan penatalaksanaan yang tepat dan berkelanjutan
sesuai usia anak (Wiknjosastro, 2006).

Tempat : Dicantumkan untuk mengetahui tempat dilakukannya pengkajian.


Sehingga apabila terdapat tindakan rujukan yang harus dilakukan,
proses administrasi dan dokumentasi akan lebih mudah. ( Varney,
2008)

No. Register : Pendokumentasian membutuhkan nomer registrasi untuk


mempermudah urusan administrasi dan mempermudah pencarian dokumentasi
( Varney, 2008).
I. PENKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Nama anak
Nama anak berguna untuk mengetahui identitas anak, sehingga penatalaksanaan
yang diberikan tepat sasaran (Varney, 2008).
b. Tanggal/Hari/Jam Lahir
Pencatatan tanggal, hari dan waktu lahir berguna mengetahui kapan anak lahir, sesuai
atau tidak dengan perkiraan lahirnya, untuk mengetahui usia anak (Cunningham, 2010)
c. Jenis kelamin
Nama anak berguna untuk mengetahui identitas anak, sehingga penatalaksanaan
yang diberikan tepat sasaran. (Varney, 2008).
d. Umur Anak
Umur anak nanti akan disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan. Pengkajian
usia gestasi dilakukan pada dua jam pertama setelah lahir
( Bobak, 2005)
e. Nama ibu/ayah
Pencatatan nama ibu/ayah berguna untuk mengetahui pihak yang bertanggung jawab
atas anak. (Varney, 2008)
f. Agama
Pencatatan agama/keyakinan akan memberikan gambaran asuhan yang akan
diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Agama/keyakinan berhubungan dengan
penatalaksanaan yang sesuai tanpa menyinggung agama/keyakinan tertentu sehingga
tatalaksana sesuai target dapat tercapai. (Varney, 2008)
g. Pendidikan
Pendidikan orangtua sebagai tolak ukur pemahaman orangtua dalam menerima
informasi dari tenaga kesehatan dan bagaimana orang tua tersebut akan mengasuh
anaknya. (Varney, 2008)
h. Pekerjaan
Keadaan sosial ekonomi klien dapat diketahui dari pekerjaannya. Pengkajian tentang
pekerjaan orangtuan berhubungan dengan penatalaksanaan yang cocok sesuai
dengan keadaan sosial ekonomi.
( Varney, 2008)
i. Alamat
Pencatatan alamat berguna untuk mengetahui gambaran tentang tempat dimana
pasien tinggal. Tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang menentukan
pertumbuhan dan perkembangan anak (Varney, 2008)
2. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksakan anaknya
3. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan klien di bawa berobat
(Matondang, 2007). Keluhan untuk diare anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mugkin disertai lendir dan atau darah ( Adyanastri, 2012)
4. Riwayat Prenatal, Natal dan Neonatal
a. Prenatal
Pengkajian riwayat kehamilan lalu bertujuan untuk mengetahui keadaan anak semasa
kehamilan mengenai nutrisi, komplikasi, imunisasi, kebiasaan ibu selama kehamilan
hal ini untuk mengidentifikasi faktor risiko adanya kelainan pada anak baru lahir
(Varney,2002).
b. Natal
Pengkajian riwayat persalinan bertujuan mengetahui tempat persalinan, penolong
persalinan, jenis persalinan, lama kala I hingga kala IV, dan komplikasi persalinan.
Data tersebut agar mengetahui adanya risiko infeksi saat persalinan dan tindakan yang
dilakukan saat terjadi komplikasi pada persalinan (Varney,2002).
c. Neonatal
Pengkajian riwayat neonatal yaitu berat badan anak saat lahir, panjang badan anak,
kondisi anak saat lahir menangis atau tidak serta adanya kelainan pada anak baru
lahir. Hal ini digunakan untuk identifikasi dan sebagai indikator pertumbuhan anak
selanjutnya (Varney,2002).
5. Riwayat imunisasi
Pengkajian riwayat imunisasi meliputi tanggal pemberian imunisasi dan jenis imunisasi
yang didapat. Hal ini berfungsi untuk mengetahui adakah keterlambatan dalam
pemberian imunisasi dimana akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh anak
(Varney, 2008).
6. Riwayat Kesehatan yang lalu
a. Riwayat kesehatan keluarga atau menurun
Dikaji untuk mengetahui apakah dalam keluarga terdapat riwayat hipertensi, riwayat
kembar dan penyakit TBC, hepatitis, jantung dan lainlain. (Nursalam, 2005). Adanya
infeksi ostitis media akut, ( OMA), tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya ( Adyanastri, 2012).
b. Riwayat Penyakit yang lalu
Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang lalu seperti penyakit batuk, pilek dan
demam (Matondang, 2007). Adanya infeksi ostitis media akut, (OMA), tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya ( Adyanastri, 2012).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah anak mengalami demam ( Nursalam, 2007). Adanya
infeksi ostitis media akut, (OMA), tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya ( Adyanastri, 2012).
7. Pola Kebiasan Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Dikaji tentang nafsu makan, jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Nursalam,
2005) Untuk mengetahui intake nutrisi yang didapatkan anak yang dapat dihubungkan
proses penyembuhan.
b. Pola Istirahat atau tidur
Untuk mengetahui pola istirahat dan pola tidur, berapa jam anak tidur dalam sehari dan
apakah ada gangguan (Saifuddin, 2005).
c. Pola Aktivitas
Mengenai keadaan anak mengalami gangguan aktivitas karena kondisi tubuh yang
lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen, aktivitas klien dibantu keluarga/
orang lain
e. Pola eliminasi
Pengkajian tentang BAB dan BAK yang meliputi kondisi, frekuensi dan warnanya
(Nursalam, 2007).
f. Pola Hygiene
Untuk mengetahui bagaimana cara menjaga kebersihan dan menilai kerentanan
terhadap infeksi (Farrer, 2006).
B. Data Objektif
1. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum anak apakah baik, sedang, jelek. Keadaan umum
pada balita dengan diare yaitu anak cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada ( Nursalam, 2007).
2. Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran anak apakah composmentis ( kesadaran penuh
dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan), somnolen
(kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi
jatuh tidur lagi), koma (tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan
apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada) ( Nursalam, 2008).
3. Tanda-tanda vital meliputi :
a Denyut Jantung
Menilai kecepatan irama, suara jantung jelas dan teratur. denyut jantung normal adalah
120 - 160 x/menit (Farrer, 2006).
b. Pernafasan
Menilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam 1 menit. Respirasi normal 40 – 60
x/menit (Farrer, 2006).
c. Suhu demam bila > 39°C dan hipotermi bila < 35,5°C. Pada kasus balita dengan ISPA
sedang suhu > 39°C(Nelson, 2007).
4 . Antropometri
a. Lingkar Kepala
Untuk mengetahui pertumbuhan otak (normal 31-35 ,5 cm) (Alimul, 2009).
b. Lingkar dada
Untuk mengetahui keterlambatan pertumbuhan (normal 30,5 – 33 cm) (Alimul, 2009).
c. Panjang badan
Normal 48 – 53 (Farrer, 2006)
d. Berat badan
Anak yang menderita diare biasanya mengalami tidak nafsu makan sehingga terjadi
penurunan berat badan (Ngastiyah, 2005).
5 . Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Apakah kulit lembab atau hangat ketika disentuh, adakah pengelupasan pada
kulit (Varney, 2007) Pada diare , turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering ( Adyanastri, 2012).
b. Kepala : Untuk mesochepal, makrochepal, serta adakah kelainan ( Priharjo,
2007). Pada kasus dengan diare kepala cekung tanda dehidrasi
c. Leher : Adakah pembesaran kelenjar tiroid (Priharjo, 2007).
d. Mata : Adakah kotoran dimata, merah muda sampai pucat, sklera putih, kelopak mata
cekung bila disertai panas (Prabu, 2009).
e. Telinga : Adakah kotoran/cairan bagaimana tulang rawannya (Priharjo, 2007).
f. Hidung : Adakah nafas kotoran yang membuat jalan napas sesak atau terganggu
( Matondang, 2007).
g. Mulut : Bibir warna pucat, kebiruan, kemerahan, kering pecah-pecah, lidah kemerahan
(Engel, 2005). Pada diare selaput lendir bibir dan mulut tampak kering ( Adyanastri,
2012).
h. Dada
Menurut Depkes RI (2007),
a) Inspeksi : Nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
b) Auskultasi : Adanya sridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya.
i. Perut: Adakah pembesaran hati atau limfe, lemas dan tegang (Farrer, 2006).
j. Ekstremitas : Adakah oedem, tanda sianosis (Nursalam, 2007).
I. INTERPRETASI DATA DASAR
Interpretasi data dasar merupakan rangkaian, menghubungkan data yang diperoleh
dengan konsep teori, prinsip relevan untuk mengetahui kesehatan pasien. Pada
langkah ini data diinterpretasikan menjadi diagnosa, masalah, kebutuhan (Varney,
2007). Balita merupakan kelompok anak yang berumur dibawah lima tahun (1-5 tahun)
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan mengikuti Buku Pedoman Penulisan Dokumentasi Kebidanan
Bayi/Balita usia…. Bulan Dengan
Dasar :
Data Subyektif :
Ibu mengatakan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mugkin disertai lendir dan atau darah ( Adyanastri, 2012).
Data Obyektif :
Menurut (Adyanastri,2012) Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu
tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja cair dan mugkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibatnya makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diaborsi usus selam diare. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubunubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering ( Adyanastri, 2012).

II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Mengidentifikasi dengan hati-hati tanda dan gejala yang memerlukan tindakan
kebidanan untuk membantu pasien mengatasi atau mencegah masalah-masalah yang
spesifik (Varney, 2007).
Diagnosa yang muncul pada balita dengan diare yaitu diare dehidarasi berat,
sedang/ringan, diare tanpa dehidrasi, diarepersisten dan disentri ( Hidayat, 2009)
III. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Mengdentifikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk
kepentingan keselamatan jiwa balita (Varney, 2007).
Antisipasi muncul jika diagnosa potensial muncul kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan segera. Langkah yang perlu dilaksanakan menurut WHO (2006) yaitu :
a. Pemberian cairan tergantung keadaan pasien
b. Pemberian obat penurun panas contohnya Paracetamol 500 mg.
IV. INTERVENSI
Perencanaan adalah suatu tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah atau
kebutuhan pasien berfungsi untuk menuntun perawatan yang diberikan kepada pasien
sehingga tercapai tujuan dan hasil yang optimal atau yang diharapkan ( Varney,
2007).
Rencana yang diberikan kepada anak dengan diare adalah sebagai berikut
(Adyanastri,2012). :
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemberian cairan
3. Pemberian makanan
4. Pengobatan
Intervensi yang dapat dilakukan yaitu :
1. Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaan
R/ ibu mengetahui tentang keadaan balitanya sehingga membuat ibu menjadi tenang
2. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi dan tindakan yang tepat
R/ terapi dan tindakan yang tepat dapat mempercepat proses penyembuhan
3. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI dan air sesering mungkin
R/ mencegah terjadinya dehidrasi karena anak kehilangan banyak cairan
4. Anjurkan pada ibu untuk menjaga personal hygiene anak dengan sering mengganti
popok apabila selesai buang air besar
R/ mencegah terjadinya iritasi
V. IMPLEMENTASI
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan menyeluruh seperti telah
diuraikan pada langkah kelima secara efisien dan aman (Varney, 2007). Pelaksanaan
dilakukan berhubungan dengan diagnosa (tanda dan gejala, masalah pada anak
dengan diare).
VI. EVALUASI
Langkah ini merupakan evaluasi apakah rencana asuhan tersebut yang meliputi
pemenuhan kebutuhan benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam
masalah dan diagnosa (Varney, 2007). Evaluasi lanjutan sesuai dengan bagan MTBS
dilakukan 3 hari setelah pemberian terapi
BAB 4
ASUHAN KEBIDANAN PADA
BALITA “CCP” USIA 19 BULAN DENGAN DIARE TANPA DEHIDRASI
DI POLI ANAK PUSKESMAS BULULAWANG

No. Register : 40xx


Hari / Tanggal : 22 Juli 2019
Jam Pengakajian : 10.15 WIB
Tempat Pengkajian : Poli Anak PKM Bululawang

I. PENGKAJIAN DATA DASAR


A. Data Subjektif
1. Identitas Bayi
Nama : Balita CCP
Tanggal Lahir : 31 Desember 2017
Jenis Kelami : Perempuan
2. Identitas Ibu Identitas Suami
Nama : Ny UK Nama : Tn S
Umur : 34 tahun Umur : 36 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Bululawang Alamat : Bululawang
3. Alasan datang
Ibu mengakan ingin memeriksakan kondisi anaknya
4. Keluhan utama
Ibu mengatakan anaknya diare kemaren, kemaren BAB 7 kali konsitensi
encer berampas dan berlendir, diserta muntah 3 kali. Hari ini sudah BAB
3 kali konsistensi encer berampas dan berlendir disertai muntah 1 kali.
5. Riwayat Persalinan
Ibu mengatakan anaknya merupakan anak kedua, selama hamil tidak
pernah sakit, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, dan meminum jamu.
Ibu mengatakan sudah melakukan suntik imunisasi tetanus sebanyak
5x.
a. Jenis persalinan : Normal spontan, UK 36-37 Minggu dengan letak
sungsang
b. Ditolong oleh : Bidan
d. Ketuban pecah : spontan jernih
e. Komplikasi persalinan
Ibu : tidak ada komplikasi
Bayi : tidak ada komplikasi
f. Bayi Lahir menangis kuat, Bergerak Aktif, BBL 2200 gr, PB 45cm
6. Riwayat Imunisasi
Hb0 : 31 Desember 2017
BCG+Polio1 : 15 Januari 2018
DPT1+Polio2 : 12 Maret 2018
DPT2+Polio3 : 16 April 2018
DPT3+Polio4 : 28 Mei 2018
IPV : 15 Oktober 2018
Campak : 26 November 2018
7. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan bahwa anaknya anaknya diare sejak kemarin
sebanyak 7 kali konsistensi encer berampas dan berlendir serta
muntah sebanyak 3 kali. Ibu mengatakan anaknya tidak memiliki
alergi makanan maupun obat-obatan.
b. Riwayat Penyakit Lalu
Ibu mengatakan bahwa anaknya tidak pernah mengalami penyakit
ini sebelumnnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan bahwa anak dan keluarganya tidak ada yang
pernah menderita penyakit Hepatitis, TBC, Asma, hipertensi,
diabetes.
8. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari :
a Pola istirahat tidur
- Sebelum Sakit :
Tidur Siang : pukul 12.00 - 15.00
Tidur Malam : pukul 20.00 – 06.00
- Selama Sakit :
Ibu mengatakan anaknya sering menangis, rewel dan sulit
ditidurkan.
b Pola nutrisi
- Sebelum sakit
Makan : 3x/hari, nasi, lauk pauk, sayur
Minum : ASI dan Susu kotak
- Selama sakit
Ibu mengatakan anaknya tidak mau makan, cuman minum ASI
saja
c Aktifitas
- Sebelum sakit :
Ibu mengatakan anaknya aktif dan ceria
- Selama sakit :
Ibu mengatakan anaknya tidak aktif dan lemah, sering menangis,
rewel.
d Pola eliminasi
- Sebelum sakit :
BAK sering BAB 1x/hari warna kuning, konsistensi lembek
- Selama sakit :
BAK sering, BAB 7x/hari konsistensi encer berampas, hari ini
sudah 3 kali BAB terakhir jam 07:30
e Personal hygiene
- Sebelum sakit :
Dimandikan 2X/hari Diganti bajunya 2X/hari
- Selama sakit :
Ibu mengatakan anaknya tidak dimandikan hanya diseka
menggunakan air dingin.
9. Pola Asuh
Ibu mengatakan anaknya lebih sering di asuh oleh neneknya , karena
ibu saat ini bekerja dan hanya bertemu anaknya ketika libur kerja.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Cukup
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda Vital :
Suhu : 36,7°C
RR : 28x/menit
Nadi : 98x/menit
d. Status Gizi
BB : 9kg TB : 77cm
Hasil KMS : Normal
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : simetris, oedema(-)
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih
Hidung : Bersih, tidak ada pengeluaran secret,
Mulut : bersih, bibir lembab
Dada : Retraksi (-), sesak (-)
Abdomen : datar, kembung (+)
Ekstremitas : Akral hangat, turgor kulit baik
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosa : Balita “CCP” Usia 19 Bulan Dengan Diare Tanpa Dehidrasi
DS :
Ibu mengatakan anaknya diare sejak kemarin 7kali konsistensi encer
berampas dan berlendir, serta muntah sebanyak 3 kali. Hari ini diare
sebanyak 3 kali, disertai muntah sebanyak 1 kali.
DO :
Suhu : 36,7°C RR : 28x/menit Nadi : 98x/menit
Wajah : simetris, konjungtiva merah mudah, sclera putih
Abdomen : Datar, kembung (+)
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : Tidak ada

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Dehidrasi

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat

V. INTERVENSI
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan klien dapat
mengerti dan memahami tentang kondisi anaknya.
Kriteria Hasil:
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : composmentis
- TTV : Dalam batas normal
- BAB : Normal 1-2x/hari, konsitensi lembek
Intervensi :
1. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
R/ Ibu mengetahui keadaan balita sehingga membuat ibu menjadi
tenang
2. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI dan Air putih sesering mungkin
R/ Pemberian Nutrisi yang adekuat mencegah terjadinya dehidrasi
3. Anjurkan pada ibu untuk menjaga personal hygien dengan sering
mengganti popok apabila selesai buang air besar
R/ Mencegah terjadinya iritasi
4. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
R/ Terapi yang tepat dapat mempercepat proses penyembuhan
5. Anjurkan ibu untuk kontrol 3 hari dan bila mengalami keluhan
R/ mengetahui keadaan setelah pemberian terapi

VI. IMPLEMENTASI
1. Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan, bahwa anaknya sedang
mengalami diare. Kondisi saat ini lemah dan menjadi rewel bisa
disebabkan karna sakitnya.
2. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI dan air putih sesering
mungkin untuk menggangti cairan yang keluar agar anak tidak dehidrasi
3. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygien dengan mengganti
popok setiap habis BAB
4. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi
Lacto B 4 2x1
Zinc 10 1x1
Oralit 4 ½ sachet setelah BAB
5. Menjadwalkan untuk kontrol 3 hari jika tidak ada perbaikan

VII. EVALUASI
1. Ibu mengetahui kondisi anaknya
2. Ibu mengerti penjelasan bidan
3. Ibu bersedia menjaga personal hygien anaknya
4. Ibu sudah mendapatkan resep obat dan mengerti cara minum obat
untuk anaknya
5. Ibu bersedia membawa anak untuk kontrol ulang tanggal 2 Agustus
2019 jika tidak ada perbaikan

CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/Tanggal : Kamis, 1 Agustus 2019 Pukul14.30WIB

SUBJEKTIF :
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah tidak diare hari ini dan nafsu makan sudah
mulai membaik, terakhir BAB kemarin 2 kali dan muntah 1 kali.

OBJEKTIF :
KU : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Suhu: 37,6 oC RR: 26 x/ menit Nadi: 100 x/menit
Wajah : simetris, tidak pucat
Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda
Bibir : warna merah muda, lembab
Kulit : turgor kulit kembali dalam dua detik
Abdomen: Kembung (+)

ASSESMENT :
Balita “CCP” usia 19 Bulan dengan Diare Tanpa Dehidrasi

PLANNING :
1. Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa saat ini kondisi anaknya
sudah membaik.
E/ Ibu mengerti kondisi anaknya
2. Menganjurkan ibu untuk melanjutkan pemberian zinc sampai habis
E/ ibu mengerti dengan saran bidan
3. Menganjurkan pada ibu untuk menjaga personal hygiene anak dengan rajin
mencuci tangan, menjaga kebersihan alat makan, dan mengganti popok apabila
sudah terasa penuh.
E/ ibu akan menjaga personal hygiene
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga nutrisi anak dengan memberi makan sesering
mungkin dan mengolah bahan makanan sedemikian rupa untuk meningkatkan
nafsu makan anak
E/ ibu bersedia untuk menjaga nutrisi anak
Daftar Pustaka
Prasetyawati Eka Arsita. 2012. Kesehatan ibu dan anak (KIA dalam millenium
development goals (MDGS. Yogyakarta: Nuha Medika
Mu’is, Abdul., Ismanto,Amatus F., Onibala, F. Hubungan Penerapan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) Diare Dengan Kesembuhan Diare Pada Balita di
Puskesmas Bahu Kota Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi,2014.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017
Kementrian Kesehatan RI 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun
2015- 2019.
Kementrian Kesehatan RI 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018
IDAI.2014. Bagaimana Menangani Diare Pada Anak. www.idai.or.id

Anda mungkin juga menyukai