MALANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan pada bayi dan
balita sakit
2.1 DIARE
2.1.1 Pengertian Diare
Menurut WHO (2013) diare berasal dari bahasa Yunani yaitu δDiare adalah
peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari
biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan
anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan
rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Sedangkan menurut Boyle
(2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume
tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya
sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi
dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
2.1.2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll (Simadibrata, 2006).
Selain itu, etiologi diare dapat juga dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri:
Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas
dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enterooviru (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi
parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
5. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan
SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi
oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status
pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat
pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.
6. Faktor pekerjaan Ayah dan ibu yang bekerja
Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi
dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis
pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan.
Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain,
sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.
7. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak
umur 25-59 bulan.
8. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
9. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi
dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk =
<70 dengan BB per TB.
10. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari
keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
11. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum
yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur.
Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain
apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk
memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang
terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella,
sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing
(Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
12. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada
bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada
bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh
kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang
dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella
dan V. Cholerae.
2.1.3 Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes
(2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa
diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat
dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare
dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-
8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang
hilang lebih dari 8-10%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau
gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat
menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.
2.1.4 Cara Penularan Dan Faktor Resiko
Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada umumnya
melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang
yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F =
finger, files, fluid, field). Juffrie dan Mulyani (2011) Faktor resiko yang dapat
meningkatan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air
bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan
lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higenis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut beberapa faktor
pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas
usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan
imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa
hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa
yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain. Escheria coli dapat menyebabkan bakteremia dan
infeksi sistemik pada neonatus. Meskipun Escheria coli sering ditemukan pada
lingkungan ibu dan bayi, belum pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber
infeksi Escheria coli (Alan & Mulya, 2013).
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin. Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan
oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada
musim hujan.
Selain itu, cara penularan diare juga dapat melalui cara faecal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger). Faktor
risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman.
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit
diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak.
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis
2. Faktor lingkungan
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
Mandi Cuci Kakus (MCK).
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari
penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara
lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI,
2011)
2.1.5 Tanda dan Gejala
Ciri anak yang menderita diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali, badan
lemas, tidak nafsu makan, turgor kulit jelek, membran mukosa bibir kering, di dalam
feses bisa terdapat darah atau lendir, pada anak dapat terlihat mata cekung dan
menurut Nelwan (2014), diare dapat bersifat inflamasi atau non inflamasi. Diare non
inflamasi berifat sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter per hari.biasanya
tidak disertai dengan nyeri abdomen yang hebat dan tidak disertai dengan darah atau
lendir pada feses. Demam bisa dijumpai bisa juga tidak. gejala mual dan muntah bisa
dujimpai. Pada diare ini penting diperhatikan kecukupan cairan karena pada kondisi
yang tidak terpantau dapat terjadinya kehilangan cairan yang menyebabkan syok
hipovolemik. Diare yang bersifat inflamasi bisa berupa sekretorik atau disentri.
Biasanya disebabkan oleh patogen dan bersifat invasif. Gejala mual, muntah disertai
dengan demam, nyeri perut hebat, dan tenesmus, serta feses berdarah dan berlendir
merupakan gejala dan tanda yang dijumpai.
2.1.6 Patofisiologi Diare
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa
diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan
tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
2.1.8 Penanganan Pertama Balita Diare di Rumah
Pathway
Etiologi: Faktor infeksi, malabsorbsi, makanan dan psikologis
V. INTERVENSI
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan klien dapat
mengerti dan memahami tentang kondisi anaknya.
Kriteria Hasil:
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : composmentis
- TTV : Dalam batas normal
- BAB : Normal 1-2x/hari, konsitensi lembek
Intervensi :
1. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
R/ Ibu mengetahui keadaan balita sehingga membuat ibu menjadi
tenang
2. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI dan Air putih sesering mungkin
R/ Pemberian Nutrisi yang adekuat mencegah terjadinya dehidrasi
3. Anjurkan pada ibu untuk menjaga personal hygien dengan sering
mengganti popok apabila selesai buang air besar
R/ Mencegah terjadinya iritasi
4. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
R/ Terapi yang tepat dapat mempercepat proses penyembuhan
5. Anjurkan ibu untuk kontrol 3 hari dan bila mengalami keluhan
R/ mengetahui keadaan setelah pemberian terapi
VI. IMPLEMENTASI
1. Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan, bahwa anaknya sedang
mengalami diare. Kondisi saat ini lemah dan menjadi rewel bisa
disebabkan karna sakitnya.
2. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI dan air putih sesering
mungkin untuk menggangti cairan yang keluar agar anak tidak dehidrasi
3. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygien dengan mengganti
popok setiap habis BAB
4. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi
Lacto B 4 2x1
Zinc 10 1x1
Oralit 4 ½ sachet setelah BAB
5. Menjadwalkan untuk kontrol 3 hari jika tidak ada perbaikan
VII. EVALUASI
1. Ibu mengetahui kondisi anaknya
2. Ibu mengerti penjelasan bidan
3. Ibu bersedia menjaga personal hygien anaknya
4. Ibu sudah mendapatkan resep obat dan mengerti cara minum obat
untuk anaknya
5. Ibu bersedia membawa anak untuk kontrol ulang tanggal 2 Agustus
2019 jika tidak ada perbaikan
CATATAN PERKEMBANGAN
SUBJEKTIF :
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah tidak diare hari ini dan nafsu makan sudah
mulai membaik, terakhir BAB kemarin 2 kali dan muntah 1 kali.
OBJEKTIF :
KU : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Suhu: 37,6 oC RR: 26 x/ menit Nadi: 100 x/menit
Wajah : simetris, tidak pucat
Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda
Bibir : warna merah muda, lembab
Kulit : turgor kulit kembali dalam dua detik
Abdomen: Kembung (+)
ASSESMENT :
Balita “CCP” usia 19 Bulan dengan Diare Tanpa Dehidrasi
PLANNING :
1. Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa saat ini kondisi anaknya
sudah membaik.
E/ Ibu mengerti kondisi anaknya
2. Menganjurkan ibu untuk melanjutkan pemberian zinc sampai habis
E/ ibu mengerti dengan saran bidan
3. Menganjurkan pada ibu untuk menjaga personal hygiene anak dengan rajin
mencuci tangan, menjaga kebersihan alat makan, dan mengganti popok apabila
sudah terasa penuh.
E/ ibu akan menjaga personal hygiene
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga nutrisi anak dengan memberi makan sesering
mungkin dan mengolah bahan makanan sedemikian rupa untuk meningkatkan
nafsu makan anak
E/ ibu bersedia untuk menjaga nutrisi anak
Daftar Pustaka
Prasetyawati Eka Arsita. 2012. Kesehatan ibu dan anak (KIA dalam millenium
development goals (MDGS. Yogyakarta: Nuha Medika
Mu’is, Abdul., Ismanto,Amatus F., Onibala, F. Hubungan Penerapan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) Diare Dengan Kesembuhan Diare Pada Balita di
Puskesmas Bahu Kota Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi,2014.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017
Kementrian Kesehatan RI 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun
2015- 2019.
Kementrian Kesehatan RI 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018
IDAI.2014. Bagaimana Menangani Diare Pada Anak. www.idai.or.id