Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat Indonesia ditentukan oleh banyak faktor
yaitu faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, pelayanan
kesehatan, ketersediaan sarana dan prasrana kesehatan. Faktor-faktor tersebut
mempengaruhi morbilitas, mortalitas, dan status gizi masyarakat. Hal ini dapat
menggambarkan keadaan dan situasi derajat kesehatan masyarakat (Astuti dkk,
2015).
Upaya perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu amanat Undang-
Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009. Upaya perbaikan gizi ditujukan untuk
peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat yang dilakukan pada seluruh
siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai lanjut usia, dengan prioritas pada
kelompok rawan, yaitu bayi dan balita, remaja perempuan, ibu hamil dan ibu
menyusui. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 bidang kesehatan telah ditetapkan sasaran pokok pembangunan bidang
kesehatan dan gizi masyarakat yang bertujuan meningkatkan status kesehatan bayi
dan ibu serta status gizi masyarakat dengan target indikator pada tahun 2019
sebagai berikut:

1. Menurunkan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup menjadi 306
2. Menurunkan angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup menjadi 24
3. Menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil menjadi 28%
4. Menurunkan prevalensi bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) menjadi
8%
5. Meningkatkan prevalensi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat
ASI Eksklusif menjadi 50%
6. Menurunkan prevalensi balita kekurangan gizi (underweight) menjadi
17%
7. Menurunkan balita kurus (wasting) menjadi 9,5%

1
2

8. Menurunkan prevalensi baduta pendek dan sangat pendek (stunting)


menjadi 28%

Dalam rangka mewujudkan peningkatan gizi perseorangan dan


masyarakat, serta mendukung pencapaian target RPJMN 2015-2019 dan Renstra
Kementerian Kesehatan 2015-2019, Kementerian Kesehatan telah menetapkan
upaya pelayanan gizi sebagai salah satu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan
Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) esensial yang dilakukan di setiap
puskesmas untuk mendukung standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang
kesehatan. Pelayanan gizi dimaksud dapat berupa pendidikan, suplementasi,
tatalaksana, dan surveilans gizi.
Tujuan dari program revitalisasi posyandu adalah meningkatkan peran
posyandu sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat.
Intervensi yang dilakukan adalah penyediaan sarana dan prasarana posyandu,
peningkatan kapasitas kader posyandu, peningkatan pengetahuan ibu dan
membangun kemitraan masyarakat untuk meningkatkan peran pelayanan.
Revitalisasi posyandu adalah upaya pemberdayaan posyandu untuk mengurangi
dampak dari krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan
anak. Kegiatan di posyandu berupa penimbangan, pemeriksaan secara umum
kesehatan serta penyuluhan. Hal ini sejalan dengan program pemerintah dalam
menanggulangi gizi buruk. Program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk
yang telah dilakukan pemerintah, antara lain promosi pemberian air susu ibu
(ASI) eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, pemberian makanan
tambahan, pemberian suplemen vitamin A dan zat besi, pendampingan keluarga,
program pola asuh gizi, dan program keluarga sadar gizi (Depkes, 2012).
Pencapaian ASI eksklusif masih kurang, hal ini berdasarkan data hasil
Survey Pemantauan Status Gizi 2014, pemberian ASI eksklusif di Aceh pada bayi
59.4%. Terjadi peningkatan dari tahun 2011 11.9% dan tahun 2012 27%..
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 di Indonesia
pemberian ASI baru mencapai 15,3% dan pemberian susu formula meningkat tiga
kali lipat dari 10,3% menjadi 32,5%. Capaian ASI eksklusif di Puskesmas Darul
Imarah sebesar 51,6%.
3

Pemberian ASI eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi.


Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kualitas
kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk. Hal itu dikarenakan
pemberian makanan pendamping ASI yang tidak benar dapat menyebabkan
gangguan pencernaan yang berakibat gangguan pertumbuhan dan meningkatkan
Angka Kematian Bayi (AKB). Hal ini dapat menyebabkan suatu keadaan yang
cukup serius dalam hal gizi bayi (Nasution dkk, 2014).
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi karena
mengandung semua zat gizi dalam jumlah dan komposisi yang ideal yang
dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, terutama
pada umur 0 sampai 6 bulan. (Rinaningsih, 2007). Air susu ibu (ASI)
mengandung kolostrum. Kandungan kolostrum mempuyai manfaat sebagai
proteksi terhadap bakteri, virus, dan alergen. Kolostrum berwarna kekuningan
yang dihasilkan pada hari pertama setelah melahirkan dan sebaiknya diberikan
sedini mungkin setelah bayi lahir (Rumiyati, 2011).
Keberhasilan pemberian erat kaitannya dengan perilaku seseorang.
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
atau organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Hal yang penting dalam
perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Green
dan Kreuter (1991) menyatakan bahwa penyebab perilaku ada 3 yaitu faktor
pendorong (predisposing factors) yang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan,
nilai, dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk
bertindak, faktor pemungkin (enabling factors) mencakup berbagai ketrampilan
dan sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya
itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalia, sekolah, klinik, atau sumber
daya yang serupa itu, faktor penguat (reinforsing factors) yang mencakup manfaat
sosial dan jasmani serta ganjaran nyata ataupun tidak nyata yang pernah diterima
pihak lain. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan
kesehatan, memperoleh dukungan atau tidak.
4

Keaktifan ibu-ibu datang ke posyandu merupakan bentuk sikap positif


terhadap posyandu. Yogiswara (2011) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
ada hubugan ada hubungan yang signifikan tingkat partisipasi ibu ke posyandu
dengan status gizi balita (p = 0.007). Hal ini berarti ibu yang hadir di posyandu
secara rutin maka status gizi dari balita akan baik.
Puskesmas Darul Imarah merupakan salah satu puskesmas yang berada
dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar. Kondisi wilayahnya terdiri dari
perbukitan. Luas wilayahnya mencakup 11,038 km yang terdiri dari 13 gampong
dan 12 mukim, sedangkan jumlah posyandu sebanyak 40. Berdasarkan uraian
diatas maka peniliti ingin meneliti Hubungan indikator program pemantauan
pertumbuhan dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan hasil uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan
masalah “Hubungan indikator program pemantauan pertumbuhan dengan
pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2017”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Hubungan indikator
program pemantauan pertumbuhan dengan pemberian ASI eksklusif di
Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui presentase indikator program pemantauan
perumbuhan dan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017
b. Untuk mengetahui hubungan cakupan program (K/S) dengan
pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2017
5

c. Untuk mengetahui Hubungan partisipasi masyarakat (D/S) dengan


pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2017
d. Untuk mengetahui Hubungan keberhasilan program (N/D) dengan
pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2017

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Sebagai peneliti, penelitian ini dapat meningkatkan
pengetahuan dan menambah wawasan dalam mempelajari program
pemerintah terutama dalam kegiatan posyandu.
2. Bagi Lembaga pendidikan
Informasi yang disampaikan di penilitian ini dapat dijadikan
informasi dan bahan kajian lembaga pendidikan terutama dalam
posyadu. Disisi yang lain juga dapat menambah bahan kepustakaan
lembaga pendidikan.
3. Bagi Instansi Program Gizi dan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi instansi program gizi dan kesehatan dalam
merencanakan program serta menjadi bahan evaluasi program.
E. Keaslian
Sejauh pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang sama atau serupa
dengan penelitian ini, yaitu Hubungan indikator program pemantauan
pertumbuhan dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017
Beberapa penelitian yang hampir sama hanya berbeda pada variabel
penelitiannya, yaitu :
1. Yogiswara (2011), Hubungan antara tingkat partisipasi di posyandu dengan
status gizi balita . Dimana hasilnya didapatkan bahwa ada hubungan tingkat
partisipasi ibu dengan status gizi balita. Artinya semakin ibu sering datang ke
6

posyandu maka status gizi balita akan baik. Adapun persamaan dengan
penelitian yang diteliti adalah sama-sama menilai partipasi masyakat ke
posyandu, menggunakan data sekunder. Yang membedakan penelitian ini
adalah variabel dependennya , cara pengambilan sampel dan alat yang
digunakan dalam pengambilan sampel, serta waktu dan tempatnya.
2. Ida (2012), faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan pemberian
ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok . Pada
penilitian ini didapatkan bahwa dukungan keluarga (ibu dan mertua)
merupakan faktor dominan dalam keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok. Adapun persamaan
dengan penelitian yang diteliti adalah keberhasilan ASI Ekskluif. Sedangkan
perbedaannya adalah variabel independen yang diteliti, jumlah sampelnya,
waktu dan tempat.

F. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penilitian ini adalah menggunakan data sekunder,
sehingga bisa terjadi bias, selanjutnya penelitian ini hanya menggunakan tiga
variabel independen.

Anda mungkin juga menyukai