Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASI Eksklusif
1. Pengertian
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar
payudara ibu melalui proses menyusui. Air Susu Ibu (ASI) merupakan rahmat
Allah yang diberikan kepada setiap wanita yang disiapkan untuk calon bayi
pada masa kehamilan. Pada masa kehamilan ibu, hormon tertentu akan
merangsang payudara untuk memperbanyak saluran-saluran air susu dan
kelenjar air susu (Yuliarti, 2010).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan
cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta
tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur
nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat (Nirwana, 2014).
Depkes RI (2006) menyebutkan defenisi ASI Eksklusif yaitu
pemberian hanya ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya
kepada bayi mulai usia 0 bulan sampai usia 6 bulan. Air Susu Ibu (ASI)
adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Pemberian ASI Eksklusif
didefenisikan WHO yaitu menyusui dengan ASI selama 6 bulan pertama
kehidupan bayi dan dilanjutkan hingga 2 tahun (WHO, 2009).

2. Kandungan Air Susu Ibu (ASI)


Air susu ibu (ASI) mengandung berbagai macam zat gizi diantaranya
air 88,1%, lemak 3,8%, protein 0,9%, lactosa 7%, dan 0,2% zat gizi lain
seperti DHA, DAA, shpynogelin dan zat gizi lainnya (Yuliarti, 2010).
Menurut Soetjiningsih (1997), ASI mengandung nutrisi dan zat protektif yang
diperlukan bagi pertumbuhan bayi, kandungan nutrisi yang terdapat dalam
ASI terdiri dari lemak yang merupakan sumber kalori utama dalam ASI.
Karbohidrat atau lactose mempunyai manfaat lain yaitu mempertinggi absorb
kalsium dan merangsang pertumbuhan lactobasilus bifidus. Karbohidrat

7
8

sebagai sumber utama energi, selain itu ASI juga mengadung protein, garam,
mineral serta zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh bayi pada masa
pertumbuhan bayi (Ade, 2014).
Air Susu Ibu (ASI) mengandung bahan larut yang rendah yang terdiri
dari 3,8% lemak, 0,9%, 7% lactosa dan 0,2% bahan-bahan lain. Salah satu
fungsi utama air adalah untuk menguras kelebihan bahan-bahan larut melalui
air seni. Zat-zat yang dapat larut seperti sodium, potasium, nitrogen dan
klorida. Dengan demikian bayi tidak membutuhkan banyak air seperti
layaknya anak-anak atau orang dewasa (Yuliarti, 2010).
Perbandingan antara susu formula dengan ASI sangatlah jauh. ASI
mengandung banyak zat serta vitamin yang beraneka ragam yang tidak bisa
dikalahkan oleh susu formula apapun. Karena ASI memiliki kandungan zat
penting yang dibutuhkan bayi, seperti DHA, AA, Omega 6, laktosa, taurin,
lactobasilus, vitamin A, kolostrum, lemak, zat besi, dan lactosim yang
semuanya dalam takanan dan komposisi yang pas bagi bayi. Oleh karena itu,
dapat dikatakan dengan pasti, bahwa ASI lebih unggul dan tak terkalahkan
dengan susu formula apapun.
Adapun kandungan hebat yang ada dalam ASI adalah
a. LPUFAs
ASI mengandung banyak gizi diantaranya adalah LPUFAs (Long
Chain Poyunsaturated Fatty). LPUFAs sangat diperlukan oleh bayi karena
mengandung fungsi untuk penglihatan dan perkembangan psikomotorik
bayi. Di dalam LPUFAs terdapat dua komponen, yaitu asam arakkhidonat,
asam dokosaheksanoat, merupakan komponen dasar kortek dan ARA
(Arachidonic Acid) yang berperan penting dalam proses tumbuh kembang
otak. Menurut studi selama 17 tahun pada tahun 1025 anak yang
mempunyai ASI terdapat peningkatan IQ dan ketrampilan. Hal ini
mengindikasikan bahwa peningkatan kemampuan reflek kognitif
merupakan efek dari LPUFAs pada masa perkembangan saraf bayi.
Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan berbeda
perkembangan psikomotoriknya dengan bayi yang tidak ASI eksklusif. Al
9

Rahmad (2016) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa ada perbedaan


yang signifikan perkembangan motorik bayi usia 6 – 9 bulan antara yang
pernah mendapat ASI eksklusif dengan tidak eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Batoh Kota Banda Aceh.
b. Zat Besi
Meskipun dalam ASI terdapat sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter),
namun bayi yang menyusu ASI tidak akan kekurangan zat besi (anemia).
Hal ini dikarenakan zat besi yang terkandung dalam ASI mudah dicerna
oleh bayi. Zat besi dibutuhkan bayi untuk memproduksi hemaglobin,
bagian dari sel-sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh,
zat besi pun esensial untuk tumbuh kembang otak bayi (Ade, 2014)
c. Mineral
ASI memang mengandung mineral lebih sedikit dibanding dengan
susu sapi. Bahkan susu sapi mengandung empat kali lebih banyak dari
ASI. Namun, jika bayi mengkonsumsi susu sapi maka ginjal bayi akan
bekerja semakin keras (Ade, 2014).
d. Sodium
Ternyata jumlah sodium pada ASI sangat cocok untuk bayi.
Sodium yang terdapat pada susu sapi lebih rendah daripada ASI setelah
mendapatkan proses modifikasi (proses perubahan susu segar ke dalam
susu kaleng atau bubuk (Ade, 2014).
e. Kalsium, Fosfor, dan Magnesium
Kalsium, fosfor, dan magnesium pada susu botol atau susu formula
memang lebih banyak dibandingkan di dalam ASI. Namun, setelah
kalium, fosfor dan magnesium menjadi susu formula maka akan menyusut
atau berkurang. Oleh karena itu, walaupun zat tersebut hanya sedikit yang
terkandung dalam ASI namun terus tetap diberikan kepada bayi secara
eksklusif yaitu selama enam bulan (Ade, 2014).
f. Taurin
Fungsi utama taurin adalah membantu perkembangan mata si kecil.
Pada mata, taurin banyak terdapat di retina, terutama terkonsentrasi di
10

epitel pigmen retina dan lapisan fotoreseptor. Asupan taurin yang adekuat
dapat menjaga penglihatan si kecil dari gangguan retina. Selain itu, ia juga
berfungsi dalam perkembangan otak dan sistem saraf (Ade, 2014).
g. Lactobacillus
Lactobacillus dalam ASI berfungsi sebagai penghambat
pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E. Coli yang sering
menyebabkan diare pada bayi. Bayi yang lebih banyak mengonsumsi susu
formula akan lebih sering terkena diare karena dalam susu formula hanya
sedikit lactobacillus (Ade, 2014).
h. Mengandung air
Sebagian besar ASI mengandung air. Untuk itu, jika ibu ingin ASI-
nya selalu produktif maka ia harus sering minum air putih (Ade, 2014).
i. ASI mengandung antibodi
Pengertian ASI mengandung antibodi adalah antibodi yang berasal
dari tubuh seorang ibu yang menyusui. Antibodi tersebut akan membantu
bayi menjadi tahan terhadap penyakit, selain itu juga dapat meningkatkan
kekebalan tubuh bayi. Karena ASI memiliki keunggulan kandungan zat
yang optimal. ASI juga mempunyai sistem pembentukan imun atau
kekebalan tubuh yang sangat baik untuk bayi yang membuat bayi jarang
sakit (Ade, 2014).
j. ASI mengandung kolostrum
Kolostrum adalah cairan yang keluar dari payudara seorang ibu
yang baru saja melahirkan. Kolostrum atau jolong banyak mengandung
imunoglobin IgA yang baik untuk pertahanan tubuh bayi melawan
penyakit. Karena kolostrum yang pertama keluar dari ibu mengandung 1-3
juta leukosit (sel darah putih) dalam 1 ml ASI (Ade, 2014).
Aliyu et al (2016) menyatakan bahwa pemberian kolostrum
memiliki efek yang signifikan untuk kesehatan bayi baru lahir terutama di
negara berkembang seperti Ethopia yang memiliki tingkat kekurangan gizi
yang tinggi, penyakit menular dan kematian balita.
11

Yuliarti (2010), Air susu ibu (ASI) mengandung kolostrum.


Kandungan kolostrum mempuyai manfaat sebagai proteksi terhadap
bakteri, virus, dan alergen. Kolostrum berwarna kekuningan yang
dihasilkan pada hari pertama setelah melahirkan dan sebaiknya diberikan
sedini mungkin setelah bayi lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Hashem
et al (2016) di wilayah barat Saudi Arabia pada 550 ibu menyusui, 2%
tidak pernah mendengar tentang kolostrum.
Kolostrum mengandung antibodi yaitu Immunoglobulin A atau
IgA, zat ini akan melapisi saluran pencernaan bayi khususnya usus halus.
Lapisan pelindung tersebut akan membuat sel-sel kuman penyakit
kesulitan untuk menembus dinding saluran pencernaan. Kolostrum juga
mengandung vitamin dan nutrisi yang dihasilkan oleh bakteri
Lactobacillus bifidus. Bakteri tersebut tergolong bakteri baik yang
melindungi usus dari peradangan atau bakteri yang mengakibatkan infeksi
(Nirwana, 2014).
k. Lisozim
Lisozim diproduksi makrofag, neutrofil dan epitel payudara
melisiskan dinding sel bakteri. Kadar lisozim dalam ASI adalah 0,1 mg/ml
yang bertahan sampai tahun kedua laktasi, bahkan sampai penyapihan.
Dibanding dengan susu formula, ASI mengandung 300 kali lebih banyak
lisozim per satuan volume (Ade, 2014).

3. Manfaat Pemberian ASI


Menurut Yuliarti (2010) manfaat ASI bagi bayi yaitu:
a. ASI sebagai nutrisi
Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan
tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai
usia 6 bulan.
b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi yang mendapat ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang
sakit, karena ASI mengandung berbagai zat kekebalan
12

c. ASI meningkatkan kecerdasan


ASI mengandung nutrien khusus yaitu taurin, laktosa dan asam lemak
ikatan panjang (DHA, AHA, omega-3, omega-6) yang diperlukan
otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien tersebut tidak ada atau sedikit
sekali terdapat pada susu sapi. Oleh karena itu, pertumbuhan otak bayi
yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan akan optimal.
d. Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang
Perasaan terlindung dan disayangi pada saat bayi disusui menjadi
dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang
percaya diri dan dasar spiritual yang baik.
e. Manfaat lain pemberian ASI bagi bayi yaitu sebagai berikut:
1. Melindungi anak dari serangan alergi
2. Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara
3. Membantu pembentukan rahang yang bagus
4. Mengurangi risiko terkena penyakit diabetes, kanker pada anak,
dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.
5. Menunjang perkembangan motorik bayi.
Selain pada anak, pemberian ASI juga sangat bermanfaat bagi ibu.
Selain dapat diberikan dengan cara mudah dan murah, ASI juga dapat
mencegah terjadinya pendarahan setelah persalinan, mempercepat
mengecilnya rahim, menunda masa subur, mengurangi anemia, serta
menunda terjadinya kehamilan berikutnya. Menyusui juga dapat
menurunkan resiko terjadinya kanker payudara dan kangker ovarium pada
ibu dikemudian hari (Yuliarti, 2010).

B. Posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu adalah kegiatan kegiatan kesehatan dasar yang
diselenggarakan oleh, dari dan untuk masyarakat yang dibantu oleh
petugas kesehatan di suatu wilayah kerja Puskesmas, dimana program ini
13

dapat dilaksanakan di balai dusun, balai kelurahan maupun tempat-tempat


lain yang mudah didatangi oleh masyarakat (Purwati, 2011).
Posyandu merupakan suatu forum komunikasi, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam
pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Kegiatan ini dipandang
sangat bermanfaat bagi masyarakat namun keberadaannya di masyarakat
kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu pemerintah mengadakan
revitalisasi posyandu. Revitalisasi posyandu merupakan upaya
pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi
terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak.
Surat keputusan Bersama: Mendagri/Menkes/Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Masing-masing No. 23 Tahun
1985; 21/Menkes/Ints.B./IV 1985; 112/HK-011/ A/1985 tentang
peneylengaraan posyandu antara lain sebagai berikut
a. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral untuk
menyelenggarakan posyandu dalam lingkup LKMD dan PKK.
b. Mengembangkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan
fungsi posyandu serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam program-program pembangunan masyarakat desa.
c. Meningkatka fungsi dan peranan LKMD PKK dan
mengutamakan peranan kader pembangunan.
d. Melaksanakan pembentukan posyandu di wilayah/di daerah
masing-masing dari melaksanakan pelayanan paripurna sesuai
petunjuk depkes dan BKKBN.
e. Undang-undang No. 23 tahun 1992 pasal 66, dana sehat
sebagai cara penyelenggaraan dan pengolahan pemeliharaan
kesehatan secara paripurna.
2. Tujuan Penyelenggaraan Posyandu
Tujuan pokok dari pelayanan posyandu adalah
a. Menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (ibu
hamil, melahirkan, nifas).
14

b. Membudayakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).


c. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan keluarga berencana (KB)
serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat
sehat sejahtera.
d. Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera,
gerakan ketahanan keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.
e. Menghimpun potensi masyarakat untuk berperan serta secara aktif
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, balita dan
keluarga serta mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan
balita (Purwati, 2011).
Sasaran dalam pelayanan di posyandu adalah bayi berusia kurang dari
satu tahun, anak balita usia 1-5 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas,
serta wanita usia subur/pasangan usia subur.

3. Kegiatan posyandu
Pada hakekatnya di posyandu diselenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat promotif dan preventif atas dasar-dasar dari masyarakat, oleh
masyarakat sebagian besar pelayanan dalam posyandu dilakukan oleh kader
pada waktu-waktu hari buka posyandu, sebulan sekali. Hari buka posyandu
diatur atas dasar kesepakatan antara masyarakat kader dan petugas
disesuaikan menurut kemampuan dan kesempatan yang ada.Apabila
diperlukan, hari buka Posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan.
a. Lima kegiatan posyandu (pancakrida posyandu).
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Imunisasi
4. Peningkatan gizi
5. Penanggulangan gizi
b. Tujuh kegiatan posyandu (saptakrida posyandu)
1. Kesehatan ibu dan anak
15

2. Keluarga berencana
3. Imunisasi
4. Peningkatan gizi
5. Penanggulan diare
6. Sanitasi dasar
7. Penyediaan obat esensial
Tugas kader pada hari buka posyandu disebut juga dengan tugas
pelayanan 5 meja (Mubarak, 2012), meliputi:
a. meja 1 adalah meja untuk pendaftaran. Di meja ini kader bertugas
menuliskan nama balita pada KMS yang baru dan lengkap bagi bayi dan
balita yang belum mempunyai KMS.
b. Meja ke 2 adalah penimbangan, di meja ini kader bertugas menimbang
anak dan mencatat beratnya pada secarik kertas yang akan dipindahkan
pada KMS.
c. Meja ke 3 adalah pencatatan. Di meja ini dilakukan pencatatan satu
dengan membubuhkan titik pada titik KMS anak sesuai dengan berat
badan anak pada bulan tersebut seperti tercantum pada kertas.
d. Meja ke 4 adalah menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan
data kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS kepada
ibu dari anak yang bersangkutan dan memberikan penyuluhan kepada
setiap ibu dengan mengacu pada data KMS. anaknya atau dari hasil
pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran.
e. Meja ke 5 merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya
dilakukan oleh petugas kesehatan. Pelayanan yang diberikan antara lain:
Pelayanan imunisasi, pelayanan keluarga berencana, pengobatan
pemberian pil, vitamin A (Purwati, 2011).

4. Strata atau Jenjang Posyandu


Kontribusi posyandu dalam meningkatkan kesehatan bayi dan anak balita
sangat besar, namun saat sampai saat ini kualitas pelayanan posyandu
masih perlu ditingkatkan. Keberadaan kader dan sarana yang ada
16

merupakan modal dalam keberlanjutan posyandu. Oleh karena itu


keberadaan posyandu harus terus ditingkatkan sehingga diklasifikasikan
menjadi empat jenis yaitu
a. Posyandu pratama (warna merah)
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum
mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktif
terbatas. Keadaan ini dinilai gawat sehingga intervensinya adalah
pelatihan kader ulang. Artinya, kader yang ada perlu ditambah dan
dilakukan pelatihan dasar lagi.
b. Posyandu madya (warna kuning)
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat dilaksanakan kegiatan
lebih dari delapan kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas
lima orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB,
KIA, gizi dan imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Ini
berarti, kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.
c. Posyandu purnama (warna hijau)
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya
lebih dari delapan kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas lima
orang atau lebih dan cakupan lima program utamany (KB, KIA, gizi
dan imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan
mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana.
d. Posyandu mandiri
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur,
cakupan lima program utama sudah bagus, ada program tambahan dan
dana sehat telah menjangkau lebih 50% KK (Purwati, 2011).

C. Pemantauan Pertumbuhan
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran,
dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat
(gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan
17

keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Pertumbuhan fisik


merupakan hal yang kuantitatif, yang dapat diukur. Indikator ukuran pertumbuhan
meliputi perubahan tinggi dan berat badan, gigi, struktur skelet, dan karakteristik
seksual (Supariasa, 2013).
Proses tumbuh kembang proses terjadinya tidak sama, tetapi terdapat
periode kritis, periode emas/periode sensitif. Periode kritis diartikan sebagai “a
time during an organism’s life span when it is more sensitive to environmental
influences or stimulation than at other times during its life”. Selanjutnya periode
kritis tumbuh kembang dapat dilihat dari aspek rate pertumbuhan pada janin,
diikuti oleh diferensiasi nervous system yang mencapai puncaknya pada pada
usia tiga bulan dan diakhiri pada umur 10 bulan, learning capacity yang terjadi
sejak lahir hingga mencapai puncaknya pada umur 4 bulan dan mendatar hingga
25 bulan, dan sosial attachment yang terjadi sejak kelahiran dan mencapai
puncaknya pada umur 7 bulan, yang selanjutnya menurun hingga umur 14 bulan
dan akhirnya mendatar hingga umur 25 bulan. Periode umur 3 bulan hingga 12
bulan disebut juga dengan periode sosialisasi (Aritonang, 2013).
Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasi
sesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai
dari arah kepala ke kaki. Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala
berlangsung lebih dahulu, kemudian secara berangsur- angsur diikuti oleh tubuh
bagian bawah. Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara
teratur (Supariasa, 2013)
1. Parameter Pertumbuhan Balita
Parameter untuk mengukur kemajuan pertumbuhan biasanya yang
dipergunakan adalah berat badan dan panjang badan (Aritonang, 2013)
a. Berat Badan
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan
atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot,
lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan
gizi atau tumbuh kembang anak. Selain itu, berat badan juga dapat digunakan
18

sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam


tindakan pengobatan (Supariasa, 2013).
Pada usia beberapa hari, berat badan bayi mengalami penurunan yang
sifatnya normal, yaitu sekitar 10% dari berat badan waktu lahir. Hal ini
disebabkan karena keluarnya mekonium dan air seni yang belum diimbangi
dengan asupan yang mencukupi, misalnya produksi ASI yang belum lancar
dan berat badan akan kembali pada hari kesepuluh (Par’i, 2016).
Berat badan lahir normal bayi sekitar 2.500-3.500 gram, apabila
kurang dari 2.500 gram dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah
(BBLR), sedangkan bila lebih dari 3.500 gram dikatakan makrosomia. Pada
masa bayi-balita, berat badan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan fisik
dan status gizi. Status gizi erat kaitannya dengan pertumbuhan, sehingga
untuk mengetahui pertumbuhan bayi, status gizi diperhatikan (Supariasa,
2013).
b. Panjang Badan
Istilah panjang dinyatakan sebagai pengukuran yang dilakukan ketika
anak telentang (Supariasa, 2013). Pengukuran panjang badan digunakan
untuk menilai status perbaikan gizi. Selain itu, panjang badan merupakan
indikator yang baik untuk pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan
untuk perbandingan terhadap perubahan relatif, seperti nilai berat badan dan
lingkar lengan atas (Aritonang, 2013)

2. Pemantauan Pertumbuhan Balita


Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu yang merupakan salah satu
kegiatan utama perbaikan gizi, menitik beratkan pada upaya pencegahan dan
peningkatan gizi balita. Selain dilakukan penilaian pertumbuhan secara teratur
melalui penimbangan juga dilakukan penilaian hasil penimbangan dengan KMS.
Dari hasil KMS akan terlihat apakah balita mengalami gangguan pertumbuhan
atau tidak. Apabila terjadi kasus gangguan pertumbuhan maka perlu dilakukan
upaya berupa konseling dan rujukan guna mencegah memburuknya keadaan gizi
19

masyarakat. Tindak lanjutan berupa kebijakan dan program ditingkat masyarakat,


serta meningkatkan motivasi untuk memberdayakan keluarga (Depkes RI, 2014).
SKDN adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok
SKDN, dimana balok tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S),
balita yang memiliki KMS (K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita
yang ditimbang dan naik berat badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil
posyandu yang dimuat di KMS dan digunakan untuk memantau pertumbuhan
balita (Depkes RI, 2014).
SKDN merupakan hasil kegiatan penimbangan balita yang dilakukan
setiap bulan dalam bentuk histogram sederhana. Indikator pelayanan di Posyandu
atau di Pos Penimbangan Balita menggunakan indiktor-indikator SKDN.  SKDN
adalah singkatan dari pengertian kata-katanya yaitu:
1. S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu.
2. K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang
mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat).
3. D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu atau dikunjungan rumah
dan menimbang berat badannya sesuai atau jumlah seluruh balita
yang Ditimbang.
4. N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami
peningkatan bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya dengan garis
pertumbuhan.
5. Dan O adalah jumlah anak yang tidak ditimbang bulan lalu.
Berdasarkan SKDN dari bulan ke bulan disimak untuk mengetahui
kemajuan program perbaikan gizi. Naik turunnya D atau S dapat
diinterprestasikan sebagai tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan di
posyandu, sedangkan naik turunnya N terhadap S dapat diartikan sebagai
keberhasilan atau kegagalan mencapai tujuan program dalam kegiatan UPGK di
posyandu (Suhardjo 2003).
20

Dari uraian SKDN dapat digabungkan satu sama lain sehingga dapat
memberikan informasi tentang perkembangan kegiatan pemantauan pertumbuhan
anak di posyandu yaitu :
1. Indikator K/S
K/S adalah indikator yang menggambarkan jangkauan atau liputan
program. Indikator ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah balita
yang dapat di posyandu dan memiliki KMS dengan jumlah balita yang ada di
wilayah posyandu tersebut dikalikan 100%.
a. 80% ke atas  kategori partisipasi baik
b. 60 % - 79,9%  kategori masalah partisipasi cukup baik
c. 40% - 59,9%  kategori masalah partisipasi kurang
d. Dibawah 40%  kategori masalah partisipasi sangat kurang

2. Indikator D/S
D/S adalah indikator yang menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam kegiatan di posyandu.
Jumlah balita yang ditimbang di Posyandu (% D/S):
a. 80% ke atas  kategori partisipasi baik
b. 60 % - 79,9%  kategori masalah partisipasi cukup baik
c. 40% - 59,9%  kategori masalah partisipasi kurang
d. Dibawah 40%  kategori masalah partisipasi sangat kurang
3.       Indikator N/D
N/D adalah memberikan gambaran tingkat keberhasilan program dalam
kegiatan UPGK di posyandu. Indikator ini lebih spesifik dibanding dengan
indikator lainnya sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dasar gizi balita.
Jumlah balita yang ditimang dan naik berat badan berdasarkan grafik KMS (%
N/D):
Jumlah balita yang ditimang dan naik berat badan berdasarkan grafik KMS (%
N/D):
a. 80% ke atas  kategori indikasi pertumbuhan baik
b. 60 % - 79,9%  kategori indikasi masalah pertumbuhan cukup
c. 40% - 59,9%  kategori indikasi masalah pertumbuhan sedang
21

d. Di bawah 40%  kategori indikasi masalah ppertumbuhan berat

4.       Indikator N/S
N/S adalah memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan
program di posyandu. Indikator ini menunjukkan balita yang ditimbang dan
naik berat badannya.
a. 80% ke atas  kategori keberhasilan program baik
b. 60 % - 79,9%  kategori keberhasilan program cukup
c. 40% - 59,9%  kategori keberhasilan program kurang
d. Dibawah 40%  kategori keberhasilan program sangat kurang

D. Teori perilaku
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat
diamati secara langsung maupun secara tidak langsung. Perilaku dan gejala
perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh
faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Perilaku merupakan hasil
hubungan antara perangsang atau stimulus dan tanggapan atau respon
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang atau organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Hal yang
penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku.
Beberapa faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut
Green dan Kreuter (1991) dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
a. Faktor pendorong (predisposing factors)
Faktor pendorong adalah merupakan faktor anteseden terhadap
perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Faktor pendorong
yang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, dan persepsi berkenaan
dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Dalam arti umum,
kita dapat mengatakan faktor pendorong sebagai preferensi pribadi yang
22

dibawa seseorang atau kelompok ke dalam suatu pengalaman belajar.


Preferensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat, dan
dalam setiap kasus faktor ini mempunyai pengaruh.
b. Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor enteseden terhadap perilaku yang
memungkinkan suatu atau motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di
dalamnya keterampilan dan sumber daya pribadi di samping sumber daya
masyarakat.
Faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya
yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi
fasilitas pelayanan kesehatan, personalia, sekolah, klinik, atau sumber daya
yang serupa itu. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan
sumber daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka atau jam
pelayanan, dan sebagainya, termasuk pula di dalamnya petugas kesehatan
seperti perawat, bidan, dokter, dan pendidikan kesehatan sekolah.
c. Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor penguat merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah)
perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan
berperan bagi menetap atau melenyapnya perilaku itu. Yang termasuk dalam
faktor ini adalah manfaat sosial dan jasmani serta ganjaran nyata ataupun tidak
nyata yang pernah diterima pihak lain. Faktor penguat adalah faktor yang
menentukan apakah tindakan kesehatan, memperoleh dukungan atau tidak.

E. Kerangka Teori
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku kesehatan adalah
suatu respon seseorang atau organisme terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah
pembentukan dan perubahan perilaku. Green dan Kreuter (1991) menyatakan
bahwa penyebab perilaku ada 3 yaitu faktor pendorong (predisposing factors)
yang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, dan persepsi berkenaan
23

dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak, faktor pemungkin


(enabling factors) mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya yang
perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan, personalia, sekolah, klinik, atau sumber daya yang
serupa itu, faktor penguat (reinforsing factors) yang mencakup manfaat sosial
dan jasmani serta ganjaran nyata ataupun tidak nyata yang pernah diterima
pihak lain. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan
kesehatan, memperoleh dukungan atau tidak.

Faktor Pendorong
- Pengetahuan
- Motivasi
- Sikap
- Karakteristik
Demografi
(pendidikan,
pekerjaan)

Faktor Pendorong
- Ketersediaan sumber
daya kesehatan
- Keterjangkauan
sumber daya Hasil perilaku spesifik
kesehatan individu atau organisasi
- Akses media massa (ASI Eksklusif)
(Posyandu)
- Perioritas dan
kemitraan
pemerintah

Faktor Pendorong
- Petugas kesehatan
- Kader
- Keluarga
- Pemimpin
masyarakat
24

Gambar 1. Kerangka Teori


Teori Perilaku (Green dan Kreuter, 1991)

F. Kerangka Konsep

Cakupan Program
(K/S)

Partisipasi Masyarakat ASI Eksklusif


(D/S)

Keberhasilan Program
(N/D)

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis
1. Ada hubungan cakupan program (K/S) dengan pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun
2017.
2. Ada Hubungan partisipasi masyarakat (D/S) dengan pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun
2017.
3. Ada Hubungan keberhasilan program (N/D) dengan pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun
2017.

Anda mungkin juga menyukai