Anda di halaman 1dari 17

Artikel

Pencegahan Meningkatkannya Angka Pernikahan Dini dengan Sosialisasi Undang-


Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terhadap Problematika Pernikahan
Dini Di Desa Mujirahayu Kecamatan Seputih Agung

Diajukan Sebagai Tugas Laporan Akhir program kerja Kuliah Pengabdian Masyarakat DR
Tahun 2021 (KPM-DR)

Dosen Pembimbing Lapangan: Dewi Mustika, M.Kom.I

Disusun Oleh :

NANDA SINTA NURIA (1802030025)

LEMBAGA PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

KULIAH PENGABDIAN MASYARAKAT DARI RUMAH PERIODE II TAHUN 2021

HalamanPengesahan
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Setelahdiadakanpengarahan, bimbingan, koreksi, danperbaikan

seperlunyadari Program Kerja Individual KPM-DR Periode II Tahun 2021,

saudara:

Nama : Nanda Sinta Nuria


NPM : 1802030025
Fakultas/Jurusan : Syariah/ AhwalSyakhsiyyah
Desa : Mujirahayu
Kecamatan : SeputihAgung
Kabupaten : Lampung Tengah
Provinsi : Lampung

Maka dipandang telah memenuhi syarat untuk diajukan sebagai Program


Kerja Individual KPM-DR Periode II Tahun 2021 IAIN Metro dari saudara tersebut
di atas.

Demikian pengesahan ini kami berikan, semoga dapat dipergunakan


sebagaimana mestinya.

Mujirahayu, 11 September 2021

Hormat Kami,

Dosen Pembimbing Lapangan

Dewi Mustika, M.Kom.I


NIP. 2022028703
Pencegahan Meningkatkannya Angka Pernikahan Dini dengan Sosialisasi Undang-
Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terhadap Problematika Pernikahan
Dini Di Desa Mujirahayu Kecamatan Seputih Agung

Nanda Sinta Nuria

Institut Agama Islam Negeri Metro Lampung


Jl. Ki. Hajar Dewantara 15 A Iring Mulyo, Metro Timur
email: nandasinta367@gmail.com

Abstrak
Tingginya angka pernikahan dini, menunjukkan bahwa pemberdayaan law enforcement
dalam hukum perkawinan masih rendah. Fokus kegiatan ini adalah pada sosialisasi undang-
undang (UU) nomor 1(satu) tahun 1974 tentang perkawinan, lebih spesifik lagi terkait pasal 7
(tujuh) ayat (1) tentang batas minimum usia perkawinan, yang sebelumnya (sebelum revisi)
bahwa, batas usia perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun. Dalam
pelaksaan kegiatan dilakuakn dengan cara turun langsung ke lapangan,melakukan sosialisasi
bertemu secara langsung dengan remaja putri desa Mujirahayu kecamatan Seputih Agung
kabupaten Lampung Tengah, kegiatan ini dilakukan di aula Kelompok Wanita Tani "Maju
Bersama" Mujirahayu. Permasalah mengenai pernikahan dini menjadi permasalahan serius
yang harus segera diberikan solusi,
dansalahsatusolusinyaadalahmasyarakatharuspahamdampaknegatifdaripernikahandin. Tidak
sedikit anak-anak dibawah umur di desa Mujirahayu melewati masa mudanya dengan
mengendong anak akibat pernikah dini sehingga berpengaruh pada kesiapan mental dan fisik
mereka, oleh karena itu perlu dilakukan sebuah pendampingan kepada orang tua serta anak
muda baik berupa pembinaan ataupun sosialisasi. Berdasarkan temuan lapangan bahwa tidak
sedidkit masyarakat tidak memahami aturan Negara (UU) terkait dengan perkawinan, hal ini
bisa dipahami karena kurangnya sosialisasi dari instansi terkait, tingkat pendidikan yang
masih rendah. Oleh karena itu kesimpulannya bahwa kedepannya perlu adanya
pembinaan,pendampingnan terhadap masyarakat desa Mujirahayu khusunya didalam
memahami aturan perkawinan serta dampak daripada pernikahan dini.
Kata Kunci: Sosialisasi, Pernikahan dini
A. Pendahuluan
Manusia dalam proses perkembangan untuk proses generasi penerus membutuhkan
pasangan hidup sebagai pelengkap dalam kehidupan yang dapat memberikan keturunan
sesuai dengan apa yang diinginkan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sakral.
Perkawinan merubah status seseorang dari bujangan atau janda/duda menjadi berstatus
kawin. Dari ikatan perkawinan yang ada diharapkan tercipta generasi baru yang lebih baik
dari generasi sebelumnya. Karena itu diperlukan persiapan yang cukup matang bagi pasangan
yang akan memasukinya, baik berupa persiapan fisik dan mental ataupun persiapan lain yang
bersifat sosial ekonomi. Perkawinan secara konstitusi adalah pria dan perempuan sudah
mencapai umur 19 tahun. Perkawinan adalah sebuah ikatan yang suci yang bertujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, dan ini sesuai dengan penafsiran dalam
Undang-Undang perkawinan yaitu pasal 1 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 yang
menyebutkan bahwa "Perkawinan dan atau pernikahanadalah sebuah ikatan secara lahir dan
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa (R. Indonesia, 1974).1

Perkawinan pada umumnya terjadi dan dilakukan oleh orang yang sudah cukup umu
(dewasa) tanpa status profesi tertentu, suku bangsa tertentu, kaya raya atau miskin, dan
sebagainya (Hadiwardoyo, 1994).2 Namun dalam kenyataannya tidak sedikit manusia yang
sudah mempunyai kemampuan baik secara fisik maupun mental akan mencari pasangan
hidup mereka sesuai dengan kriteria yang diinginkannya. Seharusnya dalam kehidupan
manusia, perkawinan seharusnya menjadi sesuatu yang bersifat satu kali dalam seumuru
hidup, tetapi tidak semua orang bisa memahami hakikat dan tujuan perkawinan yang
seutuhnya. Batas umur atau usia dalam melaksanakan sebuah tali perkawinan sangat penting,
karena dalam sebuah tali pernikahan mensyaratkan kematangan secara psikologis. Oleh
karena itu, biasanya usia perkawinan yang dilakukan terlalu muda bisa berakibat pada
peningkatan kasus perceraian dalam kehidupan berumah tangga. Perkawinan merupakan
salah satu perbuatan hukum yang dapat dilaksanakan oleh orang yang sudah dewasa, yang
memenuhi syarat (Dharma, 2015).3 Pengertian perkawinan menurut hukum islam adalah
"Pernikahan adalah suatu akad yang sangat kuat atau mitsaqol gholizan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakan merupakan ibadah, yang bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan berumah tangga yang sakinah, mewadah dan warahmah (Daud Ali, 1997) 4. Kasus
pernikahan dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar belakang

1
Indonesia, K. K. R, (2016), Situasi lanjut usia (lansia) di Indonesia, Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Indonesia, R. (1974)
2
Hadiwardoyo, A. P, (1994), Moral dan masalahnya, Kanisius
. Dharma, A. D. S, Keberagaman Pengaturan Batas Usia Dewasa Seseorang untuk Melakukan Perbuatan
3

Hukum dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, (Repertorium: 2015), hal. 22

4
Daud Ali, M, Hukum Islam dan Peradilan Agama: Kumpulan Tulisan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997)
hal. 129
(Fadlyana & Larasaty, 2016).5 Perkawinan di usia muda merupakan satu perkawinan yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang usianya belum mencapai standar umur sebagaimana yang
dimaksudkan didalam undang-undang Nomor 1 (satu) Tahun 1974 tentang Perkawinan (hasil
revisi terbaru) yaitu 19 tahun untuk pria dan wanita. Beberapa waktu yang lalu, menikah
muda masih dianggap aneh boleh sebagai besar masyarakat moderen. Jika dahulu orang tua
ingin agar anaknya menikah dengan berbahagai alasan, maka kini tidak sedikit remaja di
Desa Mujirahayu, tersebut yang menikah muda.
Perkawinan di bawah umur sering terjadi karena sejumlah alasan dan pandangan baik secara
hukum, agama dan tradisi dan budaya di masyarakat (Inayati, 2015). 6 Ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi sebuah praktek pernikahan dini adalah adanya pergaulan yang
melebihi batasan kemudian kurangnya pengawasan dari kedua orang tua dan faktor
lingkungan, kebutuhan ekonomi yang tidak mendukung, adanya pengaruh-pengaruh dari
media masa yang menyebabkan anak-anak tersebut melakukan pernikahan dini dan adapun
dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini adalah banyaknya penceraian karena belum
biasa mengurus rumah tangganya dan pola pikiranya belum dewasa (belum sempurna)
(Fatimah, 2009).7

Pernikahan usia dini tentu memiliki dampak tersendiri bagi setiap pelakunya,
pernikahan usia dini akan mengahiri masa remaja, yang seharusnya menjadi masa bagi
perkembangan fisik, emosional dan sosial mereka. Masa remaja ini juga sangat penting bagi
mereka karena ini adalah masa dimana mereka (anak-anak) dapat mempersiapkan diri untuk
memasuki usia dewasa. Praktek perkawinan atau pernikahan usia anak sering kali
menimbulkan dampak buruk terhadap status kesehatan, pendidikan, ekonomi, keamanan anak
perempuan ata laki laki dan anak anak mereka, serta menimblkan dampak yang merugikan
bagi masyarakat.
Di beberapa negara, pernikahan seorang anak menjadi masalah sosial dan masalah ekonomi,
yang kemudian terkontaminasi oleh tradisi dan budaya yang hidup dalam masyarakat. terjadi
Stigmasasi sosial dalam masyarakat berkaitan dengan praktek pernikahan yang melewati
masa puber yang dianggap sebagai sebuah aib dikalangan tertentu. Sedangkan dalam Motif
ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah menikah mengakibatkan
banyaknya orangtua yang menyetujui bahkan memaksa anaknya untuk melakukan
5
Fadlyana, E., & Larasaty, S, Pernikahan usia dini dan permasalahannya, (Sari Pediatri: 2016), hal. 136-141.
6
Inayati, I. N, (2015), Perkawinan Anak di Bawah Umur dalam Perspektif
Hukum, HAM dan Kesehatan, Jurnal Bidan, hal. 46-53.
7
Fatimah, S, (2009), Faktor-faktor pendorong pernikahan dini dan dampaknya di desa Sarimulya kecamatan
Kemusu kabupaten Boyolali. Universitas Negeri Semarang.
pernikahan di usia yang masih dini. Alasan orang tua yang menyetujui atau dalam tanda petik
memaksa anaknya melakukan pernikahan di usia dini seringkali dilandasi pula oleh ketakutan
akan terjadinya kehamilan di luar nikah yang diakibatkan oleh pergaulan yang bebas. Secara
umum, pernikahan anak yang masih dibawah umur lebih sering terjadi di kalangan keluarga
dengan ekonomi rendah (miskin), walaupun sebenarnya juga terjadi didalam kalangan
keluarga dengan standar ekonomi menengha keatas. Di banyak negara, pernikahan anak
dibawah umur seringkali terjadi karena kemiskinan. Pernikahan yang terjadi terhadap anak di
usia dini sering kali membuat strukturkeluarga, struktur masyarakat,dan bahkan membuat
mengakibatkan negara silit melepaskan diri dari keadaan yang miskin, karena apabila anak-
anak menikah di usia dini maka generasi dalam sebuah negara menjadi tidak produktif dan
menambah beban negara. Semakin muda usia sebuah pernikahan, maka akan berdampak
pada rendah tingkat pendidikan yang dicapai oleh seorang anak. Pernikahan dibawah usia
seringkali menyebabkan anak tidak bisa melanjutkan sekolah, karena seorang anak
mempunyai tanggungjawab baru yang berat, yaitu sebagai istri dan calon ibu, atau kepala
keluarga dan calon ayah, yang diharapkan berperan lebih banyak mengurus rumah tangga
maupun menjadi tulang punggung keluarga dan keharusan mencari nafkah. Pola lainnya yaitu
karena biaya pendidikan yang tak terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian
dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab orangtua menghidupi anak tersebut
kepada pasangannya.

Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan
dan usia saat menikah, semakin tinggi usia anak saat menikah maka pendidikan anak relatif
lebih tinggi dan demikian pula sebaliknya. Pernikahan di usia dini menurut penelitian
UNICEF tahun 2016 tampaknya berhubungan pula dengan derajat pendidikan yang rendah
(K. K. R. Indonesia, 2016).8 Menunda usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak
dapat mengenyam pendidikan lebih tinggi. Ketidaksetaraan jender merupakan konsekuensi
dalam pernikahan anak. Mempelai anak memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyuarakan
pendapat, menegosiasikan keinginan berhubungan seksual, memakai alat kontrasepsi, dan
mengandung anak. Demikian pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi pasangan
seringkali menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan
dalam rumah tangga tertinggi terjadi di India, terutama pada perempuan berusia 18 tahun.

8
Indonesia, K. K. R, (2016), Situasi lanjut usia (lansia) di Indonesia, Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Indonesia, R. (1974).
Perempuan yang menikah di usia yang lebih muda seringkali mengalami kekerasan. Anak
yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga cenderung tidak melakukan perlawanan,
sebagai akibatnya merekapun tidak mendapat pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial
maupun finansial. Selain itu, pernikahan dengan pasangan terpaut jauh usianya meningkatkan
risiko keluarga menjadi tidak lengkap akibat perceraian, atau menjanda karena pasangan
meninggal dunia.

B. Kajian Literatur
1. Pengertian Pernikahan Dini
Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan
oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang
berusia dibawah usia 19 tahun. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF)
menyatakan bahwa pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara
resmi atau tidak resmi yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1
Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Apabila
masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini. Pengertian secara
umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan
jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang
ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak mengalami
perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk
badan, sikap,dan cara berfikir serta bertindak,namun bukan pula orang dewasa yang telah
matang.
Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan, pada
hakikatnya di sebut masih berusia muda atau anak-anak yang ditegaskan dalam Pasal 81
ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam
kandungan, apabila melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah pernikahan
dibawah umur. Sedangkan pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang
berlangsung pada umur di bawah usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita
dan kurang dari 25 tahun pada pria. Pernikahan di usia dini rentan terhadap masalah
kesehatan reproduksi seperti meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada saat
persalinan dan nifas, melahirkan bayi prematur dan berat bayi lahir rendah serta mudah
mengalami stress.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, pernikahan adalah akad atau janji nikah yang
diucapkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan awal dari kesepakatan bagi
calon pengantin untuk saling memberi ketenangan (sakinah) dengan mengembangkan
hubungan atas dasar saling cinta dan kasih (mawaddah wa rahmah). Pernikahan adalah
awal terbentuknya sebuah keluarga.9

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pernikahan Dini


Menurut Noorkasiani, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda
di Indonesia adalah:
a. Faktor individu
1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.
Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula
berlangsungnya pernikahan sehingga mendorong terjadinya pernikahan
pada usia muda.
2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja.
Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya
pernikahan usia muda.
3) Sikap dan hubungan dengan orang tua.
Pernikahan usia muda dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan
atau menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua.
Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya pernikahan usia
muda. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan pernikahan remaja
karena ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.
4) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi,
termasuk kesulitan ekonomi.
Tidak jarang ditemukan pernikahan yang berlangsung dalam usia sangat
muda, diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status
ekonomi yang lebih tinggi
b. Faktor Keluarga Peran orang tua dalam menentukan pernikahan anak-anak
mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

9
Indonesia, K. K. R, (2016), Situasi lanjut usia (lansia) di Indonesia, Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Indonesia, R. (1974).
1) Sosial ekonomi keluarga
Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan untuk
mengawinkan anak gadisnya. Pernikahan tersebut akan memperoleh dua
keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung
jawab suami atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di
keluarga, yaitu menantu yang dengan sukarela membantu keluarga istrinya.
2) Tingkat pendidikan keluarga
Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan
pernikahan diusia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan
pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga.
3) Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga.
Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan
terjadinya pernikahan diusia muda. Sering ditemukan orang tua mengawinkan
anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan untuk
meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga,
dan atau untuk menjaga garis keturunan keluarga.
4) Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah remaja.
Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau mengatasi
masalah remaja, (misal: anak gadisnya melakukan perbuatan zina), anak gadis
tersebut dinikahkan sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk
menghadapi rasa malu atau rasa bersalah.
Macam-macam peran orang tua dalam BKKBN dijelaskan bahwa peran orang
tua terdiri dari:
a) Peran sebagai pendidik
Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari
pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah.
Selain itu nilai-nilai agama dan moral, terutama nilai kejujuran perlu
ditanamkan kepada anaknya sejak dini sebagi bekal dan benteng untuk
menghadapi perubahanperubahan yang terjadi.
b) Peran sebagai pendorong
Sebagai anak yang sedang menghadapi masa peralihan, anak
membutuhkan dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan
rasa percaya diri dalam menghadapi masalah.
c) Peran sebagai panutan
Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak, baik dalam
berkata jujur maupun ataupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
dan bermasyarakat.
d) Peran sebagai teman
Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan. Orang tua
perlu lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua dapat
menjadi informasi, teman bicara atau teman bertukar pikiran tentang
kesulitan atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman dan
terlindungi.
e) Peran sebagai pengawas
Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap dan perilaku
anak agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh
lingkungan baik dari lungkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan
masyarakat.
f) Peran sebagai konselor
Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai positif dan
negatif sehingga anak mampu mengambil keputusan yang terbaik.
c. Faktor masyarakat lingkungan
1) Adat istiadat
Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak gadis yang
telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang “aib” bagi
keluarganya. Upaya orang tua untuk mengatasi hal tersebut ialah menikahkan
anak gadis yangdimilikinya secepat mungkin sehingga mendorong
terjadinyaperkawinan usia muda.
2) Pandangan dan kepercayaan
Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapatpula
mendorong terjadinya perkawinan di usia muda. Contoh pandangan yang
salah dan dipercayai oleh masyarakat, yaitu anggapan bahwa kedewasaan
seseorang dinilai dari statusperkawinan, status janda lebih baik daripada
perawan tua dankejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan
perkawinan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga dapat
menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda, misalnya sebagian besar
masyarakat juga pemuka agama menganggap bahwa akil baliq ialah ketika
seorang anak mendapatkan haid pertama, berarti anak wanita tersebut dapat
dinikahkan, padahal akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak
wanita melampaui masa remaja.
3) Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
Sering ditemukan perkawinan usia muda karena beberapa pemuka masyarakat
tertentu menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan yang dimilikinya, yaitu
dengan mempergunakan kedudukannya untuk kawin lagi dan lebih memilih
menikahi wanita yang masih muda, bukan dengan wanita yang telah berusia
lanjut.
4) Tingkat pendidikan masyarakat
Perkawinan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan masyarakat
secara keseluruhan. Masyarakat yang tingkat pendidikannya amat rendah
cenderung mengawinkan anaknya dalam usia yang masih muda.
5) Tingkat ekonomi masyarakat
Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering memilih
perkawinan sebagai jalan keluar dalam mengatasi kesulitan ekonomi.
6) Tingkat kesehatan penduduk
Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum memuaskan dengan
masih tingginya angka kematian, sering pula ditemukan perkawinan usia
muda di daerah tersebut.
7) Perubahan nilai
Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu semakin bebasnya
hubungan antara pria dan wanita.
8) Peraturan perundang-undangan
Peran peraturan perundang-undangan dalam perkawinan usia muda cukup
besar. Jika peraturan perundang-undangan masih membenarkan perkawinan
usia muda, akan terus ditemukan perkawinan usia muda.
C. Metode Pelaksanaan Pengabdian
Di dalam pelaksanaan pengabdian ini (sosialisasi) diawali dengan melakukan
observasi awal di lapangan, hal ini guna melihat bagaimana kehidupan masyarakat Desa
Mujirahayu Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah secara umum dan
secara khusus kehidupan anak-anak muda di Desa Mujirahayu. Oleh karena saya adalah
warga desa Mujirahayu sehingga sudah mengetahui bagaimana keadaan desa Mujirahayu
ini termasuk mengenai masalah pernikahan dini yang kebanyakan alasannya adalah
karena hamil di luar nikah. Hal ini penting dilakukan sebagai dasar dalam melaksanakan
kegiatan sosialisasi.
Materi yang disosialisasikan dalam kegiatan ini adalah Undang-undang (UU) nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan, lebih spesifik lagi terkait pasal 7 (tujuh) ayat (1) tentang
batas minimum usia perkawinan, yang sebelumnya (sebelum revisi) bahwa, batas usia
perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun. Sosialisasi dilaksanakan hanya
sosialisasi tidak resmi yang tidak melibatkan pemerintah Desa Mujirahayu tetapi hanya
melibatkan mahasiswa KPM termasuk saya sendiri, remaja putri Desa Mujirahayu, dan
ibu-ibu KWT Maju Bersama.
Berikut adalah program kerja selama 60 hari melakukan KPM DR.

No Program Kerja Waktu

1 Kegiatan bersama ibu-ibu Kelompok Wanita Tani "Maju Setiap hari Minggu
Bersama" desa Mujirahayu pukul 09.00-11.30
wib

2 Membantu mengajar RA Bustanus Sibyan Mujirahayu Senin-Jumat pukul


07.00-09.00 wib

3 Membantu mengajar ngaji di TPA Nurul Hidayah Setiap hari selain


Mujirahayu Kamis pukul
16.00-18.00 wib

4 Kegiatan bersih-bersih, menanam dan memanen sayuran Setiap hari Rabu


bersama ibu-ibu Kelompok Wanita Tan i"Melati" pukul 09.00-11.30
wib

5 Membuat materi lomba khusus untuk TPA Nurul Hidayah Sabtu dan Minggu,
Mujirahayu 14-15 Agustus
2021 pukul 09.00-
selesai.

6 Membuat hiasan bendera merah putih dari Aqua untuk Rabu, Kamis,
menghias kwt Melati dan dari plastic merah putih untuk Jum'at, 11-13
menghias TPA Nurul Hidayah Agustus 2021
pukul 09.00-
selesai.

7 Menjadi juri dalam lomba khusus TPA Nurul Hidayah Minggu dan Senin,
15-16 Agustus
2021 puku l13.00-
16.00 wib
8 Pawai bersama anak-anak TPA Nurul Hidayah kemudian Selasa, 17 Agustus
menjadi panitia dalam lomba 17-an di TPA Nurul Hidayah 2021 pukul 08.30-
14.00 wib

9 Membantu dalam acara doa bersama dilapanga mujirahayu Senin, 16 Agustus


dalam rangka memperingati kemerdekaan Indonesia 2021 pukul 19.00-
selesai

10 Memasang plang nama kepala dusun dan plang nama kwt Jum'at, 10
September 2021
pukul 15.00-17.30
wib

11 Senam terapi bersama ibu-ibu Setiap hari minggu,


pukul 16.30-17.30
wib

12 Bersih-bersih Balai desa Jum'at, 10


September 2021
pukul 09.00-11.30
wib

13 Kegiatan penarikan mahasiswa KPM oleh dosen Minggu, 11


pembimbing lapangan(DPL)dibalai desa Mujirahayu. September 2021
pukul 09.00-
selesai.

D. Hasil Dan Luaran Yang Dicapai


Sosialisasi Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan di Desa Mujirahayu
Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Pada gambar 1 dan gambar 2.
Menunjukkan pelaksaan sosialisasi, di mana terlihat peserta sosialisasi sangat antusias
mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut. Materi yang disampaikan tentang aturan
perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, berdasarkan hasil temuan
lapangan bahwa berdasarkan hasil pengamatan langsung bahwa banyak masyarakat
setempat menikahkan sepasang kekasih dibawah umur karena alasan hamil diluar nikah,
hal ini tentunya disebabkan karena tidak maksimalnya pengawasan dari para orang tua,
dan atau disebabkan karena faktor kesibukan orang tua di kebun dan sawah, sehingga
perhatian terhadap anak tidak maksimal. Selain itu penyebab banyakknya pernikahan dini
adalah ternyata masih sangat banyak masyarakat yang tidak paham tentang aturan dalam
praktek perkawinan, hal ini disebabkan karena tidak adanya sosialisasi dari instansi
terkait, sehingga tidak sedikit masyarakat atau anak muda melakukan tindakan
inkonstitusional (menikah dini) oleh karena itu kedepannya perlu kiranya dilakuakan
sosialisasi dimulai dari tingkat dusun sampai ke tingkat desa. Ada hal lain juga yang
ditemukan dilapangan. Penyebeb lain juga berdasarkan hasil diskusi dengan peserta
bahwa secara umum struktur masyarakat juga tidak jalan, seperti control sosial, baik
dilakukan oleh tokoh agama, adat, pemuda maupun dari pemerintah desa Mujirahayu itu
sendiri. Selanjutnya disampaikan pula terkait dampak negatif dan posistif terkait praktek
pernikahan dini. Ada beberapa dampak buruk yang yang ditimbulkan dari pernikahan dini
yaitu:
1. Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Berdasarkan temuan dari Plan, bahwa ada sebanyak 44 % (empat puluh empat) anak
perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) akibat menikah muda
atau dini sedangkan ada 56% anak perempuan mengalami KDRT dalam frekuensi
yang masih rendah (Harkrisnowo, 2003).10
2. Resiko Meninggal
Selain masih tingginya kasus KDRT, perkawinan dini juga bisa berdampak secara
langsung terhadap reproduksi anak perempuan. Anak perempuan bedasarkan data
ditemukan bahwa yang berusia 10 sampai 14 tahun memiliki kemungkinan lebih
besar gagal reproduksi, apabila dibandingkan dengan perempuan yang menikah pada
usia 20 sampai 25 tahun. Sementara itu, anak yang menikah dini atau di usia 15
sampai 19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar.

Harkrisnowo, H. (2003), Domestic Violence, (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) Dalam Perspektif
10

Kriminologi dan Yuridis, 1, 709.


3. Terputusnya Akses Pendidikan
Sementara itu Disektor pendidikan, perkawinan di usia dini bisa mengakibatkan
seorang anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Hanya sekitar 5,6
% anak nikah yang menikah dini yang masih melanjutkan sekolah pasca perkawinan.
Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kesehatan. Batas
umur yang lebih rendah bagi wanita untuk kawin mengakibatkan resiko lebih tinggi
masalah utama yang dirasakan adalah khususnya wanita yang hamilnya terlalu awal.
oleh karena itu undangundang menentukan batas untuk umur kawin atau menikah
bagi pria dan wanita adalah 19 tahun.
Adapun dampak dari pernikahan usia dini dapat diklastekan menjadi dua
yaitu: dampak positif: a) mengurangi beban orang tua. b) belajar memikul beban dan
tanggungjawab. c) terhindar dari perbuatan Zina. Dampak negatif: a) menghambat
terjadinya proses pendidikan. b) timbul konflik berujung cerai. c) timbulnya KDRT.
d) banyak anak yang terlantar. e) tidak memiliki jaminan masa depan. f) gangguan
mental. Di dalam undang-undang tersebut, anak adalah yang belum menginjak usia 18
Tahun, sehingga ketentuan dewasa menurut undang-undang ini adalah 18 tahun.
Undang-undang perlindungan anakpun mengatur bahwa, orang tua memiliki
kewajiban dan harus bertanggungjawab dalam mencegah terjadinya perkawinan di
usia dini (R. Indonesia, 1999).11 Jadi apa bila perkawinan di bawah umur terjadi maka
perkawinan tersebut dinyatakan tidak dapat memenuhi syarat dan dapat dibatalkan.
Kententuan ini sebenaranya tidak menyelasaian masalah dan tidak adil bagi wanita.
Bagaimanapun jika perkawinan sudah berlangsung pasti membawa akibat, baik, dari
aspek fisik maupun psikis. Tampaklah bahwah dari aspek hukum, perkawinan di
bawah umur merupakan perbuatan melakukan undang-undang, terutama terkait
ketentuan batas umur untuk kawin. Perkawinan merupakan kententuan ke pada Allah
SWT. Yang patut diperhatikan dalam rangka menjaga keberadaan ciptaanya,
perkawinan adalah masalah yang aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, rumah
tangga yang menginginkan kedamaian, dan kesejahteraan dan kerukunan di dunia ini
adalah rumah tangga yang sakinah. Untuk itu tujuan perkawinan dalam undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ini terdapat pada pasal 1, yang

11
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Lembaran Negara RI Tahun, (1). Indonesia, R.
(1999).
dimana telah diuraikan dalam pengertian perkawinan, yaitu membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal (R. Indonesia, 1974).
Selain dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, dalam hukum Islam atau
Kompilasi Hukum Islam juga terdapat syarat-syarat sah yang harus dipenuhi, salah
satunya adalah telah balig dan mempunyai kecakapan yang sempurna, yaitu telah
mencapai umur yang ditetapkan undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1,
yakni suami atau istri sekurangnya 19 (sembilan belas) tahun. Namun dalam tujuan
secara umum atau secara Kompilasi Hukum Islam, tujuan utamanya adalah
menjalankan perintah Allah SWT, sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 2
Kompilasi Hukum Islam (R. Indonesia, 1974).
E. Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapan disimpulkan bahwa, banyak remaja
Mujirahayu yang menikah dini karena hamil di luar nikah, sehingga biarpun umur belum
mencukupi untuk menikah sesuai yang diatur oleh Undang-Undang No 1 Tahun 1974
orang tua tetap menikahkan anak-anak mereka tersebut. Selain itu, sejauh ini masih
banyak masyarakat di desa Mujirahayu yang belum melek terhadap peraturan perundang-
undangan terkait perkawinan, masih banyak praktek pernikahan dibawah umur,
perceraian dini yang di akibatkan karena ketidaksiapan mental, dan juga masih sangat
minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh instansi terkait. Harapan kedepannya
pemerintah desa sampi level provinsi harus mampu melaksanakan program
pemberdayaan masyarakat khususnya untuk para remaja guna memastikan setiap anak
muda memenfaatkan kesempatan untuk lebih produktif berkarya tampa harus terjerat
pernikahan dini yang sebenarnya tidak mereka kehendaki dan perlu adanya kontrol dari
orangtua, agar pergaulan anak-anak mereka lebih terkendali dan terjaga.

Daftar Pustaka

Daud Ali, M. (1997). Hukum Islam dan Peradilan Agama: Kumpulan Tulisan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Dharma, A. D. S. (2015). Keberagaman Pengaturan Batas Usia Dewasa Seseorang untuk


Melakukan Perbuatan Hukum dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
Repertorium, 2(2).

Fadlyana, E., & Larasaty, S. (2016). Pernikahan usia dini dan permasalahannya. Sari Pediatri,
11(2), 136-141.
Fatimah, S. (2009). Faktor-faktor pendorong pernikahan dini dan dampaknya di desa
Sarimulya kecamatan Kemusu kabupaten Boyolali. Universitas Negeri Semarang.

Hadiwardoyo, A. P. (1994). Moral dan masalahnya. Kanisius.

Harkrisnowo, H. (2003). Domestic Violence (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) Dalam


Perspektif Kriminologi dan Yuridis, 1, 709.

Inayati, I. N. (2015). Perkawinan Anak di Bawah Umur dalam Perspektif Hukum, HAM dan
Kesehatan. Jurnal Bidan, 1(1), 46-53.

Indonesia, K. K. R. (2016). Situasi lanjut usia (lansia) di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia, R. (1974).

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Lembaran Negara RI Tahun, (1).
Indonesia, R. (1999).

Anda mungkin juga menyukai