Anda di halaman 1dari 23

Kalila Az-Zahra

Pandu Pratama

Kalila dan Pandu, dua orang berbeda jenis kelamin yang sudah sejak kecil bersama, mereka juga berbeda
usia, selisih usia mereka 3 tahun, saat Pandu SMA kelas 3, Lila kelas 3 SMP. Rumah yang berdekatan,
keluarga yang sudah saling akrab membuat keluarga Pandu dan Lila berhubungan dekat bahkan sudah
seperti keluarga, meskipun mereka sebenarnya hanya bertetangga. Tapi ya begitulah, meskipun keluarga
mereka akrab dan bahkan mereka sudah terbiasa bersama sejak kecil namun hubungan Pandu dan Lila
tidak seakrab dan seakur keluarga mereka, selalu ada saja hal yang membuat mereka berselisih. Kalau
tidak berselisih, salah satunya pasti mengganggu yang lain begitupun sebaliknya.

Seperti saat ini, Lila yang ditinggal orangtuanya pulang kampung ke Lampung membuat perempuan
berusia 24 tahun itu pagi-pagi seperti ini sudah berada di rumah tetangganya.

"Biar Lila bantu Tante" ucap Lila menawarkan bantuan pada perempuan di depannya itu

"Nggak usah La, ini juga sudah mau selesai kok. Kalau kamu mau bantu Tante, tolong bangunin Pandu
ya"

"Oh iya Tante, pasti Lila bantu. Kalau gitu Lila ke atas dulu ya" pamit Lila ke kamar Pandu untuk
membangunkan si pemilik kamarnya itu

Sesampainya di kamar Pandu, Lila langsung beraksi. Perempuan itu menarik hidung Pandu hingga si
pemiliknya merasa terganggu dan terpaksa membuka matanya.

"Hmm rasakan.."ucap Lila dengan tangannya sudah menarik hidung Pandu

Akhirnya si pemilik hidung pun membuka matanya walaupun terlihat masih enggan untuk bangun, "Apa-
apaan sih kamu La? Nggak sopan banget orang tidur di tarik hidungnya" protes Pandu pada perempuan di
depannya itu dengan memegang hidungnya

"Halah sok-sok'an ngomongin sopan santun, Abang tuh yang nggak sopan, udah jam segini belum bangun
juga." ucap Lila cemberut

"Ada apaan sih? Pagi-pagi sudah ganggu" ucap Pandu kesal

"Bangun noh! Lihat udah jam 7 belum bangun juga, bujang kok kayak begitu, Abang nggak sholat ya?"
Tuduh Lila pada laki-laki di depannya itu yang masih berselimut di atas ranjang

"Ngawur, aku ini masih punya iman kali La senakal-nakalnya aku" elak Pandu mendengar ucapan Lila

"Baguslah kalau gitu, yasudah cepetan bangun mandi terus sarapan, kerja kan situ?" celoteh Lila lagi

"Keluar sono kamu! Ganggu aja, tanpa kamu kasih tahu, gue juga sudah tahu apa yang harus gue lakuin
lala koala" ucap Pandu dengan melempar Lila dengan bantal kemudian langsung berlari ke kamar mandi

"Dasar papan randu!!" Teriak Lila pada Pandu


Di dalam kamar mandi, Pandu teriak pada si Lila, "Hahaha, sono keluar bocah, mau nungguin abang
keluar terus cuman pake handuk doang ya" ucap Pandu menjahili Lila

"Ih amit-amit ya Allah, siapa juga yang mau lihat situ" ucap Lila dan langsung kelaur dari kamar Pandu

Di meja makan, bapak dan ibunya Pandu sudah duduk bersiap untuk sarapan, "Udah bangun si Pandu
La?" tanya Lani pada tetangganya yang baru turun dari kamar anaknya

"Udah Tante, lagi mandi" jawab Lila tersenyum dan langsung duduk di samping Kami itu

"Yaudah gek sarapan sini La" ajak Lani

"Iya Tante, maaf ya Lila ngrepotin mulu"

"Ngomong apa sih kamu La? Siapa yang ngerepotin coba, Tante seneng loh kamu di sini jadinya rame ya
Pak pagi-pagi gini"

''Iya La, om sama Tante seneng malahan kamu sarapan di sini, tinggal di sini juga tambah seneng.
Apalagi kalau kamu jadi menantunya kami, ya buk?" ucap Pak Darma ayah Pandu

Kami tersenyum, "Bener itu pak"

"Hehehe om sama Tante bisa aja deh, aku sama bang Pandu itu cocoknya jadi adek kakak, orang
kerjaannya gelut terus loh, masa mau jadi suami istri, lucu lah" ucap Lila tertawa menanggapi ucapan
suami istri di depannya

Saat mereka bertiga masih ketawa ketiwi karena obrolan mereka, si Pandu yang sudah siap dengan
pakaian kerjanya turun dan ikut sarapan di samping bapaknya.

"Pada ngetawain apa sih kok kayaknya seru banget" tanya Pandu yang heran pada orangtua dan
tetangganya itu yang terlihat sedang tertawa

"Eh Pandu, ini loh lagi ngomongin kamu" ucap Darma Apada anak laki-lakinya itu

"Ngomongin Pandu Pak?"

"Iya, ini loh Ndu, Lila bapak suruh jadi mantu ibu sama bapa" jawab Darma lagi dengan tersenyum

"Ngawur bapak ini, maksudnya bapak ibu minta Lala koala ini jadi istrinya Pandu?" tanya Pandu tak
percaya

"Iya" jawab Lani singkat

"Hahahaha, ogahlah Pandu punya istri kayak dia" tolak Pandu mentah-mentah dengan menatap Lila yang
juga menatapnya kesal

Lila yang mendengar Pandu pun tak kalah kesalnya, bahkan ia sudah siap-siap menggunakan sendoknya
untuk memukul kepala Pandu yang berada di depannya itu. "Siapa juga yang mau nikah sama Abang hah?
Abang kira aku mau? Aku juga ogah tahuuu" protes Lila ia hendak menggunakan sendoknya untuk
memukul Pandu tapi ia urungkan karena ada orang tua Pandu di depan mereka
"Ya baguslah kalau begitu, lihat kan Pak Buk, kami berdua tidak cocok," ucap enteng Pandu dengan
memakan sarapannya

Setelah sarapan, keluarga itu pun segera melakukan aktivitas masing-masing seperti biasa. Pak Darma
yang jadi guru PNS di SMA 4, Bu Lani yang menjadi penjual lontong beserta kawan-kawannya, Pandu
yang berkerja di perusahaan dan Lila yang bekerja di butik yang letaknya tepat di depan kantor Pandu.

"Nggak berangkat bareng Pandu saja La? Kan hadep-hadepan butikmu sama kantor Pandu?" ucap Lani
mengingatkan Lila yang hendak mencari ojek di luar

Lila tersenyum sok polos, dan Pandu yang melihatnya pun mengerti pasti ada rencana yang
disembunyikan perempuan itu.

"Iya mbok bareng aja kan lebih efisien, Lila hemat terus Pandu ada temen ngobrol di jalan jadi nggak
akan melamun" kali ini Pak Darma yang bicara

"Emm..tapi takut merepotkan bang Pandu om tante" ucap Lila tersenyum canggung, ya walaupun hanya
dibuat-buat dan hanya Pandu yang mengerti sifat perempuan itu

"Enggak ngerepotin La, bener kata om tadi malahan Pandu ada yang nemenin ngobrol soalnya kalau
sendirian dia suka melamun dan nggak fokus di jalan nanti" Bu Lani ikut berkomentar merayu Lila agar
mau

"Udahlah, kalau mau ya ayok kalau nggak yasudah, ini telat nanti kalau nggak berangkat sekarang" ucap
Pandu datar

"Yasudah kalau gitu karena bang Pandu nggak merasa direpotkan Lila akan bareng bang Pandu om tente"
ucap Lila tersenyum sok manis

"Sudah ku duga pasti akhirnya ya begini, dasar bocah koala sok jual mahal" ucap Pandu pelan karena
gregetan dengan sikap tetangganya itu

"Kami pamit ya om tente, assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam" jawab suami istri itu

"Pandu berangkat dulu Pak Buk" kali ini Pandu yang pamit pada orang tuanya

''Ati-ati loh Ndu, jangan ngebut-ngebut, itu kamu bawa anak orang loh" teriak ibu pas anak lelakinya
yang belum jauh mengendarai motornya

Pandu yang mendengar ucapan ibunya pun menjawab, "Iyalah anak orang masak anak monyet sih" ucap
Pandu pelan tapi Lila masih bisa mendengarnya

Lila yang mendengar ucapan Pandu pun langsung mencubit pinggang laki-laki itu, Reflek si Pandu pun
memukul tangan Lila yang mencubit pinggangnya,

"Enak aja kalau ngomong. Kalau nggak ikhlas kenapa mau bonceng hah?"
"Memangnya kalau aku bilang nggak mau bapak sama ibuk bakal diem aja terus terima begitu? Jadi
ikhlas nggak ikhlas pasti akhirnya ya begini, akhirnya ya bonceng kamu"

"Abangkan sudah tahu akhirnya begini, jadi ya harus terima dong"

"Udahlah diem saja kamu La, ini mau nyetir biar nggak telat"

"Iya-iya" ucap Lila cemberut

Sekitar 20 menit mengendarai motornya, akhirnya Pandu dan Lila telah sampai di tempat kerjanya.

"Makasih ya bang" ucap Lila datar

"Iya-iya, bilang terimakasih kok mukanya jutek kayak begitu. Aneh" sindir Pandu pada Lila

"Terserah yang penting aku sudah bilang makasih" ucap Lila langsung menuju butik tempat kerjanya

"Wanita aneh, gitu-gitu bapak sama ibuk ingin punya mantu kayak dia, memangnya apa yang dilihat dari
si Lila koala itu? Nggak ada untung-untungnya sama sekali" ucap Pandu bicara sendiri setelah Lila masuk
ke tempat kerjanya

Setelah berbelok ke butik Lila, Pandu pun langsung menuju ke kantor tempatnya bekerja.

Sesampainya Pandu di kantor tempatnya berkerja, dia langsung masuk dan melakukan aktivitas seperti
hari-hari kerja biasanya.

"Woi..." Pandu kaget gara-gara Dito teman sekantornya sekaligus teman dekatnya yang baru datang dan
langsung mengagetkannya

"Ya Allah" ucap Pandu kaget dengan memegang dadanya, "Sialan lo Dit, kurang kerjaan banget sih pagi-
pagi udah ngagetin gue"

"Hahahaha...maaf Ndu, abisnya daripada diem-diem baek mending bikin lo kagetkan" ucap Dito tertawa

Seperti biasanya para karyawan semua bekerja pada bidangnya masing-masing sampai jam istirahat
seperti sekarang ini, tentu saja semu karyawan istirahat untuk makan siang atau sholat zhuhur sebelum
mereka kembali bekerja, tak terkecuali si Pandu dan Dito, dua lelaki yang selalu berusama pas di kantor
gini.

"Waktunya makan-makan" ucap Dito antusias saat mereka masih di musholla kantor

Pandu yang sedang membenarkan rambutnya yang basah karena wudhu sudah bersiap mengisi perutnya
di jamnya ini.

"Ayok bro, udah laper banget ini" ajak Dito nggak sabaran, "Ke warung pecel lele nya Pak Amin yok
Ndu!" Ajak Dito pada temannya itu

"Yaudah ayok, keburu rame kita nggak kebagian waktu" ucap Pandu yang berjalan di depan Dito
Di butik depan kantor Pandu berkerja, Lila dan Sofi juga baru selesai menjalankan shalat zhuhur dan
bersiap untuk mengisi perut mereka.

"Mau makan di mana Sof?"

"Di tempat Pak Amin aja ya? Gue laper banget ini" jawab Sofi dengan melipat mukenah ya

"Yaudah yok"

Warung Pak Amin hanya di pojok tempat kerja Lila dan Pandu, jadi tidak membutuhkan waktu lama
hanya dengan berjalan kaki pun akan cepat sampai. Sampai di sana sudah penuh pembeli hingga hanya
tersisa 1 meja dengan kursi panjangnya, tentu saja Land uu dan Dito cepat-cepat duduk agar tidak di
serobot orang.

"Wah, untung aja kita nggak telat dikit aja bisa-bisa kita nggak kebagian tempat Ndu"

"Pak dua ya bebek goreng sambelnya yang banyak, minumnya es teh manis 2 ya Pak" pesan Pandu pada
pria paruh baya pemilik warung pinggir jalan ini

"Siap mas Pandu" ucap Pak Amin tersenyum

Saat Pandu dan Dito sedang menunggu pesanan mereka, dengan memainkan game di hp, tiba-tiba Lila
dan temannya juga datang tentu membuat si Pandu kaget.

"Yah nggak ada tempat lagi La, gimana dong?" Ucap Sofi putus asa

"Lo sih lama banget dandannya, muka masih tetep aja pake dandan lama" sewot Lila pada sahabatnya itu

"Ih tega banget sih mulut lo La, bukan karena pengen cantik tapi poles dikitlah La"

Lila kesal karena semua meja di warung Pak Amin penuh, tapi matanya kali ini melihat seseorang yang ia
kenal yang duduk di meja paling pojok, dengan semringah Lila langsung duduk di depan 2 pemuda itu

"Ayok ikut gue" ajak Lika dengan menarik tangan temannya itu

"Bang Pandu" ucap Lila sengaja untuk mengagetkan pria yang bernama Pandu yang sedang asik bermain
hp

"Ngapain di sini?" tanya Pandu pada tetangganya itu

"Ya makanlah bang, masak iya di sini mau nonton" jawab Lila santai dengan tersenyum

"Gue tahu, tapi ngapain sih di sini juga? Di rumah udah bareng sekarang di kantor bareng juga? Terus
ngapain duduk di sini?"

"Jadi ini tetangga yang sering lo ceritain itu ya Ndu?" Tanya Dito pelan

"Iyah"

"Abang nggak lihat tuh penuh semua, dan cuman di sini yang masih kosong jadi boleh ya bang kami
duduk di sini?"
"Iya Mas Pandu, plis ya, ini saya udah laper banget loh, nggak kasihan sama kami mas?" ucap Sofi
menambahkan agar pria di depannya itu mengizinkan

"Udahlah Ndu, izinin aja sih" ucap Dito pada temannya itu

"Yaudah-yaudah boleh, tapi awas lo lala koala kalau sampe ngikutin gue lagi besok-besok"

"Siapa sih yang ngikutin Abang, orang aku sama Sofi udah janjian mau makan di sini kok"

"Udah kita duduk La, gue udah laper banget ini"

Akhirnya Lila dan Sofi jadi makan di depan Pandu dan Dito.

Saat mereka berempat sedang menyantap makan siang, Lila kembali bersuara karena tidak terima dengan
tuduhan Pandu tadi

"Asal Abang tahu ya, aku sama Sofi nggak sengaja tadi ketemu Abang di sini, apalagi sampai ngikutin
abang, jangan pede deh" ucap Lila dengan mengunyah makanannya

Pandu hanya menatap Lila sekilas dengan mulutnya yang mengunyah nasi dan ikannya.

"Kenapa? Abang nggak percaya?" tanya Lila pada Pandu yang hanya diam saja

"Perlu aku buktiin, Sof benerkan kita memang janjian kesini bukan buat ngikutin abang-abang ini?"

Sofi yang ditanya pun hanya mengangguk tanpa bicara, "Tuh Abang lihat kan?"

"Udah sih La, makan dulu sono bukan malah nyerocos mulu" kaki ini Pandu mulai bicara

"Iya-iya" ucap Lila menurut dengan cemberut

*Gagal Sudah

Di sebuah restoran, Leni membuat janji dengan pacar anaknya yang tak lain adalah Ayu, dia sudah tak
tahan bila harus diam saja melihat sikap Ayu itu, bener-bener greget katanya. Tak menunggu lama
akhirnya yang ditunggu pun datang, Ayu dengan setelah kantornya.

"Tante" sapa Ayu pada ibu pacarnya dengan mencium tangan Leni

"Silahkan duduk Yu" ucap Leni balik dengan tersenyum walaupun sebenarnya ia enggan senyum ke
wanita di depannya itu

Yang disuruh pun langsung duduk, "Ada apa Tante tumben ngajakin Ayu ketemu?"

"Begini Ayu, emm.. sebenernya kamu itu mau nikah nggak sih sama Pandu?''

"Iya Tante, Ayu mau nikah sama anak Tante. Memangnya ada apa, kenapa Tante bertanya seperti itu?''
"Kalau gitu kenapa kamu kasih syarat macem-macem? Kamu yang nggak mau serumah sama kami, kamu
yang mau Pandu keluar dari kantor. Kamu kan yang nyuruh Pandu resign dari kantornya?"

"Begini tante, sebenarnya bukannya Ayu kasih syarat macem-macem, tapi itu perjanjian jika nanti kami
menikah maka apa yang sudah kami janjikan itu harus dipenuhi sama Pandu. Lagipula apa masalahnya
tante?" ucap Ayu santai dengan senyum tipisnya

"Ya masalah lah Yu, Tante pengen tahu sebenarnya apa alasan kamu nggak mau serumah sama kami?
Apa karena rumah kami nggak mewah atau karena kamu nggak mau sama mertua seperti saya dan suami
saya?" ucap Leni tegas

"Itu prinsip Ayu, cita-cita Ayu jika sudah menikah maka kami harus beda rumah baik sama orangtua Ayu
ataupun orangtua suami karena bagi Ayu ketika kami sudah menikah kami sudah terpisah segala urusan
dengan orangtua, jadi orangtua tidak perlu lagi ikut campur dengan masalah kami. Kalau kami serumah
dengan keluarga pasti jika ada masalah orangtua akan ikut campur dan bukan malah menyelesaikan tapi
malah menambah masalah"

"Jadi begitu?" Ucap Leni dengan menahan emosinya,

"Kamu berfikir kalau adanya orangtua malah akan menambah masalah bukan menyelesaikannya
begitukan? Terus menurutmu kalau nggak ada orangtua kamu bisa ada? Kamu pikir kamu bisa semuanya
tanpa orangtua hah? Terus kamu bisa sampai seperti ini kamu pikir tanpa bantuan orangtua juga hah?
Jawab Yu!" ucap Leni panjang lebar dengan emosi yang benar-benar ingin ia keluarkan tapi ia ingat ini
bukan tempat yang tepat untuk meluapkan emosinyai

"Bukan begitu tante, Tante salah tanggap."

"Terserah tapi yang kamu katakan tadi memang begitu maksudnya," ucap Leni jutek dengan
memalingkan wajahnya

" Tapi apa kamu nggak paham bagaimana kami yang hanya punya anak tunggal tapi harus pisah karena
pernikahan? Kamu ngerti nggak sih impian kami para orangtua meskipun anak-anaknya sudah menikah
kalau bisa bareng-bareng terus, barang anak, menantu dan cucu, apalagi kami yang anaknya cuman satu.
Lalu kamu bilang ingin pisah rumah dengan kami? Apa kamu sangat takut kalau saya akan siksa kamu
begitu Yu?"

"Bukan begitu tante, tapi Ayu rasa lebih nyaman saja tinggal berpisah dari orangtua''

"Pokonya kalau kalian nanti nikah tinggal saja bareng kami, daripada rumah seluas itu hanya saya dan
suami yang menempatinya. Pokoknya itu wajib. Sudah Yu hanya itu yang ingin saya sampaikan, inget
Pandu nanti itu bakal jadi imammu, pemimpin rumah tangga.mu, jadi kamu harus nurut sama Pandu
bukan malah pandu yang nurut sama kamu. Permisi assalamualaikum" ucap Leni jutek dengan langsung
meninggalkan Ayu yang masih duduk

"Wa'alaikumussalam" ucap Ayu menjawab salam dari ibu pacarnya


Ayu yang mendengar penuturan calon mertuanya pun hanya diam, bukan diam karena terima tapi dia
diam dengan memendam unek-unek dihatinya yang juga ingin segera ia keluarkan. Ia juga tetap kekeh
dengan keinginannya kalau mereka nanti menikah harus berpisah rumah dengan orangtua.

"Ini harus segera diselesaikan" ucapnya sendiri dan langsung pergi meninggalkan restoran tempatnya
janjian dengan ibu pacarnya itu.

Sesampainya di rumah, Leni benar-benar tak tahan lagi untuk memendam emosinya, tadi karena di
tempat umum jadi ia tak bisa meluapkan emosinya pada pacar anaknya itu, kalau saja mereka sedang di
rumah tentu saja sudah sejak awal tadi dia memarahi wanita itu.

"Bener-bener ya gadis jaman sekarang, belum apa-apa sudah minta aneh-aneh" ucap Leni yang baru
sampai di rumah, kebetulan saat itu suaminya dan Pandu sudah pulang kerja jadi mereka bisa melihat
kelakuan wanita yang baru datang itu. Pandu dan pak Darma sedang menonton TV di sana saat Leni baru
datang

''Ada apa sih buk? Baru datang kok sudah marah-marah?" tanya pak Darma pada istrinya yang baru
datang

Pandu pun juga bingung melihat kelakuan sang ibu, "Salam kek buk baru datang, malah misoh-misoh
gitu. Kayaknya gara-gara pulang Maghrib deh, Maghrib kan nggak boleh keluar-keluar, ngeyel sih" sindir
Pandu pada ibunya

"Menengo wae lah Ndu! jengkel ibuk Karo kowe., maksud kamu itu ibuk ketempelan begitu? Dasar anak
nggak urus!" Ucap Leni kesal dengan menatap kesal putranya itu

"Kenapa jadi Pandu yang disalahin buk? Orang aku dari tadi disini sama bapak kok, ya kan pak?" ucap
Pandu tak terima dengan ibunya itu

"Memangnya ada apa toh buk?" tanya Darma lagi

"Itu loh pak, gadis jaman sekarang belum jadi istri aja udah ngatur-ngatur kaya bos saja. Ibuk sampe
greget sendiri, kalau saja tadi bukan ditempat umum sudah ibu marahi habis-habisan itu" jawab Leni
menjelaskan dengan emosi

"Memangnya yang ibuk maksud itu siapa?"

"Pacare anakmu itu, bikin jengkel aja. Kalau begini ibuk bisa-bisa darah tinggi terus" ucap Leni langsung
masuk meninggalkan suami dan juga anaknya di ruang tv

Pandu dan Pak Darma saling menatap mendengar ucapan Leni, apalagi Pandu, ia tidak habis pikir
ternyata gadis menjengkelkan yang ibunya maksud adalah pacarnya, artinya ibunya bertemu dengan Ayu.
Pandu khawatir, ia pun langsung ke kamarnya dan menghubungi pacarnya itu.

"Halo, kamu di mana?" tanya Pandu pada seseorang yang ia hubungi

"Di rumahlah, baru sampai rumah aku, ada apa?" tanya seseorang itu pura-pura tidak tahu

"Ayok kita bertemu, ini penting"


"Ngapain? Aku baru pulang Ndu, capek" tolak Ayu beralasan

"Sebentar saja, ini penting Yu, dan harus segera diselesaikan"

"Yaudah, dimana?"

"Di tempat biasanya" setelah mengucapkan itu, Ayu pun langsung mematikan sambungan teleponnya

Pandu langsung mengambil jaket dan kunci motornya kemudian langsung berangkat ke tempat janjian
bersama Ayu

Pak Darma yang melihat putranya itu bingung mau kemana buru-buru begitu, setelah istrinya masuk
kamar karena jengkel sekarang anaknya itu juga akan pergi keluar.

"Mau kemana Ndu? Kok buru-buru?"

"Ke suatu tempat pak, cuman bentar" ucap Pandu dan langsung mengendarai motornya yang kebetulan
pas abis maghrib waktunya

Mendengar anaknya pergi, Leni yang baru selesai menjalankan shalat maghrib pun langsung keluar di
tempat suaminya berada.

"Mau kemana dia pak? Agek bar maghrib kok wes arep lungo?" tanya Leni pada suaminya dengan
melihat ke arah luar

"Nggak tahu buk, bilangnya ke suatu tempat sebentar"

"Yaudah, ibuk mau siapin buat makan malam dulu pak"

"Iya buk" jawab Pak Darma mengangguk kemudian menonton tv lagi

Di sebuah cafe, Pandu yang sudah mengajak seseorang untuk bertemu sudah duduk di salah satu kursi di
stand jajanan pinggir jalan. Tak lama seseorang yang dia tunggu datang juga,

"Ada apa? Penting banget ya sampai abis maghrib begini sudah ngajakin ketemu?" tanya wanita yang
baru datang dengan tatapan malas

"Tadi kamu ketemu ibuk?"

"Iya, ibuk minta ketemu tadi sebelum maghrib, mangkannya aku telat pulang"

"Ibuk ngomong apa aja? Terus kamu juga ngomong apa sama ibuk?" tanya Pandu tidak sabaran

"Ibu bilang banyak, mulai dari dia tidak mau kalau setelah menikah kita pisah rumah sama mereka, terus
masalah kalau kamu anak tunggal jadi harus bahkan wajib setelah menikah kita harus tinggal dengan
mereka. Ibu juga bilang kalau nanti kamu itu imamnya, kepala rumah tangganya jadi aku yang harus
nurut sama kamu, bukan kamu yang nurut sama aku"

"Terus kamu bilang apa sama ibuk Yu?" tanya Pandu penasaran
"Aku tetap pada pendirinku ya Ndu, kalau kita nikah nanti aku mau kita tetap pisah rumah dari
orangtuamu ataupun orangtuaku"

"Aku tahu itu Yu, tapi kamu tahu sendirikan? Ibuk bahkan nemuin kamu langsung soal ini, aku udah
berusaha untuk meyakinkan ibuk soal tempat tinggal kita setelah nikah tapi tetap ibuk nggak setuju"

"Lalu mau bagaimana Ndu? Kamu sendiri yang janji kalau kita nikah kita akan tinggal terpisah dengan
orangtua. Dan sekarang buktinya apa? Ibu kamu malah ceramahin aku soal ini, soal aku yang sudah
menyuruh kamu resign dari kantor, dan soal kewajiban istri itu nurut sama kepala rumah tangga. Terus
aku harus gimana Ndu? Asal kamu tahu ya, aku akan tetap kekeh dengan prinsipku ini"

Pandu diam saja mendengar ucapan Ayu, dia bingung ahrus bagaimana, di satu sisi ia mencintai wanita di
depannya itu dan ingin menjadikan wanita itu sebagai pendamping hidupnya sampai memisahkan, tapi di
sisi lain ada ibunya yang tidak akan menyetujui jika mereka menikah tapi tidak tinggal bersama ibunya.
Pandu pikir semuanya akan berjalan lancar, tapi kenapa malah menjadi serumit ini.

"Kenapa jadinya serumit ini?" ucap Panda dalam hati dengan wajah frustasi

"Terus kita harus gimana Yu?" tanya Pandu pada wanita di depannya itu

"Kamu mau solusi dari masalah ini?"

Pandu tentu saja mengangguk,

"Solusinya kamu pilih aja aku atau ibu? Kalau kamu mau nikah sama aku berarti kamu harus turutin
kemauanku untuk tidak tinggal dengan orangtua, tapi kalau kamu pilih ibu yasudah, kita akhiri saja
semuanya karena percuma ibu kamu nggak akan setuju Ndu"

"Segampang itu kita putus Yu?" tanya Pandu lagi kali ini lebih frustasi

"Iyah" jawab Ayu singkat dan jelas

"Kenapa sih kita nggak coba turutin ibu saja Yu? Masa kita putus hanya karena hal begini sih? Aku cinta
sama kamu Ayu" ucap Pandu meyakinkan sang kekasih

"Terus kamu mau aku jadi pelayannya ibu kamu Ndu? Aku bukan model menantu yang penurut pada
mertua, lagipula aku ini wanita karir, aku nggak akan sempat menjadi menantu penurut seperti yang
ibumu mau. Pandu! Kalau kamu cinta sama aku tunjukkin perjuanganmu. Terserah itu satu-satunya jalan,
sekarang keputusan ada di kamu" ucap Ayu marah

"Ayu please, mana bisa aku memilih antara kamu sama ibu? Ibu itu wanita yang melahirkan ku, dan kamu
wanita yang aku cintai. Tolong jangan egois begini"

''Egois? Siapa yang egois Ndu? Ibu kamu yang egois, ibu kamu marahin aku dan membahas semuanya
seolah aku yang paling salah. Lagipula kita nggak pergi jauhkan dari rumah orangtua kamu, tapi kenapa
ibu sampai begitu seolah-olah kita bakalan pergi jauh dan nggak kembali. Kita bisa mengunjungi mereka
atau sebaliknya kan Ndu" ucap Ayu membela diri
Saat Pandu akan mengatakan sesuatu lagi, tiba-tiba hp Ayu berdering, tentu saja pemilik hp langsung
mengangkat panggilan itu,

"Kalau begitu-......"

Drrttt...drrttt..

"Sebentar, ada telfon dari bos" ucap Ayu menyela ucapan Pandu

Pandu yang melihatt itu pun hanya diam, dengan sabar menunggu Ayu selesai bicara dengan seseorang
yang menelponnya. Pandu tidak bisa mendengar apa yang sedang Ayu dan seseorang itu bicarakan.

"Halo bu ada apa ya? Hah sekarang banget ya Bu?" Pandu bisa mendengar ucapan Ayu di depannya itu

"Baik Bu, kalau begitu saya akan siap-siap dulu, jam 8 ya? Ok, jam 8 saya siap. Iya buk tidak apa-apa
saya mengerti. Sama-sama, baiklah Bu" ucap Ayu lagi sebelum mematikan sambungan teleponnya

"Ada apa? Apa sesuatu terjadi?" tanya Pandu penasaran

"Iya sesuatu telah terjadi, jadi aku harus segera terbang ke Bali untuk menggantikan bos" ucap Ayu yang
sudah bangun dari duduknya

"Tapi kita belum selesai bicara Yu? Apa tidak bisa sebentar saja di sini dulu, masih jam 8 kan?"

"Tidak bisa Ndu, kamu pikir tidak perlu persiapan? Kamu jangan egois begini dong, aku harus siap-siap
untuk penerbangan ke Bali"

"Egois? Siapa yang egois disini? Bukannya kamu ya yang egosi, kita masih membicarakan hal penting
mengenai hubungan kita dan kamu malah lebih memilih perkerjaanmu? Bukan aku menyuruhmu untuk
tidak memilih berkerja, tapi sebentar saja Ayu tolong kita perlu bicara" Ucap Pandu yang terlihat emosi
dengan sikap pacarnya itu

"Jadi kamu mau aku tidak mengiyakan tugas bosku dan menyuruhku untuk disini menemani kamu
membicarakan hal yang tidak penting begitu?" Ucap Ayu yang ikut marah

"Tidak penting katamu? Jadi kamu menganggap hubungan kita ini tidak penting begitu? Baik kalau
begitu, pergilah kerjakan tugas dari bosmu itu, itu jauh lebih pentingkan" ucap Pandu lagi dengan suara
tegasnya

"Jangan kenakan Pandu, aku pergi dulu, sudah tidak ada waktu." ucap Ayu dan langsung meninggalkan
Pandu

Pandu yang kesal dengan sikap Ayu hanya bisa diam saja, dia tidak habis pikir dengan Ayu yang lebih
memilih perkerjaannya disaat mereka sedang membicarakan tentang hubungan mereka.

"Sialan" umpatnya kesal

Akhirnya Pandu memilih balik ke rumah, jam masih menunjukkan pukul 7.20 artinya masih sangat sore
sebenarnya untuk pulang, tapi suasana hatinya sedang kacau lebih baik dia pulang dan makan, kebetulan
perutnya juga sudah minta diisi, dia janjian di cafe tapi belum pesan makanan apapun malah sudah
ditinggal sendirian, yasudahlah makan dirumah saja pikirnya.

Sesampainya di rumah, Pandu melihat bapaknya mengobrol dengan seseorang yang sepertinya tetangga
mereka, Pandu pun langsung masuk rumahnya dengan menyapa bapak dan tetangganya.

"Lah kok sudah pulang Ndu?" Tanya pak Jamal yang merupakan tetangga sebelah rumahnya

"Sudah pak" jawab Pandu tersenyum

"Tumben bujang jam segini sudah pulang" tawa pak Jamal lagi

"Biasanya juga pulang malem, pas ini aja pulang jam segini" tambah Darma

"Pandu masuk dulu ya pak"

"Oh iya-iya Ndu, maaf malah nyegat kamu disini"

"Ah nggak papa pak, kayak apa aja"

Begitu masuk Pandu langsung menuju dapur dan melihat ibu dan tentangnya Lila sedang membuat onde-
onde.

"Baru pulang kamu Ndu?" tanya Leni pada putranya yang baru datang

"Iya Bu" jawab Pandu singkat dengan mengambil piring di dekat Lila

Leni dan Lila melirik laki-laki yang sedang mengambil piring dan makanan di meja makan.

"Biasanya kalau keluar kamu sudah makan, kenapa malem ini nggak?" tanya Leni dengan nada menyindir

Pandu tidak menjawab dan terus melahap makanannya,

Lila yang biasanya merecoki Pandu kali ini hanya diam saja karena melihat sepertinya Pandu sedang ada
masalah..

"Udah Tante?" tanya Lila pada Leni yang sudah selesai membuat onde-onde pesanan

"Udah La, Alhamdulillah selesai ya"

"Yasudah kalau gitu Lila pamit pulang ya Tan, kan sudah selesai"

"Kamu mau langsung pulang? Nggak makan dulu atau nyicil dulu?"

"Nggak usah tente, kan sudah pernah nyobain dan selalu enak kok Tante" ucap Lila tersenyum

"Hiih kamu pinter kalo suruh nyanjung orang, tenta kan jadi seneng La" balas Leni juga ikut tersenyum

"Yasudah Lila pulang ya Tan, Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam, ati-ati ya La"


"Siap Tante"

Lila pun pulang dari kediaman pak Darma, Si Pandu yang sedang makan pun tak menghiraukan Lila yang
biasanya mereka berdua sering berselisih tapi kali ini karena suasana hatinya sedang tidak enak jadi dia
lebih baik diam.

"Kamu kenapa sih Ndu? Nggak kayak biasanya? Ada masalah ya?" tanya Leni curiga saat ia sedang
mencuci perabotan bekasembuat onde-onde tadi

"Nggak ada" jawab Pandu singkat lagi

"Terserah kamulah, ibu mau keluar ngasih ini ke bapak sama pak Jamal" ucap Leni lalu keluar ke teras
memberikan onde-onde yang baru digoreng untuk suami dan tamunya

Selesai makan, Pandu langsung ke kamarnya, benar-benar frustasi ia memikirkannya, bagaimana? Apa
yang ahrus ia lakukan? Ibunya atau Ayu?

Saat sedang pusing memikirkan masalah yang terjadi, tiba-tiba hapenya ada yang memanggil

Drrttt....drrttt

"Halo Dit, di rumah gue, ada apa memangnya?"

"Nggak ada sih, nanya doang gue" balas Dito dengan tertawa

"Diem aja deh Lo, gue lagi nggak mood buat ngobrol"

"Ada alasan sih? Perasaan bad mood terus? Lo lagi ada masalah ya?"

"Hmm"

"Apaan? Masalah kerjaan atau Ayu?"

"Ayu" jawab Pandu singkat dengan suara malas

"Kenapa lagi sih Ndu? Bukannya udah mau serius ya kalian?"

"Nggak tahu Dit, bingung"

"Ya Allah bingung apalagi? Lo belum yakin atau apa? Yaudah kalo gitu yakinin hati Lo dong Ndu, nikah
bukan main-main loh"

"Tahu sih Dit, masalahnya rumit gue sama Ayu"

"Lebih baik Lo cerita deh, apa masalahnya hah?"

"Ayu tetep kekeh dengan keputusannya kalau setelah nikah dia nggak mau tinggal dengar mertua, ibu gue
juga nggak setuju kalau gue nggak serumah sama bapak ibu abis nikah nanti. Gue udah jelasin ke ibu, ke
Ayu juga tapi tetap saja dia kekeh nggak mau Dit"

"Terus gimana? Cuman karena hal ini kalian mau berhenti?"


"Gue juga udah ngeyakinin Ayu supaya nurutin ibu beberapa waktu saja, tapi tetap gagal. Malahan dia
ngasih pilihan sulit Dit, masa gue suruh milih antara ibu sama dia? Mana bisa gue?"

"Dia sampe begitu Ndu? Kok agak sableng ya tuh cewek Lo"

"Mangkannya, gue harus apa coba kalo begini? Gue pusing dan tertekan Dit, disatu sisi gue cinta sama
Ayu tapi gue juga sayang sama ibu, sama orangtua gue"

"Kalo gue boleh saran ya Ndu, dimana-mana kalau orangtua sudah bicara jangan ya jangan. Doa orang
tua itu yang paling mujarab tahu, Lo pernah dengerkan? Ridho Allah itu ada di ridhonya orangtua. Kalau
ibu sama bapak lo ridho maka Allah juga pasti ridho, tapi kalo nggak yasudah abis Lo. Jadi kalau gue sih
lebih baik pilih ibu Lo aja deh, jauh lebih aman dan berkah Ndu'' ucap Dito menasehati temannya yang
sedang tertekan itu

"Hmm, iya Dit. Gue bener-bener bingung harus gimana ini" ucap pandu lemas

"Yaudah sono istirahatin pikiran lo Ndu, inget saran gue ya, gue matiin" ucap Dito sebelum mematikan
sambungan teleponnya

Setelah selesai menerima panggilan dari Dito, Pandu langsung berniat tidur tapi sebelum dia
membaringkan tubuhnya di ranjang miliknya itu, tiba-tiba Leni masuk, ternyata saat menerima panggilan
dari Dito tadi tidak sengaja Leni mendengar pembicaraan mereka berdua.

Ceklek...

Suara pintu dibuka Leni dengan membawa onde-onde dipiring, Pandu yang akan membaringkan
tubuhnya langsung tidak jadi.

"Ini buat kamu, tadi ibu kebanyakan gorengnya" ucap Leni dengan wajah jutek saat baru masuk

"Iya Bu" jawab singkat Pandu

"Kamu mau langsung tidur? Bukannya kamu belum shalat isya ya? Jangan macem-macem kamu ya Ndu,
kamu boleh males mau ngapain aja tapi tidak dengan sholat!" ucap Leni tegas

"Iyaa Bu, Pandu tadi lagi capek aja cuman mau rebahan bentar kok" jawab Pandu malas, iya dia benar-
benar malas jika harus berdebat dengan ibunya saat ini

"Oh kamu capek? Capek kerja atau capek mikirin cewek kamu itu?" sindir Leni pada putranya itu

"Apaan sih Bu? Ya Pandu capek kerja tadi bengkelnya rame"

"Kamu pikir ibu nggak tahu? Sekarang terserah kamu ya Ndu, ibu cuman bisa ngarahin dan ngingetin
kamu, kamu sudah dewasa, ibu nggak akan maksa kamu buat milih ibu, kamu mau milih dia juga ibu
nggak papa, terserah kamu."

"Ibu apaan sih? Milih apanya?" ucap Pandu pura-pura tidak tahu

"Ibu denger kok, kalau Ayu nyuruh kamu milih antara ibu atau dia" ucap Leni bergetar menahan agar air
matanya tidak menetes, "Kamu pilih aja dia, ibu akan coba ikhlas"
"Bu, itu cuman bercanda, mana mungkin Ayu ngasih pilihan begitu, ibu itu ibunya Pandu yang
melahirkan Pandu, jadi Ayu itu nggak akan kasih pilihan begitu Bu" ucap Pandu meyakinkan ibunya agar
percaya

"Dia kan perempuan, harusnya dia pahama bagaimana perasaan seorang ibu, dia juga tahu kalau anak ibu
sama bapak cuman kamu tapi dia malah maksain kamu buat milih ibu atau dia. Kamu tahu Ndu, saat ibu
dengar kamu bilang kalau Ayu ngasih kamu pilihan antara ibu atau dia, hati ibu sakit Ndu. Seperti dia itu
yang lebih berhak atas kamu padahal kamu itu anaknya ibu, dia belum siapa-siapa tadi sudah berani
begitu, hati ibu sakit Pandu. Sekarang terserah kamu, kamu pilih saja dia, ibu bilang kan ibu akan iklhas"
kali ini Leni bicara dengan air mata yang menetas

Pandu yang melihat ibunya menangis menjadi semakin frustrasi, "Bu, tolong itu tidak seperti yang ibu
pikirkan"

"Kamu mau membelanya terus juga nggak papa, ibu udah kebal sekarang" ucap Leni langsung
meninggalkan Pandu yang khawatir di kamarnya

Leni langsung memasuki kamarnya, ia menangis meratapi apa yang terjadi ini, "Kenapa dsusah sekali
diarahin sih? Apa salahnya sih kalo tinggal bareng mertua, memang aku sama bapak jahat sampai ia tidak
mau serumah, Kenapa harus membawa pergi anakku satu-satunya hiks..hiks.." tangis Leni di kamarnya

Sedangkan Pandu kalut dan putus asa, ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

"Gue kira semuanya akan berjalan lancar, kenapa sampai serumit ini ya Allah" ucap Pandu frustasi

Pagi pun tiba, sang mentari mulai menunjukkan dirinya kembali, semua manusia pun bersiap-siap untuk
beraktivitas seperti biasa tidak terkecuali Pandu, pria yang tengah pusing dengan kisah asmaranya yang
tak kunjung mendapat restu sang ibunda.

Leni sedang menyiapkan sarapan sedangkan suaminya duduk dengan menyeruput kopi seperti pagi-pagi
biasanya. Saat mereka sedang asik dengan aktivitas masing-masing, Pandu datang bersiap untuk bekerja.

Darma menyadari kedatangan putranya, ia pun menyapanya di Pandu, namun berbeda dengan Leni, ia
masih marah dengan putranya itu.

"Sarapan Ndu" sapa Darma saat Pandu baru keluar dari kamarnya

"Iya pak" jawab Pandu dengan mengambil kursiu tuk didudukinya

Leni yang menyadari ada Pandu ia tak bersuara atau menyapa seperti biasanya, malahan cuek dan diam
saja.

"Yaudah gek sarapan pak kalo mau sarapan, udah jam 7 lebih itu" teriak Leni pada suaminya

"Ya ayok sarapan buk, ibu ngga ikut sarapan?" tanya Darma pada sang istri

"Ibu nanti saja belum lapar, ibu masih mau nyiapin keperluan warung pak" jawab Leni cuek
Pandu yang merasa didiamkan ibunya pun sebal, kenapa coba ibunya masih marah begitu, disini bukan
hanya ibunya yang terluka, tapi Pandu jauh lebih terluka apalagi dengan didiamkan begini, sakit sekali
woy...

Pandu buru-buru menghabiskan sarapannya dan segera berangkat ke bengkelnya,

"Kok udah Ndu?" Tanya Darma pada putranya itu sat melihat ia telah selesai sarapan

"Udah pak, Pandu buru-buru, ada motor pelanggan yang mau diambil pagi ini" jawab Pandu beralasan

"Yaudah, ati-ati ya"

"Iya Pak, Pandu berangkat, assalamualaikum" pamit Pandu pada bapaknya itu dan langsung ngacir keluar
mengendarai motornya ke bengkelnya

Setelah Pandu pergi, Leni pun langsung menghampiri suaminya yang sedang sarapan itu. Walaupun
sebenarnya dia tidak enak harus mendiamkan putra satu-satunya itu tapi dia terpaksa melakukannya
karena dia benar-benar sudah tidak tahan dengan kebodohan sang putra.

"Ibu ngapain sih? Masih marah sama si Pandu?"

"Iya ibu masih marah pak, ibu jengkel sama Pandu yang bodoh itu. Mau-maunya dia dibodohi perempuan
itu"

"Jangan begitu Bu, perempuan yang ibu maksud itu pacarnya anakmu malahan calon mantu sudahan"

"Bapak ngga paham ya sama ibu? Dari awal sampai kejadian semalam bapak belum paham juga? Sampai
kapanpun ibu ngga akan ijin Pandu nikah sama si Ayu titik. Emang bapak mau punya mantu yang sama
kita saja dia ngga mau pak, jangankan mau akrab, disuruh tinggal disini sama kita setelah nikah nanti dia
ngga mau, malah ngotot dengan keputusannya. Dia itu perempuan, dimana-mana perempuan nurut sama
laki-laki, bukan malah sebaliknya. Kalau Pandu jadi nikah sama dia, Pandu bakal jadi jongosnya" ucap
Leni mengeluarkan semuan unek-uneknya, sepertinya kemarin dan semalam belum cukup untuk
mengeluarkan emosinya

"Ya bapak tau Bu, tapi jangan begitu juga, kasihan si Pandu Bu"

"Kalau kasihan Pandu harusnya bapak jangan restui dia sama Ayu pak, bapak mau anak laki-laki bapak
jadi suami yang lemah karena terlalu tunduk sama istrinya"

"Sabar Bu, semuanya bisa diomongin baik-baik. Nanti kita bicarakan sama Pandu juga ya" ucap Darma
mencoba menenangkan sang istri

Leni hanya diam saja karena sewot,

"Yasudah bapak berangkat ya Bu, ibu gek sarapan jangan ngga makan nanti sakit, assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam pak"

Saat Darma sudah di ruang tamu tiba-tiba ia bertemu Lila, tetangganya itu sudah datang seperti biasa di
rumahnya.
"Assalamualaikum om" sapa Lila pada Darma

""Wa'alaikumussalam, syukurlah kamu datang La, itu om titip Tante ya"

"Lah tenta Leni kenapa memangnya om?"

"Ngga papa, kayaknya sedikit ada masalah dia. Om pamit ya"

"Oh iya om, hati-hati om"

"Iya La"

Darma pun telah meninggalkan kediamannya untuk bekerja seperti hari-hari biasanya. Lila pun langsung
masuk mencari Leni, wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu sendiri karena saking dekatnya hubungan
mereka.

"Tente Leni" panggil Lila saat melihat Leni melamun

"Eh Lila, seneng deh kamu dateng"

"Tante kenapa? Kayaknya ada masalah ya?"

"Iya ada masalah dikit La, pusing Tante mikirnya" jawab Leni lemah

"Masalah apa sih tan?" tanya Lila penasaran

"Nanti tante kasih tau, sekarang kita sarapan dulu ya, kmu belum sarapan kan?"

"Hehehe belum" jawab Lila

Mereka pun mulai sarapan, setelah selesai Lila pun dengan cekatan mengambil piring kotor untuk dicuci,
ya walaupun agak manja karena anak tunggal tapi Lila sudah terbiasa dengan aktivitas yang dilakukan
Leni, seperti memasak, mencuci piring, beres-beres rumah, jadi si Lila terbiasa juga dengan apa yang
dilakukan tetangganya itu.

"Biar Lila aja Tante" ucap Lila dengan mengambil piring didepan Leni

"Ngga usah repot-repot La"

"Siapa yang repot sih Tan, orang Lila pengen bantu, Lila kan udah dikasih sarapan jadi ya sadar dirilah
masa ngga mau cuci piring" jawab Lila tersenyum

Saat Lila sedang membereskan bekas sarapan, Leni pun mulai bercerita.

"Tante ngga setuju kalo Pandu sama Ayu La" ucap Leni singkat

"Hah? Kenapa tan? Mba Ayu kan cantik, pinter, karir nya bagus juga. Kenapa Tante ngga setuju?"

"Emangnya perempuan itu dinikahi karena hal yang kamu sebutkan itu tadi La? Buat apa cantik dan karir
bagus tapi dia ngga bisa hormat sama orangtua, atau dia malah yang ngatur-ngatur rumah tangga.
Perempuan itu makmum dan laki-laki imamnya jadi perempuan harus nurut sama apakata laki-laki. Ini aja
belum nikah udah ngatur-ngatur dan ngga mau kalau keputusannya ngga diturutin" ucap Leni kesal

"Memangnya apa yang dilakuin mba Ayu sih kok Tante sampe ngga suka benget gitu?"

"Kamu tau La, Pandu kayanya lebih milih Ayu deh daripada Tante" ucap Leni dengan nada tak semangat

"Maksud Tante apa? Kenapa harus milih mba Ayu? Ini kenapa ada pilih-pilihan sih Tante? Lila beneran
ngga paham loh. Kan Lila tanyanya apa yang dilakuin mba Ayu" tanya Lila bingung

"Iya si Ayu itu ngasih pilihan ke Pandu La, masa dia nyuruh Pandu milih antara dia atau Tante yang
ibunya sendiri ini, kan njekelin banget?"

"Terus bang Pandu milih siapa Tante? Lebih milih mba Ayu?" tanya Lila dengan ekspresi tak percaya

"Dia belum ngomong apa-apa, terserahlah mau milih siapa di Pandu. Kalau memang milih Tante ya
Alhamdulillah dan memang seharusnya begitu. Tapi kalau mau milih Ayu ya sudah, tente akan ikhlasin
dia dan anggap ngga pernah punya anak lagi"

"Astaghfirullah Tante, jangan ngomong gitulah, Lila yakin deh kalo bang Pandu bakalan milih tente".

"Semoga aja deh La, kamu sudah beres itu? Ngga kerjakan kamu La?" tanya Leni pada gadis di depannya
itu dengan melihat aktivitas yang dilakukan gadis itu

"Sudah beres Tan, iya Lila libur kok, bosnya lagi ke luar negeri liburan"

"Yasudah bantuin Tante aja ya di warung, daripad alami nganggur ngga ngapa-ngapainkan" ajak Leni
pada Lila

"Oh dengan senang hati Tante" jawab Lila senang

Akhirnya Lila pun ikut ke warung membantu Leni berjualan sampai sore, Pandu yang sudah selesai
membenahi motor milik pelanggannya pun sedang duduk dengan menyeruput kopi panasnya.

"Woy udah sore ngga pulang?" tanya Didik teman sekaligus anak buahnya

"Ngga, males pulang"

"Beh..beh ada apa sih sampe males pulang? Dipaksa buat nikah?" ucap Dedik lagi kali ini dengan tertawa

"Bukan dipaksa nikah tapi dipaksa putus gue" jawab Pandu dengan menyeruput kopinya

"Hah kok bisa? Bukannya cewekku itu yang pas itu ya Ndu? Cantik kaya gitu ditolak sama orangtuamu?"

"Ibu gue yang ngga setuju, alasannya karena dia mau gue abis nikah tinggal sama mereka tapi Ayu ngga
mau tinggal bareng"

"Hoalah alasan yang ngga begitu sulit tapi kalo salah satu ngga ngalah ya jadi susah sekali itu"

"Menurut Lo gimana Dik? Gue harus kejar cinta gue atau gue nurut sama ibu?"
"Lo udah rayu si cewek Lo buat ngalah dulu gitu?"

"Udah, tapi ngga mempan, dia tetep kekeh sama keputusannya"

"Ya kalo gue nih ya Ndu, gue percaya kalo doa orangtua itu bener-bener mustajab, ridho Allah itu ada di
ridhonya orangtua, apalagi ibu bro, waduh takut gue durhaka atau nyakitin dia, bisa-bisa kena azab
beneran kalo sampe ibu mendoakan yang buruk buat anaknya. Jadi menurut gue Lo nurut aja deh sama
ibu Lo, soalnya itu jauuuuuh lebih aman, ngga cuman dunia tapi akhirat juga Ndu. Mungkin memang
belum jodohnya Lo sama Ayu, tapi kalo jodoh tenang aja Ndu, sebanyak apapun halangannya pasti
bersatu juga nanti"

"Beh..beh..pinter ceramah Kowe Dik, ngapa nggak ikut pak Haji ngisi tiap hari Jum'at itu" ejek Pandu
pada temannya itu

"Sialan Lo Ndu, gue udah ngomong panjang lebar dan bener gini Lo malah becandain gue"

"Maaf, tapi makasih sarannya, gue bakal pikirin saran Lo ini Dik"

"Hmm, beneran Lo ngga mau pulang?" tanya Didik memastikan

"Pulanglah, gue ngga sedepresi itu."

"Yaudah ayok gue bantu beresin, udah sore ini waktunya mandi dan ngelurusin punggung"

"Iya-iya"

Pandu dan Didik pun mulai membereskan perlengkapan bengkel dan menutup bengkelnya karena
memang waktunya bengkel tutup.

"Gue duluan ya Ndu"

"Ngga bareng gue? Gue bonceng ini Dik"

"Ngga usah, gue mau mampir ke toko ujung sana bentar"

"Yaudah ati-ati Lo Dik"

"Ok Ndu"

Pandu pun mulai mengendarai motornya menuju rumah, saat sampai di rumah dia melihat Lila
tetangganya itu sedang membantu ibunya membawa barang-barang dari warung.

"Assalamualaikum" ucap Pandu saat baru tiba dirumah

"Wa'alaikumussalam" jawab Lila singkat dan sibuk lagi dengan barang-barang dari warung

Pandu ngedumel dalam hati, ngapain coba gadis yang merupakan tentang hanya ini juga cuek padanya?
Apa dia juga terpengaruh dengan ibu? Dasar, terpengaruh atau tidak gadis ini memang menyebabkan.

Saat mau masuk tidak sengaja ia bertabrakan dengan Lila yang sedang membawa sayur, untungnya sayur
ya tidak sampai tumpah ke lantai tapi sedikit ke kaosnya Pandu
Bruk...

"Hah? Bang Pandu!" Teriak Lila kaget

Pandu pun tak kalah kagetnya dan langsung teriak kesal ke Lila setelah meliha kaosnya kena kuah sayur

"Lila! Apa-apaan sih, liat! Kaos gue kotor Ya Allah" ucap Pandu geregetan

"Enak aja nyalahin aku, orang yang nabrak Abang kok kenapa malah nyalahin aku hah?" ucap Lila tidak
terima dengan ucapan Pandu

"Apa? Gue yang nabrak? Jelas-jelas kamu yang ngga liat, gue disini dari tadi dan kamu lewat tanpa
melihat ke depan Lila"

"Dasar ya laki-laki salah tapi ngotot ngga mau disalahin, udah jelas-jelas Abang yang nabrak. Ngaku aja
sih bang" ucap Lila lagi tak kalah menjengkelkan

"Apa kamu bilang? Jangan bawa-bawa laki-laki ataupun perempuan ya, kalo salah yaudah salah aja"

"Ngga bisa, orang yang salah Abang ya Abang yang salah"

"Kamu ngomong apa sih hah? Ngga jelas banget"

"Intinya abang yang salah, sayurnya jadi berkurangkan, ini semua karena Abang"

"Kamu-...." Ucap Pandu terhenti saat ibunya keluar dan melerai pertengkaran mereka

"Ada apa sih La? Kok ribut-ribut tante denger dari belakang?"

"Ini loh Tan, gara-gara bang Pandu sayurnya jadi tumpah, dan anehnya bang Pandu nyalahin Lila padahal
yang nabrak Lila itu Abang loh Tan"

"Pinter banget ngarang cerita kamu ya, yang nabrak itu kamu LILA, kamu yang ngga liat waktu jalan, dan
korbannya kaosku kan"

"Kan Abang nyalahin aku lagi, bang sadar dong yang nabrak aku Abang bukan aku yang nabrak Abang"

"Udah-udah, cuman masalah tabrakan gini aja kalian ribut sampe begini, ngga malu sama usia. Jangan
ribut mulu, tau ngga biasanya yang sering ribut nanti jadi jodoh loh"

"Hah? Hahahaha Tante ngomknga apa sih hahaha?" tawa Lila tidak percaya

Begitupun Pandu, "Ngawur, ada-ada aja ibu ini, ngga mungkinlah"

"Ngga ada yang ngga mungkin ya Ndu" ucap Leni lagi

"Tapi ngga dia juga kali yang harus berjodoh sama Pandu Bu"

"Eh emangnya aku mau apa berjodoh sama bang Pandu, kepedena aja"

"Udah deh, mulai lagi"


"Bu, bangun sama tetangga ibu ini kalo jalan matanya dipake bukan nunduk terus untuk yang ditabrak
Pandu, kalo yang ditabrak singa biar di makan sekalian itu"

"Ih ngomong aja sendiri ke Lila, ngapain ke ibu, ibu masih marah ya sama kamu" ucap Leni langsung
pergi meninggalkan dua orang yang sedang bertengy itu

"Dan Abang matanya juga dipake, kalo di depan ada orang ua jangan ditabrak dong" ucap Lila langsung
pergi menyusul Leni ke dapur

"Hah ya ampun, kenapa kaum perempuan semenjengkelkan itu. Ngga ibu ngga tuh bocah astaghfirullah"
ucap Pendu sendiri dan langsung masuk ke kamarnya

Magrib pun berkumandang, Pandu dan pak Darma yang beru selesai maghriban pun langsung menuju
meja makan untuk makam malam seperti biasanya. Lila yang masih di rumah Pandu pun terlihat sedang
membantu Leni menyiapkan makanannya.

"Ibu ngga sholat?" tanya Darma melihat istrinya yang sudah di dapur

"Sudah pak, tadi pas bapak sama Pandu jama'ah, ibu di kamar. Soalnya Lila lagi ngga sholat jadi dia yang
udah siapin semuanya" jawab Leni pada suaminya itu

"Iya om, Lila lagi M jadi yah daripada nganggur mending bantu-bantu kan" ucap Lila tersenyum

"M males ya?" Ucap Pandu tiba-tiba tentu membuat Lila jengkel

"Mual liat Abang" balas Lila

"Kamu!" Ucap Pandu tak terima

"Sudah stop! Waktunya makan, bukan bertengkar" ucap Leni pada dua orang yang sepertinya akan adu
mulut seperti sore tadi

"Oh pantesan udah siap aja padahal biasanya ibu masih sholat. Makasih ya La"

"Sama-sama loh om, ngga papa kaya apa aja, lagian Lila kan sering merepotkan Tante sama om"

"Tumben sadar ya Allah" ucap Pandu pelan tapi Lila masih bisa dengar

Akhirnya ia tak membalas ucapan Pandu, hanya melotot dengan menjejak kaki Pandu yang kebetulan
mereka duduk bersebelahan

"Aww.." teriak Pandu karena kakinya diinjak oleh Lila

"Kenapa Ndu?"

"Ngga papa Pak, ada kecoa atau apa tadi di kakinya Pandu"

Lila hanya senyum-senyum merasa menang, iyalah dia ngga akan mau kalah sama si Pandu pohon randu
itu dan Pandu tentu saja di jengkel dengan si Lila,
"Enak ya pak kalo begini, kalo Pandu sudah punya istri, jadi ibu dibantuin terus" ucap Leni tersenyum
senang

"Tuh Ndu, gek nikah sana biar ibumu seneng kerja bareng mantunya" ucap bapak Pandu pada putranya
itu

"Ya kan tinggal nunggu restu ibuk pak, kalo ibuk iya, pasti dijadiin" jawab Pandu santai sembari
mengunyah makanannya

"Ibuk ngga akan kasih ijin kamu kalo nikahnya sama Ayu sampai kapanpun Ndu" ucap Leni tegas

Semua yang disana pun saling berpandangan, apalagi Lila, ia merasa tidak enak karena disaat yang
bersamaan matanya dan mata Pandu saling tatap.

"Buk, kalo jodoh Pandu Ayu gimana? Ibuk tetep ngga mau kasih ijin?" ucap Pandu pada sang ibu

"Ngga usah sok tau" ucap Leni lagi, "Lila, ayok makan yang banyak, biasanya kamu lahap Lo kalo makan
di sini"

"Eh., Iya bude, ini baru mau nambah Lila" ucap Lila dengan tersenyum, dia juga melirik ke arah Pandu
yang duduk di seberang

"Lauknya di meja, ngapain kamu liatnya ke gue La? Nanti suka kamu sama gue" Ucap Pandu membuat
Lila kesal

"Siapa juga yang liatin situ? Apalagi sampe suka, ih pede banget sih" jawab Lila sewot

"Bapak perhatikan kalian dari dulu ngga pernah akur ya, pasti ada aja yang diributin. Kenapa sih ngga
alur-alur kalian?"

"Orang bang Pandu pakde yang sering ganggu, Yo siapa yang ngga sebel sama dia"

"Eh nyadar kamu, yang sering buat ribut itu ya kamu"

"Kan pinter banget ngarang-ngarang"

"Ngga ada yang ngarang, itu fakta Lila"

"Uwes toh, makan disek, ributnya engko meneh" ucap Leni pada Pandu dan Lila

Mereka pun melanjutkan makan malamnya,

"Piye bengkelmu Ndu?" Tanya pak Darma pada anak tunggalnya itu

"Lancar Pak". Jawab Pandu dengan mengunyah makanannya

"Alhamdulillah lah pak, setidaknya ngga seperti kisah cintanya La" ucap Leni menyindir Pandu

"Ngga usah mulai ya buk" ucap Pandu dengan melirik ibunya

"Wong kenyataan kok" ucap Leni lagi


"Uwes makan aja dulu" kali ini Darma yang bicara

Selesai makan malam, mereka pun mulai berbincang di ruang keluarga, sedangkan Pandu duduk di teras
rumahnya, Lila yang akan pulang pun mengganggu Pandu yang sedang banyak pikiran.

Pandu diam dengan melihat ke arah ponselnya, ia bingung akan menghubungi Ayu atau tidak. Sejak
pertemuan terakhir sebelum wanita itu pergi ke Jakarta ia belum berhubungan dengan ayu, bahkan wanita
itu juga tidak menghubunginya sama sekali.

"Hem .lagi galau bang?" Ucap Lila yang baru keluar dari rumah Pandu

Pandu hanya melirik dengan tatapan tak suka, "Ngga usah ganggu"

"Bang, iya sih sedih tapi ya jangan terlalu dipikirin nanti stres Lo abangnya. Lagipula kalo jodoh ngga
akan kemana-mana kok mba Ayu nya" ucap Lila sok menasehati

"Diem kamu! Ngga usah sok nasehatin kalo kamunya aja jomblo ngenes gitu"

"Ngawur, gini-gini aku ini udah berpengalaman tau"

"Berpengalaman apa? Nglipetin baju hah?"

"Capek ya ngomong sama papan randu, udah ah pulang tidur" ucap Lila dan langsung ke rumahnya yang
letaknya bersebelahan dengan rumah Pandu

"Yaudah sono pulang, ngga ada juga yang pengen Lo disini"

Anda mungkin juga menyukai