Anda di halaman 1dari 7

Rumah Amang Regar

Cerita Pendek: Nurul Afifah Lubis


(Santriah Kelas XII MIPA Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Modern
Muhammadiyah 09 Kwala Madu Langkat Sumatera Utara)

Sebuah rumah panggung kecil berwarna hijau muda tampak asri dengan batu-
batu tersusun rapi membentuk jalanan. Pohon-pohon juga menambah kesejukan.
Burung-burung yang berkicau menambah kehangatan suasana pagi. Lantai kayu
yang dilapisi karpet berwarna senada dengan dinding rumah panggung itu. Pagar
kayu ikut menghiasi halaman rumah. Sebuah sepeda onthel tercagak terletak di
samping rumah. Suasana perkampungan yang sejuk membuat hati semakin damai.
Bunga-bunga yang bermekaran menggoda mata untuk memandangnya.
Terdengar suara sapu lidi mengais-ngais tanah dari seorang pemilik rumah
panggung kecil itu. Laki-laki tua namun masih tampak gagah. Rambut putihnya
menandakan beliau telah termakan usia. Amang Regar namanya, orang kampung
biasa memanggilnya Amang Regar. Seorang duda beranak satu. Pak Regar bekerja
sebagai guru agama Islam di sebuah SD pelosok kampung yang jalanannnya sangat
berbahaya untuk dilalui. Amang Regar orang yang sederhana namun beliau cerdas.
Banyak orang kampung yang meminta anaknya diajari mengaji dengannya. Amang
Regar orang yang baik hati namun tegas. Amang Regar sering mengisi pengajian di
masjid Al-Ghofur dekat dengan rumahnya. Sayang ia tak memiliki kendaraan selain
sepeda onthelnya itu. Sebagai guru Agama Islam, Amang Regar cukup dihormati di
kampung itu. Apalagi ketika mereka tahu kalau Amang Regar tamatan dari sebuah
pesantren Al Ghofur yang pernah jaya di kampung itu. Pesantren yang habis rata
diterjang banjir bandang. Karena ketiadaan biaya, kini pesantren itu hanya
menyisakan sebuah mushalla kecil.
Sebuah mobil Avanza hitam berhenti di depan rumah Amang Regar. Amang
Regar terheran melihat mobil yang terpakir di depan rumahnya itu. Tak pernah ada
mobil bagus yang mau berhenti di depan rumahnya. Amang Regar berteriak
memanggil Jefri keponakannya. Keponakan yang sesekali datang ke rumahnya.
“Oh Jefri, seingat Kau pernah tidak Aku punya hutang dengan orang-orang kaya
di kampung ini?” tanyanya dengan kerutan yang tampak di keningnya menandakan

Halaman 1
bahwa beliau kebingungan. Sementara Jefri tertawa kecil mendengar Amang Regar,
adik bungsu Emaknya itu.
“Mana pulak Pak Uda! Pak Uda itu orang yang tak mau merepotkan orang lain.
Tak mungkin Pak Uda mau berhutang pada orang lain”, kata Jefri.
“Jadi siapa pulak yang menaruh mobil macam itu di depan rumah kita Jef?”
Amang Regar tampak semakin bingung sambil menggaruk kepalanya. Jefri melihat
ke arah mobil itu lalu dia pun angkat bicara.
“Iya juga Pak Uda. Siapa pulak yang menaruh mobil macam itu?”
Amang Regar tampak kaget melihat seorang gadis cantik yang keluar dari mobil
tersebut. Begitu juga Jefri yang lebih kaget melihat itu.
“Oh Pak Uda, bukannya itu Randalia kan?” Jefri memastikan apa yang
dilihatnya
“Subhanallah. Oalah Mak, anakku kah?” balas Amang Regar mencoba
mengingat-ingat.
“Ya iyalah Pak Uda, anakmu kan cuma Randalia seorang!” Tawa Jefri melihat
Pak Udanya yang mulai pikun karena termakan usia itu. Randalia berjalan menuju
rumah dengan wajah tampak bahagia. Empat tahun lamanya ia tidak memijakkan
kakinya ke tanah itu lagi. Randalia mempercepat langkahnya tak mau membuat
Amang Regar menunggu lama. Randalia memeluk Amang Regar erat serasa tak
ingin melepas pelukan yang bertahun-tahun lamanya ia rindukan.
Randalia merangkul tubuh Amang Regar yang sudah sama tingginya dengan
tubuhnya. Sementara Jefri mengangkat barang-barang Randalia masuk ke dalam
rumah.
“Kau itu, Bang Jefri kan?” tanya Randalia dengan logat kampungnya yang
masih cukup kental. Jefri menoleh ke arah Randalia kemudian mengangguk pelan
tanda jawaban “ya”. Randalia mengamati seisi rumahnya senga seksama. Tak
banyak yang berbeda sejak empat tahun yang lalu. Hanya kondisi rumah papan yang
semakin lapuk. Foto masa kanak-kanaknya bersama Amang Regar dan Inang Leli,
istri Amang Regar yang telah meninggal dunia saat Randalia duduk di kelas 2 SMA.
“Makin cantik aja anak Amang ini. Sudah cantik, pintar, dan pandai menutup
aurat pula.” Jefri memuji Randalia yang sudah banyak berubah sejak berangkat ke
Yogya empat tahun lalu.

Halaman 2
“ Iya, aku pula amangnya!” ujar Amang Regar bangga. Jefri dan Randalia
tertawa renyah mendengar ucapan itu
Memang benar apa yang dikatakan Jefri. Randalia dulu bukanlah Randalia yang
sekarang. Elok sangat parasnya jika dipandang, Kulit putih mulus dengan badan
ramping dan tinggi. Apalagi dengan kerudung merah muda senada dengan baju
gamis yang dipakainya. Aduh... bukan main eloknya. Randalia kecil yang dekil dan
hitam, membuat ingin mencubit dirinya saking gemasnya. Anak perempuan yang
lasak. Badan kecilnya yang membuat dirinya tak tampak jika berada di kerumunan
orang-orang dewasa. Hal itu dijadikannya sebagai alasan agar Amang Regar mau
menggendongnya sepanjang jalan. Amang Regar dan Inang Leli mendidik Randalia
dengan baik. Apabila melakukan kejahilan yang mengakibatkan orang lain marah,
maka tak segan-segan Inang Leli memukul atau mencubitnya. Namun, Randalia tak
pernah menangis jika hal itu dilakukan oleh ibunya. Randalia anak yang bijak, dia
menyadari bahwa hal yang dilakukannya tidak disukai oleh amang dan inangnya,
maka hal itu adalah kesalahannya sendiri.
Randalia suka keluar rumah untuk bermain dengan teman-temannya.
Adakalanya Randalia hanya menggunakan baju singlet dan rok sekolah SD-nya
tanpa menggunakan sendal. Hal ini yang sering membuat inangnya marah.
“Lia, jangan Kau keluar macam itu, masih kau pakai singlet itu besok sekolah?”
perintah Inang Leli. Randalia memang anak yang sangat mudah menyesali
kesalahan, apalagi sudah dimarahi inang dan amang.
“Sudahlah, anak-anak itu jangan kau marahi dia. Nanti mentalnya akan lemah
jika sudah besar!” Kalau dibela seperti itu, Randalia akan merasa sangat bahagia.
Suatu kejadian ketika bulan Ramadhan tiba, Randalia sudah diajari berpuasa
sejak kecil. Randalia sangat bahagia ktika bulan itu tiba, karena dia akan mendapat
makanan yang sangat banyak dan enak ketika berbuka puasa.
“Inang, Lia lapar. Boleh gak kalau Lia buka puasa sekarang, terus habis buka
puasa Lia sahur ya Inang. Boleh ya, boleh ya!” rengek Randalia ketika jarum jam
dinding menunjuk ke arah pukul 12 siang.
“ Tak bisa lah Sayang!” bantah inangnya dengan lembut. “ Nanti, kalau Kau
dapat puasa satu bulan penuh inang dan amang janji akan belikan kau hadiah”.
Ibunya membujuk untuk meyakinkan Randalia.

Halaman 3
“Janji ya Inang!” senyum Randalia mulai terpancar
“ Iya Nak, inang janji”, balas inangnya dengan senyuman lebar agar Randalia
tidak marah dan tidak membatalkan puasanya.
Kemarahan Randalia adalah hal yang ditakutkan oleh Amang Regar dan Inang
Leli. Pernah suatu ketika Randalia pulang sekolah dan ketika sampai rumah tak ada
satu orang pun yang ada di rumah itu. Ternyata amang dan inangnya sedang pergi
melayat ke kampung sebelah. Ketika Amang dan Inang pulang, Randalia memasang
wajah yng super jelek. Randalia merajuk sampai dua hari. Dia tak mau makan dan
mengurung di kamar jika tak ada kerjaan. Akhirnya inang dan amangnya
membelikannnya mainan baru untuk membuat Randalia tidak merajuk lagi.
Randalia mengingat suatu kejadian lucu ketika shalat tarawih sedang
berlangsung. Ada saja keusilan yang dilakukan Randalia. Saat shalat jamaah sedang
berlangsung Randalia mengendap-endap keluar dari saf menuju musholla sebelah
rumah mereka.
“Dar..” suara Amang Regar mengagetkan Randalia yang sedang mengendap-
endap hendak balik ke rumah.
“Ih, Amang ngapai di sini? Amang kok tidak sholat, hayo!” Randalia mencoba
menjahili ayahnya.
“Amang tu barusan dari kamar mandi sayang!” Amang Regar mencoba
membela diri.
“Hayo Amang malas sholat tarawih, kan?” Randalia menunjuk ke arah
amangnya. Tiba-tiba sebuah jeweran mendarat di telinga mereka berdua.
“Aduh”, jerit mereka serentak. Mereka melihat ke arah pemilik tangan yang
menjewer mereka. Dia adalah Inang Leli. Beliau tidak sabar dengan keributan yang
dilakukan suami dan anaknya itu. Amang Regar dan Randalia mengusap-usap
telinga mereka yang sakit bekas jeweran Inang Leli. Mereka berdua berjanji tidak
akan ribut lagi.
Randalia tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas. Kalau masalah pelajaran
di kelas jangan tanya, Randalia jagonya. Walaupun usil tapi dia pintar. Hal itu yang
membuat Amang dan Inangnya bangga. Sampai sebuah kejadian yang membuat hati
Randalia dan Amang remuk. Saat Randalia kelas 1 SMA, inangnya sedang hamil
adiknya. Randalia sangat bahagia karena akan mempunyai adik baru. Inangnya

Halaman 4
bersalin kepada seorang dukun beranak dekat rumahnya dan melahirkan saat
Randalia kelas 2 SMA. Takdir berkata lain, nyawa inang dan calon adiknya tak
tertolong. Randalia sangat sedih, hampir setiap hari dia pergi ke makam inangnya
untuk berdoa. Hari-hari yang dijalaninya tak seindah dulu lagi.
Tetapi berkat perjuangan amangnya dan kegigihan Randalia dalam belajar,
Randalia masuk kedokteran di universitas ternama di Yogya. Karena akalnya yang
cukup pintar, Randalia mendapat beasiswa. Randalia sangat bahagia karena dia
berhasil mendapatkan impiannya. Begitu pula Amang Regar yang sangat bahagia
mendengar kabar itu. Namun sebagian hatinya agak sedih karena dia harus
melepaskan Randalia pergi jauh untuk menuntut ilmu. Apalagi kondisi keuangannya
yang tak menentu. Tapi untuk Randalia, Amang Regar berusaha dengan keras.
Randalia berangkat ke Yogja. Empat tahun dia menyelesaikan kuliahnya tanpa
pernah pulang ke rumahnya. Kalau Dia rindu, dia akan mengirim surat kepada
amangnya. Randalia tahu kondisi keuangan Amangnya yang memprihatinkan. Tanpa
sepengetahuan Amangnya, Randalia mencari biaya tambahan lewat kerja sambilan di
sebuah supermarket.
Adakala muncul rasa malu melihat teman-teman kuliahnya yang datang ke
kampus dengan mobil pribadi. Sedangkan Ia? Seorang anak dari kampung pulau
Sumatera yang tidak ada apa-apanya dibanding teman-teman kuliahnya itu. Belum
lagi ia harus memakai seragam di supermarket sepulang kuliah. Tapi Randalia ingat
lagi Amangnya di kampung, ingat inangnya yang sudah menghadap Allah. Randalia
mengabaikan semua rasa malu itu.
Hari-hari Randalia dilalui perjuangan berat. Ia harus membagi waktu antara
belajar dan bekerja. Jika tidak, akan sangat sulit bagi Randalia menyelesaikan
kuliahnya. Meskipun beasiswa ia terima, namun tak akan cukup membiayai hidup di
rantau.
Randalia kembali memandang ke seluruh rumahnya, mencoba mengingat semua
kenangan masa kecilnya. Ditatapnya wajah amangnya yang tetap sibuk. Kebetulan
tadi Jefri membawa Ikan Mas Arsik yang juga kesukaan Randalia. Tidak terasa ada
air bening yang mengalir di pipi Randalia. Randalia pulang membawa gelar
dokter. Hal yang sangat membuatnya sangat bahagia sebagai pengganti
kesedihannya selepas kepergian ibunya.

Halaman 5
Hari ini ia pulang ke rumah Amang Regar, amang yang telah menjadikannya
memiliki prinsip. Ia sudah bertekad akan mengabdi di kampung halamannya itu.
Membantu orang-orang sakit dan mencoba pelan-pelan mengembalikan pesantren di
sebelah mushalla Al-Ghofur tempat ia selalu sholat tarawih yang sudah lama mati
karena ketiadaan biaya. Beberapa temannya di Yogya sudah berjanji akan
membantunya mewujudkan rencana itu.
Di dapur Amang Regar tetap semangat menyajikan hidangan di meja makan.
Kebetulan tadi Jefri membawa Ikan Mas Arsik yang juga kesukaan Randalia.
“Randalia Siregar, ayo tunggu apa lagi?” Amang berteriak dari meja makan.
“Iya, Amang Siregar-ku!”
“Ke sini Kau. Ikan Mas arsik sudah menunggumu!”

Halaman 6
Tentang Penulis
Nurul Afifah Lubis (Nurul) adalah seorang santriah (siswi) kelas XII
MIPA Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah 09 Kwala Madu Langkat
Sumatera Utara. Ia lahir di Binjai, 21 Januari 2002. Alamatnya di Binjai, tepatnya di
Jalan Pandega Gang Pendidikan No. 52 Kota Binjai 20725. Alamat email Nurul
adalah: lubisnurulafifah@gmail.com. Nomor ponsel yang bisa dihubungi
082163834926 (Itu nomor ponsel ayahnya, sebab di pondoknya tidak dibolehkan
membawa ponsel). Sedangkan alamat sekolahnya adalah Ponpes Modern
Muhammadiyah 09 Kwala Madu Langkat Sumatera Utara (Simpang Pabrik Gula
Kwala Madu-Sidomulyo Langkat. Judul cerpennya kali ini adalah: Rumah Amang
Regar. Cerpen ini adalah karya asli Nurul dan belum pernah dipublikasikan/
dilombakan.
Saat ini Nurul sedang sibuk-sibuknya menyiapkan diri mengikuti ujian akhir
di pondoknya. Nurul lumayan aktif di pondoknya. Dalam organisasi IPM (Ikatan
Pelajar Muhammadiyah) Ponpes Muhammadiyah sekolahnya ia diamanahi jabatan
Ketua Bidang Protokoler. Tugasnya salah satunya di bidang tulis menulis, karena itu
Nurul sudah menerbitkan bulettin untuk pondoknya yang sekali terbit sampai 700
eksemplar. Nurul juga ikut aktif dalam berbagai seminar dan lomba. Semasa SD dan
SMP di Binjai, Nurul berberapa kali memenangi FLSSN Tingkat Kota Binjai. Nurul
juga pernah masuk final Lomba Membaca Puisi di Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan. Prestasi yang cukup membanggakannya adalah juara 3
Lomba Menulis Esai dalam rangka hari guru 2018 Tingkat SMA se Kota Binjai di
Binjai

Halaman 7

Anda mungkin juga menyukai