Anda di halaman 1dari 12

Mulai dari awal

Karya Zacky Irfansyah

“Untuk bisa mengembalikan kebahagiaan


keluargaku, aku rela memulai semuanya dari awal”.
Berita perusahaan Glox Company yang bangkrut tersebar di berbagai media.
Ervin Wicaksono Surya, ialah pemilik perusahaan tersebut. Ia tinggal bersama 3
putra nya. Anak pertamanya bernama Ansel, anak keduanya bernama Gilang dan
anak bungsunya bernama Madhava. Mereka hidup bahagia, namun ketika
perusahaan ayahnya bangkrut kehidupan mereka seketika berubah drastis. Suatu
hari ketika Keluarga kecil tersebut berkumpul di ruang makan, Ervin ingin
menyampaikan tentang perusahaannya yang mengalami kerugian besar.

“Nak, maafkan ayah karena kita akan segera pindah dari rumah ini” ujar Ervin.

“Kenapa tiba-tiba pindah Yah?” Tanya Gilang terheran-heran.

“Maaf, tapi perusahaan ayah bangkrut jadi rumah ini akan ayah jual nak, kalian
gapapa kan?” jawab Ervin kepada anak-anaknya.

Ansel dan Madhava mengangguk walaupun sebenarnya mereka juga sedih akan
hal itu. Namun berbeda dengan Gilang.

“Gimana sih Ayah ini, ngurus kerjaan aja gak becus, apalagi ngurusin kami! Aku
malu punya ayah sepertimu!”. Bentak Gilang sembari memukul meja makan.

Mengetahui hal tersebut, Gilang tentunya kecewa. Sontak Ia pergi ke kamar dan
membereskan barang barangnya. Ya, tepat sekali, Gilang memiliki niatan untuk
pergi dari rumah. Ayahnya sempat mencegah Gilang, namun Gilang malah
mendorong ayahnya hingga tersungkur ke lantai. Ansel pun berusaha mencegah
dan mengajak bicara Gilang, sedangkan Madhava membantu ayahnya. Tak bisa
diganggu gugat, Gilang langsung pergi meninggalkan rumah dan keluarganya, Ia
pergi ke rumah pamannya yang rumahnya bak istana. Sesampainya di rumah
paman, Gilang langsung bersujud memohon supaya Ia diizinkan untuk tinggal
bersama paman. Gilang menceritakan tentang perusahaan ayahnya yang
bangkrut itu, bahkan Gilang berbohong pada pamannya kalau ayahnya suka
berfoya-foya agar pamannya merasa iba. Benar saja, pamannya merasa kasihan
pada Gilang, ia mengizinkannya untuk tinggal bersamanya serta istrinya selama
beberapa hari.

Malamnya, Paman menghubungi Ervin melalui chat di WhatsApp. Ia mengatakan


jika Gilang berada di rumahnya dan Gilang akan tinggal bersama paman selama
beberapa hari. Ervin yang cemas akan keberadaan Gilang seketika sedikit lega
ketika sang Paman memberi kabar tentang Gilang. Walaupun sebenarnya Ervin
merasa takut merepotkan Paman karena keberadaan Gilang. Ervin merasa
tertekan akan hal yang menimpa keluarganya, ia kini hanya bisa menyesal. Ervin
2
duduk di teras sambil melamun menatap indahnya Gemintang yang menghiasi
gelapnya langit malam. Melihat ayahnya melamun, Ansel menghampirinya dan
mengajak sang ayah mengobrol supaya tak terlalu larut dalam kesedihan.

“Yah, Aku dan Madhava gapapa kok tinggal di rumah yang lebih sederhana,
asalkan ada Ayah kita sudah bahagia, Aku akan mencoba bujuk Gilang supaya
dia mau pulang, ya walaupun butuh waktu tapi aku akan tetap berusaha. Ayah
jangan terlalu sedih. Semangat jagoanku!!!” ucap Ansel.

“Berat banget nak, Ayah tak menyangka kalau hal ini akan menimpa keluarga
kita, kalau masalah Gilang, ia sekarang tinggal di rumah paman, Ayah hanya
takut merepotkan keluarga mereka” sahut Ervin.

“Sudahlah yah, Gilang lama-kelamaan pasti ngerti kok, dia hanya kaget akan hal
ini. Ayah tak perlu khawatir,” ucap Ansel meyakinkan Ayahnya.

“Terima kasih ya, Kamu memang kakak yang baik untuk adik-adikmu. Kamu juga
pahlawan ayah yang selalu mengerti keadaan Ayah, oh ya adikmu Madhava
mana? Kok nggak kelihatan muncung hidungnya?” Tanya ayah

“Madhava ada kok, dia lagi rebahan di kamar” jawab Ansel.

“Oh, ya sudah kalau begitu. Kamu istirahat saja ya nak besok kita akan pindah
rumah” Ucap Ayah.

Akhirnya mereka bertiga istirahat menunggu hari esok. Keesokan harinya, ketika
Ayah, Ansel dan Madhava sudah bangun, mereka segera membereskan barang
barangnya dan meninggalkan rumah mewah mereka. Perasaan sedih
menyelimuti hati, air mata pun turut membasahi pipi, mereka bertiga sempat
menangis tak tega untuk menjual rumah mereka, namun inilah takdir. Akhirnya
setelah mereka selesai packing, mereka bertiga segera pergi meninggalkan
rumah mewah itu dan menuju rumah baru yang sederhana, tak terlalu luas namun
masih nyaman untuk ditempati.

Mereka berangkat menuju rumah barunya menggunakan angkutan umum, Ayah


dan Ansel sibuk berbincang-bincang sementara Madhava menikmati indahnya
jalanan. Tiba-tiba Madhava terkejut akan satu hal yang ia lihat.

3
“Ayah, kak Ansel! Lihat! Itu kan rumah paman, gede banget ya.” Ucap Madhava
terkejut melihat betapa mewahnya rumah paman.

Angkutan umum yang mereka naiki melewati rumah paman, kemudian jarak
beberapa meter angkutan umum tersebut berhenti didepan sebuah rumah.

“Ansel, Madhava, ayo turun kita sudah sampai” ajak ayah pada kedua anaknya.

Akhirnya mereka bertiga sampai di rumah barunya, mereka bergegas masuk


meletakkan barang bawaan yang begitu berat. Setelah meletakkan barang
bawaan, mereka beristirahat di ruang tamu. Masing-masing dari mereka
kelelahan dan tak terasa mereka bertiga tertidur pulas di ruang tamu. Sekitar
pukul 3 sore mereka terbangun dari tidurnya. Ayah pun kaget ketika melihat jam
yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Kemudian Ayah menyuruh Ansel dan
Madhava untuk segera mandi dan membantu ayahnya untuk berbelanja
kebutuhan sehari-hari. Setelah selesai mandi, mereka bertiga berangkat ke pasar
jalan kaki, karena jarak antara pasar dan rumah baru mereka hanya beberapa
menit perjalanan saja. Ketika berjalan menuju pasar, mereka sambi dengan
mengobrol supaya tak terlalu bosan.

“Nak, dalam waktu dekat Ayah akan segera cari kerja supaya tetap bisa
membiayai pendidikan kalian, termasuk Gilang” kata Ayah.

“Apa Ayah sudah yakin mau kerja kembali? Kami berdua takut jika Ayah masih
teringat akan perusahaan Ayah yang lama “ sahut Ansel.

4
“Selagi kalian setuju, Ayah yakin atas keputusan ini, lagian jika diam di rumah
Ayah tak akan dapat pemasukan, bisa-bisa kita semua mati kelaparan” jawab
Ayah.

“Kami berdua setuju, kami akan selalu dukung Ayah” jawab Ansel dan Madhava.

“Terima kasih ya anak-anak, maaf jika upah pekerjaan Ayah tak setinggi upah di
perusahaan dulu” Kata Ayah sambil menatap Ansel dan Madhava.

Ansel dan Madhava reflek mengangguk.

Beberapa meter berjalan, mereka pun sampai di pasar. Mereka berbelanja


kebutuhan sehari-hari dan bergegas untuk pulang agar tak terlalu malam ketika
sampai di rumah karena besok Ansel dan Madhava harus pergi sekolah. Akhirnya
mereka bertiga sampai di rumah, mereka meletakkan belanjaan di meja makan
kemudian Ansel dan Madhava tidur. Kini mereka tidur sekamar.

Sementara itu, Ayah duduk di ruang tamu kemudian mengambil ponsel


genggamannya dan mencoba untuk menghubungi nomor Gilang. Ayah
menghubunginya melalui chat di WhatsApp, Ayah menanyakan kabar Gilang,
sedang apa, apakah sudah makan, dan apakah ia nyaman di rumah pamannya.
Sesekali Ayah membujuk Gilang untuk pulang. Namun chat nya hanya di baca
oleh Gilang tanpa mengirim satu katapun pada Ayah.

Karena pesannya tak kunjung dibalas, Ayah pun beranjak dari tempat duduknya
kemudian berjalan menuju kamar karena teringat besok adalah hari pertamanya
bekerja. Ayah pun akhirnya tertidur nyenyak. Esok paginya Ayah bangun lebih
awal dan memasak sarapan untuknya dan kedua putranya. Setelah selesai
memasak, Ayah membangunkan Ansel dan Madhava. Mereka berdua pun
bangun kemudian bergegas mandi. Setelah mandi dan memakai seragam
sekolah dengan rapi, Ervin, Ansel dan Madhava sarapan bersama-sama di ruang
makan. Kemudian mereka berangkat ke sekolah naik angkutan umum. Melihat
putranya telah berangkat, Ervin pun juga bergegas menuju tempat kerjanya.
Sebelumnya Ervin sempat mengirimkan chat pada Gilang, apakah ia sekolah atau
tidak. Dan benar saja pesanan tak dibalas lagi.

Ervin akhirnya berangkat menuju tempat kerjanya, kini Ia kerja di bengkel


kendaraan bermotor seperti motor dan mobil. Sesampainya di bengkel, Ervin
langsung ditugaskan untuk memperbaiki beberapa kendaraan. Sesekali ia
memperbaiki mobil milik teman lamanya yang kini telah menjadi manajer sukses.
5
“Ahahahaha, Ervin, Ervin. Ternyata setelah bangkrut kamu jadi tukang bengkel
ya”

Ervin hanya bisa tersenyum saja, ia tak terlalu menghiraukan ucapan dari
temannya dan melanjutkan memperbaiki mobilnya supaya dia bisa cepat pergi.

Waktu istirahat telah tiba, Ervin bergegas menghubungi Ansel dan menanyakan
apakah Gilang pergi sekolah atau tidak. Ansel, Gilang dan Madhava satu sekolah.
Masing-masing dari mereka hanya selisih 1 tahun saja. Kata Ansel, tadi ia sempat
melihat Gilang ketika di kantin bersama teman sekelasnya. Ervin lega ketika
membaca pesan Ansel, namun sebenarnya Ansel berbohong. Ia melihat Gilang di
kantin dan ketika ia hendak mendekati Gilang, Gilang malah pergi menjauh. Ansel
berbohong karena tak tega jika Ayahnya cemas dan larut dalam kesedihannya
lagi.

Hari silih berganti, setiap Ervin mendapatkan gaji Ia selalu menyisihkan uang
untuk diberikan pada Paman untuk biaya kehidupan Gilang. Entah itu untuk
makan, untuk main, untuk sekolah ataupun untuk jajan, yang penting Ayah selalu
memberikan uang kepada Paman agar tak terlalu membebani keluarga mereka.

Ervin kini telah bekerja selama sebulan di bengkel, namun ia dipecat oleh
atasannya karena ia sempat difitnah oleh teman kerjanya. Ia difitnah temannya
yaitu sengaja merusak alat-alat bengkel padahal sebenarnya tidak. Temannya
hanya iri karena Ervin mendapatkan gaji paling tinggi diantara teman-temannya
padahal Ervin adalah anak baru yang bekerja di bengkel itu. Ia pun pulang
dengan perasaan kecewa.

Sesampainya di rumah, ia mandi kemudian duduk di teras, spot kesukaannya di


rumah barunya. Tak beberapa lama kemudian, Ansel pulang terlebih dahulu.
Ansel melihat Ayahnya sedih, Ia pun menghampiri Ayah.

“Ayah kenapa lagi? Tentang Gilang ya?” tanya Ansel

“Bukan sel, Ayah sedih karena Ayah dituduh merusak alat-alat bengkel, dan Ayah
tadi di pecat. Ayah bingung harus kerja di mana lagi” jawab Ayah dengan nada
rendah.

“Sebenarnya yah, uang pembayaran sekolah ku dan Madhava sudah nunggak


selama sebulan. Kata guru, kalau tak segera dilunasi kami akan dikeluarkan. Apa

6
aku berhenti sekolah saja dan bantu Ayah kerja supaya bisa cari uang banyak
untuk biaya sekolah Gilang dan Madhava?” kata Ansel.

“Jangan nak, kamu sebentar lagi lulus hanya tinggal 4 bulan saja” jawab Ayah.

“Tapi Yah, biaya kelulusan itu mahal, biaya wisuda, biaya study tour, biaya foto
kelulusan, dan biaya ujian praktik itu mahal, aku takut membebani Ayah. Aku
kasihan lihat ayah setiap hari kelelahan kerja, belum lagi Ayah harus bangun pagi
dan memasak untuk kita, tolong izinkan aku yah” sahut Ansel sembari
menggenggam tangan Ayahnya.

“Baiklah jika memang kamu ingin bekerja, maaf ya Ayah selalu membebani mu.
Ayah kecewa pada diri Ayah sendiri. Maaf ya” ucap Ayah sambil meneteskan air
matanya.

Ansel kini telah memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu ayahnya
bekerja. Ia terpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam karena kondisi ekonomi
keluarganya.

Keesokan harinya, Ayah dan Ansel sibuk melamar pekerjaan di banyak tempat,
kesana kemari tanpa mengenal lelah. Ayah kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan baru, apalagi Ansel yang belum tamat sekolah. Tak jarang Ansel
mendapatkan cacian dan makian dari banyak orang. Ansel tak menghiraukan
ucapan mereka, karena ia selalu teringat akan sebuah kalimat “Jika Ayah kuat,
aku juga harus kuat. Aku sudah besar, aku akan berusaha tak membebani Ayah
karena aku tau beban ayah pasti lebih besar”. Akhirnya usaha mereka
membuahkan hasil, Ervin kini bekerja menjadi cleaning servis di perusahaan
Paman, sementara Ansel bekerja di sebuah restoran. Sementara itu, Madhava
hanya fokus belajar, belajar, dan terus belajar menggapai cita-cita.

Beberapa tahun bekerja, Ervin dan Ansel tetap memberikan uang kepada
Paman. Selain itu, mereka berdua juga membiayai pendidikan Madhava. Ervin
terlalu sibuk bekerja sehingga tak sempat menanyakan kabar Gilang. Ketika hari
libur, ia berinisiatif untuk mengirim pesan pada Gilang dengan harapan mendapat
balasan. Penantian panjang yang kini mendapatkan sebuah hasil, Ervin
mendapatkan balasan dari Gilang. Sebenarnya Gilang sudah tak nyaman tinggal
bersama pamannya semenjak Bibi nya punya anak. Gilang menjelaskan kalau ia
jarang diberi makanan, bahkan ia pernah tak makan lima hari. Gilang juga
menjelaskan kalau ia seringkali dipukul oleh Pamannya apabila Gilang tak
menuruti perintah Bibi nya. Membaca penjelasan dari Gilang, Ervin meneteskan
7
air matanya. Tak pikir panjang ia memohon pada Gilang untuk pulang ke rumah.
Gilang pun menyetujui permohonan Ayahnya, ia pun berpamitan pada Paman.
Pamannya hanya mengangguk saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Setibanya di rumah, Gilang langsung memeluk Ayahnya dan memohon maaf


akan kesalahan yang pernah ia perbuat. Gilang menangis sejadi-jadinya, ia
beribu ribu mengucap maaf pada Ayahnya sembari menjelaskan hal yang ia alami
selama di rumah Paman.

“Ayah, maafkan aku yah, aku menyesal karena membentak dan mendorong Ayah
kala itu, Aku menyesal durhaka pada Ayah, aku sangat menyesal. Tolong
maafkan aku Yah “ ucap Gilang tersedu-sedu.

“Ayah tak marah padamu Gilang, mah bagaimanapun kamu adalah anak Ayah,
darah daging Ayah. Ayah tak pernah benci padamu” ucap Ayah.

“Terima kasih Ayah, Kau memang Ayah yang sangat baik hati “ sahut Gilang

“Ayah harap, kamu bisa menerima keadaan kita ya, Maaf karena kesalahan Ayah
kamu jadi kena imbasnya. Oh ya, kamu bilang, kamu tak diberi makanan oleh
pamanmu ya? Tapi selama ini Ayah dan kak Ansel selalu menyisihkan sebagian
uang untukmu, Ayah memberikannya pada pamanmu “ kata Ayah terheran-heran.

“Benar Yah, aku tak berbohong. Dulu ketika Bibi hamil muda, aku selalu disuruh
paman ini itu, kesana kemari tanpa memikirkan kondisiku. Dulu aku juga sempat
sakit Yah, karena tak diberi makanan olehnya” jawab Gilang.

“Loh terus selama ini uang yang Ayah berikan pada pamanmu digunakan untuk
apa!? Atau jangan-jangan uangnya digunakan untuk kehamilan Bibi, bukan
untukmu?” Jawab Ayah yang meninggikan nada bicaranya.

“Aku juga tak tau Yah, aku kira Paman lah yang memberikan uang padaku bukan
Ayah” ucap Gilang.

Beberapa menit kemudian, Ansel dan Madhava pulang secara bersamaan.


Mereka terkejut ketika melihat Gilang pulang. Mereka bergegas menuju Gilang
dan memeluknya. Mereka meneteskan air mata, menangis terharu, terutama
Madhava. Madhava selama ini selalu mencari dan menanyakan kabar Gilang
pada Ayah dan kakaknya.

8
“Aku kangen kakak, kakak selama ini kemana saja tak pernah kasih kabar
padaku” kata Madhava.

“Kakak juga kangen kamu, maaf ya kakak sempat menghilang. Kskak janji akan
selalu ada buat kamu” jawab Gilang.

“ihhhh, Kamu ngga kangen aku ya Lang? Parah banget kakak sendiri dilupakan”
sahut Ansel.

“eh engga kok kak, Aku juga kangen kak Ansel, maafin Gilang ya selalu
merepotkan kak Ansel” jawab Gilang.

“aaa jadi terharu deh” kata Ansel.

Mereka berempat pun masuk ke rumah, meletakkan barang bawaan Gilang dan
menunjukkan kamar yang akan ditempati Gilang. Kemudian mereka duduk
bersama di ruang tamu dan berbincang-bincang melepas rasa rindu. Ayah juga
menjelaskan kalau Ansel kini berhenti sekolah dan Ansel bekerja membantu
ayahnya.

Malam pun tiba, Ayah, Ansel dan Madhava dikejutkan ketika mereka melihat
Gilang tiba-tiba pingsan tergeletak di lantai. Sontak, mereka segera membawa
Gilang ke rumah sakit terdekat. Gilang dilarikan ke UGD karena kondisinya
sangat lemas. Dokter segera bertindak, para suster dan asisten berlarian kesana-
kemari. Cemas, takut, sedih, perasaan itu menyelimuti Ayah, Ansel dan Madhava.
Mereka takut hal yang tak diinginkan terjadi pada Gilang. Mereka bertiga dilarang
masuk ke ruangan UGD, mereka menunggu di ruang tunggu sembari
memanjakan doa doa. Beberapa jam kemudian, dokter keluar memanggil Ayah,
dokter pun memberi tahu tentang penyakit yang diderita Gilang selama ini.
Ternyata Gilang mengidap penyakit “irritable bowel syndrome” atau Sindrom
iritasi usus besar yang disebabkan oleh infeksi saluran pencernaan sehingga ia
harus dioperasi dan rawat inap di rumah sakit.

9
Mendengar hal tersebut, mereka bertiga sedih dan tak tega melihat saudara
kandungnya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Kini, Ayah dan Ansel harus
bekerja lebih keras dan lebih giat lagi untuk membayar biaya operasi Gilang dan
biaya sekolah Madhava. Sementara Madhava, setiap pulang sekolah ia harus
merelakan jam bermainnya untuk menemani Gilang di rumah sakit. Ayah dan
Ansel bekerja tak kenal waktu, sesekali mereka bekerja di dua tempat sekaligus
demi mencukupi biaya operasi Gilang.

Beberapa hari setelah Gilang menjalani operasi, Madhava duduk di samping


Gilang, namun tiba-tiba Gilang mengalami kritis. Madhava panik dan langsung
memanggil dokter, tak lupa Madhava menghubungi Ayahnya dan Kakaknya. Ayah
dan Ansel terkejut dan langsung meninggalkan pekerjaannya kemudian bergegas
menuju rumah sakit. Mereka berdua langsung berlari sekencang-kencangnya
menuju ruangan Gilang dan menemui Madhava. Kala itu, Madhava duduk di kursi
sambil gemetar ketakutan dan menangis. Ayah langsung menuju kamar Gilang
dan Ansel memeluk Madhava supaya lebih tenang. Ketika Ayah menemui dokter,
dokter berkata jika kesempatan Gilang untuk hidup hanyalah 20% saja.
Mendengar hal itu Ayah langsung menangis sejadi-jadinya karena takut
kehilangan salah satu putranya. Ansel dan Madhava juga menangis ketakutan,
tak tega jika harus kehilangan anggota keluarganya.

Hari silih berganti, dan waktu berjalan begitu cepat. Gilang masih saja dalam
kondisi kritis. Berbagi tindakan dan operasi dilakukan oleh dokter. Ayah dan Ansel

10
terus bekerja mencari uang, tak lupa mereka selalu berdoa memohon supaya
Gilang bisa melewati masa kritis dan kembali sehat. Suatu hari ketika Mereka
berkumpul di rumah sakit, mereka mendapat kabar gembira bahwa Gilang
berhasil melewati masa kritisnya.

“Kak Gilang, aku kangen kakak” ucap Madhava yang langsung memeluk Gilang.

Air mata haru kembali menyelimuti hati mereka, akhirnya usaha dan Doa mereka
terbayar. Kondisi Gilang semakin membaik, dan hanya tinggal menunggu
konfirmasi dari dokter kapan Gilang bisa kembali pulang. Beberapa hari
kemudian, akhirnya Gilang sembuh total dan dokter mengizinkan untuk pulang.
Mereka pun pulang bersama-sama, ketika perjalanan pulang Ayah, Ansel dan
Madhava tak bisa berhenti tersenyum melihat Gilang.

Setibanya di rumah, Ayah menyuruh anak-anaknya untuk beristirahat.


Sementara itu Ayah akan memasak makanan untuk mereka. Aroma khas
masakan Ayah memenuhi rumah, tak sabar untuk makan, Ansel mengajak kedua
adiknya untuk pergi menuju ruang makan. Ayah menghidangkan makanan
kesukaan anak-anak kesayangannya yaitu Nasi kuning. Mereka berempat pun
makan dengan lahap makanan yang dimasak Ayah.

Setelah selesai makan, Gilang bertanya pada Ayah

“Yah, apa Ayah gak ada niatan untuk melaporkan Paman ke kantor polisi?”

“Ya Gilang, Ayah dari awal sudah berencana untuk melaporkan hak itu ketika
kamu sudah sembuh” jawab Ayah

“Ya sudah langsung laporkan hari ini saja Yah, kalau dibiarkan begitu saja paman
akan makin menjadi jadi” kata Gilang

“Ayah, bolehkah aku dan Madhava ikut?” sahut Ansel

“Tentu saja nak, setelah ini kita akan pergi ke kantor polisi bersama-sama “ jawab
Ayah.

Setelah makan, mereka langsung bergegas menuju kantor polisi dan melaporkan
tentang penganiayaan Paman terhadap Gilang. Pada hari itu juga polisi
menggerebek rumah Paman. Sesampainya di rumah paman, polisi langsung

11
menangkap dan membawa Paman dan Bibi ke kantor polisi. Para polisi juga
menyelidiki rumah Paman, dan ternyata paman terbukti telah melakukan tindakan
korupsi di samping tindakan penganiayaan. Paman telah mengkorupsi uang yang
diberikan Ayah selama Gilang tinggal bersamanya dan Paman lah dalang dari
kerugian besar yang dialami perusahaan Glox Company kala itu. Polisi
memenjarakan Paman dan Bibi kemudian menyerahkan uang uang yang
dikorupsi paman selama ini. Tak diduga-duga uang tersebut sebesar Rp
5.500.000.000.

Beberapa hari kemudian, Ervin membangun sebuah usaha kecil-kecilan dengan


uang tersebut. Ansel pun turut senang karena ia tak akan susah lagi mencari
pekerjaan karena ia akan bekerja ditempat Ayahnya. Setelah berusaha dengan
sungguh-sungguh, Usaha yang dibangun Ayah kini telah sukses. Gilang kini telah
menyelesaikan pendidikan SMA nya, ia memilih untuk tidak melanjutkan ke
perguruan tinggi, melainkan ia memilih untuk bekerja bersama Ayah dan Kak
Ansel. Sementara Madhava memiliki untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, ia
mengambil jurusan Kedokteran karena cita-cita adalah membantu banyak orang
sakit.

Akhirnya nama baik keluarga Ervin Wicaksono Surya kembali naik ke publik.
Mereka kini telah sukses dan berhasil mencapai kebahagiaan yang mereka
dambakan selama ini. Semua usaha dan doa yang mereka lakukan selama ini
terbayar. Banyak media yang meliput keberhasilan mereka. Kerja keras dan hal-
hal positif yang mereka lakukan selama ini telah memotivasi ratusan bahkan
jutaan orang-orang diluar sana.

“gagal itu wajar dalam hidup, yang nggak


wajar itu ketika kamu menyerah dan kalah
melawan kegagalan. Terima kasih karna
sudah mempercayaiku Ansel, Gilang,
Madhava. Kalian adalah pahlawan dalam
hidup Ayah“

Ervin Wicaksono Surya.

12

Anda mungkin juga menyukai