Anda di halaman 1dari 5

Ayahku, Pahlawanku

Pagi itu, andini masih didalam kamarnya yang masih tampak berantakan dan tampak
bermalas-malasan di tempat tidurnya. Jam weker yang ada di atas meja belajarnya telah
menunjukan pukul 05.00 pagi. Ia malah tampak menguap berkali-kali tanpa menghiraukan matahari
yang mulai bersinar dari ufuk selatan. “andini bangun nak, udah siang, hari ini kamu mau sidang
skripsi” teriak ayah membangunkan andini. Tetapi andini tetap tidak menghiraukan teriakan
ayahnya.

“ayo nak bangun, jam sudah menunjukan pukul 05.00 nanti kamu terlambat!”.

“Iya yah bentar, masih ngantuk”. Sahut andini dengan suara ketus. Dia tetap melanjutkan
tidurnya untuk tetap menikmati surga di bawah alam sadar. Pada saat itu iya merasa menjadi
seorang ratu dari kerajaan konglomerat dan ia merasa begitu anggun dengan gaun putih yang di
kenakanya begitu mewah. Tak hanya itu, ia juga mempunyai pengawal yang setia menemaninya
kemana pun ia pergi dan kapan pun ia pergi, para pengawal siap menemaninya. Alhasil itu hanya
sebuah mimpi.

“ayo nak bangun nanti kamu kesiangan”!

“iya yah ini andini juga sudah bangun kok”, sahut andini. “Iya udah nak sholat subuh dulu
udah siang, setelah itu mandi ya, jangan lupa sarapan ayah udah nyiapin makanannya di meja
makan”. Kata ayah sambil beres-beres dapur kecintaanya. Andini merupakan anak satu-satunya pak
Tarno yang masih hidup. Ibu andini meninggal dunia di saat andini umur 2 tahun, ia di vonis
penyakit paru-paru oleh dokter. Tak lama kemudian di susul kaka andini, yang di vonis sakit liver.
Jadi sekarang yang menggantikan posisi ibu adalah pak tarno. Ia sosok ayah sekaligus ibu bagi
andini.

“yah andini berangkat kuliah dulu ya”, kata andini sambil berjabat tangan.

“iya nak, hati-hati di jalan. Naik sepeda montornya jangan ngebut-ngebut ya”,

“iya yah, andini berangkat, assalamualaikum”.

“walaikumsalam nak, hati-hati!” jawab ayah.

Ayah andini yang hanya berprofesi sebagai kuli bangunan tetapi iya tak pernah patah
semangat untuk menyekolahan anaknya agar bisa menjadi sarjana dan nantinya bisa menjadi orang
yang sukses. Ia tak pernah mengeluh akan rejeki yang allah berikan padanya. Ia selalu mensyukuri
seberapapun nikmat yang allah berikan padanya. Karena bagi beliau andini merupakan harta yang
paling berharga.

Tttuuttuutt…. Bunyi hp andini berdering. Dan dilihatnya ternyata bibi menelfon. Ada apa ya
tumben bibi jam segini nelfon, kata andini dalam hati. “Hallo bi, ada apa ya? kok tumben jam segini
nelfon” kata andini. “Andini kamu pulang ya, ayahmu di rawat di RS Permata Medika”, jawab bibi,
“Ayah kenapa bi! Ada apa dengan Ayah”, pikiran andini menjadi tak karuan air matanya pun ikut
menetes membasai pipinya yang merona. “Pulang dulu nak, nanti bibi ceritain di Rumah Sakit” kata
bibi sambil mematikan telfonya.

Sesampainya di Rumah Sakit Permata Medika, andini tak bisa menahan air matanya yang
terus membasi pipinya, iya tak tahan melihat bapaknya yang berbaring lemah di tempat tidur rumah
sakit. Jidadnya dan kakinya yang tertempel perban membuat andini menangis terisak-isak. Ia pun
langsung memasuki ruang mawar dimana tempat ayahnya di rawat.

“Ayaahhhh…kenapa ayah bisa kaya gini yah,” isak tangis andini sambil memeluk badan
ayahnya yang tergores luka.

“ayah nggak papa nak, ayah baik-baik saja,” jawab pak Tarno untuk menguatkan anak satu-
satunya.

Bibi Sipar yang memeluk andini dari belakang, sembari berbisik “kamu yang sabar ya nak,
doakan saja agar ayahm lekas sembuh dan cepat pulang dari RS, bibi mencoba untuk menenangkan
andini yang sembari tadi menangis terisak-isak. Di bawanya andini keluar ruangan, agar pak tarno
dapat isirahat dan andini bisa menghela nafas. “duduk nak, dan minum ini, kata bibi sambil
menyodorkan segelas air putih. Ayahmu tadi mengalami kecelakaan di saat iya sedang melakukan
kegiatan kerja bakti nak, ayahmu kerobohan tembok posyandu, dan sekarang ayah mengalami patah
tulang, Akibat patah tulang ini membuat ayah tidak bisa berjalan. Karena tulang di bagian lututnya
ada yang patah sehingga harus melakukan operasi. Kata bibi sambil mengegam tangan andini.

Andini binggung harus melakukan apa, menangis, mengeluh dan terdiam hanya itu yang bisa
ia lakukan. Bagaimana tidak, di setiap malam andini hanya bisa menangis dan risau melihat
keadaaan ayah yang berbaring lemah di RS. Ingin rasanya aku mengulang waktu agar ayah tidak
mengalami hal buruk seperti ini. Tapi apalah daya aku tak mungkin bisa untuk mengulang waktu
yang telah berlalu. Aku hanya bisa mendoakannya semoga ayah lekas sembuh. Kata andini dalam
hati.
Hari ini, hari dimana ayah akan melakukan operasi, dan andini ikut mengantarnya sampai
ruang operasi. Isak tangis pun pecah sesampainya ruang operasi, “aku nggak kuat nahan air mata ini
ya tuhan”, keluh andini

“ayah…ayah semangat ya, ayah harus yakin ayah pasti sembuh, jangan lupa berdoa ya yah”,

“iya nak, doakan ayah ya, agar ayah operasinya lancar, jawab ayah dengan senyuman manis,
untuk menguatkan putrinya. “iya yah, aku akan selalu mendoakan ayah di sini”. Jawab andini.

Dengan penuh rasa tegang menunggu ayah keluar dari ruang operasi, akhirnya ayah keluar
dengan senyuman manis, “alhamdulilah nak, operasinya berjalan dengan lancar, terimakasih ya nak
udah mendoakan ayah”. Iya yah, “alhamdulilah operasinya udah selesai dan berjalan dengan
lancar”, jawab andini. Selang 2 hari pak tarno pun sudah boleh di bawa pulang, sambil menunggu
mobil jemputan, andini mengurus biaya RS.

Ke esokan harinya, ayah berjemur menggunakan kursi roda di depan rumah, aku yakin ayah
sangat terpukul. sambil ku pijat punggungnya, ayah menoleh dan tersenyum memendangku. Setelah
itu aku bertanya,

“ayah kenapa yah?”

“ayah tidak apa-apa nak, katanya dengan bibir yang gemetar.

“sabar ya, jangan ganggu ayahmu,” bisik bibi di sampingku. Aku hanya bisa menghela napas
dan duduk di samping ayah sambil berpikir kenapa ini harus terjadi di keluargaku. Ingin rasanya
aku menangis. Ibu, kaka, meninggalkanku beberapa tahun yang lalu. Dan sekarang ayah sakit patah
tulang.

Semakin hari berat badan ayah semakin menurun, ayah pun belum bisa berjalan, padahal
bekas oprasianya udah sembuh, dokter pun tidak menyarankan ayah untuk kontrol lagi. Lutut kaki
kiri yang bekas operasianya mulai membesar, membuat ayah tidak bisa berjalan lagi. Ketika di
bawa ke rumah sakit, ayah di vonis terkena penyakit dalam. Dan kemungkinan besar ada kaitanya
dengan kejadian robohnya bangunan. Dokter memvonis peluang untuk sembuh kecil, tetapi
keluarga tidak pernah berhenti untuk mensupport dan memberi semangat, agar ayah tetap semangat.
Terlebih teman-teman mengaji di masjid hampir tiap malam datang untuk mendoakan agar ayah
lekas sembuh. Berbulan-bulan telah berlalu, banyak terapi dan RS yang di kunjungi untuk
pengobatan ayah, tetapi sampai saat ini pun tidak membawa hasil atau belum ada perubahan.

Setiap hari andini hanya binggung dan terdiam, karena keadaan ayah sekarang yang terus
menurun dan tidak mau makan. Ayah hanya bisa berbaring di ranjang kamar. Tiap malam andini
terkadang merasa takut, apakah ayah tidur ataukah tidak. Maka dari itu andini tiap tengah malam
bangun dan memperhatikan ayahnya.

“ayah sarapan bubur dulu ya, biar ayah lekas sembuh”, Tanya andini sambil menyodorkan
sesendok bubur pada ayah.

“iya nak”. Jawab ayah

“ayah makan yang banyak ya yah, biar ayah lekas sembuh, biar kita bisa jalan – jalan bersama
lagi, dan ayah bisa menghadiri acara wisudaku nanti”. Kata andini untuk mensuport
ayahnya.

“iya nak, doakan ayah ya, biar ayah cepet sembuh, biar nanti ayah bisa melihat anak ke
sayangan ayah naik panggung memakai toga, dan dapat gelar sarjana. Tapi itu semua jika
allah menghendaki nak, karena kita nggak tau sampai kapan kita hidup di dunia ini. Satu
pesan ayah nak, kuliah yang rajin ya, biar nanti kamu dapat gelar sarjana, syukur – syukur
setelah itu kamu bisa melanjutkan pendidikanmu ke S2”. Jawab ayah sambil mengengam
tanganku.

“ayah jangan bilang gilu lah yah, ayah harus semangat dan harus optimis untuk sembuh”.
Jawab andini untuk menguatkan ayahnya.

Setelah selesai menyuapin ayah makan andini pun bergegas untuk berangkat kuliah. Karena
hari ini, ada jadwal sidang skripsi. “yah, andini berangkat kuliah dulu ya”. Kata andini sambil
berjabat tangan. “iya nak, kamu hati – hati ya, nggak usah ngebut-ngebut naik sepada montornya.
“iya yah, siap, doakan ya yang siding skripsinya lancar. assalamuaikum”.

Sesampainya di kampus andini hanya terdiam mengingat kondisi ayahnya yang belum lekas
sembuh. Kenapa ya beberapa hari ini kondisi ayah belum lekas sembuh, dan belum ada perubahan
malah semakin memburuk, ayah pun sudah mulai tidak sadar. Gugam andini.

Tuttuuttutttttt….bunyi dering hp andini. Segera andini mengambil HandPhone yang di dalam


kantong sakunya. Tertanya ada pesan Whatapp dari bibinya. “andini tolong pulang sekarang ya,
ayahmu sudah tidak sadar”. Pikiran andini pun menjadi tak karuan.

Sesampainya di rumah andini di kejutkan dengan keadaan ayahnya yang sudah tak sadar diri.
Matanya sudah tak bisa di pejacamkan, mulutnya sudah tidak bisa bicara lagi. Hanya air mata yang
bisa menetes di pipi andini. Andini bergegas mengambil air wudhu untuk membacakan surat Yasin
untuk ayahnya. Air mata pun terus mengalir membasahi pipi andini. Andini tidak ada hentinya
membacakan doa untuk ayahnya. Tetapi ayahnya tidak kunjung sadar. Ya allah cobaan apa lagi yang
kau berikan pada hamba-Mu ini. Aku sungguh tak sanggup melihat ayah menahan sakit seperti ini.
Aku sudah memafkan semua kesalahan ayah ya allah. Isak tangis andini pun tak kunjung henti.
Andini pun terus mendampingi ayahnya. Tepat pukul 02.49 ayah andini menghembuskan nafas
terakhirnya. Andini pun teriak histeris menyembut nama ayahnya. “Ayahhh…! kenapa secepat ini
ayah meninggalkan andini yah. Siapa yang akan menjaga andini lagi yah”.

Tibalah waktu pemakaman ayah andini, hati andini rasanya sungguh hancur sakit sekali,
masih berasa ini mimpi, Masih nggak percaya dengan ke pergian ayahnya untuk selama-lamanya.

Sekarang andini harus menjalani ke hidupan barunya, tanpa pahlawan yang selalu memotivasi
andini. Kuliah terbengkalai, kuliah nggak fokus, skripsi tidak ke urus sama sekali. Apa aku keluar
saja ya, aku lanjut kerja aja. Pikir andini. Tapi keluarga dan teman-teman selalu mendukung andini
untuk tetap melanjutkan kuliahnya, “andini kamu harus tetap semangat, buktiin ke almarhum ayah
dan ibu bahwa kamu bisa membanggakan beliau”, kata bibi. Dari situlah semangat andini tumbuh
kembali. Karena andini inget perjuangan ayahnya yang begitu besar untuk andini selama ini.

Akhirnya selesai sudah kuliah andini. Hari ini adalah hari wisuda andini. Entah apa yang
andini rasakan. Ada rasa bahagia dan sedih karena andini wisuda tanpa ayah dan ibunya. Tapi andini
bersyukur andini mendapat kumlot dan mendapat IP tertinggi di kampusnya. “Toga ini aku
persembahkan untuk kedua orangtua ku. Untuk almarhum ayah dan ibuku, serta untuk keluargaku
yang selalu mensupport aku. Dan aku bersyukur aku mendapatkan beasiswa S2 dari kampus ini”.
Kata andini dalam pidatonya di atas panggung.

Selesai

PENULIS

Diah Khoerunnisa. Memiliki hobi memasak dan menulis. Lahir di kota kebumen. Jawa Tengah

Email : aniesbimbim98@gmail.com

Telephon: 085 742 662 470

No. rekening: 3-008-18277-8

Anda mungkin juga menyukai