Anda di halaman 1dari 8

Cerita Pendek

“AKU PEREMPUAN”
Karya : Indah Pratama

SMK Bina Karya 2 Muntok


“Aku Perempuan”
Karya : Indah Pratama

Deburan ombak menghantam karang membangunkan Rani dari tidur nyenyaknya.


Ditatapnya jam dinding menunjukkan pukul 04.30 WIB. Dengan malas Rani memaksakan diri
untuk segera bangun dan bergegas untuk mandi.
Bedung Subuh terdengar bertalu-talu. Suara adzan berkumandang memanggil umat islam
untuk melaksanakan subuh. Angin laut menerobos masuk melalui sela-sela dinding papan yang
telah using. Tampaknya malam telah beranjak pergi dan sang fajar pun akan segera
menyingsing.
Setelah mandi, Rani segera shalat kemudian melakukan rutinitas di pagi hari. Yakni
duduk didepan meja belajarnya untuk mengulang materi pembelajaran sekolah. Hawa dingin
membuat Rani merasa ingin kembali berselimut di atas ranjangnya. Namun tidak ada lagi waktu
untuk bermalas-malasan. Sekarang ia telah duduk di kelas XII SMA. Terlebih lagi sekarang
telah memasuki semester akhir, ia harus belajar dengan giat agar dapat lulus dengan nilai yang
baik.

Rani adalah seorang gadis yang berusia 17 tahun, tinggal di sebuah kota kecil yang berada
di ujung Propinsi Bangka Belitung, tepatnya di kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat.
Rani merupakan anak yang pintar dan rajin. Ia selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya.
Tak jarang pula ia mendapat juara dari berbagai macam perlombaan. Rani juga termasuk anak
yang sopan dan ramah, sehingga banyak guru dan masyarakat yang memuji dan menyukai
kepribadiannya.
Rani merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakak laki-lakinya sudah berkeluarga
dan kini tinggal di luar kota. Ayah Rani bekerja sebagai seorang nelayan. Sedangkan Ibu Rani
bekerja sebagai pembuat ikan asin. Kehidupan yang sederhana mengajarkan Rani untuk selalu
bersyukur dan hidup mandiri.

Masa-masa SMA Rani akan segera berakhir. Masa-masa yang akan dirindukannya di
saat ia telah dewasa. Perjalanannya di dunia pendididkan akan selesai, dan akan melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi atau dunia kerja.
Sampai saat ini hal yang mengganggu pikiran Rani adalah pilihan untuk masa depannya.
Rani sangat kebingungan dengan apa yang akan ia lakukan selepas lulus sekolah nanti. Jauh di
lubuh hatinya Rani sangat inin melanjutkan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Namun ia
bombing dan ragu akan kemampuan orang tuanya. Kehidupan yang sederhana dan tergolong
pas-pasan membuat niat Rani melemah. Bahkan untuk sekedar membicarakan hal ini kepada
kedua orang tuanya pun membuat Rani takut.

Hari berganti hari dan minggu pun berganti minggu. Tak terasa kurang lebih hanya
tersisa tiga bulan lagi Rani akan menghadapi ujian. Rani semakin giat belajar guna mencapai
target nilai yang ia inginkan. Suatu hari, sekolah Rani kedatangan tamu dari salah satu
Universitas Negeri untuk melakukan sosialisasi. Rani sangat antusias menyimak penjelasan dari
pihak Universitas. Mendengar semua itu membuat minat Rani untuk melanjutkan pendidikan
semakin mengebu-gebu. Seusai sosialisasi, teman-teman yang lainnya sudah kembali ke kelas
masing-masing. Bu Rossa selaku guru bimbingan konseling menghampiri Rani yang sedari tadi
belum juga beranjak dari kursinya, seraya bertanya “Apakah kamu ingin melanjutkan pendidikan
mu Rani?” Tanya Bu Rossa seraya menepuk bahu Rani. Rani hanya menjawab dengan
senyuman. “Kamu itu siswa yang pintar dan berprestasi, Rani. Sayang jika kamu tidak
melanjutkan pendidikanmu.” lanjut Bu Rossa.
“Saya tidak yakin, Bu. Ayah Saya hanya seorang nelayan. Saya tidak mau
memaksakan kehendak saya dan menambah beban kehidupan bagi kedua orang tua saja.” Jawab
Rani lesu.
“Kamu bias mendaftar melalui jalur SNMPTN di perguruan tinggi, Rani. Kamu juga
bias mendaftar beasiswa Bidikmisi. Dengan nilai dari semester 1 sampai dengan semester 5
yang kamu miliki, ditambah lagi dengan piagam perlombaan yang pernah kamu raih, Ibu yakin
kamu akan di terima di perguruan tinggi negeri. Bahkan kesempatan mendapatkan beasiswa
bukanlah hal mustahil.” Jelas Bu Rossa. Ucapan Bu Rossa membuat Rani bersemangat.
Jantungnya berdebar-debar seakan ikut bersorak gembira.
“Apakah Ibu yakin kalau Saya bisa, Bu?” tanya Rani dengan mata yang berbinar-binar.
Yang ia butuhkan hanyalah dukungan, dan sekarang ada seseorang yang mendukungnya.
“Ibu yakin, Ran. Ibu juga akan membantumu untuk dapat mendaftar seleksi beasiswa.
Tugasmu sekarang belajar dengan giat untuk menghadapi ujian. Jangan lupa berdoa dan minta
dukungan dari keluarga.” ucap Bu Rossa seraya tersenyum. Rani mengangguk mantap
kemudian memeluk Bu Rossa. Rani sangat senang. Akhirnya sedikit demi sedikit jawaban atas
kbingungannya mulai mendapat titik terang.

Rani kembali ke kelas dengan raut wajah bahagia. Ucapan Bu Rossa masih melekat di
kepalanya. Suasana hatinya pun ikut bahagia. Berjarak lima meter dari tempat Rani berada,
Sodri dan teman-teman memperhatikan Rani. Sodri dan teman-temanya terkenal akan kenakalan
dan berasal dari keluarga yang kaya raya. “ Aku dengar kamu mau lanjut kuliah ya, Ran?”
tanya Sodri dengan nada menyindir. Rani hanya menjawab dengan anggukan. “Kamu itu sadar
dirilah, kuliah itu hanya untuk orang kaya seperti kami.” sahut Sodri lantang di susul dengan
gelak tawa teman-temanya. “Sudahlah, Sodri ! kamu jangan ganggu Rani !” jawab Yuna,
teman sebangku Rani. “ Kamu diam, Yuna! lebih baik kamu jangan berteman dengan si anak
nelayan. Nanti kamu jadi bau amis. Ha ha ha.”, ucap Sodri jahat. Rani masih diam sambil
menahan amarah. “Eh, Ran, kamu itu cma perempuan. Tempatmu ituu didapur ! untuk apa
sekolah tinggi-tinggi, kalau akhirnya akan jadi babu !” bentakan kasar Sodri kali ini benar-benar
terasa dihati Rani. Ia bangun dari tempat duduknya lalu menatap geram kearah Sodri.
“Aku memang perempuan! Dan aku bangga menjadi seorang perempuan! Apakah kamu
tidak mengetahui bahwa terdapat begitu banyak perempuan-perempuan hebat di negeri ini?
Salah satu Pahlawan Nasional yang bernama R.A. Kartini adalah seorang perempuan yang gigih
memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia semasa hidupnya. Menteri Kelautan dan
Perikanan negara kita yang bernama Susi Pudjiastuti adalah perempuan hebat di negeri ini.
Kamu tidak bisa meremehkan kaum perempuan seenakmu saja! Bahkan di dalam UUD pasal 27
ayat (1) menyatakan bahwa segala warga negera bersamaan kedudukannya didalam hkkum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintah itu dengan tidak terkecuali! Itu
artinya diatara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama di mata hokum.” Jawab
Rani tegas dan lantang, membuat seluruh kelas terdiamn dan kagum. Terutama Sodri yang
terkejut melihat keberanian Rani. “Malahan laki-laki sepertimu itulah yang merusak bangs ini!
Meremehkan kaum perempuan dan malah membanggakan kekayaan orang tuamu!” sambung
Rani kemudian seraya duduk kembali. Tepuk tangan yang meriah memenuhi seluruh kelas.
Membuat Sodri merasa malu dan memilih untuk pergi meninggalkan kelas. “Kamu benar-benar
hebat Rani “ ucap teman-teman Rani bangga.
Setibanya dirumah, Rani masih memikirkan ucapan Sodri. Rani benar-benar kesal
dengan perkataan kasar Sodri yang seakan-akan meremehkan kaum perempuan. Ditambah lagi
ia harus menyiapkan mentalnya untuk bicara kepada orang tuanya tentang rencana kuliahnya.
Hal itu benar-benar membuat Rani bingung dan gugup.
Malam harinya adalah saat yang tepat untuk membicarakan ini kepada kedua orang
tuanya, pikir Rani. Setelah shalat Isya Rani sekeluarga duduk santai di beranda rumah mereka
sambil mengobrol, ditengah hembusan sepoi-sepoi angin laut. Rani gugup bukan kepalang.
“Ibu.., Ayah… ada yang ingin Rani bicarakan” ucap Rani pelan. “Iya, ada apa, Rani?” sahut
sang Ibu. “Begini, Rani berencana mau melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi”, suara
Rani terdengar lirih. Suasanapun seketika menjadi hening. Ibu Rani terdiam, lalu menoleh ke
arah suaminya. “Uang dari mana? Kamu kira ayahmu ini seorang karyawan atau PNS? untuk
hidup saja pas-pasan, Rani.” jawab sang Ayah menusuk tepat di hati Rani. “Lagi pula kamu itu
perempuan! Buat apa sekolah tinggi-tinggi?” Rani terdiam menunduk pasrah. Jawaban
ayahnya benar-benar menyesakkan dada. “Tapi Ayah, Rani akan usahakan masuk perguruan
tinggi negeri dan mendapat beasiswa. Rani janji tidak akan menuntut banyak dari Ayah dan
Ibu”, Rani mencoba meyakinkan sang Ayah. Ibunya hanya dapat terdiam seraya merangkul
Rani.
“Kamu menjadi seorang PHL di Pemerintahan Daerah pun sudah membuat kami bangga,
sudahlah! Lupakan mimpimu itu!” jawab Ayah kemudian masuk ke dalam rumah. Tak terasa
guliran air mata sudah jatuh dipipi Rani. Ibunya tidak tahu harus berbuat apa, ia hanya bisa
menguatkan Rani. “Rani, apapun yang kami impikan, raihlah. Ibu akan selalu mendukungmu.
Maklumi saja Ayahmu itu. Ibu yakin pemikirannya akan berubah nanti,” ucap Ibu lembut.
Jemari tuanya yang halus menghapus air mata Rani. Rani tersentuh mendengar ucapan Ibunya
yang berbeda jauh dengan perkataan Ayahnya.
“Iya Bu. Doakan Rani, ya”, jawab Rani tersenyum. “Iya, nak. Jika Allah SWT
memang meridho’i kamu kuliah, maka Allah akan melancarkan semua urusanmu. Namun, bila
pada akhirnya tidak sesuai dengan apa yang kamu inginkan, jangan berkecil hati. Kamu harus
lebih bersabar dan jangan lupa beribadah”. Ucapan Ibu benar-benar menyejukkan hati.
Dukungan dari sang Ibu membuat Rani bertambah yakin dan optimis. Meskipun ayahnya belum
menyetujui keputusannya, Rani percaya bahwa ayahnya pasti ingin yang terbaik untuk dirinya.
Bulan demi bulan telah berlalu. Kini satu beban telah terlepas dari pundak Rani. UNBK
yang menjadi momok menakutkan baginya telah Rani lewati dengan lancer. Rani optimis bahwa
hasil yang akan ia dapatkan nanti dapat membanggakan orang tua.
Dan sekarang, hasil seleksi SNMPTN telah keluar. Rani dan teman-temannya yang ikut
mendaftar merasa gelisah tak karuan. Dengan di temani Bu Rossa, mereka melihat hasil seleksi
yang telah diumumkan secara online. Hasil yang didapaat merupakan hasil yang mereka
harapkan. Rani dan ke lima orang temannya dinyatakan lulus seleksi SNMPTN di Perguruan
Negeri yang merekan inginkan. Ucapan syukur tak henti-hentinya Rani panjatkan kepada Allah
SWT. Ia benar-benar merasa senang dan bangga akan apa yanga telah diperolehnya. Rani ingin
secepatnya untuk segera memberitahukan kabar gembira ini kepada orang tuanya.

Setibanya dirumah, Rani segera menemui kedua orang tuanya yang sedang duduk
bersantai di tengah rumah. Dengan perasaan senang bercampur ragu ia memberanikan diri untuk
memberitahukan kabar baik tersebut. “Ayah… Ibu…, Rani diterima kuliah di Perguruan
Tinggi Negeri”, seru Rani senang. “Alhamdulillah, nak. Ibu ikut senang mendengarnya”, jawab
Ibu sambil tersenyum. Rani menoleh ke arah sang Ayah. Ayahnya diam tanpa kata. Dengan
penuh harap Rani menghampiri ayahnya. “ Ayah … tolong izinkan Rani untuk menempuh
pendidikan yang lebih tinggi lagi. Rani janji akan mandiri dan tidak menyusahkan Ayah dan
Ibu. Rani ingin menjadi seorang sarjana, agar Ayah dan Ibu bangga”, ucap Rani sambil berlutut
memohon restu dari Ayahnya. Tangis Ranipun pecah tak tertahankan lagi. “Baiklah, Rani.
Bila tekadmu sudah bulat. Ayah izinkan kamu kuliah. Kejarlah impianmu. Ayah dan Ibu akan
membantumu. Semoga apa yang kamu inginkan dapat terwujud. Do’a kami selalu
menyertaimu, nak”, jawab Ayahnya lirih. Mendengar ucapan Ayahnya membuat Rani senang
bukan kepalang. Ia memeluk kedua orang tuanya seraya menangis bahagia. Akhirnya ia
menemukan jalan terang untuk meraih masa depanya.

Tujuh tahun kemudian. .


Banyak yang telah terjadi selama tujuh tahun berlalu dalam hidup Rani. Jatuh bangun
kehidupan telah Rani rasakan. Selama empat tahun pertama, Rani telah merasakan bagaimana
menjadi seorang mahasiswa yang hidup jauh dari keluarga. Selama empat tahun itu pula Rani
tak bertemu keluarganya karena kesulitan biaya. Meskipun Rani mendapatkan beasiswa dari
pihak perguruan tinggi, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Rani sepenuhnya.
Kejamnya kehidupan di kota besar benar-benar ia rasakan. Bahkan ia harus bekerja paruh
waktu demi mencukupi kebutuhan hidup.
Dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Hanya pepatah itulah yang menjadi keyakinan
Rani. Pernah terlintas di pikirannya untuk berhenti kuliah dan pulang ke kampong halaman.
Namun, janjinya di masa lalu yang mengatakan akan membanggakan dan memberikan
kehidupan yang lebih baik untuk kedua orang tuanya menjadi cambuk untuk terus bangkit dan
pantang menyerah.

Tiga tahun terakhir, tepatnya setelah Rani mendapatkan gelar sarjana, ia mulai
merambah ke dunia bisnis. Dengan modal pengetahuan dan ketrampilan yang ia miliki, ia
menjalankan sebuah bisnis property online bersama rekannya yang sudah terlebih dahulu terjun
di bidang tersebut. Berkat tekad dan usaha yang keras, hanya dalam kurun waktu satu tahun
bisnis Rani telah sukses dan mulai menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Setelah berhasil menjalankan bisnisnya, tidak serta merta membuat Rani berpuas diri.
Dia mulai peruntungannya di dunia bisnis kuliner. Dia membuka beberapa rumah makan hingga
beranak pinak. Cabang rumah makan yang ia dirikan tersebar hingga ke beberapa kota besar di
Indonesia.
Kesuksesan telah berhasil Rani gengam. Satu tahun terakhir ini ia telah tinggal bersama
keluarganya. Ia memboyong kedua orang tuanya. Bahkan sang kakak beserta istrinya ikut serta
menetap bersamanya di kota. Rani berencana untuk terus mengembangkan bisnis yang ia telah
dirintisnya. Kini, kehidupan Rani telah benar-benar berubah. Berkat kerja keras dan
keuletannya, ia berhasil mewujudkan keinginnya untuk mengangkat derajat keluarganya.

Rani yang kini berusia 25 tahun dikenal sebagai pebisnis perempuan Indonesia yang
telah meraih kesuksesan pada usia muda. Rani juga terkenal sebagai seorang motivator bagi
pebisnis muda maupun mahasiswa yang tertarik pada dunia bisnis. Kisah kehidupan Rani
beredar luar di dunia maya. Tidak hanya bakat berbisnis, Rani juga gemar menulis. Buku
pertamanya yang berjudul “Aku perempuan”, menceritakan tentang kisah nyata kehidupannya
sendiri.
Rani menjadi sosok suri tahuladan bagi banyak orang, terutama bagi kaum perempuan.
Ejekan dan hinaan orang-orang terhadap dirinya sekarang berubah menjadi pujian. Dari ejekan
dan hinaan itu yang membuat Rani termotivasi untuk terus berusaha hingga ia berhasil dan
sukses. Rani membuktikan bahwa menjadi sorang perempuan bukanlah sebuah penghalang
untuk dapat meraih kesuksesan. Usaha dan tekad yang kuat disertai dengan do’a telah dapat
mewujudkan cita-cita yang di impikan.

“Menjadi seorang perempuan adalah takdir sekaligus anugerah dari Tuhan.


Menurut Saya, Allah telah memiliki rencana yang indah di setiap takdir-Nya. Dan
takdir ku adalah menjadi seorang perempuan.” (Rani, 2025 : 65).

Anda mungkin juga menyukai