Anda di halaman 1dari 7

TUGAS BAHASA INDONESIA

Kelompok Drama

Nama Kelompok :
1. I Gde Rama Putra Y. (15)
2. Moch. Wildy Z.O. (17)
3. M. Sadam Prakoso (20)
4. M. Naufal Al-Fath (22)
5. Sakassaifi Hisba Aqli (30)
Tugas Drama

Pemeran :
1. Gde sebagai Dede
2. Wildy sebagai Wildan
3. Sadam sebagai Dama
4. Alfath sebagai Ridwan
5. Hisba sebagai Pak Guru

Teman Sekolahku Pendiam

Ini adalah pagi yang cerah. Wildan dan Dama, dua orang siswa kelas XI sedang
asyik membaca-baca buku Bahasa Indonesia di depan kelas. Pasalnya nanti siang
akan ada ulangan harian mata pelajaran tersebut. Kemudian datang Dede,
sahabat mereka.

Dede: “Wil, Dam, rajin sekali kalian berdua!”

Wildan: “Iya dong, tugas kita sebagai pelajar kan memang harus belajar. Hehehe…”

Dede: “Iya juga sih. Eh ngomong-ngomong kalian tahu tidak, ada murid baru yang akan masuk
ke kelas kita hari ini.”

Dama: “Oh ya, siapa namanya? Laki-laki atau perempuan?”

Dede: “Laki-laki, tapi aku juga belum tahu siapa namanya dan seperti apa rupanya.”

Dama: “Ohh, bagus lah kalau gitu.”

Dede: “Emang kenapa Dam.”

Dama: “Tidak apa-apa.”

[Bel sekolah berbunyi]

Wildan: “Eh ayo masuk kelas!”

Dede: “Ayo ayo.”

[Ketiganya memasuki ruang kelas. Pak guru masuk bersama seorang murid baru.]
Pak Guru: “Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan teman baru dari Madura, ia akan
menjadi teman sekelas kalian. Silakan perkenalkan dirimu, nak !”

Ridwan: “Selamat pagi, teman-teman. Nama saya Muhammad Ridwan. Saya berasal dari
Madura.”

Wildan [berbisik pada Dede]: “Jauh sekali ya, dari Madura pindah ke Surabaya!”
[Dede hanya mengangguk tanda setuju]

Pak Guru: “Ridwan, kamu duduk di samping Dama ya [menunjuk sebuah meja kosong di
samping Dama]. Untuk sementara kamu duduk sama Dama.”

[Ridwan segera duduk di kursi yang disediakan]

Pak Guru: “Ya baiklah, sekarang kita mulai pelajaran hari ini. Buka buku kalian di halaman 48….”

Ridwan: “Pak saya belum punya buku. [sambil mengangkat tangan]”

Pak Guru: “Ohh iya saya lupa, silahkan gabung dengan dama.”

Ridwan: “Iya Pak, terima kasih.”

Pak Guru: “Oke, sekarang kalian kerjakan soal yang ada di halaman 48.”

Dama: “Siap Pak.”

[Pelajaran pun dimulai]

Tiba saatnya jam istirahat. Ridwan, yang belum memiliki teman, diam saja duduk
di kursinya sambil menunduk. Rupanya belum ada yang mau mendekati Ridwan.
Semua siswa di kelas itu masih sungkan dan hanya mau tersenyum saja padanya
tanpa berani mengajak ngobrol lebih lanjut.

[Bel istirahat berbunyi]

Pak Guru: “Ya, sekarang saatnya kalian istirahat.”

Wildan: “Oke Pak.”

[Pak Guru keluar dari kelas]

Dede: “Yuk ke kantin nyari makan.”


Dama dan Wildan: “Yuk...” [Ketiganya pergi ke kantin]

Dama: “Sssttt, Wil, De, coba lihat anak baru itu, sendirian saja ya!” [berbisik pada Wildan dan
Dede saat mereka baru kembali dari kantin]

Wildan: “Ayo kita dekati saja.” [Ketiganya menghampiri Ridwan]

Dede: “Hei, Ridwan. Kenalkan, aku Dede, ini Dama dan Wildan [menunjuk kedua temannya].”

[Ketiganya duduk di sekeliling Ridwan]

Ridwan: “Hai, salam kenal.”

Dama: “Kamu kok tidak jajan ke kantin?”

Ridwan: “Aku… Aku bawa bekal makanan [pelan sekali, sambil tertunduk].”

Wildan: “Oh begitu, rajin sekali kamu, Wan!”

Dede: “Kamu dari Madura mana ?”

Ridwan: “Saya dari Bangkalan.”

Dama: “Bisa bahasa Madura ?”

Ridwan: “Bisa.”

Dama: “Coba aku mau lihat.”

Ridwan: “Daremak Kaber a.”

Dede: “Kaber a engkok bhegus.”

Wildan dan Dama: “Hahahahaha...”

Wildan: “kamu orang Bali tapi kok bisa bahasa Madura.”

Dede: “Ya bisa lah, hahaha...”

[Keempat siswa ini mulai terlibat obrolan ringan sehingga Ridwan merasa ditemani]

[Bel jam istirahat selesai berbunyi]


Wildan: “Kok Pak Guru belum datang, kan sudah bel.”

Dede: “Paling datangnya agak telat.”

Setelah lama menunggu akhirnya Pak Guru datang memasuki kelas mereka.

Pak Guru: “Mohon maaf Bapak telat masuk kelas kalian karena tadi ada rapat guru.”

Dama: “Ya Pak”

Pak Guru: “Tugas yang halaman 48 silahkan di kumpulkan.”

Wildan: “Oke Pak.”

Dede: “Titip Wil.”

Dama: “Aku juga Wil.”

[Wildy maju mengumpulkan tugas]

Wildan: “Ini Pak tugas saya sama punya teman-teman.”

Pak Guru: “Iya-iya.”

[Bel pulang sekolah berbunyi]

Pak Guru: “Oke bel pulang sudah berbunyi, tolong Dede pimpin doa.”

Dede: “Siap Pak.”

[Dede memimpin doa untuk teman-temannya]

Dede: “Sebelum pulang kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing, berdoa mulai..”

Dede: “Berdoa selesai.”

[Murid-murid pamit kepada Pak Guru]

Pak Guru memanggil Dede dan Dama yang hendak pulang ke rumah.

Pak Guru: “Dede, Dama! Ke sini sebentar. Bapak mau menanyakan sesuatu.”

[Dede dan Dama menghampiri Pak Guru]

Dama: “Ada apa, Pak?”


Pak Guru: “Itu, bagaimana perilaku Ridwan di kelas? Apakah ia bisa membaur?”

Dama: “Dia agak pendiam, Pak. Dan suka menunduk saat berbicara.”

Dede: “Tadi di jam istirahat, kami berdua dan Wildan berusaha mendekatinya. Kami mengobrol
cukup lama, ia anak yang baik kok, hanya saja ia seperti agak kurang percaya diri dan muram.”

Pak Guru: “Hmm… begitu ya. Anak-anak, Ridwan adalah anak yatim piatu. Kedua orang tuanya
tewas karena kecelakaan. Kini hanya tinggal ia dan adik perempuannya, Annisa. Annisa masih
duduk di kelas 4 SD, di SD V kota Surabaya ini.”

Dede: “Kasian.. , sungguh berat cobaan yang menimpanya…”

Pak Guru: “Iya. Untungnya, seorang pamannya tinggal di Surabaya sehingga ia dan adiknya
tinggal di sini. Mereka tergolong masyarakat prasejahtera, sehingga Ridwan benar-benar harus
berhemat. Pamannya berkata pada Bapak tadi pagi, ia tak mampu memberi uang jajan yang
cukup untuk Ridwan sehingga Ridwan harus bekal nasi setiap hari agar tidak lapar di sekolah.”

Dama: “Oh pantas saja tadi jam istirahat ia tidak ke kantin.”

Pak Guru: “Ya sudah, Bapak cuma mau bilang begitu. Kalian berbaik-baiklah dengannya. Temani
dia agar tak merasa kesepian dan terus berduka.”

[Dede dan Dama pamit kemudian pulang]

Dede: “Yasudah Pak, kami berdua pulang dulu”

Di rumahnya, Dama terus menerus memikirkan teman barunya, Ridwan. Akhirnya


ia mendapatkan suatu ide. Dikabarkannya Dede dan Wildan melalui Whatsapp.
Keesokan harinya di jam istirahat….

Dama: “Eh, kalian membawa apa yang aku bilang kemarin, kan?”

Wildan: “Bawa dong. Ayo kita dekati Ridwan.”

Dede: “Ridwan, boleh tidak kami bertiga makan bersamamu?”


Ridwan: [kikuk dan kebingungan] “Eh, um.. boleh saja..”

Dama, Dede, dan Wildan mengeluarkan bekal makanan mereka. Ketiganya juga
membawa makanan camilan untuk dimakan bersama-sama, tentu saja Ridwan
juga kebagian. Dengan makan bersama setiap hari, mereka berharap bisa
membuat Ridwan lebih ceria. Setelah makan…

Ridwan: “Terima kasih, teman-teman. Kalian sangat baik kepadaku.”

Wildan: “Kamu ini bicara apa, sih? Kita kan teman, wajar saja jika kita saling bersikap baik.”

Semenjak itu Ridwan menjadi semakin kuat karena dukungan teman-teman


barunya. Siswa-siswa lain di kelas itu pun banyak yang bergabung membawa
bekal untuk dimakan bersama-sama pada jam istirahat. Suasana menjadi semakin
menyenangkan.

Anda mungkin juga menyukai