Anda di halaman 1dari 5

Hari ini pagi begitu cerah.

Mifta dan Danni, dua orang siswa dikelas VII yang sedang asyik
membaca buku Biologi pada koridor sekolah. Pasalnya pada nanti siang akan terdapat ulangan
harian pada mata pelajaran tersebut. Lalu datanglah Angga, sahabat mereka.

Angga: “Mif, Dan, rajin sekali kalian!”

Mifta: “Iya dong, kan tugas kita sebagai seorang pelajar kan memang mengharuskan belajar.
Hehehe…”

Angga: “Iya juga ya. Eh ngomong-ngomong kalian sudah tahu belum, akan ada murid baru
yang segera masuk kelas kita pada hari ini.”

Dani: “Oh yakah, siapakah namanya? Lelaki atau perempuan ngga?”

Angga: “Lelaki, tapi saya juga belum tahu siapakah namanya lalu seperti apakah rupanya.”

[Bel sekolah pun berbunyi]

Mifta: “Eh ayok masuk ke kelas!”

[Ketiganya pun memasuki ruang kelas. Ibu guru segera masuk bersama seseorang murid baru
itu.]

Ibu Guru: “Selamat pagi, anak-anak sekalian. Hari ini kita akan kedatangan teman baru asalnya
dari Aceh, dia akan menjadi kawan sekelas kalian. Silakan kamu perkenalkan diri, nak!”

Iwan

Iwan: “Selamat pagi, teman-teman semuanya. Nama saya Muhammad Iwan. Saya asalnya dari
Aceh.”
Mifta [berbisik kepada Angga]: “Jauh sekali ya ngga, dari Aceh pindahnya ke Bandung!”

[Angga hanya mengangguk yang tandanya setuju]

Ibu Guru: “Iwan , kamu bisa duduk di belakangnya Dani ya [menunjuk pada sebuah meja
kosong]. Untuk sementara waktu kamu bisa duduk sendiri dahulu dikarenakan jumlah siswa
pada kelas ini ganjil.”

[Iwan pun segera duduk pada kursi yang sudah disediakan]

Ibu Guru: “Ya baiklah, sekarang marilah kita mulai pelajaran untuk hari ini. Buka buku kalian
pada halaman 48….”

[Pelajaran pun dimulai]

Saatnya tiba jam istirahat. Iwan, yang saat itu belum mempunyai teman, diam saja dan duduk
pada kursinya lalu sambil menunduk. Rupanya belum ada satu pun kawan sekelasnya yang
mau mendekatinya. Semua siswa yang ada di kelas itu masih saja sungkan lalu hanya mau
tersenyum saja kepadanya tanpa berani untuk mengajak ngobrol lebih lanjut.

Dani: “Psst, Mif, Ngga, coba lihat geh anak baru itu, sendirian aja ya!”

Mifta: “Ayo coba kita dekati saja.” [Ketiganya menghampiri Iwan]

Angga: “Hei, Wan. Kenalkan, aku Angga, ini Dani dan Mifta [menunjuk kepada kedua
temannya].”

[Ketiganya pun duduk pada sekeliling Iwan]

Iwan: “Halo, salam kenal.”

Dani: “Kamu kok tak jajan ke kantin?”

Iwan: “Aku… Aku ini membawa bekal makanan [menjawab pelan sekali, dan sambil tertunduk].”
Mifta: “Oh begitu, rajin sekali kamu ya, Wan!

[Keempat siswa ini pun mulai terlibat sebuah obrolan ringan sehingganya Iwan merasa sudah
ditemani]

Saat bel jam pulang sekolah, Ibu Guru pun memanggil Angga dan juga Dani yang hendaknya
pulang ke rumahnya masing-masing.

Ibu Guru: “Angga, Dani! Ke sini coba sebentar. Ibu ingin menanyakan sesuatu.”

[Angga dan Dani pun menghampiri Ibu Guru]

Dani: “Ada apa, Ibu?”

Ibu Guru: “Itu, bagaimana kah perilaku si Iwan di kelas? Apakah dia dapat membaur?”

Dani: “Dia si agak pendiam, Bu. Dan sukanya menunduk pada saat berbicara.”

Angga: “Tadi pada jam istirahat, kami berdua dan Mifta berusaha untuk mendekatinya. Kamipun
mengobrol cukup lama, dia anak yang baik kok bu, hanya saja dia seperti sedikit kurang
percaya diri lalu muram.”

Ibu Guru: “Hmm… begitu yak. Anak-anak, Iwan iyalah salah satu dari korban yang selamat dari
tragedi tsunami Aceh dari beberapa bulan lalu. Kedua orang tuanya sudah tewas terhempas
oleh ombak. Sekarang hanya tinggal dia dan adiknya perempuannya, Annisa. Sekarang Annisa
yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, di SD V dikota kita ini.”

Angga: “Ya Tuhan, sungguh berat sekali cobaan yang sudah menimpanya…”

Ibu Guru: “Iya. Untungnya saja, seseorang pamannya yang tinggal di kota Bandung
sehingganya ia serta adiknya yang tinggal di sini. Mereka yang tergolong pada masyarakat
prasejahtera, sehingganya Ridwan harus benar-benar berhemat. Pamannya pun berkata
kepada Ibu tadi pagi, dia tak mampu untuk memberi uang jajan yang snagat cukup untuk Iwan
sehingganya Ridwan harus membawa bekal nasi untuk setiap hari supaya tidak lapar saat
berada di sekolah.”

Dani: “Oh pantas saja saat jam istirahat dia tak ke kantin.”

Ibu Guru: “Ya sudahlah, Ibu cuma ingin mau bilang begitu. Kalian coba berbaik-baiklah
dengannya. Temani dia supaya dia tidak merasa kesepian serta terus berduka.”

[Angga dan Dani pamit lalu kemudian pulang]

Di rumahnya, Dani yang terus menerus saja memikirkan teman barunya, yakni Iwan. Akhirnya
dia mendapatkan sebuah ide. Dikabarkannya Angga dan Mifta melalui sebuah SMS. Keesokan
harinya saat jam istirahat….

Dani: “Eh, kalian sudah membawa apa yang sudah aku bilang kemarin, kan?”

Mifta: “Bawa dong. Ayo segera kita dekati saja Iwan.”

Angga: “Iwan, bolehkah kami bertiga untuk makan bersamamu?”

Iwan: [kikuk lalu kebingungan] “Eh, umm.. boleh saja..”

Dani, Angga, dan Mifta mengeluarkan sebuah bekal makanan mereka. Ketiganya pula
membawa sebuah makanan camilan agar dimakan secara bersama-sama, tentu saja Iwan pula
kebagian. Dengan cara makan bersama setiap hari, mereka bisa berharap dapat membuat
Iwan lebih ceria. Sesudah makan…

Iwan: “Terima kasih ya, teman-teman. Kalian begitu baik kepadaku.”


Mifta: “Kamu ini bicara apa, sih wan? Kita kan semua teman, wajar saja apabila kita saling bisa
bersikap baik.”

Semenjak dari itu Iwan menjadi semakin saja kuat karena dukungan teman-teman barunya.
Siswa-siswa yang lain di kelas itu juga banyak yang sudah bergabung membawa sebuah bekal
agar dimakan secara bersama-sama dijam istirahat. Suasana pun menjadi semakin
menyenangkan.

Anda mungkin juga menyukai