Anda di halaman 1dari 15

“MAKALAH”

PERLINDUNGAN HAK ASASI ANAK DAN PEREMPUAN MENURUT HUKUM


DIINDONESIA

NAMA : VINA RAHMA AFANDI (216210375)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2022
Kata pengantar

Alhamdulillah Dengan menyebut nama Allah SWT yang ,Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat -Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya untuk kami, jadi kami dapat menyelesaikan
Terhadap Hak Asasi Anak dan Perempuan menurut hukum. Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
narasumber. Jadi dapat memperlancar pembuatan makalah ini untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih untuk semua pihak yang telah
kontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Perlindungan
Hukum Terhadap Hak asasi Anak dan perempuan menurut hukum ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 29 April 2022

Penyusun
Daftar isi

Kata pengantar................................................................................i
Daftar isi........................................................................................ii
Bab 1 pendahuluan....................................................................4
1.1 latar belakang...................................................................4
1.2 Rumusan masalah............................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................4
Bab 2 pembahasan................................................................5
2.1 Pelanggaran hak anak-anak dan perempuan di Indonesia......5-9
2.2 Peraturan perundang-undangan tentang perlindungan terhadap
hak anak dan perempuan..........................................................9-11
2.3 Bagaimana pelaksanaan perlindungan hak asasi anak dan
perempuan............................................................................11-13
Bab 3 penutup............................................................................14
3.1 Kesimpulan........................................................................14
3.2 Saran..............................................................................14
Daftar isi.....................................................................................15
Bab l
Pendahuluan
1.1 latar belakang
Majelis Umum PBB pada 17 Desember 1999 menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari
Internasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Lembaga dunia itu mengajak
pemerintah, organisasi internasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk
mengatur kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah
penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Deklarasi Universal Majelis Umum PBB
tentang perempuan menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap perempuan akan
menghambat peluang mereka untuk mencapai kesetaraan hukum, sosial, politik dan
ekonomi dalam masyarakat. Deklarasi ini menegaskan kembali bahwa istilah kekerasan
terhadap perempuan akan mengacu pada tindakan yang membahayakan fisik, seksual atau
psikologis, baik dalam kehidupan publik atau pribadi.
Pada dasarnya, segala bentuk kekerasan mulai dari fisik hingga intimidasi, pelecehan, dan
penghinaan atau bahkan melarang mereka berpartisipasi dalam lingkungan sosial,
dikategorikan sebagai kekerasan terhadap perempuan. Bentuk-bentuk kekerasan itu
mungkin saja terjadi di berbagai lingkungan sosial, termasuk lingkungan keluarga, tempat
kerja, lembaga pendidikan dan atau bahkan secara lebih tampak dan terorganisir dalam
perdagangan perempuan atau pemaksaan menjual diri. Selain itu, pemerintah mungkin juga
terlibat dalam kekerasan terhadap perempuan melalui perang dan konflik bersenjata atau
melalui undang-undang diskriminatif dan keras. Amnesti Internasional dalam laporan tahun
2003 menilai kekerasan terhadap perempuan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi
manusia yang paling komprehensif dan mendunia. Mereka juga menyebut kasus itu sebagai
skandal pelanggaran HAM terbesar di dunia. Sementara itu, Sekjen PBB, Ban Ki-moon dalam
sebuah pernyataan terkait perempuan mengatakan, "70 persen perempuan dalam hidupnya
menghadapi kekerasan fisik atau mental oleh laki-laki. Oleh karena itu, pada tahun 2009,
PBB memutuskan untuk membentuk jaringan internasional memerangi kekerasan terhadap
perempuan.
1.2 Rumusan masalah
1. Menjelaskan pelanggaran hak anak dan perempuan di Indonesia?
2. Menjelaskan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hak anak dan
perempuan?
3. Menjelaskan bagaimana pelaksanaan perlindungan hak asasi anak dan perempuan?
1.3tujuan
1. Untuk mengetahui pelanggaran hak anak dan perempuan di Indonesia
2. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hak anak
dan perempuan
3. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hak asasi anak dan perempuan
Bab ll
Pembahasan

2.1 Pelanggaran hak anak dan perempuan di Indonesia


A. Pelanggaran hak anak
Dalam banyak hal anak-anak bergantung Pada orang dewasa. Karena ketergantungan Ini,
sering kali anak dianggap sebagai makhluk Yang tidak berdaya. Hak anak dianggap sebagai
Suara yang tidak perlu didengarkan, meskipun Anak bisa melahirkan gagasan dan tindakan
Yang berarti untuk melakukan perubahan bagi Lingkungan sekitarnya. Berikut adalah
beberapa Hal terkait hak anak yang perlu mendapatkan Perhatian pemerintah:
1. Hak Penduduk dan Kebebasan Sipil
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UU Perlindungan Anak, mendapatkan akta
Kelahiran adalah bentuk pengakuan pertama Negara terhadap keberadaan seorang anak.
Mendapatkan akta kelahiran disebut juga Sebagai hak Kependudukan dan Kebebasan Sipil.
Namun menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sampai bulan November
2012 masih ditemukan sekitar 50 juta anak Indonesia yang tidak memiliki akta kelahiran. Ini
sama artinya, secara hukum jutaan anak Tidak diakui sebagai warga negara Indonesia Dan
dengan sendirinya tidak berhak mendapat Layanan negara. Padahal mendapatkan identitas,
Nama, dan kewarganegaraan dalam bentuk akta Lahir yang dikeluarkan negara merupakan
hak Konstitusional anak.
Fakta ini berdampak, anak yang tidak Memiliki akta lahir sangat rentan terhadap tindak
Kekerasan, eksploitasi, serta praktek-praktek Manipulasi terhadap asal-usul anak. Oleh
sebab Itu, pencatatan kelahiran sangatlah penting bagi Anak, sebagai bagian integral dari
Hak Penduduk Dan Kebebasan Sipil.
2. Hak Pendidikan
Bentuk pelanggaran hak anak lainnya Adalah hak atas pendidikan. KPAI mencatat Sekitar 2,5
juta anak dari 26,3 juta anak usia Wajib belajar di tahun 2010 yakni usia 7–15 Tahun, belum
dapat menikmati pendidikan dasar 9 tahun. Sementara, 1,87 juta anak dari 12,89 Juta anak
usia 13–15 tahun tidak mendapatkan Hak atas pendidikan.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan Anak tidak dapat sekolah, di antaranya kesulitan
Untuk mengakses sekolah, terutama anak-anak Yang berada di wilayah perbatasan maupun
Di daerah Komunitas Adat Terpencil, selain Juga karena kendala ekonomi dan kurangnya
Kesadaran orang tua tentang arti pendidikan bagi Anak. Ini menunjukkan bahwa program
wajib Belajar belum menunjukkan keberhasilan. Amanah UUD 1945 tentang kewajiban
negara Agar melakukan alokasi anggaran pendidikan 20% baik di tingkat pusat (APBN)
maupun Daerah (APBD) rupanya belum memberikan Dampak siginifikan bagi upaya
pemenuhan hak Pendidikan bagi anak.
3. Hak Kesehatan
Menurut laporan Kemenkes, hingga Juni 2012 tercatat 821 penderita AIDS berusia 15–19
tahun, bahkan 212 penderita berusia 5–14 Tahun. Sedangkan untuk anak yang menjadi
Korban penyalahgunaan narkoba, Badan Narkotika Nasional (2006) menyebutkan, 80% Dari
sekitar 3,2 pengguna berasal dari kelompok Usia muda (remaja/pemuda). Penggunaaan
jarum Suntik secara bergantian dalam mengkonsumsi Narkotika adalah praktek yang lazim
ditemukan Di dalam kalangan remaja. Ini membuat Mereka bersiko tertular virus HIV/AIDS.
Pada September 2011, Kemensos merilis kabar adanya 464 anak Indonesia usia di bawah 15
yang tahun Mengidap HIV/AIDS. Selain dari jarum suntik, Pemakai narkoba anak itu
mewarisi HIV dari ibu Mereka. Fenomena lainnya adalah kasus anak Kurang gizi (marasmus
kwasiokor). Menurut data KPAI, diperkirakan ada 10 juta anak-anak usia Balita yang
menderita kurang gizi, dan 2 juta di Antaranya menderita gizi buruk. Kasus ini dapat Ditemui
di Sumatera, NTT, NTB, dan Sulawesi. Menurut data Komnas PA, di Sumatra Barat Terdapat
23.000 dari total 300.000 anak usia Balita terancam menderita gizi buruk, dan itu Juga
berlangsung di beberapa daerah lainnya.
B. Pelanggaran hak perempuan
Mulai dari merasa risih di-catcall di jalan, dilarang sekolah tinggi-tinggi karena dianggap tak
perlu pendidikan tinggi, menjadi korban sunat perempuan hingga dinikahkan di usia dini,
hak perempuan di seluruh dunia masih terancam.
Apa itu hak perempuan?
Idealnya, perempuan memiliki hak dan kesempatan yang setara dengan gender lainnya.
Jika sama saja, mengapa perlu ada perjuangan khusus untuk hak perempuan?
Banyak pelanggaran hak dan kesenjangan kesempatan yang dialami perempuan atau
merugikan banyak perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual,
upah lebih rendah, hingga kurangnya akses ke pendidikan dan layanan kesehatan
memadai.Selama ratusan tahun, gerakan hak perempuan berkampanye menghapus aturan,
perilaku, stigma dan tradisi yang tidak berpihak pada perempuan.Gerakan perempuan telah
berkembang di era digital, seperti kampanye global #MeToo yang menyorot kekerasan
berbasis gender, termasuk kekerasan seksual, dan juga
#SahkanRUUPenghapusanKekerasanSeksual yang mendesak aturan penghapusan kekerasan
seksual di Indonesia.
Kenapa hak perempuan penting untuk dilindungi?
Perempuan = manusia. Hak perempuan adalah hak asasi manusia!
HAM berlaku secara universal untuk semua orang. Artinya, semua orang berhak atas
perlindungan hak asasi dan kebebasannya. Pemenuhan setiap hak kita juga harus setara
untuk semua orang, dan bebas dari diskriminasi.
Apa saja pelanggaran hak perempuan yang kerap terjadi?
1. Kekerasan berbasis gender
Kekerasan berbasis gender adalah tindakan kekerasan yang dilakukan atas dasar identitas
gender dan orientasi seksual. Kekerasan berbasis gender termasuk setiap perilaku
membahayakan yang mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau mental, ancaman akan
melakukan suatu perbuatan membahayakan, pemaksaan, dan atau perilaku lain yang
membatasi kebebasan seseorang.
Menurut Yayasan Pulih, KBG disebabkan ketidakadilan gender dan penyalahgunaan
kewenangan akibat ketimpangan kuasa dari konstruksi gender yang tidak setara. Gender
pelaku dan penyintal mempengaruhi motivasi kekerasan dan bagaimana masyarakat
merespons atau mengecam kekerasan tersebut. Siapa pun bisa menjadi korban KBG,
termasuk laki-laki dan kelompok minoritas seksual. Tapi, dalam konteks KBG, baik fisik
maupun seksual, perempuan dan kelompok LGBTI paling banyak menjadi korban.

Secara fisik, KBG bisa mengakibatkan luka atau bahkan hilangnya nyawa. Selain itu, pelaku
KBG juga bisa menyebabkan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan,
aborsi yang tidak aman, atau keguguran.
Dari segi psikis penyintas, peristiwa traumatis dapat mengakibatkan depresi, ketakutan,
gangguan stres pascatrauma, menyakiti diri sendiri atau pikiran untuk bunuh diri. Ditambah
lagi, penyintas seringkali harus menanggung konsekuensi sosial dan ekonomi, dengan
adanya stigma dan penolakan dari keluarga atau masyarakat. Di berbagai komunitas,
penyintas KBG juga dipaksa menikah dengan pelakunya.
Dampak kekerasan seringkali bertahan lama pada korban, baik secara fisik, psikologis
maupun sosioekonomi. Konsekuensi dan prevalensi KBG menunjukkan bahwa KBG bukan
hanya merupakan pelanggaran HAM, tapi juga masalah kesehatan masyarakat.Negara
bertanggung jawab melindungi perempuan dari kekerasan berbasis gender – bahkan
kekerasan dalam rumah tangga secara tertutup sekalipun.
2. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual termasuk salah satu jenis kekerasan berbasis gender. Kekerasan seksual
adalah penyerangan terhadap seksualitas seseorang tanpa persetujuan orang tersebut.
Kekerasan seksual menimbulkan rasa tidak nyaman dengan memposisikan korban sebagai
objek, bukan manusia dengan kehendak atas tubuh, pikiran dan tindakan mereka sendiri.
Ada dua aspek penting dalam kekerasan seksual: pertama, aspek pemaksaan dan aspek
tidak adanya persetujuan dari korban. Kedua, jika korban tidak/belum mampu memberikan
persetujuan, misalnya kekerasan seksual pada anak atau individu dengan disabilitas.
Pelaku kekerasan seksual tidak terbatas gender dan hubungan dengan korban. Artinya,
tindakan berbahaya ini bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapapun
termasuk istri atau suami, pacar, orangtua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga
orang yang tak dikenal. Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk rumah,
tempat kerja, sekolah, atau kampus.
Menurut Komnas Perempuan, setidaknya ada 15 perilaku yang bisa dikelompokkan sebagai
bentuk kekerasan seksual, yaitu:
A.Perkosaan
B.Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
C.pelecehan seksual
D.intimidasiasi seksual
E.Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
F.Prostitusi paksa
G.Perbudakan seksual
H.Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
I.Pemaksaan kehamilan
J.Pemaksaan aborsi
K.Pemaksaan kontrasepsi seperti memaksa tidak mau menggunakan kondom saat
berhubungan dan sterilisasi
L Penyiksaan seksual
M.Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
N.seksuali bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
(misalnya sunat perempuan)
O.Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Meski siapapun bisa menjadi korban kekerasan seksual, perempuan paling banyak menjadi
korban. Anggapan bahwa perempuan inferior karena jenis kelamin dan gender mereka
menyebabkan perempuan lebih banyak jadi korban kekerasan seksual.
3. Diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender
Di banyak negara di dunia, hak perempuan ditolak atas dasar orientasi seksual, identitas
gender, atau karakteristik seks. Perempuan lesbian, biseksual, trans dan interseks serta
orang-orang yang tidak mengkonfirmasi gender mereka menghadapi kekerasan, pengucilan,
pelecehan, dan diskriminasi. Banyak juga yang mengalami kekerasan ekstrim, termasuk
kekerasan seksual atau yang disebut “pemerkosaan korektif” dan “pembunuhan demi
kehormatan”. Hak untuk mendapat pendidikan dan pelayanan kesehatan serta hak atas
kesejahteraan mereka juga masih dilanggar.
Kelompok LGBTI di Indonesia juga masih terus diintimidasi karena identitas gender mereka.
Arus Pelangi, organisasi pembela hak LGBTI mencatat, telah terjadi 1.850 kasus persekusi
terhadap orang LGBTI di Indonesia selama kurun waktu 2006 hingga 2018. Pada 4 April2020,
Mira, seorang transpuan, dipukuli lalu dibakar hidup-hidup oleh lima pria setelah dituduh
mencuri dompet dan ponsel milik seorang sopir truk.
4. Diskriminasi di tempat kerja
Seringkali, perempuan menjadi subjek diskriminasi berbasis gender di tempat kerja.
Misalnya, kesenjangan upah. Gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama adalah hak asasi
manusia, tetapi perempuan berkali-kali ditolak aksesnya ke upah yang adil dan setara.
Saat ini, rata-rata perempuan di seluruh dunia hanya memperoleh sekitar 77% dari
penghasilan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Hal ini menyebabkan kesenjangan
ekonomi bagi perempuan, bisa menghambat perempuan untuk mandiri secara utuh, bahkan
meningkatkan risiko kemiskinan di kemudian hari.

2.2 Peraturan perundang-undangan tentang perlindungan terhadap hak anak dan


perempuan.
A. Peraturan hak anak
Dalam hal menjamin seorang anak agar kehidupannya bisa berjalan dengan normal, maka
negara telah memberikan payung hukum yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Namun seiring berjalannya waktu, pada kenyataannya undang-
undang tersebut dirasa belum dapat berjalan secara efektif karena masih adanya tumpang
tindih antar peraturan perundang-undangan sektoral terkait dengan definisi anak, di sisi lain
maraknya kejahatan terhadap anak di tengah-tengah masyarakat, salah satunya adalah
kejahatan seksual yang saat ini banyak dilakukan oleh orang-orang dekat sang anak, serta
belum terakomodirnya perlindungan hukum terhadap anak penyandang disabilitas.
Sehingga, berdasarkan paradigma tersebut maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang saat ini sudah berlaku ± (kurang lebih) 12 (dua belas) tahun
akhirnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mempertegas
tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap
anak terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta
mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak.
Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi anak (korban kejahatan) dikemudian hari
tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. Karena berdasarkan fakta yang terungkap pada
saat pelaku kejahatan terhadap anak (terutama pelaku kejahatan seksual) diperiksa di
persidangan, ternyata sang pelaku dulunya juga pernah mengalami (pelecehan seksual)
sewaktu sang pelaku masih berusia anak, sehingga sang pelaku terobsesi untuk melakukan
hal yang sama sebagaimana yang pernah dialami.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang mulai efektif berlaku pertanggal 18 Oktober
2014 banyak mengalami perubahan “paradigma hukum”, diantaranya memberikan
tanggung jawab dan kewajiban kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, keluarga dan orang tua atau wali dalam hal penyelenggaran perlindungan anak,
serta dinaikannya ketentuan pidana minimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak,
serta diperkenalkannya sistem hukum baru yakni adanya hak restitusi. Dalam tulisan ini
penulis akan membahas secara singkat beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut
yang dianggap “paradigma baru”.
B. Peraturan hak perempuan
Hal ini merupakan tantangan Berat bagi kaum perempuan dan pemerintah. Diantara
Peraturan Perundang-Undangan yang mengandung muatan perlindungan hak asasi
perempuan adalah: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undang-undang Politik (UU No. 2 Tahun 2008 dan
UU No. 42 Tahun 2008). Kemudian Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan
Gender (PUG) dan Kerpres No. 181 Tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan Atau Komnas Perempuan yang diubah dengan Perpres
Nomor 65 Tahun 2005.
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
Setelah merdeka selama 44 tahun, Indonesia baru mempunyai undang-Undang HAM pada
tahun 1999. Berbeda dengan Amerika, Inggris maupun Perancis, yang mempunyai bill of
rights sejak awal kemerdekaannya, dan Menjadikan bill of rights mereka sebagai bagian
tidak terpisah dari konstitusi. Konstitusi Indonesia pada awalnya sangat sedikit sekali
mengatur HAM.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pada awalnya tidaklah dianggap Sebagai
pelanggaran hak asasi perempuan. Letaknya pada ranah domestik Menjadikan KDRT sebagai
jenis kejahatan yang sering tidak tersentuh hukum. Ketika ada pelaporan KDRT kepada pihak
yang berwajib, maka biasanya cukup Dijawab dengan selesaikan dengan kekeluargaan.
Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT), korban tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Undang-undang Nomor Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Ini menggantikan Undang-
undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan. Undang-undang No. 62 Tahun
1958 secara filosofis, yuridis, Dan sosiologis dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan Masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Secara filosofis, UU
62/58 masih mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan Falsafah
Pancasila, antara lain, karena bersifat diskriminatif, kurang menjamin Pemenuhan hak asasi
dan persamaan antar warga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap
perempuan dan anak-anak.
4. Undang-Undang Politik
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang terakhir Telah diubah dengan
Undang-Undang 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Dan Undang-Undang No. 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang terakhir diganti dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD,
kedua Undang-undang ini merumuskan aturan tentang bentuk diskriminasi positif
(affirmative action) berupa kuota 30% bagi perempuan di ranah politik Indonesia.
5. Kerpres No. 181 Tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan yang diubah Dengan Perpres
Nomor 65 Tahun 2005Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas
Perempuan adalah mekanisme nasional untuk penegakkan Hak Asasi Manusia Perempuan
Indonesia. Komnas Perempuan lahir dari rahim pergulatan gerakan Perempuan Indonesia
dan merupakan jawaban pemerintah RI terhadap Tuntutan gerakan perempuan agar negara
bertanggungjawab terhadap Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan selama konflik
dan kerusuhan Mei 1998. Presiden Habibie meresmikan pembentukan Komnas Perempuan
Melalui Keppres Nomor 181 tahun 1998, yang kemudian diubah dengan Perpres Nomor 65
tahun 2005.

2.3 Bagaimana pelaksanaan perlindungan hak asasi anak dan perempuan


A. Perlindungan hak anak
Hak Asasi Manusia merupakan suatu hak dasar yang dibawa sejak lahir yang berlaku
universal pada semua manusia. Menurut UU RI No 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Perlindungan anak adalah
segala bentuk kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat
hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlu diketahui yang disebut sebagai anak itu adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, hal ini sesuai yang telah dituangkan di
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014. Dapat diketahui adanya
hak anak secara umum yakni : (1) hak hidup; (2) hak tumbuh-kembang; (3) hak
perlindungan; dan (4) hak partisipasi. Keempat hak tersebut saling berkaitan.
Dalam melakukan perlindungan terhadap hak anak, Indonesia telah membentuk Komisi
Perlindungan Anak (KPAI). Pemerintah Indonesia pun memiliki kewajiban yang cukup besar
dalam melindungi anak dari kekerasan. Dapat kita lihat salah satunya di dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (1) menerangkan hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun serta berbagai Undang-Undang
turunannya. Tetapi pada saat ini kasus kekerasan pada anak di bidang pendidikan sangat
menghawatirkan, padalah sekolah merupakan tempat pendidikan yang ditempuh oleh anak
sekolah seperti SD/SMP/MTs/SMA/MA/SMK-sederajat dan sekolah juga merupakan tempat
menuntut ilmu setinggi-tingginya untuk menggapai impian atau cita-cita yang cemerlang.
Ada beberapa faktor mengapa kekerasan terhadap anak ini masih sering terjadi, disebabkan
oleh pemahaman bahwa kekerasan merupakan cara yang normal untuk mendidik,
mendisiplinkan anak dan membesarkan anak, bahkan kekerasan juga diwariskan dari pola
pengasuhan secara turun-temurun, anak yang mendapatkan kurangnya perhatian ataupun
dukungan dari orang tua lebih rentan mendapatkan kekerasan.
Beberapa macam bentuk kekerasan terhadap anak yakni, kekerasan emosional seperti
meremehkan anak, mengancam anak bahkan mengatakan bahwa ia anak tidak baik.
Selanjutnya ada juga kekerasan fisik seperti mendisiplinkan anak dengan melakukan
kekerasan, bahkan juga ada kekerasan seksual. Pada hakikatnya orang tua memang yang
paling utama dalam penyelenggaran perlindungan anak, namun perlu dipahami bahwa
orang tua bukan satu-satunya bertanggung jawab melindungi anak, ketika anak dijalan maka
yang bertanggung jawab adalah masyarakat sekitar, begitu pula saat mereka di sekolah yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaran perlindungan anak adalah guru dan pengurus
sekolah. Seperti misalnnya disalah satu sekolah yang ada di Kota Jambi masih terdapat kasus
seperti salah seorang siswa mengejek temannya sendiri hingga menangis bahkan dihina
dengan perkataan yang seharusnya tidak dikatakan oleh seorang siswa. Namun, terkadang
siswa susah untuk diberitahu bahwa apa yang dilakukannya itu melanggar Hak Asasi
Manusia dan secara prinsip bully tidak boleh hadir dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat
diibaratkan seperti gelas pecah walaupun telah disambungkan dengan lem perekat pasti
masih akan tetap membekas, seperti itulah anak yang menjadi korban kekerasan, bully,
trauma yang dirasakan akan membekas sampai mereka dewasa dan bahkan dapat
mempengaruhi perkembangan psikologis nantinya.
B. Perlindungan hak perempuan
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata Karena ia
manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh Masyarakat
atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan Martabatnya sebagai
manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir Dengan ras, suku, jenis
kelamin, bahasa, budaya, agama dan kewarganegaraan yang Berbeda-beda, ia tetap
mempunyai hak-hak yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun Juga, dan di negara manapun
ia berada. Inilah sifat universal dari HAM tersebut. Perbincangan tentang hak kodrati atau
hak asasi manusia memang sudah sering Dikalangan filsuf dan ahli hukum, namun baru pada
beberapa dekade belakangan gagasan Mengenai hak asasi manusia menjadi bagian dari
kosakata masyarakat luas di sebagian Besar kawasan dunia.Seperti dikatakan oleh Christian
Tomuschat: ”International Protection of human rights is a chapter of legal history…”
Sama seperti halnya keadilan, hak asasi manusia merupakan bahasa universal bagi Bangsa
manusia dan menjadi kebutuhan pokok rokhaniah bagi bangsa baradab di muka Bumi.
Keadilan dan hak asasi manusia tidak mengenal batas territorial, bangsa, ras, suku, Agama,
dan ideologi politik. Keadilan dan hak asasi merupakan faktor determinan dalam Proses
eksistensi dan pembangunan peradaban umat manusia. Bukti jejak selama Kehidupan
manusia menunjukkan adanya beberapa guru bangsa manusia, begitu pun Adanya
dokumen-dokumen hak asasi manusia yang berkorelasi dengan adanya Pelanggaran
terhadap hak asasi manusia. Piagam-piagam tertulis tentang hak asasi Manusia
mengabadikan hati nurani dan akal manusia untuk tetap menghargai hak asasi Dan
martabat kemanusiaan. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia akan selalu mendapat
respon moral dan konsekuensi sosial politik sesuai dengan radius dan kompetensi otoritas
yang berlaku.Eksistensi hak asasi manusia (HAM) dan keadilan merupakan ramuan dasar
dalam membangun komunitas bangsa manusia yang memiliki kohesi sosial yang kuat.
Betapapun banyak ragam ras, etnis, agama, dan keyakinan politik, akan dapat hidup
harmonis dalam suatu komunitas anak manusia, jika ada sikap penghargaan terhadap nilai-
nilai HAM dan keadilan. Penegakan HAM dan keadilan merupakan tiang utama dari
tegaknya bangunan peradaban bangsa, sehingga bagi negara yang tidak menegakkan HAM
dan keadilan akan menanggung konsekuensi logis yaitu teralienasi dari komunitas bangsa
beradab dunia Internasional. Lebih dari itu, biasanya harus menanggung sanksi politis atau
ekonomis sesuai dengan respon negara yang menilainya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
kemanusiaan bersifat universal, apalagi era globalisasi dewasa ini. Secara yuridis, Hukum
HAM Internasional menentukan adanya Jus Cogen yang dikualifikasikan sebagai a peremtory
norm of general international law. A norm accepted and recognized by the international
community of states as a whole as a norm from which no derogation is permitted and which
can be modified only by subsequent norm of general international law having the same
character.
Bab lll
Penutup
3.1 Kesimpulan
Jaminan akan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia merupakan salah Satu unsur
yang harus dapat dipenuhi oleh negara. Hal tersebut bahkan secara Tegas diatur dan
ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Konstitusi negara Republik
Indonesia. Perlindungan yang dilakukan oleh Pemerintah di bidang hak asasi manusia juga
berarti melakukan perlindungan Terhadap hak asasi perempuan. Sebagai salah satu
kelompok paling rawan Menjadi korban pelanggaran HAM, tentu diperlukan perhatian
khusus dari Pemerintah bagi perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia.
Kehadiran dua lembaga yang bergerak dibidang perlindungan terhadap hak Asasi
perempuan yakni Komnas Perempuan serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak diharapkan dapat saling bahu membahu Untuk mewujudkan
perlindungan yang berjalan baik serta efektif. Selain itu Pembuatan regulasi-regulasi di
bidang hak asasi perempuan juga diharapkan Dapat menjadi formula yang saling melengkapi
untuk membuat perlindungan Semakin berjalan dengan baik. Namun apabila melihat dari
statistik yang dirilis Oleh Komnas Perempuan, angka pelanggaran terhadap hak asasi
perempuan Terus menunjukkan tren negatif dimana setiap tahunnya selalu terlihat
terjadinya Kenaikan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Jumlah peningkatan yang
selalu signifikan setiap tahunnya tentu dapat diartikan Sebagai Kurangnya keseriusan
pemerintah dalam menjalankan fungsinya Sebagai pihak yang seharusnya dapat menjamin
perlindungan terhadap hak asasi Perempuan dapat berjalan dengan baik. Atau hal ini dapat
diartikan bahwa Kurangnya sinkronisasi antara Komnas Perempuan serta Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terkait penegakan hak asasi Perempuan
di Indonesia.
3.2 Saran
Memperjelas kedudukan dan pola kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Komnas Perempuan dalam bidang perlindungan
dan penegakan hak asasi perempuan Di Indonesia.
Menambah dan memperluas kewenangan serta yurisdiksi dari Komnas Perempuan
terutama di bidang perlindungan hak asasi perempuan yang Selama ini dirasa kurang dalam
meningkatkan efektivitas penyelenggaraan Perlindungan perempuan di Indonesia. Hal ini
dapat dilakukan dengan salah Satu cara yakni memperbaharui landasan hukum dari Komnas
Perempuan Yang hingga saat ini masih setingkat Peraturan Presiden.
Membentuk Undang-Undang khusus tentang Perlindungan Hak Asasi Perempuan yang
mana di dalamnya mengatur tentang yurisdiksi dan Kewenangan Kementerian serta Komnas
Perempuan agar terciptanya Keharmonisan antara kedua lembaga ini dan bermuara pada
keefektifan Perlindungan dan penegakan hak asasi perempuan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Thomas Bueergental & Harold G. Maieer, 1990, h. 108, dalam Artidjo Alkostar 2007, URL:
http://pushamuii.org, diakses 18 Agustus 2008.
Adithiya Diar, 2012, Tanggung Jawab Negara Dalam Penegakan Hak Asasi Manusia, available
From URL: http://boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-negara-dalam-
penegakan.html, Diakses Kamis 23 Februari 2012.
James W. Nickel, 1996, Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia, diterjemahkan oleh: Titis Eddy Arini, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. Xi.
Christian Tomuschat, 2008, Human Rights Between Idealism And Realism, Second Edition,
Oxford University Press Inc., New York.

Anda mungkin juga menyukai