Alhamdulillah Dengan menyebut nama Allah SWT yang ,Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat -Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya untuk kami, jadi kami dapat menyelesaikan
Terhadap Hak Asasi Anak dan Perempuan menurut hukum. Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
narasumber. Jadi dapat memperlancar pembuatan makalah ini untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih untuk semua pihak yang telah
kontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Perlindungan
Hukum Terhadap Hak asasi Anak dan perempuan menurut hukum ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
Daftar isi
Kata pengantar................................................................................i
Daftar isi........................................................................................ii
Bab 1 pendahuluan....................................................................4
1.1 latar belakang...................................................................4
1.2 Rumusan masalah............................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................4
Bab 2 pembahasan................................................................5
2.1 Pelanggaran hak anak-anak dan perempuan di Indonesia......5-9
2.2 Peraturan perundang-undangan tentang perlindungan terhadap
hak anak dan perempuan..........................................................9-11
2.3 Bagaimana pelaksanaan perlindungan hak asasi anak dan
perempuan............................................................................11-13
Bab 3 penutup............................................................................14
3.1 Kesimpulan........................................................................14
3.2 Saran..............................................................................14
Daftar isi.....................................................................................15
Bab l
Pendahuluan
1.1 latar belakang
Majelis Umum PBB pada 17 Desember 1999 menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari
Internasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Lembaga dunia itu mengajak
pemerintah, organisasi internasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk
mengatur kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah
penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Deklarasi Universal Majelis Umum PBB
tentang perempuan menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap perempuan akan
menghambat peluang mereka untuk mencapai kesetaraan hukum, sosial, politik dan
ekonomi dalam masyarakat. Deklarasi ini menegaskan kembali bahwa istilah kekerasan
terhadap perempuan akan mengacu pada tindakan yang membahayakan fisik, seksual atau
psikologis, baik dalam kehidupan publik atau pribadi.
Pada dasarnya, segala bentuk kekerasan mulai dari fisik hingga intimidasi, pelecehan, dan
penghinaan atau bahkan melarang mereka berpartisipasi dalam lingkungan sosial,
dikategorikan sebagai kekerasan terhadap perempuan. Bentuk-bentuk kekerasan itu
mungkin saja terjadi di berbagai lingkungan sosial, termasuk lingkungan keluarga, tempat
kerja, lembaga pendidikan dan atau bahkan secara lebih tampak dan terorganisir dalam
perdagangan perempuan atau pemaksaan menjual diri. Selain itu, pemerintah mungkin juga
terlibat dalam kekerasan terhadap perempuan melalui perang dan konflik bersenjata atau
melalui undang-undang diskriminatif dan keras. Amnesti Internasional dalam laporan tahun
2003 menilai kekerasan terhadap perempuan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi
manusia yang paling komprehensif dan mendunia. Mereka juga menyebut kasus itu sebagai
skandal pelanggaran HAM terbesar di dunia. Sementara itu, Sekjen PBB, Ban Ki-moon dalam
sebuah pernyataan terkait perempuan mengatakan, "70 persen perempuan dalam hidupnya
menghadapi kekerasan fisik atau mental oleh laki-laki. Oleh karena itu, pada tahun 2009,
PBB memutuskan untuk membentuk jaringan internasional memerangi kekerasan terhadap
perempuan.
1.2 Rumusan masalah
1. Menjelaskan pelanggaran hak anak dan perempuan di Indonesia?
2. Menjelaskan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hak anak dan
perempuan?
3. Menjelaskan bagaimana pelaksanaan perlindungan hak asasi anak dan perempuan?
1.3tujuan
1. Untuk mengetahui pelanggaran hak anak dan perempuan di Indonesia
2. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hak anak
dan perempuan
3. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hak asasi anak dan perempuan
Bab ll
Pembahasan
Secara fisik, KBG bisa mengakibatkan luka atau bahkan hilangnya nyawa. Selain itu, pelaku
KBG juga bisa menyebabkan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan,
aborsi yang tidak aman, atau keguguran.
Dari segi psikis penyintas, peristiwa traumatis dapat mengakibatkan depresi, ketakutan,
gangguan stres pascatrauma, menyakiti diri sendiri atau pikiran untuk bunuh diri. Ditambah
lagi, penyintas seringkali harus menanggung konsekuensi sosial dan ekonomi, dengan
adanya stigma dan penolakan dari keluarga atau masyarakat. Di berbagai komunitas,
penyintas KBG juga dipaksa menikah dengan pelakunya.
Dampak kekerasan seringkali bertahan lama pada korban, baik secara fisik, psikologis
maupun sosioekonomi. Konsekuensi dan prevalensi KBG menunjukkan bahwa KBG bukan
hanya merupakan pelanggaran HAM, tapi juga masalah kesehatan masyarakat.Negara
bertanggung jawab melindungi perempuan dari kekerasan berbasis gender – bahkan
kekerasan dalam rumah tangga secara tertutup sekalipun.
2. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual termasuk salah satu jenis kekerasan berbasis gender. Kekerasan seksual
adalah penyerangan terhadap seksualitas seseorang tanpa persetujuan orang tersebut.
Kekerasan seksual menimbulkan rasa tidak nyaman dengan memposisikan korban sebagai
objek, bukan manusia dengan kehendak atas tubuh, pikiran dan tindakan mereka sendiri.
Ada dua aspek penting dalam kekerasan seksual: pertama, aspek pemaksaan dan aspek
tidak adanya persetujuan dari korban. Kedua, jika korban tidak/belum mampu memberikan
persetujuan, misalnya kekerasan seksual pada anak atau individu dengan disabilitas.
Pelaku kekerasan seksual tidak terbatas gender dan hubungan dengan korban. Artinya,
tindakan berbahaya ini bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapapun
termasuk istri atau suami, pacar, orangtua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga
orang yang tak dikenal. Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk rumah,
tempat kerja, sekolah, atau kampus.
Menurut Komnas Perempuan, setidaknya ada 15 perilaku yang bisa dikelompokkan sebagai
bentuk kekerasan seksual, yaitu:
A.Perkosaan
B.Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
C.pelecehan seksual
D.intimidasiasi seksual
E.Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
F.Prostitusi paksa
G.Perbudakan seksual
H.Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
I.Pemaksaan kehamilan
J.Pemaksaan aborsi
K.Pemaksaan kontrasepsi seperti memaksa tidak mau menggunakan kondom saat
berhubungan dan sterilisasi
L Penyiksaan seksual
M.Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
N.seksuali bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
(misalnya sunat perempuan)
O.Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Meski siapapun bisa menjadi korban kekerasan seksual, perempuan paling banyak menjadi
korban. Anggapan bahwa perempuan inferior karena jenis kelamin dan gender mereka
menyebabkan perempuan lebih banyak jadi korban kekerasan seksual.
3. Diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender
Di banyak negara di dunia, hak perempuan ditolak atas dasar orientasi seksual, identitas
gender, atau karakteristik seks. Perempuan lesbian, biseksual, trans dan interseks serta
orang-orang yang tidak mengkonfirmasi gender mereka menghadapi kekerasan, pengucilan,
pelecehan, dan diskriminasi. Banyak juga yang mengalami kekerasan ekstrim, termasuk
kekerasan seksual atau yang disebut “pemerkosaan korektif” dan “pembunuhan demi
kehormatan”. Hak untuk mendapat pendidikan dan pelayanan kesehatan serta hak atas
kesejahteraan mereka juga masih dilanggar.
Kelompok LGBTI di Indonesia juga masih terus diintimidasi karena identitas gender mereka.
Arus Pelangi, organisasi pembela hak LGBTI mencatat, telah terjadi 1.850 kasus persekusi
terhadap orang LGBTI di Indonesia selama kurun waktu 2006 hingga 2018. Pada 4 April2020,
Mira, seorang transpuan, dipukuli lalu dibakar hidup-hidup oleh lima pria setelah dituduh
mencuri dompet dan ponsel milik seorang sopir truk.
4. Diskriminasi di tempat kerja
Seringkali, perempuan menjadi subjek diskriminasi berbasis gender di tempat kerja.
Misalnya, kesenjangan upah. Gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama adalah hak asasi
manusia, tetapi perempuan berkali-kali ditolak aksesnya ke upah yang adil dan setara.
Saat ini, rata-rata perempuan di seluruh dunia hanya memperoleh sekitar 77% dari
penghasilan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Hal ini menyebabkan kesenjangan
ekonomi bagi perempuan, bisa menghambat perempuan untuk mandiri secara utuh, bahkan
meningkatkan risiko kemiskinan di kemudian hari.