M. RENO ARIAWAN
L1A017066
UNIVERSITAS MATARAM
2021
1
Daftar Isi
MASALAH...........................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................17
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................18
1.4.1 Tujuan Umum...................................................................................................18
1.4.2 Tujuan Khusus..................................................................................................18
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................19
1.4.1 Manfaat Teoritis...............................................................................................20
1.4.2 Manfaat Praktis................................................................................................20
KAJIAN PUSTAKA..............................................................................................................22
2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................................22
2.2 Kerangka Teori.................................................................................................33
2.1.1 Feminisme........................................................................................................34
METODELOGI PENELITIAN................................................................................................46
3.1 Pendekatan Penelitian......................................................................................46
3.2 Teknik Pengumpulan Data................................................................................48
3.3 Teknik Analisis Data..........................................................................................50
BAB IV 54
MASALAH BIAS GENDER SEBAGAI FAKTOR PENGHAMBAT IMPLEMENTASI CONVENTION
ON THE RIGHT OF THE CHILD (CRC) DALAM MENGURANGI KASUS PERNIKAHAN ANAK DI
INDIA 54
4.1 Diskriminasi Terhadap Perempuan di India......................................................54
4.1.1 Bentuk-bentuk Diskriminasi Perempuan di India.....................................63
4.1.2 Gerakan-gerakan Protes Diskriminasi Perempuan di India.......................74
4.1.3 Fenomena Pernikahan Anak di India........................................................74
4.2 Bias Gender Sebagai Penghambat Implementasi Convention on the Right of the
Child Dalam Mengurangi Kasus Pernikahan Anak di India............................................84
4.2.1 Convention on the Right of the Child.......................................................86
4.2.2 Kesenjangan Dalam PCMA Dan Kegagalan Untuk Menegakkan
Perlindungan Hukum Terhadap Anak.......................................................................94
2
4.2.3 Perkembangan Fluktuasi Pernikahan Anak Setelah Diratifikasinya
Convention on the Right of the Child........................................................................97
4.3 Analisis Faktor Penghambat Implementasi Convention on The Right of The
Child dengan Kajian Feminisme Liberal......................................................................102
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................126
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi saat ini banyak isu-isu seputar politik dan keamanan
ekonomi, hak asasi manusia dan juga buruh. Permasalahan hak asasi manusia
mulai berkembang seperti masalah pernikahan anak di bawah umur seperti halnya
merupakan praktik yang melanggar hak asasi manusia, namun hal ini masih sering
terjadi di India dan tetap menjadi sorotan. Pernikahan anak di India sudah lama
pemimpin monarki India yang ganas, banyak aturan yang menjadikanya sebagai
gaya hidup dan opini masyarakat dari yang sederhana menjadi bentuk yang lebih
dan harus mematuhi aturan dan menjaga tingkah laku, mereka adalah subjek
untuk kehormatan keluarga, wanita muda yang jatuh cinta dianggap tidak dapat
bertanggung jawab dan irasional, sehingga orang tua menikahkan anak mereka
1
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di
Inida, Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, page 1 tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
4
Laporan dari New York Times menyebutkan bahwa pernikahan anak di
India dilatarbelakangi oleh adanya invansi dari penjajah sejak 10 abad lalu yang
menikah, sehingga banyak masyarakat India kala itu berpedoman dengan teks
masyarakat India waktu itu menikahkan anaknya sejak bayi, dengan tujuan untuk
melindungi keselamatan anaknya. Konstruksi dari norma budaya dan agama yang
gender.
sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Hingga perbedaan
tersebut dianggap sebagai ketentuan tuhan, yang seolah-olah bersigat biologis dan
tidak bisa dirubah. Gender kemudian dipergunakan oleh kaum feminis pada
oleh gender.2 Pada dasarnya pemahaman tentang gender diartikan sebagai sebuah
dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-
2
Indah Fatmawati, Pernikahan Anak di India, Indonesia Journal of Gender, Vol. 1 No. 1 Tahun
2020, tersedia di https://jurnal.iainponorogo.ac.id diakses pada tanggal 30 juni 2020
5
laki dan perempuan. Pengertian dari gender dan sex adalah berbeda, sex diartikan
sebagai sebuah pensifatan dan pembagian dua jenis kelamin manusia yang
anak perempuan telah lahir dan berlanjut samapai masa kanak-kanak, remaja
hingga dewasa. Konstruksi pemikiran dari norma agama dan budaya yang telah
melekat dan dipercayai oleh masyarakat India dan beranggapan bahwa seorang
gadis di India bertanggung jawab atas kesuciannya yang harus di lindungi dan ia
juga menjadi beban karena mahar adat. Hal tersebut kemudian menjadi salah satu
menikah seorang gadis meninggalkan rumah orang tuanya untuk tinggal Bersama
3
Herien Puspitawati, Teori Gender Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga (Bogor: Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, 2009), 22.
6
waktu secara bertahap mengubah diskriminasi dan bias gender pada kisah tersebut
orang yang belum mencapai usia 18 tahun, kemudian Pernikahan anak juga
diartikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak menginjak usia 18 tahun,
sebelum matang secara fisik, fisiologis, dan psikologis agar bisa bertanggung
jawab terhadap pernikahan dan anak yang dihasilkan dari hasil pernikahanya
tersebut. Di india pernikahan anak dibawah umur merupakan kasus yang lumrah,
dan hampir seluruh wilayah memiliki anak perempuan yang sudah menikah
pernikahan anak dibawah umur masih terjadi di India. Kemiskinan dan norma
sebagai cara untuk menjaga kesucian dari mempelai wanita dan pernikahan
4
Supriyadi W. Eddyono, S.H., Pengantar Konvensi Hak Anak, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat, tahun 2007, Hal. 2, tersedia di www.elsam.or.id diakses pada tanggal 17 juni 2021
5
Jeniffer Birech, Child Marriage: A Cultural Health Phenomenon, International Journal of
Humanity and Social science, Vol. 3 No. 17 September 2017 Pages 98, tersedia di
www.ijhssnet.com , diakses pada tanggal 25 juni 2021
7
2. Mahar yang digunakan untuk menikahkan anak perempuan yang
masih dini akan lebih murah, dibandingkan dengan anak perempuan yang
Di India daerah yang paling banyak mengalami kasus pernikahan anak yaitu
West Bengal (54%), Arunachal pradesh (42%), Karnataka (42%), Tripura (42%),
Tripura (42%), Haryana (41%), Maharashtra (39%), Gujarat (39%), assam (39%),
Orissa (37%), Sikkim (30%), Meghalaya (25%), Uttaranchal (23%), Delhi (23%),
Tamil Nadu (22%), Nagaland (21%), Mizoram (21%), Punjab (20%), Kerala
(15%), Jammu and Khasmir (14%), Manipur (13%), Himachal pradesh (12%),
6
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di Inida,
Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, pages 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
7
National Commission for Protection of Child Right, India Child Marriage and Teenage
Pregnancy, India Report 4 september 2018, Hal 11, tersedia di www.ncpcr.gov.in diakses pada
tanggal 25 juni 2021
8
Di India , pernikahan diatur dalam dua aturan yaitu; The Hindu Marriage
Act (1955) dan The Special Marriage Act (1954). Untuk secara sah dalam
menikah, umur minimum untuk laki-laki adalah 21 tahun dan untuk perempuan
yaitu 18 tahun, umur ini merupakan hasil saran dari UNICEF untuk India yang
sebagai tindakan ilegal selama 80 tahun di india, kemudian The Child Marriage
Restraint Act, 1929 (CMRA) merupakan aturan pertama yang dibuat dengan
Act, 2006 yang baru dibuat sebagai perubahan yang signifikan dalam hukum.8 The
Child Marriage Restraint Act 1929 menjelaskan bahwa siapapun yang melakukan
kegiatan yang mengarah pada pernikahan anak akan beresiko dikenai hukuman.
Peraturan ini berlaku kepada si pemaksa termasuk orang tua dan keluarga bahkan
untuk orang-orang terpelajar, pelaku dapat dikenai hukuman penjara selama tiga
bulan dan denda serta mendapatkan penjelasan untuk tidak melakukan pernikahan
anak lagi.
Pada tahun 2006 peraturan Child Marriage Restraint 1929 mengalami revisi
yaitu menjadi The Prohobition of Child Marriage Act of 2006. Aturan ini dibuat
pernikahan anak, hingga hukuman yang diberikan kepada pelaku adalah hukuman
penjara selama dua tahun atau denda INR 100.000 atau sekitar 1.800 USD. 9 Sejak
8
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di Inida,
Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, page 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
9
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di Inida,
Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, page 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
9
tahun 2006 pernikahan yang terjadi di India harus terdaftar dibawah aturan The
dimana terdapat beberapa negara bagian yang belum dapat merespon PCMA
pernikahan anak. Selain itu terdapat pula fakta bahwa PCMA masih cukup untuk
seharusnya pernikahan anak dapat dibatalkan, namun hal itu tidak akan mudah
upacara keagamaan. PCMA juga seringkali di kritik oleh para peneliti hukum,
karena kurang memberikan efek hukum jera bagi para pelanggar pelaku praktik
pernikahan anak. Selain itu pendaftaran pernikahan tidak diatur sekaligus di dalam
Convention on the Right of thr Chid (CRC) pada tahun 1992, Convention on the
1993 dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pada
10
tahun 1976, Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
Slavery, the Slave Trade, and Institution and Practices Similar to Slavery pada
tahun 1956, serta konvensi pemenuhan HAM anak dan perempuan yang dibuat
utama tentang pemberantasan pernikahan anak yang diadopsi dari CRC dan
CEDAW. Di negara-negara industri pada awal abad ke -20 tidak ada standar
perlindungan bagi anak. Mereka biasa bekerja bersama orang dewasa dalam
kondisi yang tidak sehat dan tidak aman serta meningkatnya pengakuan atas rasa
ketidakadilan atas situasi dan kondisi mereka, didorong oleh pemahaman yang
lebih besar tentang kebutuhan perkembangan anak, mengarah pada gerakan untuk
melindungi mereka dengan lebih baik. Standar internasional tentang hak-hak anak
telah berkembang secara dramatis selama abad terahir, akan tetapi masih ada
negara anggota PBB, terdapat beberapa peristiwa yang kemudian secara tidak
langsung dirumuskanya dan terciptanya konvensi tentang hak anak. Diawali pada
tahun 1924 Liga Bangsa-bangsa mengadopsi Deklarasi Jenewa tentang Hak Anak,
10
National Commission for Protection of Child Right, India Child Marriage and Teenage
Pregnancy, India Report 4 september 2018, Hal 11, tersedia di www.ncpcr.gov.in diakses pada
tanggal 25 juni 2021
11
yang dirancang oleh Eglantyne Jebb, yaitu pendiri Save the Children Fund.11
untuk ; sarana bagi perkembangan mereka, bantuan khusus pada saat dibutuhkan,
mengsahkan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia pada tahun 1948,
hak anak, yang mengakui antara lain tentang hak-hak anak atas pendidikan,
terbentuknya Kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik dan hak
untuk menegakkan hal yang sama termasuk pendidikan dan perlindungan untuk
semua anak.
Pada tahun 1974 atas keprihatinan dengan kerentanan perempuan dan anak-
anak dalam situasi darurat dan konflik, Majelis Umum menyerukan kepada
11
Supriyadi W. Eddyono, S.H., Pengantar Konvensi Hak Anak, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat, tahun 2007, Hal. 1, tersedia di www.elsam.or.id diakses pada tanggal 17 juni 2021
12
penyerangan atau pemenjaraan terhadap perempuan, sipil dan anak-anak dan
bersenjata. Kemudian pada tahun 1978 Komisi Hak Asasi Manusia mengajukan
rancangan Konvensi Hak anak untuk dipertimbangkan oleh kelompok kerja yang
dan non pemerintah hingga pada tahun 1989 Convention on The Right of The
Child (CRC) diadopsi oleh majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diakui
secara luas sebagai pencapaian penting bagi hak asasi manusia, mengakui peran
anak sebagai aktor sosial, ekonomi, politik sipil dan budaya. Konvensi tersebut
dalam dokumen sebagai sumber ahli12. Kemudian majelis umum PBB mengadopsi
dua protokol opsional untuk CRC 1989 tentang hak anak yang mewajibkan
untuk mengakhiri penjualan, eksploitasi seksual dan pelecehan anak, protokol ini
diadopsi pada tahun 2000. Pada tahun 2011 terdapat protokol opsional baru untuk
CRC 1989 tentang hak anak diadopsi. Dibawah protokol opsional tentang
hak anak dan melakukan penyelidikan. Sejauh ini terdapat 196 negara telah
meratifikasi konvensi ini dan hanya Amerika Serikat yang menolak untuk
meratifikasinya.
12
Jeniffer Birech, Child Marriage: A Cultural Health Phenomenon, International Journal of
Humanity and Social science, Vol. 3 No. 17 September 2017 Pages 98, tersedia di
www.ijhssnet.com , diakses pada tanggal 25 juni 2021
13
Konvensi hak anak ini terdapat 54 pasal, hingga saat ini dikenal sebagai
satu-satunya konvensi di bidang hak asasi manusia yang mencakup hak-hak sipil
dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sekaligus. Berdasarkan
isinya, konvensi ini mengkategorikan empat cara dalam hak anak, yakni ;
bahwa Konvensi Hak Anak mengandung hak-hak sipil politik dan hak-hak
ekonomi sosial budaya. Kedua, ditinjau dari sisi yang berkewajiban melaksanakan
Konvensi Hak Anak, yaitu negara dan yang bertanggung jawab untuk memenuhi
hak anak, yakni orang dewasa pada umumnya. 13 Ketiga, menurut cara pembagian
yang sudah sangat populer dibuat berdasarkan cakupan hal yang terkandung
dalam Konvensi Hak Anak, yakni : hak atas kelangsungan hidup (survival), hak
menurut cara pembagian yang dirumuskan oleh Komite Hak Anak PBB yang
Langkah implementasi umum, definisi anak, prinsip-prinsip umum, hak sipil dan
kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya dan langkah-
langkah perlindungan khusus yang berkaitan dengan hak anak demi untuk
14
masalah pernikahan anak hingga saat ini, dan tentu terdapat beberapa faktor yang
anak tersebut, baik dari faktor budaya dan keagamaan seperti “Mrityu bhoj”
Arkha teej atau Akhsaya Tritiya dan Attasatta, sistem mahar, sistem kasta, selain
itu juga terdapat faktor norma sosial, ekonomi, Pendidikan, hingga pola asuh
kedua orang tua. Dimana faktor tersebut menjadi pendorong terbesar terjadinya
memberantas pernikahan anak, namun hasil yang dicapai belum menunjukan hasil
yang memuaskan, dimana tren angka pernikahan anak masih tinggi dan tren
penurunan masih terbilang sangat lambat. Pada resolusi PBB tahun 2013 yang
dianggap berhasil untuk mengatasi secara efektif segala jenis praktik pernikahan
anak yang ada didalam negrinya. India juga mendapat kritikan oleh Komite
Konvensi Hak Anak (CRC) pada laporan tahun 2014 bahwa komite sangat
prihatin dengan prevalansi pernikahan anak di India yang masih sangat tinggi.
14
Rovi Husnaini & Devi Soraya, Dampak Pernikahan Usia Dini, Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam,
Vol. 4, No. 1, 2019 Hal. 72 tersedia di http://journal.uin-aladdin.ac.id diakses pada tanggal 24 juni
2021
15
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan PCMA tidak berjalan dengan
maksimal dalam menangani masalah pernikahan dini antara lain didasari oleh
sistem hukum dan pembuat kebijakan gagal karena kurangnya unsur feminis
sisi, perkawinan anak telah tumbuh karena tidak adanya wanita yang mencolok
hukum yang ada. Selain itu juga terdapat tantangan dari faktor ekonomi dimana
pada kehidupan masyarakat pedesaan yang hidup dalam keadaan miskin yang
kemudian memiliki anak lebih dari dua orang dengan harapan lebih banyak anak
maka lebih banyak yang akan membantu keluarga, namun realitanya anak
ketika ia menikah. Akibatnya keluarga ini tidak melihat manfaat ekonomi bila
keluar dari sekolah, dan prospek pekerjaan yang mempuni dimasa depan akan
keluarga, oleh sebab itu pernikahannya dengan laki-laki dewasa bahkan dengan
yang jauh lebih tua sekalipun, karena diyakini mampu menguntungkan anak dan
keluarga secara finansial. Hingga masalah seperti ini pernikahan anak dianggap
sebuah transaksi bagi banyak orang dan keluarga yang memiliki anak perempuan,
tersedia bagi keluarga yang hidup dalam garis kemiskinan. Disisi lain anak
16
perempuan juga dianggap sebagai sebuah mata uang yang dapat digunakan
bias gender dalam kasus pernikahan anak tersebut terhadap implementasi dari
konvensi internasional yang sejak tahun 1992 diratifikasi oleh India. Untuk itu,
korelasi dari masalah bias gender dan konvensi internasional dalam kasus
sehingga menjadikan masalah tersebut menjadi relevan untuk dikaji lebih lanjut.
Berdasarkan latar belakang diatas, nampak bahwa situasi dan kondisi india
saat ini masih mengalami masalah pernikahan anak yang belum bisa diatasi oleh
pemerintah dalam negri India , berdasarkan data yang didapatkan penulis dapat
Pada dasarnya tujuan dari penulisan ini adalah untuk menelaah lebih
dalam terkait masalah pernikahan anak yang terjadi di india, dan melihat
bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam negri india dalam
17
internasional dan mengadopsinya kedalam undang-undang yang memmbahas
tentang pernikahan anak. Dalam penelitian ini penulis juga menganalisis apa saja
yang kemudian menjadi hambatan pemerintah india dan apa saja faktor
sulit untuk diimplementasikan. Selain itu dalam penulisan ini terdapat tujuan
umum dan khusus guna lebih memahami kerangka dasar dari penelitian ini,
sebagai arahan yang lebih konverhensif dan mendetail terkait dengan sebuah
anak di India.
Selain tujuan umum terdapat pula tujuan khsus penulis selama penelitian ini
18
2. Untuk menganalisis perkembangan pernikahan anak di India setelah
anak di India.
pernikahan anak, dan bagaimana implikasi Convention On The Right Of The Child
setelah diratifikasi oleh india. Hal yang menjadi penting dalam penelitian ini
adalah apabila kebijakan pemerintah maupun aturan terkait pernikahan anak harus
ditegaskan dan terdapat sanksi hukum yang jelas, maka terdapat pergeseran
budaya dan kepercayaan masyarakat india yang telah dianut, hingga menimbulkan
pelanggaran hak asasi manusia, namun bagi masyarakat india percaya bahwa hal
diterapkan.
19
Secara teoritis dan akademis, sebagai sarana untuk melatih dan
konsep yang telah diperoleh dari perkuliahan, khususnya yang berkaitan dengan
masalah pernikahan anak dan peran rezim internasional maupun dalam negri yang
dan bahan refrensi bagi penulis lainnya dalam menulis penelitian selanjutnya pada
bidang kajian global kontemporer, decision maker, dan peran negara dalam
1. Manfaat Akademisi
kontemporer.
2. Pemangku kebijakan
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
tulis yang secara substansial membahas tentang pernikahan anak yang terjadi di
21
india yang di abadikan dalam bentuk artikel, jurnal maupun review buku. Dari
sekian tulisan yang ada peneliti belum menjumpai karya tulis yang secara khusus
pernikahan anak dan dengan diratifikasinya konvensi hak anak. Topik ini menjadi
menarik karena masih jarang diteliti secara detail, selain itu praktek pernikahan
perkembangan yang minim, tentu hal tersebut menjadi sorotan bagi rezim
berjalan di India. Tindakan ini tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi
dalam Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2 Oktober 2015. 15Penelitian ini
Dengan demikian kasus tersebut berfokus pada peran aktor non-Negara yang
22
berdasarkan haknya dalam mengatasi permaslahan di suatu negara. Sehingga pada
membebaskannya dari tindakan kekerasan dan kejahatan. Namun misi ini akan
gagal apabila anak di dunia melakukan pernikahan, sehingga fokus utama dari
halnya pada bidang hukum, dengan mendukung penegakan hukum dan kebijakan
yang membantu pelaksanaan hukum yang melarang pernikahan anak hingga akan
tahun untuk pria dan 18 tahun untuk wanita, yang kemudian Prohibition of Child
menetapkan umur yang legal bagi pernikahan pada usia tersebut. Selain itu
23
pemerintah dan masyarakat sipil untuk mejalankan aturan tersebut. UNICEF
program pemerintah yaitu Sarva Shiksha Abhiyan (Education for all) demi
anak-anak. Program ini fokus pada pendidikan dasar untuk anak usia 6 sampai 10
tahun agar mendapatkan pendidikan hingga kelas 10. Sekolah yang nyaman dan
sistem pengembangan guru dibuat untuk meningkatkan hak anak untuk belajar.
penelitian dari Asmarita dengan tulisan ini. Tulisan Asmarita memfokuskan pada
tidak digambarkan dengan jelas perubahan maupun dampak dari upaya UNICEF
dalam upaya mengatasi maslah pernikahan anak di India tersebut, sehingga fokus
konvensi hak anak (CRC), dan badan hukum tentang pernkahan anak (PCMA)
yang secara khusus membahas tentang pernikahan anak namun belum terjadinya
India.
24
Literatur kedua yang berjudul “Kendala India dalam Upaya Mematuhi
membahas tentang apa yang menjadi kendala India sebagai negara dengan tingkat
25
satunya disebabkan oleh faktor norma dan budaya yang mengakar telah
melahirkan adat dan tradisi yang hingga sekarang telah meliputi seluruh bagian
pemberlakuan mahar, Arkha teej, Atta Satta, Mrityu bhoj, dan sistem kasta, yang
India. Selain itu praktik pernikahan anak ini dikemudikan oleh jaringan
tersebut. Hingga pada penelitian Alfandia disimpulkan bahwa India belum mampu
tekanan dari domestic, selain itu juga terkadang mungkin para aktor mau
mematuhi perjanjian namun tidak semua bagian, hanya terdapat beberapa bagian
dari kesepakatan tersebut dan aktor lebih memilih tidak patuh karena keuntungan
yang didapat dari Tindakan kepatuhannya tidak lebih besar dari biaya yang harus
26
menganggap kepatuhan hanyalah sebuah manfaat, tetapi aktor gagal mematuhi
teknologi, dan pengetahuan yang dimiliki oleh aktor tersebut, juga terdapat
konteks budaya, sosial dan sejarah juga membuat kepatuhan secara signifikan sulit
mengambil Tindakan dengan niat harapan yang tulus untuk mencapai kepatuhan,
tetapi tetap gagal untuk memenuhi standar perjanjian karena masalah ini tidak
negara maju untuk mengubah perilaku warga dan negara mereka akan gagal untuk
negara yang akhirnya tidak sejalan dengan perjanjian yang telah disepakati yang
Dari temuan diatas nampak jelas perbedaan dari penelitian Alfandia dengan
penelitian ini, yaitu dari persfektif atau teori yang digunakan yaitu teori
India dalam mematuhi konvensi internasional, dan terlihat jelas pada tulisan
untuk mengatasi masalah pernikahan dini yang sesuai dengan isi konvensi yang
penelitian ini yang berfokus pada masalah yang terjadi di India yaitu kasus
27
pernikahan anak yang di elaborasikan dengan konsep HAM dan Feminisme,
sehingga penulis dapat dengan mudah mengaitkan kasus tersebut kedalam aturan
dan anjuran konvensi untuk melindungi hak-hak anak, karena pada dasarnya
konvensi tentang hak anak tersebut dibentuk untuk melindungi hak-hak yang
dimiliki oleh anak, serta untuk menjelaskan lebih detail dan untuk memastikan
pemerintah india tentu konsep HAM dan Feminisme adalah pisau analisis yang
tepat guna mencapai tujuan yang akan dicapai berdasarkan dengan kasus
pernikahan anak yang terjadi di India karena Convention on the Right of the Child
Berkembang” oleh Fitriyani Bahriyah, Sri Handayani dan Andari Wuri Astuti,
maret 2021. 17Tulisan ini bertujuan untuk memetakan literatur tentang pengalaman
perasaan kesepian, cinta, rasa hormat, dan kurangnya kemandirian dan peran
28
tangga, kemiskinan, putus sekolah, kemiskinan dan gangguan psikologis, hingga
dijelaskan bahwa terdapat beberapa pola dan variasi dari pernikahan dini, yaitu
oleh faktor diri sendiri dan orang lain, dimana anak perempuan menunjukan self-
effficiacy untuk bergerak maju dengan dukungan calon pengantin pria, meskipun
terdapat ketidaksetujuan dari orang tua. Hal ini sering digambarkan sebagai
keinginan menikah berdasarkan cinta. Kemudian dari faktor orang lain, dimana
perencanaan pernikahan seorang gadis hamper tidak pernah dimulai dari gadis itu
sendiri, melainkan pada orang-orang terdekat dan keluarga. Kemudian pola yang
reproduksi yang masih minim diketahui dan diajarkan oleh orang tua dan hal
kurangnya pengetahuan akan hal tersebut bagi para gadis yang akan menikah.
keluarga, nilai-nilai budaya, kehilangan orang tua, tidak adanya sanksi dari praktik
29
pernikahan dini, berdasarkan keyakinan agama, dan kebutuhan seksual. Adapun
pada usia dini masih umum terjadi di negara berkembang, dan temuan dari
penelitian ini bahwa hukum yang membatasi usia pernikahan belum ditegakkan
norma yang mendukung praktik pernikahan dini, yang tentu diperlukan untuk
Dari hasil penelitian diatas tampak jelas perbedaan dari penelitian ini,
yaitu dari penelitian Fitriani, Andari, dan Handayani ini menjelaskan pengalaman
beberapa pola dan variasi dari pernikahan dini, dibandingkan dengan penelitian
ini, yang secara khusus membahas pernikahan yang terjadi di India dengan
demi menciptakan tren penurunan praktik pernikahan anak di India. Selain itu
metode penelitian yang digunakan oleh Fitriani, Andari dan Handayani adalah
pemetaan konsep yang mendasari area penelitian, sumber bukti, dan jenis bukti
yang tersedia. Langkah yang dilakukan dalam tinjauan tersebut adalah Langkah
30
memetakan data dan extraction data dengan menyusun, meringkas, dan
masalah, oleh B. Sures Lala, di publikasikan dalam Jurnal Sains dan Penelitian
Internasional (IJSR) Vol. 4 Edisi 4, April 2015, penelitian ini membahas tentang
berdasarkan data primer dan skunder, yang meliputi berbagai isu seperti
maupun taraf hidup anak perempuan yang sudah menikah. Pernikahan anak ini
menjadi salah satu fokus pemerintah dalam pembangunan dan menjadi masalah
oleh sebab itu hal ini menjadi penting karena berada dalam situasi antara
untuk Pendidikan Wanita, namun hal tersebut menjadi boomerang bagi para
18
B. Sures Lala, Child Marriage in India : Factor and Problem, International Journal of Science
and Research, Vol. 4 Issue 4, April 2015, tersedia di www.ijsr.net diakses pada tanggal 3
September 2021
31
Wanita karena kapasitas seseorang untuk mendapatkan pekerjaan berdasarkan
pada tingkat Pendidikan yang telah dicapai, sehingga hal tersebut akan
menjadikan para wanita akan bergantung pada laki-laki setelah mereka menikah,
yang kemudian hal tersebut membuat status suami lebih tinggi dibandingkan istri.
pernikahan yang memberikan mahar adalah dari pihak perempuan, dan semakin
tinggi tingkat Pendidikan yang ia tempuh maka semakin tnggi mahar yang
leluhur, karena perempuan yang menikah dibawah umur belum bisa mendapatkan
warisan oleh karenanya, orang tua mereka menganjurkan pernikahan dini bagi
tempat di India oleh sebab itu hal tersebut cukup sulit untuk diubah.
penelitian B. Sures Lala dengan tulisan ini. Tulisan B. Sures Lala fokus pada
masalah yang terjadi pada kasus pernikahan dan faktor apa saja yang mendorong
sebelumnya yang mengawali kasus pernikahan dini, karena pada masa tersebut
hukum dan ketertiban belum bersifat universal sehingga pemerintahan pada masa
raja.namun Pada tulisan tersebut tidak dijelaskan tentang langkah apa yang akan
India, dan konsep ataupun teori tidak dielaborasikan untuk mengkaji masalah
32
penikahan dini di India, sehingga pada pada tulisan tersebut terlihat bahwa hanya
dengan tulisan ini, dimana penulis menjelaskan beberapa aturan seperti aturan-
pernikahan anak, selain itu penulis juga mengaitkan kasus pernikahan tersebut
menjadikan pernikahan anak menjadi sebuah kebiasaan dan melekat pada struktur
sosial dan budaya meskipun hal tersebut adalah sebuah ketimpangan khususnya
pada anak perempuan. Untuk memahami lebih jauh peran negara dalam
2.1.1 Feminisme
33
Penelitian ini menggunakan teori Feminisme dengan memfokuskan pada
dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam
keluarga, serta Tindakan sadar perempuan dan laki-laki untuk mengubah keadaan
tersebut. Secara teoritis, Feminisme adalah himpunan teori sosial, gerakan politik,
dan filsafat moral yang sebagian besar didorong oleh atau yang berkenaan dengan
sebagai kategori utama dalam analisis, yang menganggap gender sebagai bagian
dari pola hubungan tertentu, memiliki dikotomi antara public dan privat, dan
internasional.19
1. Feminisme Liberal
asumsi bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, yang
feminisme ini lebih berfokus pada perubahan aturan, atau undang-undang yang
konvensional yang berlaku secara universal yaitu suami sebagai pemberi nafkah
19
Khattak SG. Feminism in Education: Historical and Contemporary Issues of Gender Inequality
in Higher Education, Occasional Papers in Education & Lifelong Learning: An International
Journal 5(1):67-81.
34
dan pelindung keluarganya. Maka hal ini oleh feminisme liberal tidak sesuai
dengan konsep kebebasan inidividu untuk hidup mandiri dan menentukan sendiri
bahwa negara didominasi oleh kaum pria, yang terefleksikan menjadi kepentingan
yang maskulin, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi
kuat oleh kepentingan dan pengaruh kaum pria tadi. Jelasnya, bahwa negara
atas negara tersebut. Untuk kaum Feminis Liberal perempuan cenderung berada
dalam negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan.
Hingga pada masalah ini terdapat ketidak setaraan perempuan di dalam berpolitik
dan bernegara.
wanita bukan sebagai obyek dari ilmu pengetahuan, melainkan sebagai subjeknya.
20
Khattak SG. Feminism in Education: Historical and Contemporary Issues of Gender Inequality
in Higher Education, Occasional Papers in Education & Lifelong Learning: An International
Journal 5(1):67-81.
35
merupakan teori sebagai upaya atas kritikan terhadap studi laki-laki untuk
perempuan. Seperti halnya pada salah satu masalah yang terjadai di India, bahwa
dan keagamaan serta anggapan masyarakat bahwa anak wanita hanya akan
menjadi beban bagi keluarganya kelak, maka banyak orang tua yang melakukan
aborsi atau pembunuhan bayi perempuannya, atau jika bayi ini tetap hidup,
kesamaan dan kesetaraan hak dan keadilan antara pria dan wanita karena kaum
bidang kehidupan. 21
harta yang tidak seimbang, pelecehan seksual antara suami-istri sebagai cerminan
tidak opresi terhadap perempuan. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh
21
Muslikhati S. 2004. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam.
Jakarta: Gema Insani.
36
c. Kebebasan individu untuk memilih dan memutuskan sesuai keinginan dan
aspirasinya
pada tulisan ini perlu diketahui bahwa masalah yang terjadi di India adalah
kesempatan akses dan berpartisipasi di ranah publik, dan mencapai keadilan serta
laki.
struktur sosial sehingg hal tersebut akan memudahkan perempuan untuk mencapai
37
pemenuhan kodrat seksual,dan yang terpenting adalah apabila perempuan dapaat
ikut serta dan aktif dalam parlemen pemerintah demi membela dan mewujudkan
keinginan perempuan serta agar dapat merubah suatu aturan yang berbasis
patrilear.
Pernikahan anak di India tidak lepas dari adanya bias gender, dan dampak
ajaran keagamaan maupun konstitusi dari negara. Perbedaan jenis kelamin yang
sehingga tidak perlu digugat, misalnya secara biologis kaum perempuan dengan
Kemudian gender digunakan sebagai alat analisis oleh kaum feminis pada
simbolis. Kerugian dari efek praktis terhadap perempuan yang dihasilkan dari
22
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2001),
90-91
38
pernikahan mencakup fakta-fakta tak terduga bahwa pernikahan cenderung
bahwa perempuan berpenghasilan lebih rendah dan kurang mandiri daripada laki-
sebagian besar pekerjaan rumah, bahkan jika mereka bekerja di luar rumah, yang
menguras energi dan martabat mereka, dan bahwa kekerasan dalam rumah tangga
inferior. Salah satu cara pernikahan dapat membuat perempuan menjadi inferior
awal dan jauh lebih besar pada kehidupan dan pilihan hidup wanita daripada pria.
Pierre Bourdeu juga menggambarkan bentuk efek simbolik ini sebagai kekerasan
simbolik terjadi melalui tekanan sosial, seorang individu merasa dirinya inferior
atau tidak berharga. Sejalan dengan apa yang telah terjadi di India bahwa anak
perempuan bertanggung jawab atas dirinya sendiri karena kesuciannya yang harus
dilindungi dan juga menjadi beban karena mahar adat. Selain itu perempuan juga
23
Jacqu true, Feminism and Gender Studies in International Relations Theory,
https://doi.org/10.1093/acrefore/9780190846626.013.46 Published in print: 01 March 2010
Published online: 30 November 2017
39
anak perempuan akses Pendidikan yang tinggi dianggap perilaku yang sia-sia
karena pada akhirnya ia akan hidup bersama suaminya ketika menikah. Hal
feminis harus melibatkan pembagian egaliter rumah tangga dan tenaga kerja yang
kedua pasangan untuk bekerja lebih sedikit diluar rumah dan terdapat kesetaraan
pekerjaan rumah tangga. Secara umum kritik feminis tentang pernikahan ini
berlaku di waktu dan tempat tertentu, dan pada norma sosial dan fakta sosiologis
yang menyertainya.24
perempuan dianggap tidak dapat menopang ekonomi keluarga serta orang tua
selalu menginginkan anak laki-laki dengan harapan hanya anak laki-laki yang
mampu membantu ekonomi keluarga. Selain itu pada norma sosialnya masyarakat
India yang percaya pada teks budaya dan keagamaan Dharmasastra, Manu
40
bahkan adapula masyarakat india waktu itu menikahkan anaknya sejak bayi,
penurunan, dan setidaknya memberikan hak dan perlakuan yang sama antara
masyarakat yang telah terkonstruksi oleh norma sosial dan budaya maupun aturan
maupun keluarga menjadi inferior, dan laki-laki sebagai aktor dominan dalam
ruang publik maupun dalam keluarga. Hal tersebut kemudian yang perlu
diperhatikan untuk menciptakan sebuah aturan pernikahan anak di India yang saat
ini adalah PCMA (Prohibition Child Marriage Act) harus mampu mengimbangi
gender dalam kasus pernikahan anak tersebut. Dengan begitu Feminsime Liberal
masih mampu mengklaim kesetaraan dengan laki-laki sesuai pada moral esensial
manusia, juga bisa merubah konstruksi sosial sebelumnya, serta aturan atau
41
hukum tentang pernikahan yang belum memberikan efek yang signifikan untuk
mengurangi angka penurunan kasus pernikahan anak di India masih banyak upaya
2. Gender
kasus pernikahan anak tersebut terjadi tidak lepas dari adanya bias gender yang
perempuan, mulai dari ekonomi, norma sosial, budaya, hukum dan politik. Untuk
itu perlu diketahui lebih jauh tentang apa yang dimaksud dengan gender.
a. Pengertian Gender
perilaku, mentalitas dan sosial budaya. Gender didefinisikan sebagai aturan atau
norma perilaku yang berhubungan dengan jenis kelamin dalam suatu sistem dalam
masyarakat, hingga gender seringkali di identikan dengan jenis kelamin atau seks,
meskipun pada dasarnya gender dan seks memiliki konsep yang berbeda, laki-laki
dan perempuan secara seksual dibedakan berdasarkan jenis kelamin yang dimiliki,
gender, yang berarti bahwa gender sebagai pembeda perilaku, hak, tanggung
25
Jacqu true, Feminism and Gender Studies in International Relations Theory,
https://doi.org/10.1093/acrefore/9780190846626.013.46 Published in print: 01 March 2010
Published online: 30 November 2017
42
b. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender
1. Subordinasi
dilakukan oleh suatu jenis kelamin lebih utama dan lebih penting dari yang lain.
Dengan kata lain adalah sebuah posisi atau peran yang merendahkan posisi atau
peran yang lain. Seperti halnya jenis kelamin yang dianggap lebih penting, utama,
dan tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya, misalnya laki-laki sebagai
pemimpin.
2. Marjinalisasi
halnya anak perempuan yang diarahkan sekolah guru, sebagai perawat, sekertaris
3. Beban Ganda
Beban ganda artinya beban pekerjaan yang diterima oleh salah satu jenis
ruang publik tidak senantiasa mengurangi beban mereka di dalam rumah tangga.
Jadi perempuan khususnya memiliki pekerjaan di ruang publik dan dalam rumah
tangga. Akibatnya perempuan memiliki beban kerja ganda, bahkan sering dituduh
43
mengabaikan tanggung jawab di dalam rumah tangga dan juga tidak berprestasi
4. Sterotipe
dikenakan kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan
yang salah, dan anggapan tersebut bersifat negative dan secara umum melahirkan
ketidak adilan.
5. Kekerasan
Kekerasan artinya bentuk perilaku baik verbal maupun non verbal yang
c. Peran Gender
Peran gender adalah peran yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai
sebagai peran laki-laki dan perempuan, kemudian dibedakan atas peran produktif,
1. Peran Produktif
26
KEMENTRIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK
INDONESIA, Mencapai Kesetaraan Gender Dan Memberdayakan Kaum Perempuan, dipublikasikan pada 09
juni 2017, tersedia di www.kemenpppa.go.id. di akses 21 oktober 2021.
44
Peran produktif merujuk kepada kegiatan yang menghasilkan barang dan
ikut di dalam ruang publik melalui aktivitas produktif namun masyarakat masih
2. Peran Reproduktif
Peran reproduktif dapat dibagi menjadi dua yaitu biologis dan sosial.
manusia baru, dimana hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh seorang perempuan.
kerja manusia.
3. Peran Sosial
pelayanan kesehatan dan hal tersebut biasanya dersifat sukarela. Sedangkan peran
45
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
metode deduktif dan indukti, metode deduktif dikembangkan oleh Aristoteles dan
46
metode induktif dikembangkan oleh Francis Bacon. Metode deduktif adalah
metode berfikir yang berawal dan berpangkal pada hal-hal yang umum menuju
memerlukan metode yang jelas, seperti halnya ada dua metode penelitian dalam
ilmu sosial yaitu metode kualitatif dan kuantitatif, dimana penulis menggunakan
memenuhi syarat sebagai metode yang baik, karena telah menggunakan istrumen
untuk mengukur gejala atau peritiwa tertentu yang diolah secara statistik, akan
matematis tidak dapat menjelaskan kebenaran secara meyakinkan. Oleh karena itu
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan yang tidak dapat
diperoleh menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara lain yang dari suatu
27
Pupu saful rahmat, penelitian kualitatif, equilibrium, vol. 5, no. 9, Januari-Juni 2019 1 – 8
diakses pada 20 juni 2021
47
juga dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi
dipahami secara memuaskan. Selain itu Bogdan dan Biklen menjelaskan bahwa
deskriptif yang berupa ucapan ataupun tulisan serta perilaku orang-orang yang
models, all of wich elicit verbal, visual, tactile, olfactory, and gustatory, data in
transcription from audio and videtapes and other written records and fictures or
films.
penelitian ini sejalan dengan makasud penelitian ini, yaitu untuk melihat
peristiwa dari kendala India dalam menangani kasus pernikahan anak dan
implementasi konvensi hak anak. Dimana faktor utama dalam melihat kasus
tersebut dari aspek kehidupan sosial dan gambaran tata hidup mereka dari segi
48
budaya, ekonomi, agama ataupun kepercayaan yang telah mereka anut
anak tersebut. Oleh sebab itu penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian
melakukan sebuah penelitian, karena pada dasarnya tujuan dari penelitian adalah
tidak akan dapat memenuhi standar data yang ditetapkan. Untuk itu, Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
jenis bahan bacaan yang ada di perpustakaan, baik itu berupa buku, laporan, serta
bahan-bahan lain yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan, sehingga
penelitiannya. Dalam hal ini sumber data rujukan didapatkan dari Gapki
49
dengan masalah penelitian, bail dari sumber dokumen maupun buku-buku, koran,
majalah dan lain sebagainya. Metode dokumentasi ini adalah bagian dari catatan
rekaman peristiwa yang sudah berlalu, dokumennya bisa berbentuk lisan, tulisan,
research dalam penelitian kualitatif. dalam hal itu, dengan menggunakan Teknik
ini, penelitian akan lebih kredibel jika terdapat dukungan sejarah pribadi,
serta tinjauan lain yang mempunyai kaitan erat untuk menopang kredibilitas data
tentang kasus pernikahan anak di India. Selain itu model dokumentasi foto juga
memiliki posisi kusus dalam melihat proyeksi kedepan. Secara singkat, teknik
data berbasis interactive model dari Miles dan Huberman. Kemudian terdapat
50
Hal utama dalam setiap penelitian yaitu mengumpulkan data, dimana dalam
kuesioner atau tes tertutup, yang kemudian data yang diperoleh adalah data
sehingga data yang diperoleh akan banyak dan sesuai dengan kebutuhan
terhadap situasi sosial atau objek yang diteliti, semua yang dilihat maupun
didengar akan direkam semua. Oleh karenanya peneliti akan memperoleh data
yang dipilih peneliti. Reduksi data ini adalah bentuk analisis yang memusatkan,
dapat diambil. Selanjutnya adalah penyajian data yang merupakan kegiatan ketika
51
sekumpulan informasi disusun, sehingga memberikan kemungkinan akan adanya
penarikan kesimpulan dan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif adalah, teks
naratif yaitu berbentuk catatan lapangan, dan matriks, grafik, jaringan serta
yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah untuk didapatkan,
sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, dan peneliti dapat
kembali.
Dalam mereduksi data, peneliti akan dipandu oleh teori dan tujuan yang
akan dicapai. Sehingga pada tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada
temuan. Oleh karena itu, apabila peneliti dalam melakukan penelitian dan
menemukan segala sesuatu yang dianggap asing, tidak dikenal, belum memiliki
pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan
reduksi data.
Sehingga pada focus tersebut Miles dan Huberman menyatakan bahwa yanga
paling sering digunakan dalam menyajikan data pada penelitian kualitatif yaitu
dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menampilkan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan dapat direncanakan pekerjaan
peneliti dapat mereduksi data kedalam huruf besar maupun huruf kecil dan angka,
52
maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam menyajikan data huruf
besar, huruf kecil dan angka tersebut disusun kedalam urutan sehingga
terdapat hubungan yang interaktif antara tiga kelompok tersebut. Kemudian dalam
fenomena sosial yang bersifat kompleks dan dinamis menyebabkan apa yang
ditemukan pada saat memasuki lapangan dan setelah berlangsnung agak lama di
Huberman ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dilakukan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukannya
bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk
rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal penelitian, tetapi terdapat
kemungkinan juga tidak, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut bisa berupa deskriptif atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih tidak jelas dan samar akan
53
kebenarannya sehingga setelah diteliti akan menjadikannya lebih jelas, yang dapat
BAB IV
54
4.1 Diskriminasi Terhadap Perempuan di India
dunia, yang muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia internasional pada
tahun 1990-an, juga kekuatan militer yang semakin berkembang serta India dalam
internasional, ternyata India merupakan salah satu negara yang dianggap sebagai
negara paling berbahaya bagi wanita. Hal tersebut terjadi dikarenakan terdapat
budaya, tradisi dan agama, keterbatasan akses terhadap sumber ekonomi serta
manusia, kerja paksa maupun pernikahan paksa, dan tindakan diskriminasi lainnya
dan keagamaan serta anggapan masyarakat bahwa anak wanita hanya akan
28
India 4th most dangerous place for women: survey, diakses darihttp://ibnlive.in.com/news/india-
4th-most-dangerous-place-for-women-survey/159395-3.html 28 Desember 2021.
55
menjadi beban bagi keluarganya kelak, maka banyak orang tua yang melakukan
aborsi atau pembunuhan bayi perempuannya, atau jika bayi ini tetap hidup,
mereka banyak yang ditelantarkan oleh keluarganya. Saat ini yang menjadi
aborsi selektif terhadap calon bayi berjenis kelamin perempuan.29 Hal tersebut
perempuan, dimana berdasarkan populasi India yang tercatat pada tahun 2014
155.280.000 lebih banyak laki-laki daripada perempuan. 30 Para orang tua di India
kelamin bayinya, dan jika calon bayi tersebut adalah perempuan, maka mereka
akan melakukan aborsi. Sedangkan bagi keluarga yang tidak mampu untuk
perempuan yang baru lahir apabila bayi yang keluar adalah perempuan atau yang
bayi-bayi perempuan ini di India, tradisi ini telah berlangsung sejak berabad-abad
29
Shindi Bestari. Masalah Gender dan Lahirnya Ketidakadilan, ketidakadilandbf9accffd13, diakses
pada 28 Desember 2021.
30
Natarajan, K S and V Jayachandran (2000): Population Growth in 21st Century - India, in K.
Srinivasan and Michat Vlassoff. (eds), "Population-Development Nexus in India - Challenges for
New Millennium" Tata Mcgraw Hill Publication, New Delhi.
31
Female Infanticide, diakses dari http://www.gendercide.org/case_infanticide.html pada 28
Desember 2021.
56
Isu tentang perempuan banyak mengisi wacana di tengah-tengah
masyarakat India, disamping wacana politik dan ekonomi, isu perempuan juga
jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan yang sering disebut dengan
Perempuan belum banyak mengisi dan menempati sektor publik yang ikut
tidak sebanding dengan laki-laki karena pada dasarnya peradaban disusun oleh
laki-laki atau dengan kata lain adalah sistem patriarki. dimana rata-rata seluruh
menempati posisi kepala negara dan mentri dalam kabinet hanya berkisar sekitar
5%, disamping itu dalam dunia kerja rata-rata perempuan menghabiskan 60% dari
seluruh jam kerja dan memperoleh gaji 10% dari seluruh pendapatan 33. Tidak
sampai disitu dalam sektor pendidikan, perempuan mewakili sekitar 60% dari
seluruh buta huruf, yang menunjukan bahwa nasib perempuan dalam menempuh
dunia pendidikan sangat terbatas dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut jelas
32
Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender.
Bandung: Mizan. Cet. I
33
Lips, Hilary M. (1993). Sex and Gender: An Introduction. London: Myfield Publishing
Company.
57
pendidikan memiliki posisi yang memprihatinkan. Sehingga beberapa upaya yang
ditempuh untuk mengangkat derajat dan posisi perempuan agar dapat memiliki
peran yang sama dengan laki-laki melalui berbagai institusi, baik formal maupun
nonformal. Dengan tujuan akhir yang ingin ditempuh adalah demi terwujudnya
kesetaraan gender. Salah satu penyebab utamanya adalah pada rendahnya kualitas
sumber daya kaum perempuan yang menjadikannya tidak mampu bersaing dengan
kaum laki-laki, oleh karena itu untuk menghilangkan patriarki dalam realitas
karena pada dasarnya sistem dunia dan berbagai ide-ide politik dan ideologi dunia
tercipta oleh kaum laki-laki, sehingga posisi penting dalam pemerintahan, politik
maupun dunia usaha didominasi oleh kaum laki-laki. Demikian untuk dapat
memahami lebih jauh tentang diskriminasi terhadap perempuan atau bias gender,
perlu diketahui apa yang dimaksud dengan bias gender, dan patriarki, antara lain ;
suatu pandangan yang membedakan peran, kedudukan serta tanggung jawab laki-
34
Biswajit Ghosh, (2006): Trafficking in Women & Children, Child Marriage and Dowry: A Study
for Action Plan in West Bengal, Dept of Women & Child Development & Social Welfare, Govt.
of West Bengal & UNICEF.
58
Pemaknaan terhadap istilah bias gender ini khususnya mengenai masalah
lain sebagainya. Keterbatasan ini berasal dari berbagai nilai dan norma
laki-laki.36
Bias gender terjadi ketika salah satu dari pihak dirugikan, yang kemudian
salah satu dari jenis gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya. Bias
gender tersebut bisa saja terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Pada tulisan
ini di India, bias gender tersebut lebih dirasakan oleh kaum perempuan.
diposisikan tertinggal, maka perempuan tidak akan bisa menjadi mitra sejajar laki-
laki, sehingga hubungan kedua pihak akan menjadi timpang. Akibatnya, terjadilah
35
Naomi Wolf, Gegar Gender, Pustaka Semesta Press, Yogyakarta, 1997. Diakses pada 26
Desember 2021.
36
Rianingsih Djohani, Dimensi Gender dalam Pengembangan Program Secara Partisipatif, Driya
Media Bandung, 1996. Diakses pada 28 Desember 2021.
59
dalam lingkungan kehidupan masyarakat secara umum. Lebih jauh lagi dengan
selalu dipandang sebagai orang kedua setelah laki-laki dalam pembagian kerja,
politik, sosial dan sektor publik lainnya.38 Laki-laki memiliki peran sebagai
dalam masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi, bahkan
37
Nan Rahminawati. Isu Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan (Bias Gender). Mimbar No. 3
Th. XVII Juli – September 2001. Diakses pada 28 Desember 2021.
38
Nurcahyo. A. (2016). Relevansi budaya patriaki dengan partisipasi politik dan keterwakilan
perempuan di parlemen. Jurnal Agastya. Vol. 6 (1). Hal : 25-27. Diakses pada 25 Desember 2021.
39
Siti. Rokhimah, Patriarkhisme dan Ketidakadilan Gender, Muwazzah, Vol. 6, No. 1, 2016,
Hal .140.
60
Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai cikal
menjadi sistem yang terstruktur dan praktek sosial yang menempatkan laki-laki
pada posisi yang kuat sebagai pihak yang mendominasi, dan mengeksploitasi
kaum perempuan.40 konstruksi budaya yang telah tercipta tersebut seakan disetujui
disebabkan karena proses ataupun pemahaman terkait dengan gender dan budaya
patriarki.
hambatan serta penilaian perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosialnya. Tak
masyarakat seperti etnis, warna kulit dan agama yang berakibat pada
40
Ali Imron A.M, Gerakan Perempuan Kontemporer: Dari Konsesi Ke Profesionalisasi Disajikan
Dalam Siaran “Lembar Sastra Dan Budaya” Melalui Rri Surakarta, Warta,Vol 12, No. 11, 2009,
Hal. 99-100.
41
Gisela. Hirschman, Global Governance and Human Rights – A Fruitful Relationship,
Global Policy Journal, 2018, Vol.6, Hal .19.
61
banyak terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya di India dengan angka
perempuan masih terjadi dalam hal pendidikan, kesehatan, pekerjaan, sosial, nilai-
nilai adat istiadat, serta pelecehan seksual. Hingga dengan adanya diskriminasi
sosial, politik, dan ekonomi. Bentuk bias gender yang paling mengakar telah
besar perempuan dipandang rendah secara sosial, ekonomi dan politik. Perempuan
menjadi kambing hitam dalam banyak tradisi dan adat. Peran perempuan terbatas
pada kehidupan rumah tangga terutama pekerjaan dapur dan melahirkan dan
mengasuh anak, mereka tidak memiliki tempat dalam kegiatan ekonomi dan
politik.
anggapan masyarakat terhadap anak perempuan hanya akan menjadi beban untuk
tersebut telah menjadi tradisi yang berlangsung sejak lama dan sudah dianggap
42
Dr. E.Raju. Gender Discrimination in India, Journal of Economics and Finance. Vol 2 Issue 5.
January 2014. Tersedia di www.iosrjournal.org diakses pada tanggal 14 desember 2021.
62
Kemudia apabila bayi perempuan yang dibiarkan hidup mereka akan ditelantarkan
oleh keluarganya, dan jumlah perempuan di India semakin menurun akibat dari
keinginan keluarga untuk melahirkan anak laki-laki, sehingga hal tersebut yang
juga praktek berbagi istri, yaitu dimana seorang perempuan yang sudah menikah
dengan seorang laki-laki yang mengalami penderitaan dengan menjadi istri dari
suami dan keluarga suaminya, maka mereka akan mengalami tindak kekerasan
dan penyiksaan. 43
Hindu Marriage Act pada tahun 1956, Equal Remuneration Act pada tahun 1986,
The Islamic Women pada tahun 1986, The Commission Sati Act pada tahun 1987,
Protection of Women from Domestic Violence Act pada tahun 2005, dan Dowry
untuk membrantas kejahatan sosial dan diskriminasi gender tersebut harus dengan
langkah-langkah efektif yang diambil dari masyarakat itu sendiri, kemudian harus
43
Bhatt, A. Sen and U. Pradhan (2005) “Child Marriage & the Law in India”, Human Rights Law
Network, New Delhi. p.259
63
4.1.1 Bentuk-bentuk Diskriminasi Perempuan di India
kesenjangan hak wanita di India ini berakar dari tradisi budaya dan agama di
India, yang mengagungkan laki-laki dan menomor duakan wanita dalam sistem
sosial mereka. Tradisi dan budaya yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan
ini masih saja banyak dilakukan masyarakat India. untuk itu perlu diletahui
beberapa bentuk diskriminasi yang terjadi di India dengan kasus yang masih
Bureau, yaitu sebuah divisi dari kementrian dalam negri India, mengatakan bahwa
kejahatan tersebut naik 43,5% yang disebabkan oleh peningkatan kejahatan atau
terhadap perempuan di India yaitu faktor budaya yang terlalu mengagungkan laki-
bahwa masyarakat di India masih banyak yang menjalankan tradisi dan budaya
44
Wiwik Sukarni Pertiwi, Alfian Hidayat, Khairur Rizki. Implementasi CEDAW di India: Studi
Kasus Diskriminasi Perempuan dalam Tradisi Pemberian Dowry. Indonesia Journal of Global
Discourse. Vol. 3 Ed. 1. Pages 55-80, January-June 2021, Diakses pada tanggal 14 Desember
2021.
64
kekerasan yang dialami perempuan di India tidak hanya berbentuk
senjata tajam untuk melukai korban, kedua kekerasan psikis, yaitu tindakan yang
tindakan yang menyerang psikis atau mental korban. Dan kekerasan seksual,
dimana kekerasan seksual ini merupakan tindakan seksual yang dilakukan tanpa
sebagainya.45
terdapat kasus pernikahan paksa, dimana pada tahun 2016 terdapat sekitar 15,4
juta orang mengalami kasus pernikahan paksa dan terdapat 88% korbannya adalah
kekerasan dari suaminya, dan tindakan kekerasan seksual yang di alami oleh
45
Veena, Talwar. (2002). Dowry Murder: The Imperial Origins of a Cultural Crime. Diakses pada
27 Desember 2021.
46
Heise, Lori. (2002). A Global Overview of Gender Based Violance. Diakses pada 28 Desember
2021.
65
korban, menenggelamkannya kedalam sumur, dan yang biasa terjadi di India
antara usia 18 sampai 30 tahun. Satu dari tiga korban berusia di bawah 18 tahun,
dan satu dari 10 korban berusia di bawah 14 tahun. Di India, perempuan diperkosa
tahun ke tahun, dimana pada tahun 2011 terdapat 24.206 kasus, 2012 terdapat
24.923 kasus, pada 2013 terdapat 33.703 kasus, pada 2014 terdapat 37.000 kasus,
pada 2015 turun ke angka 34.652 kasus dan pada tahun 2016 terdapat 38.957
meningkat sejak banyak kasus pemerkosaan yang tidak dilaporkan, karena adanya
tekanan dari pihak keluarga untuk memilih tutup mulut, sehingga sulit untuk
47
Ernel, Natadia, Nony. (2018). Gerakan Sosial Perempuan Dalam Isu Kekerasan Seksual Yang
Terjadi Di Indonesia Dan India. Diakses pada 28 Desember 2021.
48
Eliminating Child Marriage in India: A Backdoor Approach to Alleviating Human Rights
Violations, Vol. 26, Boston College Third World Law Journal by JacquelineMercier. Di akses
pada 28 Desember 2021.
66
diketahui apakah banyak peningkatan jumlah kasus pemerkosaan yang dutup-
tutupi. 49
dianggap masih tidak berjalan dengan baik karena maraknya angka kekerasan
yang dialami perempuan masih terbilang naik dari tahun ke tahun, dimana angka
efektif. Hal ini menunjukan bahwa perlindungan terhadap kaum perempuan anak-
anak masih sangat lemah. Kebahagian dan kedamaian korban pemerkosaan secara
tidak langsung direnggut dari mereka, dan keadilan atas permaslahan yang
belakang korban, seperti kasus pemerkosaan di India yang dilakukan oleh laki-laki
berusia 26 tahun kepada bayi yang masih berusia delapan bulan. 50Tidak jarang
juga kasus pemerkosaan tersebut juga terjadi berujung pada kematian. Salah satu
49
Biswajit Ghosh, (2006): Trafficking in Women & Children, Child Marriage and Dowry: A Study
for Action Plan in West Bengal, Dept of Women & Child Development & Social Welfare, Govt.
of West Bengal & UNICEF.
50
Jeffrey gentleman dan hari kumar, angwish in New Delhi of an 8-mount old girl.
http://www.nytimes.com diakses pada 31 Desember 2021.
67
seorang perempuan yang berusia 23 tahun yang kemudian perempuan tersebut
wanita kepada pihak pengantin laki-laki ketika menikahkan anaknya, dowry bisa
semakin tinggi status sosial dan pendidikan dari calon pengantin laki-laki, maka
akan semakin tinggi pula jumlah dowry yang diminta.ketika permintaan tersebut
diri karena masalah Dowry tersebut. Hal inilah yang kemudian memunculkan
51
Mosbergen, delhi bus gang rape victim has intestines removed as socking detail of asauld
emerge, http://www.hufingtonpost.com diakses pada 28 Desember 2021.
52
Sonia Dalmia dan Pareena G. Lawrence. The Institutions of Dowry in India : Why it Continues
to Prevail . The Jounal of Developing Areas . Vol.38 No.2. 2005.
68
Berdasarkan gambar di atas menunjukan kasus dowry death yang terjadi di
India terbilang cukup besar. Dimana pada tahun 2009 terdapat 8.383 kasus,
kemudian tahun 2010 terdapat 8.391 kasus, selanjutnya pada tahun 2011 terdapat
8.618 kasus, kemudian di tahun 2012 terdapat 8.233 kasus, hingga pada tahun
dijumlahkan keseluruhan kasus-kasus tersebut dari tahun 2009 sampai 2013 maka
terdapat total 41.708 kasus kekerasan pada perempuan yang diakibatkan oleh
masalah dowry. 53
diskriminasi terhadap perempuan di India hingga saat ini. Seperti halnya yang
dimaksud dengan Dowry yaitu mahar dalam bahasa Arab atau mas kawin dalam
dianggap oleh orang tua perempuan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak
53
Soumi Chatterjee. Concept and Evolution of Dowry. International Journal of Humanitties and
Social Science Invention (IJHSSI). Volume 7. Issue 01. Januari 20128. Tersedia di www.ijhssi.org
diakses pada 11 November 2021.
69
oleh calon suami ataupun mertua, adat tersebut berasal dari ajaran dan tradisi
agama hindu, orang tua yang ingin menikahkan anak perempuannya harus
malu jika tidak mampu membayar dan menyediakannya. Namun terdapat fakta
yang berbeda dari tujuan praktek Dowry tersebut, yaitu ketika keluarga dari
pengantin laki-laki yang meminta Dowry dengan jumlah yang cukup besar dan
ketika istri dan keluarga tidak mampu memenuhi keinginan suami dan keluarga
bunuh diri, bahkan istri dibunuh oleh suami dan keluarganya, namun banyak
India karena dianggap sebagai beban keluarga nantinya, seperti halnya anak
perempuan tidak dianjurkan sekolah tinggi karena persepsi orang tua yang
mereka menikah akan diambil oleh suaminya. Disamping itu meskipun keluarga
tersebut berasal dari golongan keluarga kaya, namun faktanya banyak keluarga
54
Leila Ateffakhr. Dowry System in India. International of Science and Research Publicatio
(ISSN). Volume 7, Issue3, March 2027. Tersedia di www.ijsrp.org diakses pada 24 November
2021.
70
dibawah 14 tahun, dengan tujuan nantinya anak tersebut tidak perlu memberikakn
Dowry. Tren operasi jenis kelamin tersebut dikenal dengan sebutan genitoplasty.
d. Human Trafficking
atau penerimaan orang melalui cara kekerasan, atau penipuan, dengan tujuan
anak-anak dari segala usia dan dari semua latar belakang dapat menjadi korban
kejahatan ini, yang terjadi di setiap wilayah di dunia. Para pedagang sering
menggunakan kekerasan atau agen tenaga kerja yang curang dan memberikan
janji palsu tentang pendidikan dan kesempatan kerja untuk menipu dan memaksa
korban mereka.55 Hal tersebut terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan para
perempuan India, dan anggapan tentang pendidikan tidak memiliki esensi yang
berarti bagi kelangsungan hidup mereka, dan lebih mengutamakan bekerja karena
dirasakan saat bekerja, namun faktanya kondisi seperti ini membuat para
pekerja dan buruh akibat rendahnya pendidikan yang dimiliki perempuan, dan
55
Anil Kumar Das. Rehabilitation Of Victims Of Human Trafficking: A Study Of Effectiveness,
Efficiency And Sustainability Of Victim Compensation Schemes. Human Development society.
March 2021 tersedia di www.hdsindia.org diakses pada 30 november 2021.
71
semakin marak dengan beberapa data terkait kasus Human Trafficking yang
terjadi di India. 56
India, di tahun 2015 data yang dirilis oleh National Crime Record Bureau
5.466 kasus pada tahun 2014 , dengan jumlah kasus tertinggi dilaporkan di negara
bagian Assam di timur laut diikuti oleh Benggala Barat.57 Data tersebut juga
menunggu persidangan pada tahun 2015, dimana 15.144 adalah kasus dari tahun
sebagai pusat perdagangan manusia di India, diikuti oleh Tamil Nadu, Andhra
Pradesh, Karnataka dan Maharashtra dengan Delhi sebagai titik transit. Jumlah
56
Sadika Hameed Et Al, Human Trafficking in India: Dynamics, Current Efforts and Intervention
Opportunities For The Asia Foundation Vi (2010). Diakses pada 10 Desember 2021.
57
Sadika Hameed Et Al, Human Trafficking in India: Dynamics, Current Efforts and Intervention
Opportunities For The Asia Foundation Vi (2010). Diakses pada 10 Desember 2021.
58
Human Rights Law Network. Center for, Reproductiive Rights. 30 Juni 2013.
72
Perempuan, dibanyak negara di dunia, seringkali dijadikan sebagai warga
kelas dua dan dibatasi perannya hanya seputar urusan domestik. Kaum perempuan
memiliki akses terbatas dan dibatasi aksesnya pada masalah yang lebih besar yang
bahkan menjadi penentuan kehidupan kaum mereka sendiri. Pada dasarnya peran
perempuan di suatu negara juga sangatlah penting, dimana tingkat kemajuan suatu
negara dapat dilihat dari adanya kesetaraan peran dan kesempatan yang dimiliki
oleh perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, perempuan sama berhaknya
dengan laki-laki untuk terjun ke politik dan ikut merumuskan serta menentukan
berkaitan dengan nasib kaum perempuan. Oleh karena itu perempuan berhak
serta keterwakilan perempuan ini harus dilindungi oleh konstitusi dan negara.59
untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk kegiatan politik. Sistem reservasi atau
yang kemudaian amandemen ini menjadi Undang-Undang pada tahun 2010 ketika
59
Louise Edwards, Mina Roces. (2000). Women in Asia Tradition, modernity and globalization..
Australia: Allen UnwinPublisher. Hlm. 85. Diakses pada 20 Desember 2021.
73
disetujui baik oleh Majelis Rendah (Lok Sabha) dan juga Majelis Tinggi (Raj
dengan kasta tinggi atau mereka yang memiliki hubungan relatif dengan
pemangku kekuasaan.
kepada sistem distrik, belum sampai ke tingkat pusat dan Lok Sabha. Selain itu,
sistem kasta yang sangat kuat. Sehingga mayoritas perwakilan perempuan dalam
amandemen ini menjadi Undang-Undang pada tahun 2010 ketika disetujui baik
oleh Majelis Rendah (Lok Sabha) dan juga Majelis Tinggi (Raj Sabha) parlemen
India. Sebagai hasil dari amandemen ini, ratusan bahkan ribuan perempuan
60
G.C. Malhotra. (2002). Fifty years of Indian Parliament. New Delhi: Lok Sabha Secretariat.
Hlm. 630. Diakses pada 23 Desember 2021.
74
berhasil masuk ke kantor-kantor publik dan menaikan akses ke kehidupan
politik.61
Seperti yang telah penulis jelaskan pada sub-bab sebelumnya, bias gender
lainnya di bidang pendidikan, sosial dan budaya lainnya. Akibat dari peristiwa
a. Gerakan #MeToo
melakukan sebuah aksi sosial pada ruang lingkup global melalui media sosial
yang mengacu pada persamaan hak perempuan terkait kebebasannya dari segala
bentuk kekerasan yang di alami. Gerakan ini dipopulerkan oleh aktris Amerika
Alysa Milano di Twiter pada tahun 2017, dan mampu menarik perhatian berbagai
kalangan di India pada tahun 2018. Dengan mengadopsi pola kampanye yang di
inisiasikan oleh publik figur, banyak kaum perempuan di Inida dari berbagai
61
Joni Lovenduski dan Pippa Norris (ed.). (1993). Gender and Party Politics. London, Thousand
Oak, New Delhi: SAGEPublication. Hlm. 12-15. Diakses pada 28 Desember 2021.
75
kalangan melaporkan kasus kekerasan seksual yang mereka alami. 62Selain untuk
telah mereka alami, karena demi mencapai kesetaraan dan keadilan dalam
penerimaan hak tanpa mengenal batas gender, tentu dibutuhkan sebuah wadah dan
62
Mukul Kesavan. The #Metoo Movemen. Indian Journal of Gender Studies. 26(1&2) 2019.
Tersedia di www.journals.sagepub.com diakses pada 1 Desember 2021
63
Shivangi Misra, One of the #MeToo Movements in India: The
Listhttps://www.theleaflet.in/ . Diakses pada 19 Desember 2021.
76
sosial. Selain itu, pemerintah telah merumuskan berbagai prosedur hukum anti-
Pada tahun 2009, pemerintah mengalokasikan 832 juta INR atau setara
dengan 12,3 juta US dollar, untuk Kementerian Dalam Negeri yang akan
disiplin dan tanggapan bersama oleh semua pemangku kepentingan, seperti polisi,
pada korban yang memastikan kepentingan terbaik, yang selamat, dan mencegah
c. Say No to Dowry
64
Wiwik Sukarni Pertiwi, Alfian Hidayat, Khairur Rizki. Implementasi CEDAW di India: Studi
Kasus Diskriminasi Perempuan dalam Tradisi Pemberian Dowry. International Journal of Global
Discourse. Vol. 3 Ed. 1 pages 55-80, Januari-june 2021. Diakses pada 10 November 2021.
65
Sadika Hameed Et Al, Human Trafficking in India: Dynamics, Current Efforts and Intervention
Opportunities For The Asia Foundation Vi (2010), diakses pada 27 Desember 2021.
77
Gerakan Say No to Dowry adalah gerakan yang dilakukan oleh
“maaf, tidak ada Dowry” dan mereka berdemonstrasi dengan mengenakan baju
diatur oleh hukum tradisi yang telah berabad-abad. Dimana keluarga pengantin
mempelai pria sebagai mahar yang diberikan pengantin wanita kepada pria, telah
illegal di India sejak 1961, namun praktek tersebut tetap tersebar luas di kalangan
menyuarakan hal yang sama, yaitu gerakan Anti-Dowr. Dimana gerakan ini dibuat
berusia kurang dari 18 tahun, dimana batasan usia tersebut di adopsi dari
Konvensi Hak Anak Pasal 1. Dimana secara sederhana pernikahan anak adalah
hak asasi manusia.67 Sementara kasus pernikahan anak mempengaruhi kedua jenis
kelamin, namun masalah pada penulisan ini perempuan terpengaruh secra tidak
66
Francis Bloch dan Vijayendra Rao,Terror as a Bargaining Instrument: A Case Study of Dowry
Violence in Rural India. (ProQuest, 2002), Hal 1-2. Diakses pada 23 Desember 2021.
67
Forsythe, David P. (1983). Human Right and World Polotics, Terj. Tom Gunadi, Bandung:
Angkasa. Diakses pada 24 Desember 2021.
78
proporsional karena mereka adalah mayoritas korban. Dimana hal tersebut terjadi
dan berkaitan dengan maslah aturan dalam adat, budaya, masalah ekonomi serta
cara untuk menjaga kesucian dari mempelai wanita dan pernikahan dapat
mereka dalam satu perayaan, seperti menikahkan tiga anak dalam satu
68
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di
Inida, Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, pages 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
79
Hingga sampai saat ini praktik pernikahan anak masih berlangsung dengan
berbagai faktor yang melatarbelakanginya baik dari faktor budaya dan keagamaan
seperti, sistem mahar, sistem kasta, selain itu juga terdapat faktor norma sosial,
ekonomi, pendidikan hingga pola asuh kedua orang tua, serta masalah bias gender
anak di India. Tren pernikahan anak di India tersebut berdasarkan data UNICEF
dalam hal kuantitas pratik pernikahan anak. Selain itu lebih dari 50% anak-anak di
(55%), West Bengal (54%), Arunachal pradesh (42%), Karnataka (42%), Tripura
(42%), Tripura (42%), Haryana (41%), Maharashtra (39%), Gujarat (39%), assam
(39%), Orissa (37%), Sikkim (30%), Meghalaya (25%), Uttaranchal (23%), Delhi
(23%), Tamil Nadu (22%), Nagaland (21%), Mizoram (21%), Punjab (20%),
Kerala (15%), Jammu and Khasmir (14%), Manipur (13%), Himachal pradesh
80
merupakan faktor kemiskinan, kurangnya pendidikan, terus berlanjutnya
dan perspektif budaya yang mendorong fenomena pernikahan anak tersebut untuk
karirnya lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut terjadi karena
depan dan basis ekonomi keluarga, namun anak perempuan diperlakukan sebagai
beban keluarga, dimana basis ekonomi yang di investasikan pada pendidikan anak
perempuan dianggap akan menjadi sia-sia karena pada akhirnya mereka akan
diambil oleh suaminya kelak. Dengan begitu akses pendidikan yang terbatas
81
karena dengan begitu perempuan dihadapi dengan dua pilihan, yaitu antara
mencari pekerjaan yang notabenenya sebagai buruh ataupun pekerjaan yang tidak
suatu hal yang biasa karena mereka menganggap bahwa melanjutkan pendidikan
tidak memberikan hasil dan manfaat bagi diriniya secara langsung, dengan begitu
mereka lebih memilih untuk bekerja karena dianggap hasil yang didapatkan dari
upaya mereka secara langsung, meskipun dengan gaji dan upah yang minim.
Berbagi harta leluhur juga merupakan salah satu faktor yang bertanggung
jawab untuk mendorong kasus pernikahan anak. Dimana Jika pernikahan anak
perempuan dilakukan pada usia dini maka dia sebagai anak tidak akan menuntut
bagiannya. Oleh karenanya saudara yang dimiliki oleh anak perempuan yang
terjadinya pernikahan, dan bias gender yang sangat mendasar yaitu dalam lingkup
modal mereka untuk melanjutkan kehidupan mereka meskipun hal tersebut tidak
72
UNFPA.Marrying too young end child marriage. Hal.11 Dalam www.unfpa.gov diakses tanggal
29 Desember 2021.
82
pekerjaan yang layak di ranak publik. Nasib perempuan dari perannya dalam
kapasitas diriniya sendiri. Pernikahan usia dini sebagai bentuk perilaku yang
c. Kerawanan sosial
bahwa ketika seorang wanita yang sudah menikah akan lebih aman terhadap
beberapa pelanggaran sosial, seperti halnya hamil diluar nikah, pelecehan seksual
terhadap perempuan dan kesucian perempuan merupakan suatu hal yang menjaga
sudah menikakh berbeda dengan gadis yang belum menikah, pandangan terhadap
gadis yang belum menikah dipandang dengan niat yang salah sehingga hal
menikah.74
73
Juspin Landung, Ridwan Thaha, A.Zulkifli abdullah. Studi kasus kebiasaan pernikahan usia dini
pada masyarakat kecamatan sanggalangi kabupaten tana toraja. Dalam jurnal MKMI. Oktober
2009, hal 90 diakses pada 29 Desember 2021.
74
Child marriage facts and figures, dalam http://www.icrw.org/child-marriage-facts-and-figures
diakses tanggal 28 Desember 2021.
83
Dengan berbagai faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya
tersebut mengalami stres secara mental karena belum siap untuk mengalami
kehamilan, karena mereka masih belum memahami hal-hal tentang reproduksi dan
kehamilan di usia dini sangat berbahaya ntuk ibu maupun bayi. Dalam kasus ini
pernikahan anak merupakan bentuk pemaksaan dan kekerasan terhadap hak anak
tanggung jawab dimana anak tersebut belum siap secara mental, fisik dan
sehingga terisolasi dari kehidupan sosial dan terpisah dari orang tua dan teman
teman mereka.75
akibat dari kesenjangan hukum dan implementasinya yang buruk, dengan fakta
bahwa remaja perempuan yang menikah terus menghadapi resiko kematian yang
signifikan yang disebabkan oleh faktor reproduksi mereka yang secara usia belum
75
Auboyer, Jeannine, Daily Life in Ancient India:from 200 BC to 700 AD.London: Phoenix Press,
2002. Google Books hal.8. Diakses pada 27 Desember 2021.
84
matang untuk melahirkan, serta kasus diskriminasi terhadap anak perempuan yang
masih sering terjadi, yang dengan seharusnya atas implementasi convention on the
tersebut dapat memberikan hak mereka untuk bebas dari diskriminasi dan
kebebasan anak perempuan dari pernikahan anak melalui larangan hukum yang
pasal dari isi konvensi tersebut yang disebabkan oleh faktor bias gender
diantaranya; kasus perkawinan anak massif terjadi di India yang terjadi karena
beberapa faktor, salah satunya adalah anggapan anak terhadap anak perempuan
sebagai beban ekonomi keluarga dan demi untuk memberikan mahar yang sedikit
diskriminatif terhadap perempuan, hal ini diakui sebagai salah satu bentuk
mereka, sehingga melanggar hak mereka untuk didengar berdasarkan Pasal 12.77
76
Fred Witteveen, Child, Early and Forced Marriage in India. Children Belive 2021. Diakses pada
12 Desember 2021.
77
Padmavathi Srinivasan, Nizamudin Khan, Ravi Verma. District-Level Study on Child Marriage
in India. International Center for Research on Women. New Delhi October 2015 diakses pada 10
Desember 2021
85
Selanjutnya anak perempuan yang menikah saat masih anak-anak tidak
terbaik anak dalam prinsip yang ditetapkan dalam Pasal 3 yaitu dengan
melanggar Pasal 9. 78
Konvensi atau kovenan adalah kata lain dari treatu (trakta atau pakta),
bersifat mengikat secara yuridis dan politis. Convention on the Right of the child
dengan hak-hak anak yang kemudian India pertama kali meratifikasi konvensi ini
pada tahun 1992 dimana gagasan tentang hak anak tersebut bermula setelah
berakhirnya perang dunia pertama sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul
akibat bencana peperangan, terutama yang dialami oleh kelompok perempuan dan
anak-anak. 79
78
Human Rights Law Network. Center for, Reproductiive Rights. 30 Juni 2013.
79
Implementation Hand Book for the Convention on the Rights of the Child, UNICEF. Diakses
pada 25 Desember 2021.
86
a. Sejarah dan perkembangan
Awal mula bergeraknya ide tentang hak anak bermula ketika gerakan para
aktivis perempuan yang melakukan aksi protes dan meminta perhatian publik atas
nasib anak dan perempuan yang menjadi korban perang. Seorang aktivis yang
berperan menyuarakan hak anak tersebut adalah Eglantyne Jebb, yaitu seorang
pendiri Save the Children. Dari gagasan yang telah dirancang menghasilkan
sepuluh pernyataan tentang hak anak atau deklarasi hak anak (Declaration of the
Right of the Childree) hinga pada tahun 1923 diadopsi oleh lembaga Save the
bantuan khusus pada saat dibutuhkan, prioritas bantuan, kebebasan ekonomi, dan
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, pada tahun 1948, majelis umum
desember 1948. Kemudian pada tahun 1959 majelis Umum PBB kembali
mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi hak anak
kedua yang merupakan deklarasi internasional kedua untuk hak anak dengan
mengakui peran anak sebagai aktor sosial, ekonomi, politik sipil dan budaya.80
80
Derrick, S., Ed. (1992). The United Nations Convention on the Rights of the Child: A Guide to
the "Travaux Préparatoires." Dordrecht, Boston, London: Martinus Nijhoff Publishers.diakses
pada 24 Desember 2021.
87
Selanjutnya pada tahun 1979 saat dicanangkannya Tahun Anak
anak dan mengikat secara yuridis. Sehingga hal inilah sebagai awal perumusan
Konvensi Hak Anak. Pada tahun 1989, rancangan Convention on the Right of the
Child diselesaikan dan pada tahun itu juga disahkan dengan suara bulat oleh
majelis umum PBB pada 20 November 1989 dengan mengakui peran anak
The Child terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang hak anak agar terbebas dari
pernikahan anak adalah suatu hal yang wajar di India, dimana pernikahan
81
Implementation Hand Book for the Convention on the Rights of the Child, UNICEF. Diakses
pada 25 Desember 2021.
88
menikah tanpa mempertimbangkan preferensi mereka. Hingga masalah
layak.untuk anak. 82
Nasional India
Manusia dengan cakupan hak yang paling komprehensif. Konvensi tersebut terdiri
dari 54 pasal, hingga saat ini dikenal sebagai satu-satunya konvensi di bidang Hak
Asasi Manusia yang mencakup hak-hak sipil, politik, hak-hak ekonomi, sosial dan
82
Convention on the Rights of the Child, adopted Nov. 20, 1989, art. 3, para. 2; art. 19, G.A. Res.
44/25, annex, U.N. GAOR, 44th Sess., Supp. No. 49, U.N. Doc. A/44/49 (1989) (entered into
force Sept. 2, 1990) [hereinafter CRC]; CRC Committee, General Comment No. 12: The right of
the child to be heard, para. 120, U.N. Doc. CRC/C/GC/12 (2009)
89
budaya sekaligus. Berdasarkan strukturnya, Konvensi ini di bagi menjadi 4 bagian
yakni : Preambule (mukadimah) yang berisi konteks Konvensi Hak Anak, Bagian
Satu (Pasal 1-4) yang mengatur hak bagi semua anak, Bagian Dua (Pasal 42-45)
yang mengatur masalah pemantauan dan pelaksanaan Konvensi Hak Anak, dan
semua ketentuan dalam Konvensi Hak Anak, kecuali bila negara tersebut
Anak adalah negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak tersebut, dalam hal ini
keluarga dan masyarakat pada posisi yang sentral dalam pemenuhan hak anak.84
meliputi:
84
Eddyono, Supriyadi W. Pengantar Konvensi Hak Anak, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat, tahun 2007, Hal. 1, tersedia di www.elsam.or.id diakses pada tanggal 17 juni 2021
90
b. Upaya menyesuaikan legislasi nasional terhadap prinsip dan ketentuan
laporan pemerintah.
f. Dan lain-lain. 85
yang ditimbulkan oleh kasus pernikahan anak yang pada dasarnya hal tersebut
merupakan kasus pelanggaran HAM untuk anak, dan untuk mencegah serta
implementasi dan adopsi dari Convention on the right of the Child yang
merupakan salah satu upaya India untuk menjalankan ketentuan yang telah
85
CRC Committee, Concluding Observations: India, para. 32, U.N. Doc. CRC/C/15/Add.115
(2000); India, para. 29, U.N. Doc. CRC/C/15/Add.228 (2004).
91
Prohibition of Child Marriage Act (PCMA) merupakan undang-undang
utama untuk pembrantasan pernikahan anak yang diadopsi dari CRC. Untuk
secara sah dalam menikah, umur minimum untuk laki-laki adalah 21 tahun dan
untuk perempuan yaitu 18 tahun, umur ini merupakan hasil saran dari UNICEF
untuk India yang bersumber dari CRC.Aturan ini dibuat untuk menghukum
hingga hukuman yang diberikan kepada pelaku adalah hukuman penjara selama
dua tahun atau denda INR 100.000 atau sekitar 1.800 USD.86
Sejak tahun 2006 pernikahan yang terjadi di India harus terdaftar dibawah
wajib seperti itu akan sangat penting untuk mencegah pernikahan anak di India,
khususnya di negara bagian seperti Madhya Pradesh, Uttar Pradesh, Haryana, dan
wajib di negara bagian tersebut. Pemerintah Pusat telah mewajibkan semua negara
bagian untuk membuat pendaftaran pernikahan wajib agar berada dalam posisi
yang lebih baik untuk menyadari struktur sosial dan kondisi lokal masing-masing
negara bagian.
Selain itu PCMA juga didukung oleh undang-undang lainnya yang juga
mengadopsi ketentuan dari CRC seperti Dowry Prohibition Act, Juvenile Justice,
86
Asmarita, Peran Unicef dalam Menangani Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur di Inida,
Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, page 4, tersedia di
www.jom.unri.ac.id diakses pada tanggal 8 juli 2021
92
the Protection Women from Domestic Violence Act, dan National Police for
Children. 87
Tak hanya itu di negara-negara bagian juga memiliki undang-undang
hak sipil politik dan hakhak ekonomi sosial budaya sekaligus dalam pasal-
tersebut bisa berarti dua macam. Pertama, Jika negara melakukan tindakan baik
Kedua, Non Compliance, yaitu negara tidak melakukan tindakan, baik tindakan
legislatif, administratif atau tindakan lain yang diisyaratkan oleh konvensi bagi
pemenuhan hak anak, khususnya yang berhubungan dengan hak ekonomi, sosial
dan budaya.89
87
Law Commission of India, Report number- 205, Proposal to Amend the Prohibition ofchild
Marriage Act, 2006, February 2008.
88
Eliminating Child Marriage in India: A Backdoor Approach to Alleviating Human Rights
Violations, Vol. 26, Boston College Third World Law Journal by JacquelineMercier. Di akses
pada 28 Desember 2021.
89
Boyden, J. (1990). "Childhood and the Policymakers," in Constructing and Reconstructing
Childhood. James, J., & Prout, A., Eds. London, New York, Philadelphia: Falmer Press. Pp 184-
215.
93
Meskipun Convention on the right of the Child mengikat secara yuridis
namun belum ada mekanisme yuridis untuk pemberian sanksi bagi negara yang
melakukan pelanggaran. Sejauh ini sanksi yang bisa diberikan kepada negara yang
melanggar konvensi berupa sanksi moral dan sanksi politis, bisa dalam bentuk
dan lainnya
Jika pelanggaran dilakukan oleh orang tua atau anggota masyarakat, maka
pelanggaran hak anak atau menjamin agar jika terjadi pelanggaran seperti hal
perkawinan anak karena inkonsistensi antara hukum status pribadi dan PCMA,
standar usia yang diskriminatif untuk menikah, dan pencatatan kelahiran yang
jawab untuk mencegah pernikahan ini tetap sangat lemah, yang mencerminkan
94
kurangnya kemauan politik untuk menghilangkan praktik pernikahan anak
tersebut.90
anak, dimana status pribadi hukum di India meliputi hukum pribadi muslim,
perkawinan mereka sendiri sehingga PCMA tidak menjelaskan hukum mana yang
harus diikuti. Sehingga hal tersebut menjadi ambiguitas tentang hukum mana
yang akan diterapkan ketika mengatasi kasus pernikahan anak. Seperti kasus
pengadilan yang mencari klarifikasi yudisial tentang hukum mana yang berlaku
90
Gopal A.K, Dinesh Paul. A Study on Child Marriage in India:Situational Analysis in Theree
States. National Institute of Public Cooperation an child Development. Diakses pada 9 Desember
2021.
91
Kalyani Roy. The Prohibition of Child Marriage Act, 2006. International Journal of Science and
Economic Research. Volume 06, issue o6. June 2021 diakses pada 2021.
95
Selanjutnya dalam mengimplementasikan hukum terhadap pernikahan
anak PCMA juga belum memberikan hasil yang maksimal. National Crime
melanggar PCMA pada tahun 2012 adalah 1.843, hanya 162 persidangan yang
Tahun 2013. Elemen kunci dari rencana tersebut pada penegakan dalam hukum,
perubahan pola pikir dan norma sosial, pemberdayaan remaja dan melanjutkan
pendidikan.
penetapan usia yang diskriminatif untuk anak perempuan dengan laki-laki. Untuk
laki-laki usia sah untuk menikah adalah 21 tahun dan perempuan 18 tahun.
perlunya usia pernikahan yang sama untuk anak perempuan dan laki-laki.
92
National Crime Record Bureau, Crime in India Report 2015.
96
otonomi perempuan, dan menghadapkan mereka pada resiko kekerasan yang lebih
tinggi.93
tersebut. Khususnya seperti yang dibahas dalam laporan berkala India, India
berjanji untuk melenyapkan pernikahan anak pada tahun 2010 dalam rencana aksi
dari CRC, CEDAW dan konvensi internasional lainnya. Di India ada perbedaan
yang signifikan dalam kerentanan terhadap pernikahan anak, dimana gadis yang
dan tidak berpendidikan berada pada resiko terbesar dalam pernikahan anak.
wanita perkotaan. Kerentanan yang berbeda antara gadis desa dengan perkotaan
2016 bahwa hampir 26 juta wanita di India berusia 20-24 sudah menikah dengan
93
Padmavathi Srinivasan, Nizamudin Khan, Ravi Verma. District-Level Study on Child Marriage
in India. International Center for Research on Women. New Delhi October 2015 diakses pada 10
Desember 2021.
94
The Prohibition of Child Marriage Act, 2006: A Critical Analyses
https://shodhganga.inflibnet.ac.in/ diakses pada 26 Desember 2021.
97
46% dari semua pernikahan tersebut perempuan menikah sebelum usia 18 tahun,
yang berarti pernikahan anak berjumlah sekitar 11,9 juta kasus. Jika tingkat
pernikahan anak saat ini tetap ada maka UNFPA memperkirakan bahwa lebih dari
28 juta anak perempuan akan menikah sebelum usia 18 tahun pada tahun 2030. 95
di India berusia 20-24 tahun dilaporkan menikah sebelum usia 18. India
memberikan kontribusi yang cukup besar pada total pernikahan global, karena
lebih dari seperempat dari semua pernikahan di India adalah pernikahan anak; 50
persen di antaranya ada di delapan negara bagian utama96. Baru-baru ini, ada
beberapa berita positif ketika laporan UNICEF mengklaim bahwa secara global,
lebih dari 25 juta pernikahan anak dicegah dalam dekade terakhir. Tetap saja,
meskipun memiliki hukum untuk menentang pernikahan anak sejak tahun 1929,
yang digantikan oleh PCMA, proporsi anak perempuan di India secara konsisten
Diagram 4.1 : Persentase anak perempuan menikah usia 18-20 tahun dan
95
Gopal A.K, Dinesh Paul. A Study on Child Marriage in India:Situational Analysis in Theree
States. National Institute of Public Cooperation an child Development. Diakses pada 9 Desember
2021.
96
Arushi Raj. Child and Early Marriage in Inida. Social and Political Research Fondation.
November 2021. Diakses pada 20 Desember 2021.
97
United National Population Fund. 15 July 2021. Tersedia di www.unpfa.org/data diakses pada
30 November 2021.
98
(Sumber : National Health Family Survei, India)
Karena kurangnya pencatatan kelahiran dan perkawinan yang efektif dan wajib,
banyak anak-anak tidak memiliki dokumen yang membuktikan usia mereka saat
lahir atau menikah yang mengakibatkan hasil dari pernikahan anak tersebut
berdasarkan pada survei usia perempuan yang telah menikah antara 20 sampai 24
pernikahan anak98. Namun studi tingkat Negara bagian, pemerintah baru-baru ini
dengan jelas menunjukan bahwa anak-anak yang tersebar luas praktek pernikahan
dari waktu ke waktu, namun jumlah anak perempuan dan laki-laki yang menikah
sebelum usia hukum masing-masing masih tetap cukup tinggi. Berdasarkan Data
anak telah mengalami penurunan, dari 57% pada 1992-93 menjadi 27% pada
2015-2016.99
98
Human Rights Law Network. Center for, Reproductiive Rights. 30 Juni 2013.
99
Media Coverage of National Family Health Survey (NFHS-4) 2015-16
99
Diagram 4.2 : Tren pernikahan anak di india dari 8 negara bagian, 1992-
2016
Tren pernikahan anak di india dari 8 negara bagian, 1992-2016 dari segi
negara bagian, variasinya besar dan hampir setiap negara bagian di India
menunjukkan tren penurunan dalam data yang baru-baru ini diambil pada NFHS-4
(2015-16), seperti terlihat pada Diagram 1.2 Delapan negara bagian di India
100
Fred Witteveen, Child, Early and Forced Marriage in India. Children Belive 2021. Diakses pada
12 Desember 2021.
100
Berdasarkan tren pernikahan darihasil survey National Family Health
Tujuan dibentuknya konvensi tentang hak anak adalah salah satunya untuk
bahagia dan aman terpelihara secara fisik, mental dan emosional, khususnya pada
kasus pernikahan anak yang terjadi di India ini, convention on the right of the
101
Lesthaeghe, R., ‘The Unfolding Story of the Second Demographic Transition’, Population and
Development Review, vol. 36, no. 2, 2010, pp. 211-251. Diakses pada 20 Desember 2021.
101
child dating sebagai acuan dalam memperhatikan aturan-aturan yang diadopsi
kedalam aturan dalam negri guna memberikan perubahan yang signifikan dalam
mengurangi kasus pernikahan anak yang pada dasarnya hal tersebut merupakan
Right of the Child pada tahun 1992 yang selanjutnya hak-hak yang dijelaskan
h. Hak untuk dilindungi dari eksploitasi (Pasal 19, 32, 34, 36, dan 39)
Right of the Child, terdapat beberapa pelanggaran yang masih rentan terjadi di
India diantaranya disebabkan oleh faktor bias gender dalam kasus pada tulisan ini
adalah untuk mengurangi kasus pernikahan anak yang terjadi di India. Dibawah
dari pernikahan anak melalui larangan hukum yang efektif dari praktek dan
102
102
berjalannya Convention on the Right of the Child akibat dari adanya bias gender
hal ini masih terdapat ketimpangan yang sangat jauh dirasakan oleh perempuan,
dan berkaitan dengan apa yang dimaksud dalam konvensi (Pasal 2) tentang
India. Seperti yang disebutkan Komite secara khusus mengkritik India karena
gagal dalam mematuhi konvensi dan mengatasi pernikahan anak karena lemahnya
anak, Komite telah mengakui dan menyatakan bahwa negara pihak harus
menganggap anak perempuan yang menikah berada dalam situasi yang berpotensi
103
legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk melindungi anak
dari berbagai bentuk kekerasan fiisik atau mental, pelecehan, eksploitasi dan
pelecehan seksual.
mengemukakan tentang efek simbolis dan efek praktis dari akibat pernikahan
untuk perempuan, dimana efek praktis terhadap perempuan yang dihasilkan dari
yang melanggar aturan dari CRC, karena pada dasarnya praktek pernikahan
tersebut dilakukan oleh anak-anak perempuan dibawah usia 18 tahun. Efek praktis
terhadap perempuan yang inferior dan anggapan terhadap perempuan yang tidak
prilaku sia-sia karena pada akhirnya ia akan hidup bersama suaminya. Hal
yang layak karena pendidikan yang rendah dan menjadikannya tetap bergantung
hambatan yang dialami pada Pasal 18, dimana dalam pasal tersebut menyatakan
104
bahwa Negara peserta akan menjamin pengakuan atas prinsip bahwa para orang
tua mempunyai tanggung jawab bersama untuk membesarkan dan membina anak
masih terdapat adanya ketimpangan dalam mengatur usia minimal untuk menikah,
apabila dikaji dalam persfektif feminis, dimana perempuan pada usia 18 tahun
perempuan menjadi inferior dan tidak adanya keadilan dan kesetaraan dengan
peran laki-laki di berbagai bidang104. Pada kasus ini yaitu upaya merekonstruksi
hadapa laki-laki, oleh karenanya di India selisih pernikahan antara laki-laki dan
104
Ministry of Health and Family Welfare. National Family Health Survei-4 2015-16 (India Fact
Sheet)
105
Dalam permasalahan yang kompleks terjadi hambatan implementasi CRC
hal yang paling utama untuk direkonstruksi adalah pada perempuan itu sendiri.
bahwa, masalah utama perempuan adalah pada anggapan semua orang bahkan
modern secara umum mencita-citakan tiga hal yaitu heart, home dan husband,
dengan begitu perempuan itu sendiri melenyapkan hasrat untuk mandiri dan
final dari perempuan. Hal tersebut kemudian mengkibatkan kepasifan, ego yang
lemah, penolakan terhadap suatu tujuan, ambisi, ketidak mampuan untuk berfikir
mengakibatkan posisi dominan laki-laki akan tetap eksis di ranah publik, serta
secara tidak langsung praktek-praktek diskriminasi dan bias gender akan terus
terjadi.
106
terhadap dirinya. Sehingga dengan begitu apa yang diupayakan Feminisme
Liberal tentang kebebasan individu dan terlepas dari bias gender maupun
pendukung, legal efforts, aksi politik dalam menggugat kebijakan tertentu yang
Masalah bias gender di India tidak terlepas dari campur tangan budaya
patriarki, norma dan struktur sosial yang diterapkan di India. India sendiri menjadi
salah satu negara yang menganut dan memegang erat norma sosial yang mengarah
Convention on The Right of The Child faktor bias gender yang telah mengakar di
India merupakan salah satu yang menghambat berjalannya CRC dalam menangani
kasus pernikahan anak di India. Terdapat beberapa faktor bias gender yang
107
a. Faktor budaya dan keagamaan
Terdapat budaya patriarki yang erat kaitannya dengan norma agama, peran
dan campur tangan ajaran agama hindu India menjadi salah satu faktor yang
Ajaran brahmanisasi merupakan ajaran agama hindu yang diyakini dan berasal
dari salah satu kitab suci Rgveda, yang mengajarkan perempuan berada dibawah
atau dikendalikan oleh laki, dan perempuan harus menuruti laki-laki atau suami.
yang bodoh, dan mereka mempunyai hati yang mirip dengan hyena (hewan
dewa, yang secara tidak langsung prilaku tersebut merupakan tindakan kekerasan
negative terhadap perempuan, dan perempuan itu sendiri terkekang secara budaya
dan keagamaan untuk memilih kehidupan mereka yang lebih bebas. Berdasarka
pasal yang ditetapkan dalam CRC yaitu hak untuk dilindungi dari kekerasan
(Pasal 19 dan 34) Yaitu perlindungan dari kekerasan meluas bahkan untuk
anggota keluarga, dan anak-anak tidak boleh menderita dari perlakuan buruk atau
kekerasan seksual maupun fisik. Semua bentuk eksploitasi dan pelecehan seksual
108
melanggar apa yang telah tercantum dalam aturan Convention on the Right of the
Child. 108
keagamaan serta anggapan masyarakat bahwa anak wanita hanya akan menjadi
beban bagi keluarganya kelak, maka banyak orang tua yang melakukan aborsi
atau pembunuhan bayi perempuannya, atau jika bayi ini tetap hidup, mereka
banyak yang ditelantarkan oleh keluarganya. Saat ini yang menjadi perhatian
(Pasal 8, 9, 10, 16, 20, 22 dan 40) dan masalah tersebut juga berkaitan dengan
aturan yang ditetapkan pada Hak anak untuk dilindungi dari kekerasan (Pasal 19
Dalam hal ini feminisme liberal dalam tujuannya untuk mencapai sebuah
dapat diraih oleh perempuan karena faktor budaya dan keagamaan tersebut. hal ini
menjadikan implementasi dari CRC sangat sulit untuk diterapkan karena peristiwa
tersebut menyangkut dogma agama yang sangat dipercaya dan dipatuhi oleh
masyarakat khususnya di daerah pedesaan India, hal tersebut sangat sulit untuk
108
UN Women(2018). TOWARDS AN END TO SEXUAL HARASSMENT: THE URGENCY
AND NATURE OF CHANGE IN THE ERA OF #METOO. New York: UN Women
Headquarters.http://www.unwomen.org//media/headquarters/attachments/sections/library/
publications/20i8/towards-an.end-to-sexual-harassment-en.pdf.
109
Jahan S.(2018). VIOLENCE-AGAINST-WOMEN-A-CAUSE-AND-CONSEQUENCE-
OFINEQUALITY. New York: United Nations Development Programme.
109
diubah karena ketika membicarakan sebuah kepercayaan, aturan-aturan, dan
pemikiran lain yang masuk untuk mempengaruhi hal tersebut sangat sulit utuk di
menjelaskan hukum mana yang harus diikuti antara hukum nasiaonal dan hukum
agama. Hal ini telah menyebabkan ambiguitas yang signifikan tentang hukum
hukuman untuk pernikahan anak, dan status hukum anak perempuan yang
menikah di bawah usia 18 tahun tetap ada, dan dapat menjadi penghalang yang
Pasal 1 di mana adanya berbagai sistem hukum, termasuk hukum berbasis agama,
b. Sistem kasta
India adalah salah satu negara yang memiliki banyak permasalahan terkait
dengan perempuan dan ketidaksetaraan gender. India sangat kental dengan sistem
budaya, ajaran agama dan struktur sosial. Diskriminasi dalam struktur sosial dari
hal kecil sampai dengan hal besar sangat berdampak terhadap perempuan-
perempuan, demikian pada struktur sosial India terdapat golongan kelas, struktur
sosial yang tetap melanggengkan inferioritas perempuan dan bias gender dimana
terdapat sistem kasta di India yang menjadi faktor penyebab direnggutnya hak-hak
110
Chibber B. (2010). Women and the Indian Political Process. Mainstream Weekly Journal: Vol.
XLVIII. Issue 18.
110
perempuan khususnya dikalangan kasta terendah, dimana kasta tersebut
digolongkan dalam empat golongan kasta yaitu Brahmana, ksatria, waisa, sudra.
Pembagian kelas tersebut telah mengatur struktur sosial masyarakat India dari
bawah sampai atas sejak berabd-abad lamanya, dan masyarakat India seakan
hidup dalam koloni yang terpisah. Dimana banyak hak-hak yang diberikan kepada
kasta teratas seperti brahmana dimana seperti dalam mencapai hak-hak politik dan
perempuan yang berada di kasta rendah tidak memiliki akses untuk berpartisipasi
anggapan perempuan sebagai objek dari peran laki-laki atau dari pengaruh
yang mereka inginkan layaknya ranah laki-laki, serta memiliki peran yang sama
dalam ranah ekonomi, politik, pendidikan dan ranah publik lainnya Hal ini
menunjukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan dan bias gender juga berasal
dari faktor kelas sosial atau sistem kasta tersebut. Kesenjangan disebabkan oleh
kekuasaan.111
111
Julie Mullin, 2008, “Gender Discrimination – Why is it still so bad and what can you do about
it?”, Accessed from www.childerninneed.org on 15.08.2008.
111
c. Pendidikan
Sehingga kita tidak bisa mengabaikan pentingnya pendidikan yang mengacu pada
Pendidikan (Pasal 28) dimana anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dasar
yang aman dan sehat untuk memelihara perkembangan fisiologis anak.113 Dengan
pekerjaan yang layak dan terhindar dari ketergantungan dengan laki-laki dan
112
Oakley, A. ‘‘Gender, Methodology and People’s Ways of Knowing: Some Problemswith
Feminism and the Paradigm Debate” in Social Science’, Sociology, 32(4).1998. Pp.707–32
113
. UN Women(2018).UN Trust Fund to end Violence Against Women. New York: UN Women
Headquarters. http://www.unwomen.org/en/digital-library/publications/2018/6/un-trust-fund-to-
end-violence-againstwomen-annual-report-2017
112
dapat memperjuangkan hak-hak mereka, serta yang terpenting adalah terhindar
kesempatan pendidikan, hal tersebut terjadi karena anggapan orang tua terhadap
menikah dan diambil oleh suaminya, kemudia perempuan India dianggap tidak
mampu menopang ekonomi keluarga.114 Selain itu praktik pernikahan dini yang
114
Saadawi N. E. (2011). Perempuan dalam budaya patriarki. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
115
Yusilia. H. (2014). Pengarusutamaan gender (PUG) dalam tantangan budaya patriarki. Wardah.
Vol. 28. (15). Hlm: 195-201
116
Lesthaeghe, R., ‘The Unfolding Story of the Second Demographic Transition’, Population and
Development Review, vol. 36, no. 2, 2010, pp. 211-251. Diakses pada 20 Desember 2021.
113
Gambar 4.3 : populasi India 2011 berdasarkan tingkat pendidikan dan
gender
sekolah hanya pada tingkat sekolah dasar setelah itu terdapat penurunan angka
114
dilatarbelakangi oleh berbagai macam faktor seperti kasus pernikahan anak, dan
perempuan tersebut telah melanggar apa yang telah ditetapkan oleh Convention on
the Right of the Child, dalam Hak atas Pendidikan (Pasal 28).
d. Budaya patriarki
dari kontrol dan dominasi di hampir setiap wilayah keberadaan manusia. Patriarki
sering dikaitkan dengan pembentukan perbedaan perilaku, status dan otoritas laki-
laki pada perempuan yang kemudian menjadi hierarki gender. Perbedaan biologis
antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai cikal bakal terbentuknya budaya
tidak setara, dimana perempuan secara biologis tidak memiliki kekuatan fisik
lebih dari perempuan. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang
yang berbeda patriarki seolah menjadi sistem yang terstruktur dan praktek sosial
yang menempatkan laki-laki pada posisi yang kuat sebagai pihak yang
117
Government of India, 2008, “Eleventh Five Year Plan (2007-2012), Vol. II, New Delhi,
Planning Commission.
118
Nurcahyo. A. (2016). Relevansi budaya patriaki dengan partisipasi politik dan keterwakilan
perempuan di parlemen. Jurnal Agastya. Vol. 6 (1). Hlm : 25-27.
115
Konstruksi sosial tentang patriarki yang telah tercipta tersebut seakan
dominasi laki-laki dalam ranah publik, politik, dan struktur sosial mengakibatkan
gender dan mencpai keinginan perempuan dihadapi dengan dominasi peran laki-
laki dalam parlemen, sehingga hal tersebut sulit untuk dicapai. Teori feminisme
opresi terhadap gender. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh gerakan
aspirasinya
116
Dalam pandangan feminis liberal dalam upayanya menghilangkan
konstruksi budaya patriarki tidak akan berguna tanpa ada gerakan poltis dan
pada 2019, total penduduk India mencapai 1,35 miliar jiwa.119 Terdiri dari 697 juta
jumlah laki-laki dan 653 juta perempuan. Jumlah perempuan yang hampir
menyamai jumlah laki-laki tidak terepresentasi di dalam politik formal. 120 Pada
pemilu India 2019, dari 545 kursi Lok Sabha, majelis rendah parlemen India,
meningkat dari jumlah perempuan terpilih pada pemilihan anggota Lok Sabha
sebelumnya di 2014 dan 2009, yakni 61 dan 59 perempuan. Namun, bukan angka
parlemen. Secara total, hanya ada 617 perempuan di parlemen sepanjang Pemilu.
Terdapat sistem kuota. 33 persen dari semua kursi harus untuk perempuan. Partai
dapat menominasikan satu orang dari partainya. Namun pada praktiknya, terjadi
rebutan tiket partai. Apalagi, tidak ada mekanisme untuk menentukan partai yang
seperti apa yang berhak mendapatkan tiket untuk masuk kuota perempuan.122
119
Modleski, Tania. Feminism Without Women: Culture and Criticism in a "postfeminist" Age.
New York:Routledge, 1991
120
KOMAHI. 2011. Sejarah dan Perjuangan Feminisme. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
http://komahi.umy.ac.id/2011/05/sejarah-dan-perjuangan-feminisme.html. Diakses Pada 26
september 2021
121
Chibber B. (2010). Women and the Indian Political Process. Mainstream Weekly Journal: Vol.
XLVIII. Issue 18.
122
K. Mahalinga. (2014). Women’s Empowerment through Panchayat Raj Institutions. Indian
Journal of Research: Vol. 3. Issue 3.
.
117
4.3.2 Bias Gender dalam Pandangan Feminisme Liberal
gerakan wanita yang menuntut kesamaan dan kesetaraan hak dan keadilan antara
Human Nature sebagai hal yang Immutable atau abadi, kemudian feminisme
liberal percaya bahwa manusia adalah mahluk rasional, tetapi juga kapasitas
123
Hartini T. Feminisme Liberal. http://www.asppuk.or.id/index.php/artikel/99-feminisme-liberal.
Diakses pada 24 Juni
124
Ismail M A. Gerakan Feminisme, Persamaan Gender dan Pemahaman Agama (Bahagian I).
http://www.muftiwp.gov.my/v1/doc/GERAKAN_FEMINISME_PERSAMAAN_GENDER_DAN
_PEMAHAMAN_AGAMA_BHG1.pdf. Diakses pada 22 oktober 2021.
125
Bakti P D. 2012. Gender and Feminism. Universitas Airlangga. http://bakti-p-d-
fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-48058-Umum-Gender%20and%20feminism.html. Diakses
pada 21 november 2021
118
pelecehan seksual antara suami-istri sebagai cerminan tidak opresi terhadap
perempuan.126 Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh gerakan feminisme :
aspirasinya.
Menurut Adam Jones, ada dua agenda normatif dari kaum Feminis: Pertama kaum
karena keduanya secara historis kurang mampu, kurang terwakili, dan kurang
diakui.127 Kedua kesetaraan bagi perempuan dan feminin harus dapat mengatasi
struktur male dan masculine memberikan hak istimewa terhadap laki-laki dan
126
Weber, Cynthia. 2010. International Relations Theory: A Critical Introduction. New York:
Routledge.
127
Lubis S. 2006. Gerakan Feminisme dalam Era Postmodernisme Abad 21. Vol 5, No 1 (2006):
Jurnal Ilmiah Politik Kenegaraan
128
smail M A. Gerakan Feminisme, Persamaan Gender dan Pemahaman Agama (Bahagian I).
http://www.muftiwp.gov.my/v1/doc/GERAKAN_FEMINISME_PERSAMAAN_GENDER_DAN
_PEMAHAMAN_AGAMA_BHG1.pdf. Diakses pada 21 Juni 2014
119
gender, sehingga menciptakan lebih banyak kesempatan bagi perempuan dan
dengan kodrat seksual. Kedua pernikahan dini harus dihentikan dan harus adanya
usaha dari besar-besaran dari pemerintah, para pendidik, orang tuu dan media.
menjadi ibu rumah tangga atau hanya berperan dalam urusan domestik dengan
dalam menangani kasus pernikahan dini dan masalah bias gender dimana pada
Mumbai, sebagai lembaga nodal untuk melakukan NFHS-5.131 Tujuan dari setiap
129
Apriani, Kekerasan Seksual di India: Relasi Kuasa Kasta dan Gender, The Global Review,
2015.
130
Bhat T. (2014) Women Education in India Need of the Ever. Human Rights International
research journal: Vol. 1 p.3. diakses pada 29 Desember 2021.
131
Arvind Panagariya. The Implementatation of Sustainable Devlopment Goals. The High-Level
Political Forum on Sustainable Development, New York/July 2017. Voluntary National Report
India. Diakses pada 29 Desember 2021
120
tentang kesehatan dan keluarga kesejahteraan dan isu-isu pernikahanan yang
terjadi di India. Dimana hasil tersebut disasjikan dalam tabel gambar berikut ;
menunjukan angka kasus pernikahan anak pada usia 20 sampai 24 tahun yang
121
terbaru tahun 2019-2020 NHFS menunjukkan penurunan kasus pernikahan yang
India.132
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil peneilitian ini memberikan gambaran tentang bias gender yang marak
kejahatan lainnya. Dengan begitu dari akibat adanya bias gender tersebut penulis
mencoba mengaitkan peran Convention on the Right of the Child dalam mengurangi
kasus pernikahan anak di Inida dengan dalih akibat dari adanya periaku bias gender, yang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor norma sosial, agama dan budaya budaya
bidang, seperti bidang politik, pendidikan dan kahidupan sosial. Dimana akibat dari
ranah publik, mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi, kesempatan kerja
yang layak dan lain sebagainya. Atas dasar bias gender tersebut dalam kaitannya pada
melihat lebih jauh tentang keadilan maupun kesetaraan yang harus dicapai oleh
132
United National Population Fund. 15 July 2021. Tersedia di www.unpfa.org/data diakses
pada 30 November 2021.
122
perempuan, disamping terdapat faktor eksternal yang mengakibatkan
juga berada pada diri mereka sendiri yang secara tidak sadar melanggengkan
dihadapan laki-laki, dan menurut pandangan feminsme liberal hal yang yang
paling utama untuk dicapai adalah sebuah kesetaraan gender, kebebasan individu
perempuan seperti kasus pernikahan anak, aturan nasioanl india yang mengatur tentang
pernikahan anak di India adalah PCMA( Prohobotion of Child Marriage Act) dimana
aturan tersebut secara langsung di adopsi dari konvensi tentang hak anak. Namun
sayangnya Berjalannya PCMA terbilang belum efektif, karena beberapa negara bagian
belum secara meluas dapat menerapkan aturan tersebut karena bertentangan dengan
aturan pribadi keagamaan yang ada di India, sehingga menimbulkan sebuah ambiguitas
berdasarkan National Health Family Survey (NHFS) yang menunjukan data dari
tahun sejak diratifikasinya konvensi yaitu pada tahun 1992 sebagai survey
123
NHFS-4 (2015-2016) hingga survey mereka terakhir mereka pada NHFS-5
5.2 rekomendasi
intrnasioanl)
Rekomendasi yang dapat penulis jabarkan pada kesempatan ini adalah ketika
negaranya namun prilaku negara pihak seperti contohnya dalam penelitian ini
aturan yang telah tercantum demi menjunjung hak anak tersebut, dan tidak
124
efek yang besar, namun setidaknya memberikan perubahan yang signifikan,
karena dengan akses pendidikan yang tinggi mereka mampu bersaig dalam
bidang politik, ketenaga kerjaan dan menciptakan pemikiran yang luas agar
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
JURNAL
Bahriyah, Fitriyani. Sri Handayani & Andari Wuri Astuti. Pengalaman Pernikahan
Dini di Negara Berkembang. Jurnal Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin. Vol 4. No. 2. Maret 2021. tersedia di
https://jurnal.umbjm.ac.id. Diakses pada 17 mei 2021.
125
Fatmawati, Indah. Pernikahan Anak di India. Indonesia Journal of Gender. Vol. 1
No. 1 Tahun 2020. tersedia di https://jurnal.iainponorogo.ac.id. Diakses
pada tanggal 30 juni 2020
Husnaini, Rovi. & Devi Soraya. Dampak Pernikahan Usia Dini, Jurnal Aqidah
dan Filsafat Islam, Vol. 4. No. 1. 2019 Hal. 72 tersedia di http://journal.uin-
aladdin.ac.id. Diakses pada tanggal 24 juni 2021.
Vamyla Azhar Putri, Alfandia. Kendala India dalam Upaya Mematuhi Konvensi
Internasional Terkait Pemenuhan HAM Anak Perempuan dalam
Pemberantasan Pernikahan Anak di India melaui Pemberlakuan UU PCMA.
Journal of International Relations. Volume 6. Nomor 3. 2020. tersedia di
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi. Diakses pada tanggal 30 juli
2021
Arushi Raj. Child and Early Marriage in Inida. Social and Political Research
Fondation. November 2021. Diakses pada 20 Desember 2021.
126
Effectiveness, Efficiency And Sustainability Of Victim Compensation
Schemes. Human Development society. March 2021 tersedia di
www.hdsindia.org diakses pada 30 november 2021.
ARTIKEL ONLINE
National Commission for Protection of Child Right, India Child Marriage and
Teenage Pregnancy, India Report 4 september 2018, Hal 11, tersedia di
www.ncpcr.gov.in diakses pada tanggal 25 juni 2021
127
of Scienceand Economic Research. Volume 06, issue o6. June 2021
diakses pada 2021.
Gopal A.K, Dinesh Paul. A Study on Child Marriage in India:Situational Analysis
in Theree States. National Institute of Public Cooperation an child
Development. Diakses pada 9 Desember 2021.
United National Population Fund. 15 July 2021. Tersedia di www.unpfa.org/data
diakses pada 30 November 2021.
Lips, Hilary M. (1993). Sex and Gender: An Introduction. London: Myfield
Publishing Company.
Showalter, Elaine (ed.) (1989). Speaking of Gender. New York & London:
Routledge.
Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang
Relasi Gender. Bandung: Mizan. Cet. I
Nurcahyo. A. (2016). Relevansi budaya patriaki dengan partisipasi politik dan
keterwakilanperempuan di parlemen. Jurnal Agastya. Vol. 6 (1). Hal : 25-
27. Diakses pada 25 Desember 2021.
Fredik Lambertus Kollo. Budaya Patriarki dan Partisipasi Perempuan dalam
Bidang Politik.
Forsythe, David P. (1983). Human Right and World Polotics, Terj. Tom Gunadi,
Bandung: Angkasa. Diakses pada 24 Desember 2021.
Mariam Budiharjo. (1985). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia
Derrick, S., Ed. (1992). The United Nations Convention on the Rights of the
Child: A Guideto the "Travaux Préparatoires." Dordrecht, Boston,
London: Martinus Nijhoff Publishers.diakses pada 24 Desember 2021.
Cantwell, N. (1992). "The Origins, Development and Significance of the United
NationsConvention on the Rights of the Child," in The United Nations
Convention on the Rights of the Child: A Guide to the "Travaux
Préparatoires." Detrick, S., Ed. Dordrecht, Boston, London: Martinus
Nijhoff Publishers. Pp. 19-30
128