Anda di halaman 1dari 18

CHILDFREE DAN HAK ASASI MANUSIA

DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

MAKALAH HUKUM DAN HAM

Dosen Pengampu: Muh. Asykur Muchtar, SH.I., MH

Disusun Oleh:
NADYA APRILIANI TAUFAN (202074201074)
ALFIAN ARESIL (202074201022)
VIKA DWI ARISMA (202074201024)
RAHMAT PAYAPO (2020742010

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan
dan mencurahkan rahmat, taufik, serta hidayah- Nya, sehingga kelompok kami dapat
menyusun makalah ini hingga selesai yang mana merupakan tugas dari mata kuliah
“Hukum dan HAM” dengan baik serta tepat waktu.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan tentang Hak


Asasi Manusia di Indonesia yang berguna bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan ungkapan terima kasih kepada bapak Muh. Asykur Muchtar,
SH.I., MH selaku Dosen pengampu Mata kuliah Hukum dan HAM. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada teman serta kerabat yang telah memberikan semangat
kepada kami agar diselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun dari pembaca kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sorong, 12 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
4
A. Tinjauan Umum tentang Childfree................................................... 4
B. Tinjauan Umum tentang Hak Asasi Manusia.................................. 6
C. Hak Asasi Manusia memandang Childfree di Indonesia................. 8
D. Fenomena Childfree ditinjau berdasarkan Hukum Islam...............
10
E. Perbedaan dan Persamaan dalam Perbandingan Pandangan Hak
Asasi Manusia dan Hukum Islam mengenai Childfree
di Indonesia..........................................................................................
11
BAB III PENUTUP............................................................................................ 12
A. Kesimpulan.......................................................................................... 12
B. Saran.....................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era perkembangan zaman serta modernisasi seperti sekarang ini, pemikiran
manusia juga turut berkembang pesat. Baik dari segi teknologi, industri, lingkungan
hidup, agama, dan sosial. Dilihat dari bidang humaniora, belakangan ini sempat viral di
jagat media sosial sebuah pemikirandan gerakan yang mengatakan bahwa menikah tidak
harus mempunyai anak, memiliki anak atau tidak adalah hak pasangan tersebut, yang
disebut dengan “childfree”. Hal ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat
Indonesia, karena bertolak belakang dengan kultur, norma dan agama yang berlaku di
masyarakat Indonesia.
Di dalam Oxford Dictionary, pengertian Childfree adalah kondisi dimana sebuah
pasangan suami istri tidak memiliki anak.1 Hal ini merupakan keputusan, pilihan, atau
prinsip masing-masing perorangan atau pasangan untuk tidak memiliki anak setelah
menikah. Pasangan yang memutuskan untuk Childfree tidak berusaha untuk hamil secara
alami ataupun berencana mengadopsi anak, banyak yang masih terkejut dengan
munculnya paham ini. Fenomena Childfree sudah lama mencuat sejak lahir tahun 2000-
an. Bahkan di negara-negara maju pilihan hidup ini semakin populer.
Latar belakang pasangan suami dan istri memilih untuk memutuskan melakukan
Childfree diantaranya yaitu karena kekhawatiran tumbuh kembang anak, masalah
personal, masalah finansial dan bahkan karena isu permasalahan lingkungan. Keputusan
yang diambil dari sebuah pasangan tersebut tentu merupakan keputusan personal kedua
belah pihak, akan tetapi keputusan untuk tidak mempunyai anak tentu memunculkan
stigma negatif di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan budaya di masyarakat khususnya
di Indonesia, yang menyatakan bahwa seseorang yang sudah memasuki usia dewasa
dituntut untuk segera menikah dan tujuan menikah tersebut adalah memiliki anak. Tak
heran jika banyak pasangan yang mengalami tekanan baik personal, dari lingkup
keluarga, maupun lingkup masyarakat disekitarnya jika belum dikaruniai anak jika sudah

1
Ananda, “Memahami Istilah Childfree & Penyebab Pasangan Tak Ingin Memiliki Anak", dikuti dari
https://www.gramedia.com/best-seller/istilah-Childfree/. Diakses pada hari Kamis, tanggal 6 April 2023 pukul 19.23
WIT.
menikah cukup lama. Dengan adanya trend Childfree ini masih menjadi pro dan kontra
terutama dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia dan pandangan Hukum Islam
terhadapnya.

Hak Asasi Manusia merupakan kodrat yang melekat dalam diri setiap manusia
sejak ia dilahirkan kedunia. Secara kodrati antara lain manusia mempunyai hak
kebebasan. Rosevelt mengemukakan, bahwa dalam hidup bermasyarakat dan bernegara
manusia memiliki empat kebebasan (The Four Freedoms), yaitu :

a. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of Speech);

b. kebebasan beragama (Freedom of Religie)

c. kebebasan dari rasa takut (Freedom from Fear)

d. kebebasan dari kemelaratan (Freedom from Want)

Islam sebagai pedoman hidup bagi umat muslim diseluruh alam yang mengatur
segala aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya keberlangsungan umat manusia,
salah satunya melalui jalan pernikahan. Berdasarkan Al Qur'an secara umum tujuan dari
adanya sebuah pernikahan ialah untuk memiliki keturunan Keturunan adalah sebuah
fitrah dalam berumah tangga. Karena itu termasuk ke dalam bagian dari kehidupan
berumah tangga. Banyak ditemukan ayat-ayat Al-Qur’an bahkan Hadits Rasulullah SAW
yang memberikan arahan-arahan untuk menghadirkan tujuan dalam berumah tangga yaitu
guna melahirkan keturunan-keturunan yang terbaik.
Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
menjadi pasangan suami istri yang bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan
membentuk suatu gambaran keluarga ideal yang berisi ayah, ibu, dan anak ketika semua
anggota keluarga dapat berperan dengan baik sebagaimana mestinya. Kehidupan rumah
tangga menjadi keluarga yang harmonis dapat tercapai jika antara suami dan isteri
melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik. Lingkungan dan budaya Indonesia
yang menganggap anak sebagai simbol harmonis suatu keluarga menjadikan kehadiran
anak sangat berarti bagi pasangan suami istri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hak Asasi Manusia memandang Childfree di Indonesia?
2. Bagaimana pandangan mengenai Childfree jika ditinjau berdasarkan perspektif
Hukum Islam di Indonesia?
3. Apa saja perbedaan dan persamaan dalam perbandingan pandangan Hak Asasi
Manusia dan Hukum Islam mengenai Childfree di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Hak Asasi Manusia memandang Childfree di Indonesia
2. Untuk mengetahui pandangan mengenai Childfree jika ditinjau berdasarkan
perspektif Hukum Islam di Indonesia
3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan dalam perbandingan pandangan Hak
Asasi Manusia dan Hukum Islam mengenai Childfree di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Childfree


a. Pengertian Childfree
Childfree merupakan suatu gabungan dua kata bahasa Inggris dari kata
child yang bermakna anak dan free yang berarti bebas. Maka apabila kita artikan
secara literal, childfree memiliki makna terbebas dari anak. Sedangkan dalam
Cambridge Dictionary: used to refer to people who choose not to have children,
or a place or situation without children. 2 Childfree juga mempunyai kesamaan
makna dengan childless, yang dalam kamus Oxford Dictionary mempunyai
makna: having no children.
Dalam Kamus Meriam-Webster, kata “childfree” pertama kali muncul
sebelum tahun 1901, dan telah dideskripsikan sebagai sebuah tren pada tahun
2014 dalam majalah daring Psychology Today. Sedangkan menurut Rachel
Chrastil, childfree adalah mereka yang tidak memiliki anak biologis dan tidak
berkeinginan secara mendalam untuk memiliki anak baik dengan cara adopsi
maupun jalan lain. Pengertian yang dikemukakan oleh Rachel selaras dengan
pengertian yang dikemukakan Agrillo. Menurut Agrillo, term ‘childfree’
mengindikasikan seseorang yang tidak mempunyai keinginan atau rencana untuk
memiliki anak. Akan tetapi keduanya berbeda menggunakan istilah ‘childfree’
dan ‘childless’, walaupun makna yang diharapkan sama. Mengutip Tessarolo,
Agrillo mengatakan bahwa ‘childless’ awalnya digunakan untuk Organisasi
Nasional Non-Parents yang berlainan dengan ‘childles’. Karena ‘childfree’
menunjukkan mereka yang memilih untuk tidak memiliki anak meskipun mereka
mungkin memiliki kemampuan ekonomi dan biologis, sedangkan ‘childless’
biasanya mengacu pada mereka yang ingin menjadi orang tua tetapi tidak dapat
karena alasan biologis.3

2
Cambridge Dictionary, adj. “‘Childfree,’” diakses 2 Juni 2022,
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/child-free.
3
Agrillo dan Nelini, “Childfree by choice: A review”.
Childfree adalah suatu keadaan dimana antara suami dan istri tidak
memiliki keinginan untuk memiliki anak dalam jangka waktu yang belum bisa
ditentukan. Childfree berbeda dengan childless. Veevers mengatakan bahwa
involuntary childless merupakan suatu keinginan untuk mempunyai anak tetapi
tidak mampu untuk mendapatkannya hal ini dipengaruhi oleh faktor biologis yaitu
infertilitas, keguguran, dan gangguan lainnya. Keputusan memilih childfree ini
dilatarbelakangi oleh beberapa motif diantaranya, seperti ekonomi, feminisme,
karir, dan pengalaman hidup.
Pilihan untuk Childfree memberi perempuan dan laki-laki kebebasan
untuk bekerja dan juga membebaskan keduanya dari tanggung jawab ekonomi
dan mengasuh anak. Hird dan Abshoff mengatakan bahwa bagi beberapa
pasangan yang tidak memiliki anak, kehamilan dan persalinan dianggap sebagai
trauma dan sulit dilakukan, persepsi inilah yang menjadi dasar keputusan mereka.

b. Fenomena Childfree di Indonesia


Childfree di Indonesia juga memiliki perkembangan sampai saat ini yang
mulai diperbincangkan di tengah masyarakat umum dan menimbulkan banyak pro
dan kontra dalam masyarakat tentang kebebasan memiliki anak. Term Childfree
semakin mencuat di Indonesia setelah seorang influencer bernama Gita Savitri
menyatakan bahwa dirinya enggan mempunyai anak. Masing-masing memiliki
alasan tersendiri dibalik pilihannya tersebut. Gita dalam Instagram story-nya
@gitasav berkata: "Di kamus idup gw, "tiba-tiba dikasih" is very unlikely. IMO
lebih gampang ga punya anak dari pada punya anak.. karena banyak banget hal
preventif yg bisa dilakukan untuk tidak punya," tutur Gita Savitri. Ia
menambahkan: "This scenario is very very verrry unlikely to happen.”
Keputusan Childfree sampai sekarang masih menjadi perdebatan
khususnya di media sosial Indonesia. Tak sedikit perempuan yang menyuarakan
bahwa tidak ada masalah dengan Childfree karena ini berkaitan dengan hak asasi
manusia terutama hak wanita di mana reproduksi ada di wanita dan wanita berhak
atas pilihan reproduksinya. Selain itu memiliki anak berarti harus memiliki
tanggung jawab yang tidak ringan atas anak mereka. ketika seorang wanita hamil,
maka tanggung jawabnya tidak berhenti di melahirkan dan menyusui, namun
harus merawat dan mendidiknya hingga besar. Sementara kemampuan setiap
orang berbeda-beda dalam mendidik anak.
Pilihan wanita untuk tidak memiliki anak adalah konsekuensi dari pilihan
hidup yang harus didukung dan dihormati, menurut Hansel Keuntungan dari
pihak memiliki anak adalah pasangan bisa melakukan aktifitas sesukanya dan
menikmati hak finansial mereka sesuai keinginan. Pasangan yang memutuskan
Childfree dapat lebih memperhatikan satu sama lain sehingga hubungan keduanya
menjadi semakin erat.

B. Tinjauan Umum tentang Hak Asasi Manusia


a. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia ada bukan karena hadiah dari masyarakat maupun
kebaikan dari negara, tetapi karena harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hak
Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) merupakan hak kebebasan dan
fundamental yang melekat pada dirinya karena ia manusia, dan tanpa memandang
jenis kelamin, suku bangsa, dan etnis. Hak asasi manusia dipandang sebagai
norma yang penting. Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa
perkecualian.
HAM di Indonesia diatur oleh Undang-Undang No 39 Tahun 1999 yang
menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak asasi manusia juga mengatur tentang hak seksualitas dan hak
reproduksi. Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik,
mental, dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan) dalam semua hal yang berkait dengan sistem reproduksi, serta fungsi
dan prosesnya. Hak reproduksi adalah hak setiap individu dan pasangan untuk
menentukan kapan mempunyai anak, berapa jumlah anak, dan jarak antara anak
yang dikehendaki. Hak wanita berupa hak untuk hidup, hak atas informasi dan
pendidikan, hak untuk kawin atau tidak kawin, hak untuk membentuk dan
merencanakan keluarga, hak untuk menolak kehamilan, hak untuk menentukan
dan bertanggung jawab atas jumlah, jeda, dan waktu memiliki anak.

b. Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Hukum Islam


Dalam pandangan hukum Islam, HAM dikenal dengan (Haqq al-Insan al-
Asasi atau juga disebut Haqq al-Insani ad-Daruri) yang terdiri dari tiga kata,
yaitu: a. kata hak (haqq) yang artinya: milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu, dan merupakan sesuatu yang harus diperoleh. b. kata
manusia (al-insân) artinya: makhluk yang berakal budi, dan berfungsi sebagai
subyek hukum. c. asasi (asâsí) artinya: bersifat dasar atau pokok.
Islam menempatkan manusia pada posisi yang sama tidak membedakan
warna kulit, jenis kelamin, ras, keturunan, dan lain sebagainya. Islam pula yang
mengajarkan pentingnya penghormatan dan penghargaan terhadap sesama
manusia. Hak asasi bersifat fundamental dan mendasar hal ini sejalan dengan
ajaran islam yaitu konsep tauhid bahwa semua manusia nilainya setara di hadapan
Tuhan yang membedakan hanyalah derajat ketaqwaannya saja.
Dalam Islam konsep hak asasi manusia dibagi menjadi dua macam dilihat
dari kategori hūququl ibād. Pertama, Hak Asasi Manusia yang keberadaannya
dapat dilakukan oleh suatu negara. Kedua, HAM yang keberadaannya tidak secara
langsung dapat dilakukan oleh suatu negara. Adapun yang pertama dapat disebut
sebagai hak legal, dan yang kedua disebut dengan hak moral.4
Prinsip penting dalam HAM adalah penghormatan, pengakuan,
persamaan, dan kebebasan dari diskriminasi. Apabila hal ini dikaitkan dalam
Islam maka terdapat dalam sumber Islam (Al-Qur’an). Al-Qur’an memang tidak
menjelaskan secara spesifik tentang HAM, melainkan menjelaskan tentang
prinsip universal seperti musyawarah, rasa keadilan, sikap saling tolong
menolong, menolak adanya diskriminasi, menjunjung tinggi kaum wanita, dan
lain sebagainya. Tingginya harkat dan martabat manusia, pilihan kebebasan dalam

4
Abdul Rochim, 1994. Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta. Hlm. 54.
beragama, dan pentingnya solidaritas antar manusia merupakan konsep utama Al-
Quran yang membuktikan bahwa Islam sangat menghargai hak asasi manusia itu
sendiri.
Adanya perbedaan pendapat antara ajaran Islam dan HAM menghasilkan titik
temu dimana HAM dan Islam bersama-sama mengajarkan kebaikan kepada
seluruh umat manusia tanpa bertentangan dengan nilai-nilai universal lainnya.
Sehingga akan tercapailah agama Islam sebagai agama rohmātal lil’ alamīn

C. Hak Asasi Manusia memandang Childfree di Indonesia


Hak Asasi Manusia memandang bahwa memiliki atau tidak memiliki anak
merupakan pilihan pribadi yang dijamin, dan dihormati oleh sistem hukum. Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia dalam kapasitasnya
sebagai individu. Selama tidak mengganggu orang lain, maka hak asasi manusia
tersebut tidak boleh diganggu dan harus dijamin oleh negara. Akibatnya, pemerintah
Indonesia tidak dapat mencampuri, melarang, dan mendiskriminasi warga negaranya
yang memilih untuk melanjutkan atau menghentikan keturunan nya. Indonesia sedang
mengalami pergeseran paradigma. alasan bahwa “banyak anak banyak rezeki”
dianggap tidak relevan dengan kondisi saat ini dan masyarakat beralih ke konsep
bebas anak.
Kantiana Taslim berpendapat bahwa pergeseran cara pandang ini mempengaruhi
pemikiran masyarakat Indonesia yang sebelumnya percaya bahwa memiliki anak
dalam kehidupan, khususnya dalam kehidupan pernikahan, merupakan persyaratan
tidak tertulis yang berlaku di masyarakat. kemudian terjadi pergeseran pemikiran
bahwa kesiapan mental, finansial, dan psikologis individu juga harus diperhatikan
karena anak merupakan tanggung jawab yang besar. dikhawatirkan jika individu
hanya mengandalkan penilaian masyarakat dengan mengabaikan kesiapan pribadi,
anak akan dianggap sebagai beban.
Menurut penelitian CBOS, individu yang memilih Childfree biasanya dipengaruhi
oleh dua faktor, faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain
kondisi keuangan yang buruk, kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak,
kurangnya fasilitas perumahan yang memadai, kebijakan negara terhadap keluarga,
meningkatnya individualisme dan sifat nonreligious masyarakat, dan perubahan nilai
seorang anak dalam keluarga sebagai akibat dari pengaruh pola pikir barat. faktor
internal meliputi sikap pasangan terhadap pilihan pasangan nya, kematangan
pengambilan keputusan, dan pengalaman keluarga.5
Undang-Undang Hak Asasi Manusia mengatur kebebasan warga negara untuk
membentuk keluarga dan menuruskan keturunan melalui perkawinan yang sah dalam
pasal 10 ayat 1 yang menyatakan “setiap orang berhak membentuk keluarga dan
meneruskan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Pasal ini secara implisit
memperbolehkan orang untuk tidak memiliki anak selain kemungkinan memiliki
anak. hal ini sesuai dengan prinsip kedua pancasila yang berbunyi: “kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Salah satu hal yang perlu dijunjung tinggi oleh bangsa dan
negara indonesia adalah memberikan toleransi terhadap perbedaan pendapat yang
dianut oleh setiap individu. Selain itu, tidak ada Undang-Undang di Indonesia yang
mewajibkan pasangan suami-isteri untuk memiliki anak malah ada anjuran untuk
punya anak saja.
Tidak ada Undang-Undang yang menjatuhkan hukum pidana, perdata atau
administratif pada pasangan suami-istri yang tidak memiliki anak. Jadi keputusan
untuk tidak memiliki anak masih dalam ranah opini, yang harus dihormati dan
dihargai.
Dengan demikian sebagai negara hukum, Indonesia berkewajiban untuk
menghormati, melindungi, dan memenuhi setiap warga negara. Memiliki anak
membutuhkan tanggung jawab yang besar bagi orangtua. Adanya Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2022, yang memuat hak asasi anak yang harus dipenuhi sebagai
bagian dari kewajiban orangtua, keluarga, negara, dan masyarakat. Karena anak
merupakan amanah dan karena tuhan yang maha esa, dan sebagai penerus cita cita
perjuangan bangsa, maka keberadaanya harus dipastikan untuk tumbuh kembangnya.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia menyatakan:

5
Joanna Szymańska, “The Childless by Choice in the Perception of Young Adults,” in Family Forum Vol. 3,
Redakcja Wydawnictw Wydziału Teologicznego Uniwersytetu Opolskiego, 2013, 79–95.
a) Setiap manusia dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia
yang sama dan sederajat serta dikarunia akal dan hati Nurani untuk hidup
bermasyarakat, berbangsan dan bernegara dalam semangat persaudaraan
b) Setiap orang berhak atas pengakuan dan jaminan perlindungan dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan
perlakuan yang sama didepan hukum
c) Setiap orang berhak atas perlindungan asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia tanpa diskriminasi.

Setiap orang mempunyai payung hukum untuk menentukan dan membentuk


suatu keluarga dan melanjutakan keturunan melalui pernikahan yang sah hal tersebut
seperti yang dijelaskan dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999. Oleh
sebab itu hak-hak yang ditentukan oleh seorang wanita ditentukan sebagai hak asasi
manusia. Wanita berhak untuk memperoleh Pendidikan dan pengajaran di semua
jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Secara kodrati perempuan mengemban fungsi reproduksi umat manusia yang


utamanya meliputi mengandung, melahirkan dan menyusui anak. Pentingnya
reproduksi yaitu untuk kelangsungan generasi manusia. namun kenyataannya masalah
reproduksi pada perempuan belum mendapatkan perhatian pada semestinya. Dalam
kehidupan berumah tangga kaum perempuan tidak dapat dijauhkan dari perannya
sebagai pelaksana fungsi reproduksi.

D. Fenomena Childfree ditinjau berdasarkan Hukum Islam


Segi Hukum Islam yang mengartikan childfree adalah menolak wujudnya anak
baik sebelum anak potensial wujud ataupun setelahnya, yaitu sebelum sperma berada
di rahim wanita. Dalam kajian fiqih ada beberapa cara yang dilakukan untuk menolak
wujudnya anak seperti: memilih tidak menikah sama sekali, menahan diri untuk tidak
melakukan hubungan seksual setelah adanya pernikahan, atau dengan azl
(menumpahkan sperma di luar vagina).6 Secara substansial cara ini dinilai sama
dengan childfree.

6
Al Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, (Beirut, Darul Ma’rifah) Juz II, 51.
Menurut Syafiiyah dan Hanabilah, azl boleh dilakukan tanpa izin dari istri apabila
zaman telah rusak dan bisa memberikan pengaruh yang buruk kepada anak yang
dilahirkan nantinya. Hukum Islam menggunakan metode istihsan dalam menentukan
hukum Childfree. Istihsan sendiri adalah perpindahan kaidah yang berlaku ke umum
ke kaidah yang sifatnya pengecualian karena ada petunjuk untuk hal tersebut.
Menurut mujtahid karena ada dalil yang lebih kuat yang menghendaki perpindahan
tersebut.
Hukum Islam (fiqh) sebagai sebuah ketentuan, pada umumnya bersandar pada
dua kategorisasi hukum Islam, yakni ibadah dan muamalah Dalam Islam, terdapat
hadits yang berisi tentang anjuran untuk memperbanyak keturunan, hadits riwayat
Imam an-Nasa’i No. 3175 Kitab Sunan an-Nasa’i Bab Pernikahan (an-Nasa’i No.
3175), dalam hadits tersebut bukan berarti tidak boleh menikahi wanita yang mandul
karena semua yang terjadi itu atas kehendak Allah swt. Akan tetapi, hadits di atas
menunjukkan bahwa anjuran memiliki keturunan itu besar. Namun sekali lagi, untuk
bisa punya anak atau tidak itu tergantung kehendak Allah SWT.
Apabila motif yang melatarbelakangi childfree karena adanya alasan finansial
yang akan merepotkan hidupnya, untuk menjaga keselamatan istrinya agar tetap
hidup dan tidak meninggal saat melahirkan atau khawatir akan menyengsarakan
hidup anak di masa depan adanya masalah kesehatan pada suami atau istri serta
adanya alasan sosial lainnya. Maka hukum childfree diperbolehkan karena Islam juga
mengatur tentang hak reproduksi perempuan seperti, hak hubungan seksual, hak
menolak kehamilan, dan hak menggugurkan kandungan.
Childfree sendiri adalah bentuk aplikasi dari hak menolak kehamilan. Perempuan
diberikan hak menolak kehamilan disebabkan perempuanlah yang menanggung
tanggung jawab serta segala resiko dalam mengandung, melahirkan, dan menyusui.
Oleh karena itu tergolong ke dalam ‘istihsan bil maslahah mursalah’ yakni boleh
dilakukan apabila ada ketentuan untuk memenuhi kemaslahatan.

E. Perbedaan dan Persamaan dalam Perbandingan Pandangan Hak Asasi Manusia


dan Hukum Islam mengenai Childfree di Indonesia
Menurut kajian daripada pandangan Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia,
memuat perbedaan dan persamaan dalam perbandingan pandangan Hak Asasi
Manusia dan Hukum Islam mengenai Chilldfree di Indonesia, yang disajikan dalam
tabel berikut ini:

Hukum Islam Hak Asasi Manusia

Hukum Islam menyebutkan Pernikahan dengan tujuan


Pernikahan dengan salah satu membentuk keluarga dan
tujuan untuk melestarikan memilki keturunan
keturunan (memiliki anak)
Persamaan
Hak Reproduksi merupakan hal Hak Reproduksi merupakan hal
bersangkutan dengan hak bersangkutan dengan hak
reproduksi dalam besuami istri. reproduksi dalam bersuami istri
Hak-hak reproduksi dalam
hubungan suami dan istri telah
diatur dalam Hukum Islam
Perbedaan Relasi dalam berumah tangga Keputusan merupakan suatu hak
sangat penting antara suami dan pribadi milik seseorang yang
istri sehingga dalam mengambil dijamin, dan dihormati oleh
keputusan salah satu pihak tidak sistem hukum. Setiap orang
merugikan pihak lain berhak atas perlindungan asasi
manusia dan kebebasan dasar
manusia tanpa diskriminasi
Pemberdayaan perempuan agak Pemberdayaan perempuan
dibatasi dalam hal bekerja atau adalah hak individu masing-
meniti karir sehubungan dengan masing. Dengan menerapkan
kewajiban wanita sebagai ibu Childfree memiliki anak menjadi
rumah tangga hambatan dalam berkarir
Keputusan Childfree dalam Islam Keputusan Childfree merupakan
telah diatur dalam hak reproduksi hak milik pribadi khususnya
bagi suami dan istri di mana bagi perempuan dan hak tersebut
terdapat cara untuk menghindari akan selalu di bawah kuasa
kehamilan hukum dan negara
Tabel perbandingan Pandangan Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia terhadap Childfree

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Childfree merupakan fenomena masyarakat yang berasal dari Barat yang
menyuarakan untuk tidak memiliki anak keturunan. Childfree atau dalam hal ini
merupakan voluntary childless adalah mereka yang secara sadar dan sukarela memilih
untuk tidak memiliki keturunan ataupun berusaha memilikinya dengan jalan adopsi
maupun yang lainnya. Banyak faktor yang mendorong seseorang memilih untuk
childfree, di antaranya adalah faktor personal, medis dan psikologis, filosofis,
ekonomi dan kultur serta lingkungan.
Hukum Islam menganjurkan dalam hubungan pernikahan untuk melestarikan
keturunan dan selalu beribadah kepada Allah SWT. Dan hal tersebut berkegantungan
kembali kepada keputusan perempuan karena pemberdayaan perempuan yang
ditetapkan dalam HAM merupakan hak individu yang dimiliki oleh masing-masing
orang.
Keputusan childfree sendiri merupakan hak dan pilihan dari masing-masing
pasangan. Namun dalam sudut pandang Islam, anak yang diberikan oleh Allah adalah
amanah dan pahalanya akan besar jika sebuah pasangan berhasil mendidiknya. Oleh
karena itu memiliki anak sangat dianjurkan dalam Islam, namun kembali lagi, tidak
dijelaskan secara tegas bahwa memiliki anak adalah kewajiban. Menurut penulis, jika
ada udzur syar’i, maka keputusan childfree sangat boleh untuk diambil, tapi kembali
lagi kepada pasangan masing-masing.

B. Saran
Saran ini ditujukan kepada:
1. Masyarakat umum, bahwa childfree mempunyai banyak sisi negatif. Selain
karena tidak sesuainya dengan prinsip Islam untuk memperbanyak keturunan, ia
juga dapat menimbulkan cemooh baik dari keluarga maupun masyarakat dalam
lingkungan pro-natalis. Selain itu, memiliki anak akan melengkapi kebahagiaan
antara suami dan istri. Maka, bagi ia yang dalam keadaan normal tanpa adanya
darurat maupun masalah kesehatan, lebih baik baginya untuk mengharapkan anak
dalam pernikahannya. Menikah dan memiliki anak juga merupakan sunah
Rasulullah SAW dan rasul-rasul terdahulu sejak nabi Adam
2. Pemerintahan, sebaiknya memberikan pendidikan dan kesehatan yang baik bagi
warga masyarakatnya. Karena hal tersebut dapat membuat warga masyarakat
menjadi lebih aman ketika memiliki momongan. Karena masalah-masalah
kehidupan yang demikian pelik menyebabkan para orang tua enggan memiliki
anak. Dengan kesejahteraan yang meningkat, tentunya kekhawatiran tersebut
dapat hilang. Dan tujuan pernikahan dapat tercapai.
3. Kementerian Agama Republik Indonesia, hendaknya memberikan pelatihan-
pelatihan maupun seminar yang berkaitan dengan pernikahan. Pelatihan tersebut
diharapkan dapat memberikan edukasi kepada warga masyarakat agar memahami
konsep dan tujuan pernikahan supaya menjadikan keluarganya menjadi keluarga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
DAFTAR PUSTAKA

Agrillo, Christian, dan Cristian Nelini. 2008. “Childfree by choice: A review.” Journal of
Cultural Geography 25, no. 3 https://doi.org/10.1080/08873630802476292.

Al-’Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari. Diedit oleh Abd al-Aziz bin Baz
dan Muhibuddin Al-Khatib. Vol. 9. Madinah: Dar al Ma’rifah, t.t. Al-Bayanuni,
Muhammad Abu al-Fath. “Memahami Hakikat Hukum Islam terj. Ali Mustafa Yaqub”. 2
ed. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.

Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il. Sahih Al-Bukhari. Vol. 7. Mesir: Dar al-Thuq al-Najah,
1422. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya’ Ulum al-Din. Vol. 2. Beirut: Dar al Ma’rifah, t.t.
Al-Hakim, Muhammad bin Abdillah.

Mustadrak ’Ala Al-Shahihain. Diedit oleh Musthafa Abdul Qadir ’Atha. 1 ed. Vol. 2. Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, 1990. Al-Ibad, Abd Al-Muhsin bin Hamd. Syarh Sunan Abi Dawud.
Vol. 236. Maktabah Syamilah.

Al-Jazairi, Abdurrahman. Al-Fiqh ’ala al-Mazahib al-Arba’ah. 2 ed. Kairo: AlDar al-’Alamiyyah
li al-Nasyr wa al-Tajlid, 2016.

Anda mungkin juga menyukai