Anda di halaman 1dari 5

TUGAS DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP INDIVIDU

SUAMI/ISTRI DAN TERHADAP ANAK

Dosen Pengampu:
Iwan Wahyu Widayat, M.Psi., Psi.
Rudi Cahyono, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh:
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perkembangan Manusia, Pendidikan & Keluarga
Kelompok 2 - Kelas C-2
1. Fathaniah Ghaisani Aksna Putri (113221038)
2. Efrilia Devi Rahmanita (113221063)
3. Dinda Saviera Larasati (113221096)
4. Eka Mutiara Indah (113221132)
5. Maria G. Welma (113221188)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2023
1. Mengapa persoalan tersebut terjadi?

Terdapat beberapa faktor pemicu perceraian

a. Faktor Demografis yang menjadi pemicu perceraian yaitu ketidaksiapan untuk berumah
tangga baik secara fisik dan emosional, ketidakcocokan, perselingkuhan, dan kekerasan
baik secara fisik dan psikologis.
b. Faktor Sosial-Ekonomi yang menjadi pemicu perceraian yaitu sumber daya ekonomi yang
kurang serta penghasilan istri lebih besar dari pada suami.
2. Bagaimana dampaknya bagi semua elemen dalam keluarga?

Dampak Perceraian dalam Keluarga

a. Suami
Seorang suami yang mengalami perceraian, akan lebih keras dan sangat disiplin
terhadap anaknya. Selain itu, suami yang bercerai akan jauh lebih mengekang
anak-anaknya. Dikutip dari sehatq.com menyatakan bahwa suami yang mengalami
perceraian akan cenderung untuk tidak mencari dukungan emosional dan tidak menarik
perhatian dari lingkungan sekitarnya. Seorang suami akan memiliki risiko depresi,
hilangnya dukungan sosial, dan lebih cenderung untuk melakukan penyalahgunaan obat
atau zat-zat tertentu maupun kecanduan alkohol.

b. Istri
Perceraian juga akan berdampak pada seorang istri. Seorang istri yang mengalami
perceraian akan lebih menutup dan membatasi dirinya dari dunia luar. Istri yang bercerai
juga akan memiliki rasa bersalah kepada anak-anaknya dan perasaan kecewa karena
pernikahan tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Penelitian Dupre & others
(2015) dalam Santrock (2019) menyatakan bahwa istri yang bercerai akan memiliki risiko
penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan suaminya. Seorang istri
akan menganggap bahwa perceraian ini merupakan kesempatan kedua untuk lepas dari
suaminya demi meningkatkan kebahagiaan, kehidupan sosial dan peluang-peluang yang
mereka kejar, namun biasanya istri akan merasakan dampak ekonomi yang lebih negatif
dibandingkan suami setelah perceraian (Santrock, 2019). Apabila pada istri yang bercerai
karena adanya kekerasan verbal maupun fisik oleh suaminya, maka akan berdampak pada
mentalnya dan timbul perasaan trauma yang mendalam (Rahmalia & Sary, 2018).

c. Keduanya
Pasangan suami-istri akan menghadapi banyak tantangan setelah memutuskan
untuk bercerai. Dampak dari perceraian tersebut adalah mereka harus melakukan
penyesuaian kembali terhadap perannya masing-masing dan melakukan adaptasi dengan
lingkungan sosialnya (Darmawati, 2017). Orang tua dewasa yang melakukan perceraian
memiliki tingkat depresi, kecemasan, penyakit fisik, bunuh diri, kecelakaan kendaraan
bermotor, alkoholisme, dan kematian yang lebih tinggi (Braver & Lamb, 2013 dalam
Santrock, 2019). Baik suami maupun istri yang mengalami perceraian, mereka memiliki
kerentanan untuk melakukan bunuh diri (Yip & others, 2015 dalam Santrock, 2019). Serta
menurut Hetherington (2006) dalam Santrock (2019) pasangan yang melakukan
perceraian akan lebih sering mengeluhkan kesepian, harga diri yang berkurang, kecemasan
tentang hal-hal yang tidak diketahui dalam hidup mereka, dan kesulitan untuk mulai
membentuk hubungan intim baru yang memuaskan.

d. Terhadap Anak
Perceraian dapat memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan psikologis
anak, contohnya jika perceraian terjadi di saat usia anak masih sangat dini, anak akan
merasa malu dan minder ketika bergaul dengan teman-temannya. Perceraian menyebabkan
anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya secara utuh
sehingga mereka merasa tidak aman, tertekan, menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan,
serta merasa kehilangan tempat untuk berlindung. Kondisi tersebut mengganggu proses
anak dalam mengembangkan kemampuan regulasi emosinya sehingga anak menjadi
mudah marah. Dalam jangka panjang, anak dapat memunculkan reaksi berupa rasa
dendam. Mereka mulai jarang berada di rumah serta lebih suka mencari kesenangan hidup
di luar rumah.
Menurut Ramadhani dan Krisnani (2019), perceraian menyebabkan anak
kehilangan makna dari keluarga sehingga ia merasa kesepian akibat terabaikan. Selain itu,
anak lebih menutup diri dan membatasi hubungan dengan orang tuanya sehingga kualitas
hubungan antara orang tua dan anak akan menurun. Perasaan-perasaan seperti membenci
orang tua, rasa tidak aman, kesedihan yang mendalam, kesepian, marah/kesal, serta
perilaku menyendiri dapat menyebabkan perubahan pada kondisi kepribadian anak dan
mengarah pada perkembangan kepribadian yang tidak sehat. Aspek-aspek kepribadian
yang terpengaruh yaitu karakter (konsistensi dalam pendirian/pendapat), temperamen
(durasi dalam mereaksi stimulus dari lingkungan) , sikap (respon terhadap objek), stabilitas
emosional (kestabilan reaksi emosional terhadap stimulus dari lingkungan), responsibilitas
(kesediaan untuk menerima resiko atas perilaku yang dilakukan), dan sosiabilitas
(berkaitan dengan hubungan interpersonal dan kemampuan berkomunikasi dengan orang
lain).
3. Bagaimana semestinya langkah preventif yang dapat dilakukan agar persoalan tersebut
tidak terjadi?

Langkah preventif yang dapat dilakukan dalam menangani kasus perceraian yaitu

a. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)


PUP adalah upaya untuk meningkatkan usia perkawinan pertama, sehingga pada saat
perkawinan calon pengantin telah mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25
tahun bagi laki-laki. PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja,
akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup
dewasa.
b. Kelas Calon Pengantin atau Seminar Pra Nikah
Tujuan kelas calon pengantin adalah untuk meningkatkan keharmonisan dalam rumah
tangga sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya perceraian. Kelas yang dilaksanakan
juga memberikan konseling pranikah oleh seorang yang profesional kepada pasangan
calon suami istri. Salah satu kegiatan dalam kelas calon pengantin adalah penyuluhan
kesehatan reproduksi, penyuluhan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
serta menguasai materi reproduksi.
4. Apa yang perlu dilakukan dalam mengatasinya?
a. Memberi pengertian kepada lingkungan keluarga, mulai dari anak hingga kedua pihak
keluarga pasangan. Hal ini harus dilakukan agar dapat memulai komitmen untuk
pengasuhan anak selanjutnya, bahwa beberapa hal akan berubah.
b. Memenuhi kebutuhan dan juga melakukan kewajiban, terutama dengan suami & istri yang
masih memiliki anak dalam fase-fase tumbuh kembang yang krusial, diperlukan perhatian
dan usaha dari orang tua agar anak tersebut tidak terbengkalai kebutuhannya. Hal ini
termasuk mengurus hak asuh serta membagi kewajiban tugas sebagai orang tua.
c. Mendekat kepada bantuan profesional jika memang dibutuhkan, banyak perceraian diawali
dengan kekerasan yang dapat membekas baik dari kulit ataupun ingatan. Perceraian
membawa banyak kemungkinan dampak negatif bagi mental, walau pernikahan telah
selesai bukan berarti hidup harus selesai pula.
d. Jika ingin memulai kehidupan berhubungan atau berumah tangga , tinjau ulang kembali
faktor yang menjadi alasan mengapa perceraian di hubungan sebelumnya dapat teori.
Referensi

Darmawati, D. (2017). Perceraian dalam perspektif sosiologi. Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman,
11(1), 64-78.
Djie, A. (2019). Bagaimana Dampak Perceraian secara Psikologis?
https://www.sehatq.com/artikel/song-song-couple-cerai-bagaimana-dampak-perceraian-secara-psi
kologis Diakses pada 4 November 2022 pukul 13.30
Kbbi daring. (n.d.). Retrieved November 4, 2022, from https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/cerai
Kbbi daring. (n.d.). Retrieved November 4, 2022, from https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/perceraian
P.N.H.Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Pustaka Djambatan, 2007), hlm.
53
Ramadhani, P., & Krisnani, H. (2019). Analisis Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap anak remaja.
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 2(1), 109. https://doi.org/10.24198/focus.v2i1.23126
Rahmalia, D., & Sary, N. (2018). Dinamika Psikologis Pada Wanita Menggugat Cerai suami Biblio Couns
: Jurnal Kajian Konseling Dan Pendidikan, 1(2), 59-66.
https://doi.org/10.30596/bibliocouns.v112.2080
Santrock, J. W. (2019). Life-span Development, 17th edition. New York: McGraw-Hill Higher Education.

Nurhalisa, R. (2021, Juni). Tinjauan Literatur: Faktor Penyebab dan Upaya Pencegahan Sistematis

terhadap Perceraian. Media Gizi Kesmas, 10, 157 - 164.

https://e-journal.unair.ac.id/MGK/article/download/24697/14241/106109

Anda mungkin juga menyukai